Jurnal Destinasi Pariwisata                                     p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937

Vol. 9 No 1, 2021

Strategi Pemasaran Sulaman Karawo Di Destinasi Pariwisata Gorontalo

Srilian Laxmiwaty Dai a, 1, Irma Charisma Hatibie a, 2

1lyanlaxmiwaty@umgo.ac.id, 2irma@umgo.ac.id

a Program Studi S1 Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Jl. Prof. Dr. Mansoer Pateda, Gorontalo, Indonesia

Abstract

This research analyzes Karawo embroidery's developmentas one of Gorontalo's cultural heritagesat Gorontalo tourist destinations. Culture is an identity of a region that becomes a heritage through generations. Culture also becomes a crucial part in the tourism industry because it is interesting for tourists curiosity about new and unique things. On the other side, tourism is also an industry to preserve culture.Therefore, it is essential to figure out the development position of Karawo embroideryso thatKarawo can be existed to develop Gorontalo tourism industry.This descriptive qualitative research employs Product Life Cycle Theory. This research aims to identified development position Karawo embroidery and formulate its marketing strategy in Gorontalo tourist destination. Based on research, the position of Karawo embroidery is in the growth stage. Based on that result, the strategies that can be formulated to improve Karawo marketing in Gorontalo touristdestination are;(1) making advertisement and strengthening the merk, (2) expanding the distribution, (3) increasing product quality through creativity dan innovation, (4) decreasing the product cost, and (5) doing such a big promotion.

Keywords:Strategy, Karawo Embroidery, Tourist Destination

  • I.    Pendahuluan

Budaya merupakan kebiasaan dan tradisi yang berkembang di masyarakat serta menyangkut adat istiadat, akal, pikiran, karya seni dan budi. Budaya kemudian diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Budaya juga merupakan penciri yang membedakan antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Kebudayaan Bali adalah contoh menarik, ketika semakin dikenal ke mancanegara sehingga menjadi primadona sejak fase-fase awal perkembangan pariwisata Bali. Ciri khas Bali dengan keautentikan budayanya dianggap mewakili kebudayaan adiluhung masa lampau yang masih hidup hingga masa kini (Anom, dkk., 2020).

Budaya dalam pariwisata merupakan hal menarik. Terdapat tiga unsur sosio budaya yakni sejarah, tradisi dan kerajinan. Dari tiga unsur sosio budaya tersebut, kerajinan merupakan salah satu unsur budaya yang seringkali disuguhkan kepada tamu-tamu daerah baik untuk dipamerkan maupun dijual. Kerajinan tersebut dapat berupa patung, rajutan, batik, sulaman, anyaman dan lain sebagainya. Setiap daerah di Indonesia memiliki hasil kerajinan yang berbeda-beda sehingga Indonesia terkenal dengan ragam budayanya (Ardika, 2003).

Seperti kerajinan khas Gorontalo memiliki kain sulaman Karawo yang unik dan indah sebagai ekspresi budaya tradisional Gorontalo. Sulaman Karawo merupakan karya seni Gorontalo yang sudah ada sejak sekitar tahun 1600 pada masa kerajaan di Gorontalo. Karya berupa kain sulaman ini memiliki nilai estetika yang tinggi. Aktifitas menyulam atau yang dalam bahasa Gorontalo disebut dengan istilah mokarawo dilakukan oleh wanita-wanita Gorontalo.

Keindahan sulaman karawo dapat memberi gambaran kreatifitas wanita-wanita Gorontalo zaman dulu yang kemudian dikembangkan oleh generasi-generasi selanjutnya dari tahun ke tahun dengan dengan kreatifitas dan trend mode sesuai zaman. Hal tersebut membuktikan betapa melekatnya seni pada orang-orang Gorontalo khususnya para wanita. Saat ini kain sulaman karawo menjadi produk lokal yang membanggakan dan berperan penting dalam menunjang pariwisata Gorontalo.

Budaya dan karya seni tidak akan lepas dari kaitannya dengan industri pariwisata. Budaya merupakan bagian penting dari rangkaian perjalanan wisatawan ke suatu destinasi. Hal tersebut dikarenakan diversifikasi budaya yang

Vol. 9 No 1, 2021

sangat beragam dan memiliki daya tarik tersendiri sehingga wisatawan ingin memiliki pengalaman untuk menikmati suguhan budaya tersebut. Maka dari itu pariwisata dianggap penting sebagai wadah preservasi budaya sebagai dampak positif terhadap perekonomian rakyat dan tetap menjaga kelestarian budaya (Pitana dan Diarta, 2009).

Akan tetapi hingga saat ini pemasaran pariwisata kain sulaman karawo masih menemui banyak kendala. Banyak wisatawan asing belum mengetahui kain sulaman karawo. Wisatawan domestik dinilai masih kurang atau belum semua wisatawan domestik membelanjakan uang mereka untuk kain sulaman karawo. Kemungkinan karena belum mengetahui kain sulaman karawo dan harga mahal menjadi kendala. berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian bertujuan mengidentifikasi peran budaya kain sulaman karawo di industri pariwisata dan merumuskan strategi pemasaran kain sulaman karawo dalam industri pariwisata nasional dan internasional.

  • II.    Kajian Pustaka

Kain khas daerah merupakan salah satu daya tarik pariwisata pada umumnya. Hingga saat ini telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap kerajinan kain khas daerah yang merupakan warisan budaya leluhur diantaranya penelitian tugas akhir Mohamad (2013) mengenai Karawo yaitu “Dampak Desain Sulaman Karawo Terhadap Minat Remaja Gorontalo Dalam Penggunaannya Sebagai Pakaian Khas Daerah”. Hasil penelitian menunjukkan kurangnya minat remaja Gorontalo terhadap kain sulaman karawo. Hal tersebut dikarenakan motif, bahan dan warna tidak disesuaikan dengan minat para remaja melainkan hanya disesuaikan dengan minat orang-orang tua. Kesan monoton juga mempengaruhi karena di semua toko souvenir terdapat motif, bahan dan warna yang sama.

Penelitian lain oleh Moersid (2013) berjudul “Re-invensi Batik dan Identitas Daerah Dalam Arena Pasar Global”. Penelitian bertujuan untuk memperkenalkan dan memposisikan produk kain Batik di ranah pasar global dengan mereinvensi atau membuat

identitas baru yang berangkat dari seni budaya tradisional dan merupakan warisan leluhur. Fokus penelitian adalah memposisikan seni visual Batik Indonesia sebagai identitas bangsa di pasar global serta merumuskan strategi berkualitas bersaing di pasar global.

Penelitian Hengky (2014) berjudul “Image Analysis: Performance Gaps of Batik Craft in Yogyakarta, Indonesia”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi kesenjangan kinerja kerajinan batik di Yogyakarta dengan menggunakan analisis image atau analisa citra dan sekaligus merespon harapan Praktisi seni dan Filolog dari Universitas Gadjah Mada. Terdapat kesenjangan berdasarkan analisis citra antara kenyataan dan harapan para wisatawan, yang mengindikasikan bahwa ekspektasi wisatawan terkait Batik dan bahannya masih sedikit termuat dalam apa yang menjadi realita saat ini. Sehingga perlu adanya inovasi dan kreatifitas yang memuat hal-hal yang menjadi ekspektasi wisatawan sebagai upaya peningkatan produktifitas kerajinan batik.

Penelitian Batik Jambi oleh Masrita (2013) yang berjudul “Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Batik Jambi”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keputusan pembelian Batik Jambi melalui bauran pemasaran serta untuk menenetukan bahwa harga adalah faktor dominan yang mempengaruhi keputusan pembelian. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat elemen bauran pemasran yaitu produk, harga, promosi dan distribusi memiliki pengaruh yang yang signifikan dalam pengambilan keputusan pembelian konsumen.

Penelitian Suarmini (dkk., 2015) mengenai kain Endek khas Bali yaitu “analisis penentuan harga pokok produk kain endek-warna alam (natural colour) pada usaha tenun ikat Bali Artanadi (traditional weaving)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana perusahaan menentukan harga pokok produksi. Penelitian ini juga meneliti satu proses produksi per-bulan khusus produk kain tenun endek warna alam. Adapun hasil penelitian yang diperoleh adalah harga pokok kain endek warna alam sebesar Rp 221.667 per produknya. Jumlah tersebut

Vol. 9 No 1, 2021

sesuai dengan metode perhitungan harga pokok kain oleh perusahaan. Sedangkan harga pokok yang dihitung dengan metode full costing harga per produknya sebesar Rp 227.454. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut nampaklah selisih antara penggunaan metode perusahaan dan metode full costing sehingga disarankan perusahaan untuk menggati metode perhitungan. Jika tidak, maka perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp 5.787 per produknya.

Penelitian terbaru oleh Rohmi (dkk., 2020) berjudul “Peranan Perempuan Kelompok Sentosa Sasak Tenun di Desa Wisata Pringgasela kabupaten Lombok Timur” menemukan bahwa peranan perempuan tersebut adalah peran reproduktif sebagai eksistensi mempertahankan keharmonisan dan kesejahterahaan rumah tangga sebagai tanggungjawabnya. Setelah peran reproduktif terlaksana, maka perempuan akan beralih ke peran lainnya yaitu peran produktif maupun peran sosial kemasyarakatan.

  • III.    LANDASAN TEORI

    1.    Sulaman

Menyulam atau membordir merupakan usaha memperindah kain yang tadinya polos dengan menggunakan benang-benang berwarna untuk menghiasnya sesuai dengan disain yang telah ditentukan. Tentunya hal ini biasa dilakukan oleh wanita meski tidak menutup kemungkinan ada juga pria yang melakukannya. Adapun sulaman atau bordir tersebut tentunya dapat dikomersilkan Zulkarnaen (2005) Pengertian lain menurut Jumanta (2005) terkait sulam adalah budaya yang sudah lama diturunkan dengan menggunakan jarum dan benang sebagai alat membuat motif kain yang indah dengan cara dijahit.

Berdasarkan pandangan para ahli terkait sulaman dapat disimpulkan bahwa sulaman merupakan upaya untuk menghias kain agar lebih menarik dengan teknik menjahit yang menggunakan jarum dan benang sebagai alat utamanya. Adapun aktifitas menyulam ini merupakan kegemaran kaum perempuan dahulu kala yang diwariskan dari masa ke masa hingga saat ini. Kain sulaman tidak hanya sekedar hobi bagi

kaum perempuan tetapi juga dapat dijadikan sebagai mata pencaharaian karena kain yang telah disulam memiliki nilai jual yang tinggi.

Destinasi Wisata

Pitana dan Diarta (2009) menyatakan bahwa destinasi pariwisata adalah suatu kawasan geografis yang hukum terhadap batas-batasnya jelas dan didalamnya terdapat sekumpulan aktifitas pariwisata seperti sumber daya alam yang dikelola sebagai aset wisata untuk disuguhkan pada para wisatawan dan sumber daya manusia yang mengelola kekayaan alam serta bisnis-bisnis dibidang pariwisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan yang berkunjung. Selain itu Pitana dan Diarta juga berpendapat bahwa destinasi pariwisata merupakan daerah utama yang menjadi tujuan wisatawan berkunjung untuk menikmati libur, menghabiskan waktu mereka serta membelanjakan uang mereka.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa destinasi merupakan suatu kawasan yang memiliki kejelasan atas batas-batas wilayahnya yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata yang menjadi alasan utama wisatawan berkunjung, sarana dan prasarana yang menunjang kebutuhan wisatawan, berjalannya berbagai macam bisnis pariwisata serta terdapat masyarakat yang memiliki keterbukaan dalam menerima kunjungan wisatawan karena tempat tinggal mereka menjadi daerah tujuan wisatawan.

  • 2.    Siklus Hidup Produk

Menurut Kotler (2018) suatu perusahaan yang memproduksi suatu produk memiliki harapan besar agar produknya bertahan dan eksis dari masa ke masa dan dicintai konsumen. Meski para pengusaha sebenarnya paham bahwa suatu produk memiliki masa dimana produk tersebut diminati dan mengalami permintaan yang tinggi oleh konsumen dan kemudian mengalami tingkat penurunan konsumsi. Meski tidak berharap eksistensi produk baru ada untuk slemanya, namun pemilik perusahaan tetap mengupayakan optimalisasi eksistensi produk. Produk ini memiliki siklus hidup yang terdiri dari lima

Vol. 9 No 1, 2021

tahapan yang menggambarkan proses dari awal produk diluncurkan ke pasar hingga akhirnya produk ditarik dari pasar dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 1. Tahapan Siklus Hidup Produk

Pada Gambar diatas terlihat ada empat tahapan siklus hidup produk yang terdiri dari tahap perkenalan, tahap pertumbuhan, tahap kedewasaan dan tahap penurunan. Tentunya sebelum masuk pada tahap pertama, perusahaan telah melalui tahapan pengembangan gagasan mengenai suatu produk baru dan akhirnnya menciptakan produk tersebut. Setelah produk diciptakan, Selanjutnya masuk pada tahapintroduction atau perkenalan pada tahap ini, promosi dilakukan untuk upaya publikasi kepada masyarakat umum yang dalam hal ini adalah konsumen.Tahapan yang ke dua adalah growth atau tahap pertumbuhan, dalam tahap ini produk sudah dikenal konsumen sehingga terdapat banyak permintaan yang berimplikasi pasa peningkatan profit. Kemudian tahapan Maturity atau Tahap kedewasaan, dalam tahap ini penjualan masih tinggi. Kemudian tahap terakhir adalah decline atau kemunduran, dalam tahap ini keuntungan perusahaan maupun distributo mengalami penurunan. Persaingan harga tidak dapat dihindari sehingga perlu ada terobosan baru dari perusahaan untuk memperkenalkan produknya dengan model yang baru agar berbeda dari para pesaing.

Meski tahapan-tahapan dari siklus hidup produk tersebut sudah terbukti dialami oleh banyak perusahaan beserta produknya, Namun tidak semua produk berjalan sesuai siklus tersebut. Ada produk yang kemundurannya terjadi di awal dan ada juga produk yang mampu bertahan hingga tahap akhir. Oleh karena itu perlu ada persiapan untuk antisipasi masalah

dalam setiap fase perkembangannya. Berikut ini indikator-indikator dalam setiap fase beserta langkah antisipasi dalam siklus hidup produk.

  • 1 .Tahap perkenalan:

  • (a)    Jenis barang baru diluncurkan ke pasar

  • (b)    Omset penjualan rendah

  • (c)    Produksi barang rendah

  • (d)    Harga barang satuan tinggi

  • (e)    Cash flow negative

  • (f)    Belum ada kepercayaan dari distributor

  • (g)    Bbiaya promosi mahal

  • >    Strategi yang digunakan dalam tahap perkenalan:

  • (a)    Mengeluarkan biaya yang besar dalam promosi

  • (b)    Memberikan harga penetrasi

  • (c)    Fokus distribusi pada wilayah terbatas.

  • 2.    Tahap pertumbuhan:

  • (a)    Memperluas pasar

  • (b)    Omset penjualan meningkat secara signifikan

  • (c)    Kapasitas produksi meningkat

  • (d)    Produk mulai diterima oleh pasar

  • (e)    Cash flow berubah menjadi positif

  • (f)    pasar berkembang, laba meningkat, namun banyak pesaing

  • (g)    biaya perunit turun

  • >    Strategi yang digunakan dalam tahap perkembangan:

  • (a)    Membuatikan dan memperkuat merek

(b)Memperbanyak saluran distribusi dan memperluas cakupan distribusi

(c)Meningkatkan kualitas produk dengan kreatif dan inovatif

  • (d)    Menurunkan harga produk

  • (e)    Melakukan promosi besar-besaran.

  • 3.    Tahapkedewasaan:

  • (a)    Kapasitas produksi tinggi

  • (b)    Pemimpin pasar memperoleh laba yang besar

  • (c)    Cash flow positif dan kuat

  • (d)    Pesaing yang kalah mulai keluar dari pasar

  • (e)    Harga barang menurun.

  • > Strategi yang digunakan dalam tahap kedewasaan:

  • (a)    Memperbaiki dan memodifikasi produk

  • (b)    Meninggalkan varian barang yang tidak diminati

  • (c)    Kapasitas produksi pada kondisi yang rasional

  • (d)    Menerapkan harga yang bersaing

Vol. 9 No 1, 2021

  • (e)    Menggunakan iklan yang persuasive

  • (f)    Menarik pelanggan bari

  • (g)    Distribusi yang intensif

  • (h)    Memasuki segmen pasar yang baru

  • (i)    Repositioning.

  • 4.    Tahappenurunan:

(a)Penjualan mengalami penurunan terus-menerus

  • (b)    Laba menurun drastis dan cash flow melemah

  • (c)    Pasar menjadij enuh

  • (d)    Para pesaing usaha keluar dari pasar, (e) Kapasitas produksi menurun.

  • >    Strategi yang digunakan dalam tahap penurunan:

  • (a)    Promosi untuk mempertahankan langganan

  • (b)    Mengurangi distribusi

  • (c)    Menurunkan harga menjaga daya saingnya

Teori di atas digunakan untuk membedah permasalahan dalam penelitian ini. Perkembangan sulaman karawo perlu diidentifikasi dimana posisi sulaman karawo dalam siklus hidup produk. Menjawab posisi sulaman karawo masih dalam    tahap    perkenalan,    tahap

pertumbuhan, tahap kedewasaan, atau tahap penurunan.

Jika sudah teridentifikasi tahap perkembangan     sulaman     karawo

berdasarkan indikator-indikator di atas, selanjutnya adalah implementasi strategi dalam peningkatan permintaan pasar sesuai fase perkembangan Karawo itu sendiri.

  • IV METODE PENELITIAN

  • 1.    Disain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatifJenis data ini merupakan penjabaran secara rinci mengenai hasil penelitian atau informasi yang diperoleh dari para informan (Emzir, 2011). Dalam penelitian ada sepuluh orang pelaku usaha kain sulaman karawo yang menjadi informan dan ditentukan secara purposif.

  • 2.    Jenis dan Sumber Data

    2.1    Jenis Data

Jenis data ini merupakan jenis data yang tidak dalam bentuk angka-angka. Namun berupa penjabaran secara rinci agar dapat dipahami hal-hal terkait lokasi

penelitian, dan hasil wawancara secara mendalam dengan para informan (Sugiono, 2009).

  • 2.2    Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Menurut Wibisono (2003), data primer merupakan data yang diperoleh dari observasi atau pengamatan di lapangan serta hasil wawancara dengan para informan yang dalam hal ini adalah para pelaku usaha kain sulamaan karawo. Selanjutnya data sekunder merupakan datayang dikumpulkan melalui sumber-sumber tercetak, dimana data tersebut telah dikumpulkan oleh pihak-pihak lain sebelumnya seperti data dari Badan Pusat Statistik Daerah, Dinas Pariwisata dan kantorPerindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Gorontalo.

  • 2.3    Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik yang digunakan para peneliti secara umum yaitu melakukan observasi di lapangan, kemudian mewawancarai para informan kunci sebanyak 10 orang yang telah ditentukan secara purposive dan dokumentasi dengan mengumpulkan dokumen-dokumen penting sebagai data pendukung dalam pelaksanaan penelitian (Sugiono, 2009).

  • 2.4    Studi Pustaka

Penelitian ini juga menggunakan studi pustaka. Menurut Zed (2008), studi pustaka ialah sekumpulan kegiatan terkait metode pengumpulan data pustaka. Dalam pelaksanaan studi pustaka, peneliti perlu membaca dengan cermat kemudian mencatat hal-hal penting terkait penelitian dan mengolah bahan penelitian yang telah dikumpulkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian berpatokan pada kriteria-kriteria tahapan siklus hidup produk. Diperoleh data lapangan seperti pada tabel 1 berikut:

Tabel 1. Hasil Wawancara Berdasarkan

Kriteria Tahapan Siklus Hidup Produk No.    KRITERIA TAHAP       Hasil

PERKENALAN

Wawancara dengan 10 Pedagan kain sulaman karawo

1.

Jenis    barang    baru

diluncurkan ke pasar

2.

Omset penjualan rendah

3.

Produksi barang rendah

4.

Harga  barang  satuan

tinggi

5.

Cash flow negatif

6.

Belum ada kepercayaan dari distributor.

7.

Biaya promosi mahal

TAHAP PERtumbuhan

1.

Memperluas pasar

Omset penjualan meningkat secara signifikan

3.

Kapasitas      produksi

meningkat

4.

Produk mulai diterima oleh pasar

5.

Cash   flow   berubah

menjadi positif

6.

Pasar berkembang, laba meningkat, namun banyak pesaing

7.

Biaya perunit turun

TAHAP KEDEWASAAN

1.

Kapasitas      produksi

tinggi

2.

Pemimpin pasar memperoleh laba yang besar

3.

Cash flow positif dan kuat

4.

Pesaing yang kalah mulai keluar dari pasar

5.

Harga barang menurun

TAHAP PENURUNAN

1.

Penjualan mengalami penurunan terus-menerus

2.

Laba menurun drastis dan cash flow melemah

3.

Pasar menjadi jenuh

4.

Para   pesaing   usaha

keluar dari pasar

5.

Kapasitas      produksi

menurun

Sumber: Hasil penelitian 2019-2020

Berdasarkan tabel 1 di atas, jelas terlihat bahwa kain sulaman karawo lebih dominan pada tahap pertumbuhan. Berikut penjabaran setiap kriteria pada tahapan

pertumbuhan berdasarkan hasil wawancara secara mendalam dengan para pelaku usaha kain sulaman karawo.

  • 1.    Memperluas pasar

Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 orang pedagang kain sulaman karawo, disimpulkan bahwa perluasan pasar memang terjadi hal itu dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah pelaku usaha dan toko-toko yang menjual produk sulaman karawo setiap tahunnya meningkat sebesar 20%. Bahkan pemasaran kain sulaman karawo hingga ke provinsi sulawesi utara yang dijual di toko-toko oleh-oleh. Tidak hanya itu, kain sulaman karawo juga sudah dipasarkan hingga ke luar negeri.

  • 2.    Omset penjualan meningkat secara signifikan

Para pelaku usaha kain sulaman karawo menyatakan bahwa peningkatan omset terhadap kerajinan sulaman Karawo tidak bersifat progresif. Peningktan tersebut terjadi secara musiman seperti pada saat menjelang festival budaya karawo karena banyak sekolah-sekolah dan instansi-instansi membeli bahan kain sulaman Karawo untuk persiapan keikutsertaannya pada perhelatan akbar tersebut. Selain itu peningkatan terjadi saat event berskala nasional diadakan di Gorontalo, konsumennya adalah wisatawan domestik yang berkunjung dan mengikuti event tersebut. Meski tidak menetap namun peningkatan yang terjadi secara musiman tersebut sudah dapat memuaskan para pelakuusaha dan pemilik toko oleh-oleh.

  • 3.    Kapasitas produksi meningkat

Berdasarkan penelitian di lapangan Peningkatan kapasitas produksi terjadi kurang lebih 50% pertahun karena jumlah permintaan juga yang terus meningkat. Terlebih lagi ketika menghadapi festival budaya karawo dan ketika terdapat event berskala nasional yang dilaksanakan di Gorontalo. Maka pada momentum tersebut terjadi peningkatan kapasitas produksi.

  • 4.    Produk mulai diterima oleh pasar

Menurut para pelaku usaha kain sulaman karawo memang sudah diterima oleh masyarakat Gorontalo dan sebagian wisatawan domestik namun tidak demikian bagi para wisatawan asing.Karena para pelaku usaha hampir tidak pernah

Vol. 9 No 1, 2021 menerima pembeli yang merupakan wisatawan asing.

  • 5.    Cash flow berubah menjadi positif

Sejauh ini aliran kas yang dalam bahasa asingnya adalah cash flow tidak dianggap negatif oleh para pelaku usaha. Namun untuk mengasumsikan bahwa aliran kas sudah sangat baik pun belum bisa. Menurut para pelaku usaha uang kas yang masuk dan keluar dikatakan normal namun perlu adanya peningkatan dalam pemasukan kas. Meski begitu berdasarkan hasil wawancara aliran kas dinilai positif.

  • 5.    Pasar berkembang, labameningkat, namunbanyak pesaing

Sejak tahun 2011 pelaku usaha sulaman karawo sudah bertambah akibat adanya festival budaya Karawo sehingga asumsi banyak pesaing yang bermunculan benar adanya. Festival budaya karawo diselenggarakan secara besar-besaran oleh Dinas Pariwisata Provinsi Gorontalo untuk dipromosikan pada seluruh kalangan dengan mengundang banyak tamu-tamu penting    diantaranya    dari    pihak

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Keuntungan yang fantastis diraih oleh para pelaku usaha kain sulaman karawo berkat kegiatan tersebut sehingga laba yang diperoleh meningkat. Hal tersebut juga melatarbelakangi munculnya pesaing-pesaing baru.

  • 6.    Biaya per unit turun

Biayaperunittidakmengalamipenuru nan. Biaya perunit disesuaikan dengan jenis kain, motif dan ukuran motif serta benang yang digunakan. Semakin bagus bahan kain akan semakin mahal harga, semakin rumit dan besar motif yang disulam maka harganya juga semakin mahal serta semakin bagus benang yang digunakan hal itu juga mempengaruhi harga jual kain sulaman karawo.

Terdapat    banyak    kecocokan

keadaan dilapangan dengan tahap pertumbuhan pada teori siklus hidup produk. Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana kerajinan sulaman karawo mengalami peningkatan pada tahap selanjutnya. Langkah-langkah yang perlu dilakukan pada tahap perkembangan sehingga bisa meningkat ke tahap selanjutnya pada kerajinan sulaman karawo adalah sebagai berikut:

  • 1.    Membuat iklan dan memperkuat merek

Iklan merupakan upaya penjualan kain sulaman karawo yang sangat krusial. Iklan perlu dibuat sepersuasif mungkin untuk mempengaruhi keputusan para pelanggan khususnya wisatawan dalam membelanjakan uang mereka. Jika iklan dilakukan secara persuasif, maka tidak menutup kemungkinan kain sulaman karawo dapat menjadi motif kunjungan wisatawan ke Destinasi Wisata Gorontalo.

  • 2.    Memperbanyak saluran distribusi dan memperluas cakupan distribusi

Saluran distribusi perlu diperluas di indusrti pariwisata yakni pada destinasi-destinasi wisata dan daya tarik wisata populer di Gorontalo. Selain itu perlu memperbanyak distribusi di tempat-tempat strategis yaitu di pintu gerbang destinasi seperti bandara, terminal dan pelabuhan. Upaya ini dilakukan untuk dapat menarik perhatian dan minat wisatawan yang berkunjung ke Gorontalo.

  • 3.    Meningkatkan kualitas produk dengan kreatif dan inovatif

Mengikuti tren dan mode fashion masa kini adalah hal penting yang perlu dilakukan. Memperluas segmen pasar sangat berkaitan dengan bagian ini. Jika tadinya kain sulaman karawo hanya digunakan oleh bapak-bapak dan ibu-ibu pada kegiatan resmi, maka perlu dilakukan adaptasi terhadap selera kaum remaja dengan bahan dan disain yang lebih santai. Sangat penting untuk mempelajari selera generasi muda, wisatawan domestik maupun wisatawan asing sebagai target market dari kain sulaman karawo.

  • 4.    Menurunkan harga produk

Dengan adanya inovasi dan kreatifitas, diharapkan hal itu berdampak pada penurunan harga produk kain sulaman karawo agar para wisatawan tertarik untuk membeli dalam jumlah yang lebih banyak yang nantinya dapat dijadikan sebagai oleh-oleh atau souvenir bagi teman dan saudara. Jika harga produk relatif mahal, maka pada umumnya wisatawan hanya akan membeli dalam jumlah sedikit yaitu untuk dirinya sendiri. Selain itu, harga yang mahal akan menjadi pertimbangan penting dalam pengmabilan keputusan untuk membeli.

  • 5.    Melakukan promosi besar-besaran.

Promosi tidak hanya dilakukan pada tahap perkenalan saja. Hingga tahap akhir

Vol. 9 No 1, 2021

perlu dilakukan promosi untuk setiap terobosan dan inovasi baru terkait kain sulaman karawo. Promosi pada tahap ini perlu ditargetkan pada para wisatawan khususnya wisatawan asing.

  • IV. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, posisi kain sulaman karawo ada pada tahapan ke dua yaitu tahap pertumbuhan dari konsep siklus hidup produk. Dari tahapan tersebut dapat di rumuskan strategi pemasaran kain sulaman karawo yang direkomendasikan kepada para pelaku usaha kain sulaman karawo di industri pariwisata Gorontalo.

Saran

Beberapa      saran      sebagai

rekomendasi penelitian adalah sebagai berikut :

  • 1.    Para pelaku usaha perlu menerapkan strategi pemasaran yang telah di rumuskan yakni membuat iklan dan memperkuat merk, memperbanyak saluran distribusi dan memperluas cakupan distribusi, meningkatkan kualitas produk dengan kreatif dan inovatif, menurunkan harga produk, melakukan promosi besar-besaran.

  • 2.    Para stakeholders pariwisata perlu bekerja sama untuk menggaungkan eksistensi kain sulaman karawo di Destinasi wisata Gorontalo agar wisatawan familiar dengan kain sulaman karawo.

  • 3.    Pemerintah perlu menambah lagi berbagai program promosi kain sulaman karawo serta memotivasi masyarakat untuk mengembangkan UMKM kain sulaman karawo, mencintai kain sulaman karawo dan ikut mempromosikan kain sulaman karawo bersama pemerintah

Daftar Pustaka/Referensi

Anom, M.Par., Dr. Drs. I Putu. dkk. 2020. Spektrum Ilmu Pariwisata:  Mitos Sebagai Modal

Budaya dalam Pengembangan Pariwisata Bali. Edisi I. Jakarta: Kencana Divisi dari Prenada Media Group.

Ardika, I.W. 2003. Pariwisata Budaya Berkelanjutan, Refleksi dan Harapan di Tengah Perkembangan Global. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan Qualitatif dan Quantitatif.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hengky, S.H. 2014. Image Analysis: Performance Gaps of Batik Craft in Yogyakarta, Indonesia Yogyakarta. JurnalBusiness Management and Strategy.Vol. 5, No. 2: 126-135.

Jumanta.2005. Pesona Budaya Untuk Suam dan Bordir.Jakarta: Niaga Swadaya.

Kotler, P. dan Armstrong, G. 2018. Principles of Marketing,Edisi   ke-17,   UK:   Pearson

Education Limited.

Masrita. 2013. Pengaruh Bauran Bemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Batik Jambi(Suatu Studi di Show Room Dekranasda Provinsi Jambi) (The Influence of Marketingmix on Purchusing Decision MakingStudi on Dekranasda Showromm of Jambi    Province). Jurnal Dinamika

Manajemen. Vol. 1 No.3:168-182.

Mohamad, K. 2013. Dampak Desain Sulaman Karawo Terhadap Minat Remaja Kota Gorontalo Dalam Penggunaannya Sebagai Pakaian Khas Daerah. (Tugas Akhir). Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.

Pitana, I.G dan Diarta, I.K.S. 2009.Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andy.

Rohmi, Ziyadatur; Mahagangga, I Gusti Agung Oka. Peranan Perempuan Kelompok Sentosa Sasak Tenun di Desa Wisata Pringgasela Kabupaten    Lombok    Timur. JURNAL

DESTINASI PARIWISATA, [S.l.], v. 8, n. 1, p. 45-51, july 2020. ISSN 2548-8937. Available at:<https://ojs.unud.ac.id/index.php/destin asipar/article/view/61845>. Date accessed: 19                jan.                2021.

doi: https://doi.org/10.24843/JDEPAR.202 0.v08.i01.p06.

Suarmini, N.L., Atmadja, A.W.T., Herawati, N.T. 2015. Analisis Penentuan Harga Pokok Produk Kain Endek-Warna Alam (Natural Colour) Pada Usaha Tenun Ikat Bali Arta Nadi (Traditional Weaving). Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi (Program S1) Volume 3 No. 1.

Sugiyono. 2009. metode penelitian bisnis. Bandung: Alfabeta.

Wibisono, D. 2003. Panduan Praktisi Dan Akademisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Zulkarnaen, Yossi. 2005. Sulam Pita Untuk Pemula. Depok: Puspa Swara.

21