ISSN: 2338-8811

Jurnal Destinasi Pariwisata

Vol. 3 No 1, 2015

EVALUASI PROGRAM GERAKAN NASIONAL CINTA MUSEUM (GNCM) PADA MUSEUM BALI

Zipora Rolentina Saktia, 1, Ida Ayu Suryasiha, 2 1[email protected], 2 [email protected] a Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata,Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia

ABSTRACT

In effort to put the museum on the fact that the strategic position, the necessary movements with strengthening the understanding, appreciation, and concern for the development of national culture and identity. Joint movement is called the National Movement of Love Museum (GNCM). To determine the extent to which the program can be run, it is necessary to evaluate the program. It aims to determine the implementation of the program of the National Movement Love Museum (GNCM), especially in a museum revitalization activities in the Museum of Bali, so that academic and practical benefits can also be achieved.

This study uses data collection techniques with observation, interviews, and library research. Type of data used is quantitative and qualitative data, obtained from the data sources, both primary and secondary. To obtain information determination techniques used by purposive sampling and data analysis technique used is descriptive qualitative use of Evaluation Theory Tree (tree evaluation theory).

Based on the results of the study, explained that the program Love Museum National Movement (GNCM), especially in the museum revitalization activities conducted at Bali Museum, can run well, it's just that there are some drawbacks. Advice can be given, among others, between the parties related to Love Museums program of the National Movement (GNCM) should always give priority to the coordination and good cooperation.

Keywords: Evaluation, Program National Movement of Love Museum (GNCM), Revitalization.

  • I.    PENDAHULUAN

Museum dikenal secara umum sebagai sarana untuk mengembangkan budaya, namun pada kenyataannya museum juga berpengaruh terhadap peradaban manusia. Dalam hal ini yang dimaksud adalah, museum tidak hanya bergerak dan berpacu pada sektor budaya saja, melainkan juga dapat merambah di sektor-sektor yang lain, seperti sektor ekonomi, sektor politik, sektor dan sektor sosial. Beberapa ahli kebudayaan telah menempatkan museum sebagai bagian dari sebuah pranata sosial, juga sebagai wahana dalam memberikan gambaran serta mendidik perkembangan alam dan budaya manusia kepada komunitas dan publik.

Dalam pasca Otonomi Daerah, museum dikembangkan dengan paradigma baru. Hal ini terjadi akibat adanya perbedaan dari penyelenggaraan pemerintahan. Jika pada mulanya sentralisasi, penyelenggaraan pemerintahan kemudian berubah menjadi desentralisasi. Demikian halnya pada museum, yang semula museum negeri provinsi dikelola oleh pemerintah pusat sebagai Unit Pelaksana Teknis, saat ini berubah dalam pengelolaannya yaitu di bawah pemerintah daerah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas yang membidangi kebudayaan. Dengan kata lain, museum sepenuhnya dikelola oleh pemerintah daerah tingkat provinsi.

Adapun tiga pilar utama permuseuman di Indonesia, menurut Suryasih (2010), yaitu museum dapat mencerdaskan kehidupan bangsa, museum sebagai kepribadian bangsa, serta museum sebagai ketahanan nasional dan wawasan nusantara. Ketiga pilar ini dijadikan sebagai landasan dalam kegiatan operasional museum yang dibutuhkan pada era globalisasi ini, yaitu saat masyarakat mulai kehilangan pemahaman akan akar budaya atau jati dirinya, maka museum dapat mempengaruhi dan memberikan inspirasi mengenai hal-hal penting yang harus diketahui dari masa lalu untuk melangkah menuju masa depan yang lebih baik. Sehingga dalam hal ini diperlukan sebuah gagasan untuk memberikam posisi yang tepat pada museum secara strategis, dengan cara melakukan gerakan bersama untuk dapat saling menguatkan pemahaman, apresiasi, dan juga kepedulian akan identitas dan perkembangan budaya bangsa, yang harus dibangun dalam semua komponen masyarakat, baik dalam skala lokal, regional, maupun nasional.

Sesuai dengan tujuan yang dimaksud, maka pemerintah mengadakan sebuah gerakan yang dinamakan Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM). Gerakan ini adalah sebuah upaya penggalangan secara bersama yang mencakup semua pemangku kepentingan dan pemilik kepentingan. Selain itu, gerakan ini juga dilakukan untuk membenahi peran dan posisi

Vol. 3 No 1, 2015

museum yang difokuskan pada aspek internal, yaitu lebih mengarah pada revitalisasi fungsi museum sebagai penguatan pencitraan, dengan melalui pendekatan manajemen secara fisik dan non fisik. Sementara aspek lain yang juga menjadi fokus dalam membenahi peran dan posisi museum adalah aspek eksternal, yang lebih mengarah pada konsep kemasan program yaitu dengan menggunakan bentuk sosialisasi dan kampanye kepada masyarakat sebagai bagian dari stakeholder.

Program GNCM ini akan dilaksanakan secara bertahap selama lima tahun, selain itu program ini juga merupakan upaya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk mengembangkan museum-museum di Indonesia agar siap bersaing, salah satunya adalah pada Museum Bali. Museum yang berlokasi di pusat Kota Denpasar di Jalan Mayor Wisnu, di sebelah Timur Lapangan Puputan Badung dan di sebelah selatan Pura Agung Jagatnatha ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya merupakan salah satu museum yang ada di pusat kota, yang memamerkan benda-benda budaya jaman prasejarah dan mencerminkan seluruh unsur kebudayaan Bali. Koleksi benda-benda tersebut terdiri dari beberapa jenis dan golongan, seperti arkeologi, historika, seni rupa, serta ethnografika.

Terkait dengan evaluasi program GNCM, penelitian ini mengambil lokasi pada Museum Bali. Hal ini dikarenakan belum ada penelitian sebelumnya yang mengangkat masalah evaluasi program GNCM. Selain itu, Museum Bali merupakan museum negeri, namun tidak kalah bersaing dengan museummuseum lain yang ada di Bali. Sehingga dengan adanya penelitian lapangan ini diharapkan dapat mengupas tentang evaluasi program GNCM pada Museum Bali, khususnya dalam kegiatan revitalisasi museum yang dilaksanakan sejak tahun 2010 hingga 2014.

  • II.    KEPUSTAKAAN

  • 1.    EVALUASI. Konsep evaluasi dalam penelitian ini mengutip konsep Sirait (1984), yakni suatu upaya untuk mengukur dan menilai secara obyektif pencapaian hasil apakah telah sesuai dengan perencanaan sebelumnya sehingga setelah diketahui hasil-hasil evaluasi yang dimaksud dapat dijadikan umpan balik untuk perencanaan kembali.

  • 2.    PROGRAM GERAKAN NASIONAL CINTA MUSEUM. Menurut Kebijakan Direktorat Museum, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata(dalam                    cinta-

museum.blogspot.com), Gerakan Nasional Cinta Museum adalah upaya penggalangan kebersamaan antar pemangku kepentingan dan pemilik kepentingan dalam rangka pencapaian fungsionalisasi museum guna memperkuat apresiasi masyarakat terhadap nilai kesejarahan dan budaya bangsa.

  • 3.    MUSEUM. Definisi museum menurut ICOM (Internationan Council of Museums) yaitu : Museum adalah suatu lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani        masyarakat        dan

perkembangannya terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan, dan memamerkan untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya, menurut Yogantara (2003).

  • III.    RUANG LINGKUP PENELITIAN

Untuk membatasi dan memperjelas permasalahan dalam penelitian ini, maka perlu diinterpretasikan secara rinci dalam beberapa hal. Adapun evaluasi yang dimaksud adalah pada pengaplikasian program GNCM dengan indikator program revitalisasi museum. Revitalisasi museum merupakan sebuah kegiatan peremajaan atau pemfungsian kembali dan sebuah upaya meningkatkan kualitas museum untuk melayani masyarakat sesuai dengan fungsi museum yang sesungguhnya. Dalam proses revitalisasi museum tersebut mencakup beberapa aspek, yaitu fisik, manajemen, program, jejaring, pencitraan, dan kebijakan.

  • IV.    METODE

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian lapangan ini adalah observasi,wawancara mendalam, dan studi kepustakaan yang diambil dari beberapa dokumen seperti buku-buku tentang pariwisata, makalah, majalah pariwisata, brosur, booklet, browsing internet, dan hasil dari penelitian sebelumnya serta bahan-bahan tertulis lainnya.Teknik penentuan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 3 No 1, 2015

dilakukan secara purposive sampling yaitu penentuan informan sudah ditentukan secara sengaja kepada orang-orang yang mampu memberikan informasi terhadap permasalahan yang diteliti (Sugiyono, 2008). Informan tersebut sebagai informan pangkal,yang selanjutnya mengintroduksikan informan lain yang merupakan informan kunci dengan kriteria menurut Kusmayadi (2002), yaitu bahwa informan kunci tersebut mengetahui kedalaman informasi sehubungan dengan masalah yang diteliti. Selain itu informan juga merupakan seseorang yang diterima oleh berbagai kelompok yang terkait dengan kebijakan serta memiliki pengetahuan tentang pariwisata.

Dalam analisis data dilakukan dengan caradeskriptif kualitatif, serta menggunakan teori evaluasi, yaitu Evaluation Theory Tree (pohon teori evaluasi), yang dikemukakan oleh Marfin C. Alkin dan Cristina A. Cristie dalam (bukitberbungagerem.blogspot.com/teori-evaluasi.html). Adapun akar dari pohon evaluasi tersebut adalah accountability and control (pertanggungjawaban dan kontrol).

  • V.    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. PROGRAM GERAKAN NASIONAL CINTA MUSEUM (GNCM)

Salah satu kegiatan yang memiliki skala prioritas utama dalam program GNCM, yang juga sebagai ruang lingkup evaluasi dalam pembahasan laporan ini adalah revitalisasi museum. Revitalisasi sendiri adalah upaya untuk memfungsikan kembali atau memvitalkan kembali atau membenahi kembali suatu kawasan, bangunan, atau bagian kota yang dahulu pernah vital atau hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran atau degradasi. Pengertian lainnya mengenai revitalisasi bisa berarti proses, cara, dan atau perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali berbagai program kegiatan apapun, atau lebih jelas revitalisasi itu adalah membangkitkan kembali vitalitas. Jika dikaitkan dengan sebuah museum, maka revitalisasi museum dapat berarti sebuah upaya meningkatkan kualitas museum untuk melayani masyarakat sesuai dengan fungsinya. Revitalisasi museum ini memiliki tujuan untuk mewujudkan museum Indonesia yang dinamis dan berdaya guna sesuai dengan standar ideal pengelolaan dan pemanfaatan museum. Sehingga, revitalisasi yang berkaitan dengan

program GNCM berarti membangkitkan kembali vitalitas museum di Indonesia melalui pembenahan suatu kawasan, bangunan, atau bagian-bagian yang mengalami kemunduran.

Proses revitalisasi museum mencakup perbaikan yang dilakukan pada beberapa aspek, yaitu fisik, manajemen, program, jejaring, pencitraan, dan kebijakan. Dalam revitalisasi museum pada aspek fisik mengandung dua bagian penting yaitu eksternal dan internal. Pada bagian eksternal meliputi pengenalan museum dalam bentuk informasi, sosialisasi museum dengan alat bantu, dan sosialisasi museum bergabung dengan sistem informasi kota atau daerah. Sementara dalam bagian internal meliputi pengolahan pertamanan dan pintu masuk, renovasi bangunan atau arsitektur dan fasilitas pendukung, serta renovasi interior, tempat benda koleksi dan informasi koleksi. Pada aspek yang selanjutnya, yaitu aspek manajemen juga terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), Manajemen Koleksi, Manajemen Layanan Pengunjung, dan Manajemen Finansial.

Pada aspek program yaitu merupakan kegiatan revitalisasi yang telah dan akan dilakukan pada beberapa daerah di seluruh Indonesia dalam kurun waktu 2010-2014, yaitu:

Tabel 4.1

Kegiatan Revitalisasi Museum Tahun 2010-2014

Kurun waktu (tahun)

Jumlah Museum yang melakukan Revitalisasi

2010

6 unit

2011

30 unit

2012

10 unit

2013

15 unit

2014

20 unit

TOTAL

79 unit

Sumber : Direktorat Museum, Direktorat Jenderal Sejarah dan PurbakalaKementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2009).

Pada aspek jejaring merupakan bentuk sosialisasi yang dilakukan antara beberapa pihak terkait, seperti memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada Pemangku Kebijakan dan pengelola museum tentang berbagai metode     marketingkomunikasi    dengan

mekanisme :

  • 1.    Trainning, Workshop, dan studi kasus tentang MarketingKomunikasi.

  • 2.    Traninning & Workshopdi tiap museum di daerah sebagai bentuk pembekalan tentang

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 3 No 1, 2015

Marketing Komunikasi terhadap manajemen pengelola museum di tiap daerah.

  • 3.    Pembentukan Agent of Changeyang berfungsi sebagai jaringan informasi bagi museum, yang ke depannya akan menjadi mitra-mitra perubahan paradigma museum.

  • 4.    DevelopmentProgram

MarketingKomunikasi Museum dalam tingkat nasional sebagai bentuk kebijakan dan acuan pelaksanaan program marketing komunikasi di tiap museum di daerah.

  • 5.    Pengukuran                     efektifitas

MarketingKomunikasi           terhadap

perkembangan museum sesuai dengan target yang ditentukan.

Dalam aspek pencitraan, terdapat tiga kegiatan yang dilakukan sebagai pendukung revitalisasi museum, yaitu :

  • 1.    Kampanye Gerakan Nasional Cinta Museum

  • 2.    Publikasi cetak dan elektronik

  • 3.    Peningkatan pelayanan pengunjung.

Kebijakan yang terkait dengan kegiatan revitalisasi museum terdapat pada program prioritas kedua, yaitu bidang Kesejarahan, Kepurbakalaan, dan Permuseuman yang tercantum dalam Bab III Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.105/UM.001/MKP/2010         tentang

Perubahan Pertama Atas Rencana Strategis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2010-2014. Tujuan dibuatnya kebijakan tersebut adalah meningkatkan pelestarian kekayaan dan keragaman budaya untuk memperkuat jati diri dan karakter bangsa yang multikultur di tengah pergaulan global. Adapun kegiatan-kegiatan      prioritas sebagai

pelaksanaan penugasan khusus Kementrian tahun 2010-2014, yang dilaksanakan melalui program Kesejarahan, Kepurbakalaan, dan Permuseuman adalah mempersiapkan kajian pembentukan lembaga pengelolaan terpadu yang ditujukan bagi kawasan warisan budaya dunia dan cagar budaya nasional, menetapkan dan membentuk pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya, serta melakukan revitalisasi museum. Berdasarkan pemaparan di atas, menunjukkan bahwa revitalisasi museum yang merupakan salah satu kegiatan dari program GNCM, menjadi penting dan perlu dilaksanakan pada beberapa museum yang terdapat di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Untuk melihat apakah kegiatan tersebut berjalan dengan baik atau tidak, sudah sesuai

dengan tujuan dan sasaran program GNCM secara umum atau belum, maka diperlukan evaluasi program GNCM yang khususnya ditujukan pada kegiatan revitalisasi museum.

  • 5. 2. EVALUASI KEGIATAN REVITALISASI MUSEUM DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL CINTA MUSEUM (GNCM) PADA MUSEUM BALI

Berdasarkan pada program GNCM, revitalisasi museum dilakukan sebagai salah satu kegiatan yang diperuntukkan kepada museum-museum daerah di seluruh Indonesia, salah satunya Museum Bali. Program GNCM dimulai pada tahun 2010 dan direncanakan berlanjut sampai pada tahun 2014. Pada tahun pertama program ini dimulai, belum ada perubahan yang terjadi pada Museum Bali. Hal ini dapat dikarenakan pemerataan yang dilakukan Pemerintah Pusat kepada daerah-daerah yang lebih diprioritaskan dan lebih membutuhkan revitalisasi.

Program GNCM, khususnya kegiatan revitalisasi museum mulai dapat dirasakan oleh Museum Bali pada tahun 2011. Revitalisasi tersebut berhasil dilakukan pada salah satu aspek yaitu manajemen, yang berkaitan dengan perbaikan dan pengadaan sarana IT (Information Technology) untuk menunjang kebutuhan sumber daya manusia, khususnya para tenaga museum yang bertugas di Museum Bali. Sesuai dengan Pasal 20 Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.45-UM.001-MKP-2009    Tentang Pedoman

Permuseuman, yang dimaksud tenaga museum yaitu terdiri atas Kepala Museum, Bagian Administrasi, dan Bagian Teknis. Dalam melaksanakan kegiatan revitalisasi museum tersebut, Museum Bali menerima anggaran sebesar dua milyar rupiah yang bersumber langsung dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali. Anggaran tersebut tidak digunakan sepenuhnya, melainkan masih tersisa, dan untuk dana yang masih tersisa tersebut langsung dikembalikan kepada Pemerintah disertai dengan pelaporan terperinci mengenai anggaran yang telah digunakan.

Pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 2012, kegiatan revitalisasi museum tidak dapat dilaksanakan. Hal ini dikemukakan oleh salah satu staf seksi Edukasi dan Preparasi Museum Bali, Yanni Pristyawati, yang menyatakan bahwa revitalisasi museum tidak

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 3 No 1, 2015

dapat dilaksanakan pada tahun 2012 dikarenakan dana dari pemerintah yang baru turun pada akhir tahun anggaran, tepatnya pada bulan Oktober 2012, sehingga untuk menyusun sebuah rencana kegiatan seperti revitalisasi museum yang merupakan kegiatan jangka panjang dirasa tidak memungkinkan. Untuk menyikapi hal tersebut, dana yang telah diberikan oleh Pemerintah sebesar dua koma lima milyar rupiah harus dikembalikan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan, dengan pelaporan terperinci yang dilakukan oleh pihak Museum Bali.

Untuk tahun 2013, revitalisasi museum akan dilakukan pada dua aspek, yaitu pada aspek fisik dan jejaring. Pada aspek fisik akan dilakukan pembongkaran dan penataan ulang pada tata pamer museum. Adapun Museum Bali memiliki empat gedung yang digunakan sebagai tata pameran koleksi, yaitu Gedung Tabanan, Gedung Karangasem, Gedung Buleleng, dan Gedung Timur. Beberapa koleksi benda-benda bersejarah yang disimpan di Museum Bali, yang sebagian besar terdiri dari benda-benda ethnografika berupa perlengkapan upacara agama, tari wali, bangunan suci memiliki kesamaan dengan yang masih berfungsi sakral di masyarakat saat ini. Koleksi-koleksi tersebut ditata menurut konsep "Trimandala" (Utama Mandala, Mandya Mandala, dan Nista Mandala). Dalam rangka penerapan konsep Trimandala tersebut, benda benda yang tergolong sakral di kalangan masyarakat ditata dan ditempatkan di Gedung Tabanan dan Gedung Karangasem. Sementara untuk kain-kain tradisional Bali, dipamerkan di Gedung Buleleng yang dianggap bagian tengah dari Museum Bali. Benda-benda yang tidak bersifat sakral atau biasa seperti koleksi seni rupa (lukisan, patung, dan kerajinan), koleksi yang berhubungan dengan peninggalan prasejarah (sarcophagus atau peti mayat dari batu, bekal kubur) ditata dan dipamerkan di Gedung Timur.

Bagian-bagian yang direncanakan untuk dilakukan revitalisasi adalah diutamakan pada ketiga gedung, yaitu Gedung Tabanan, Gedung Karangasem, dan Gedung Buleleng yang telah mengalami kerusakan pada beberapa bagian yang dikarenakan oleh faktor usia gedung yang sudah cukup tua. Selain itu juga, revitalisasi museum akan dilakukan pada bagian tata pamer yaitu dengan mengganti lemari pamer yang lama dengan yang baru, serta merombak tata ruang dengan suasana yang berbeda dari

sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk meremajakan tampilan museum agar lebih menarik, edukatif, dan lebih bermanfaat untuk pengetahuan masyarakat. Kegiatan revitalisasi fisik ini dilaksanakan sejak bulan Mei, dan ditargetkan selesai pada bulan Desember 2013, dengan pengerjaan yang dilakukan secara bertahap dari satu gedung ke gedung yang lain.

Aspek lain yang juga mendapat perhatian adalah pada aspek jejaring. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata mencanangkan sebuah kegiatan berskala nasional yang diperuntukkan tenaga museum. Kegiatan tersebut terdiri atas :

  • 1.    Pelatihan Register Cagar Budaya

  • 2.    Pelatihan Pengoperasian Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Dalam anggaran yang diberikan langsung oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan Republik Indonesia sebesar 2,5 (dua koma lima) milyar rupiah, diperlukan pelaporan secara rutin pada setiap bulannya oleh tenaga museum dari Museum Bali kepada Pemerintah Pusat. Selain itu dari Pemerintah Pusat juga melakukan pemantauan secara langsung dalam kegiatan revitalisasi fisik yang dilakukan tahun 2013 ini.

Secara keseluruhan, program GNCM, khususnya pada kegiatan revitalisasi museum dapat berjalan dengan baik, hanya saja terdapat beberapa kekurangan seperti kurangnya konsistensi dalam waktu pendistribusian anggaran tersebut ke daerah, sehingga hal tersebut dapat menghambat kegiatan yang akan dilaksanakan. Selain itu, dikarenakan anggaran yang diberikan berdasar pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya, maka berakibat pada anggaran yang diterima mengalami ketidakstabilan. Kendala-kendala yang menyebabkan hal tersebut dapat terjadi salah satunya adalah karena kurangnya koordinasi antar pihak, baik dari tenaga museum, Pemerintah Daerah, maupun Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama yang lebih baik bagi antar pihak yang terkait dengan program GNCM, agar semua tujuan dan sasaran dapat tercapai hingga pada akhir tahun rencana program ini, yaitu pada tahun 2014.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 3 No 1, 2015

  • VI. KESIMPULAN DAN SARAN

    SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka dapat diambil simpulan bahwa program GNCM, khususnya pada kegiatan revitalisasi museum yang dilaksanakan pada Museum Bali, dapat berjalan dengan baik, hanya saja terdapat beberapa kekurangan seperti kurangnya konsistensi dalam waktu pendistribusian anggaran ke daerah, serta dikarenakan anggaran yang diberikan berdasar pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya, maka terjadi ketidakstabilan anggaran.

SARAN

Mengacu pada penjelasan dan simpulan yang diuraikan di atas, maka dapat diberikan saran sebagai berikut :

  • 1.    Antar pihak yang terkait dengan program GNCM hendaknya selalu mengutamakan koordinasi dan kerja sama yang baik, sehingga keefektivitasan program dapat berjalan serta dapat mencapai tujuan dan sasaran program GNCM tahun 2010 hingga 2014.

  • 2.    Tenaga museum yang terdiri dari Kepala Museum, Bagian Administrasi, serta Bagian Teknis dari Museum Bali sebaiknya lebih meningkatkan kinerjanya, terutama dalam kegiatan promosi program GNCM, agar masyarakat tidak hanya sekedar tahu tentang program tersebut, melainkan juga mengenal dan turut serta dalam pelaksanaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Aji, F. B. dan S. M. Sirait. 1984. Perencanaan dan Evaluasi Suatu Sistem utnuk Proyek Pembangunan. Cetakan Kedua, Bina Aksara. Jakarta.

Gusi Jata, Kosmas. 2011. “Evaluasi Program dan Kebijakan Pariwisata Di Kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Denpasar : Laporan Akhir Program Studi D4 Pariwisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana.

Umbu Deta, Jeny. 2012. “Upaya Pengelolaan Museum Bali Untuk Meningkatkan Jumlah Kunjungan Wisatawan Dalam Mendukung Program Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) Tahun 20102014”. Denpasar : Laporan Akhir Program Studi D4 Pariwisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana.

Kusmayadi & Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Suryasih, Ida Ayu. 2010. “Memagnetik Pengunjung Museum Dalam Menyongsong Visit Museum Years 2010”dalam majalah Analisis Pariwisata Volume 10 No. 1 Halaman 91-96. Denpasar : Fakultas Pariwisata Universitas Udayana.

Yogantara, I Putu Marsuta. 2003. “Strategi Pemasaran Objek Wisata UPTD Museum Bali Dalam Upaya Meningkatkan Jumlah Kunjungan Wisatawan”. Denpasar : Laporan Akhir Program Studi Pariwisata Universitas Udayana.

http://cinta-museum.blogspot.com/

http://museumku.wordpress.com/2012/02/09/sejarah-permuseuman-indonesia-bagian-3/

http://bukitberbungagerem.blogspot.com/2010/10/teori -evaluasi.html

69