Jurnal Destinasi Pariwisata                                             p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937

Vol. 11 No 1, 2023

Analisis Pengembangan Desa Wisata Ekonomi Kreatif Di Kabupaten Ogan Komering Ilir

Siti Fadlina a, 1

1[email protected]

a Program Studi S1 Pariwisata, Fakultas Bisnis dan Informatika, Universitas Persatuan Islam, Jl. Peta No. 154, Kota Bandung 40232, Indonesia

Abstract

The development of a tourism village based on a combination of natural, cultural, and creative tourist attractions has made creative economic activities in Ogan Komering Ilir (OKI) Regency a major tourist attraction. The research aims to look at the process of developing a creative economy tourism village in OKI Regency by analyzing the selection of potential tourism village development sites, analyzing the assessment of the tourism village category, and analyzing the needs of tourism village development. The research method uses qualitative research in the form of primary data collection (observations, surveys, and interviews), and secondary data collection from various institutional and literary sources. The analytical method uses data analysis, scoring, and weighting techniques. Respondents in the study were 13 informants from district governments, village/kelurahan offices, community groups, business managers, business owners, craftsmen, and artists. The results of the analysis of the selection of locations for the development of tourism villages based on the creative economy are that there are 10 villages/kelurahan with high scores. The results of the assessment analysis for the creative economy tourism village category are on average in the productive and innovative village category, with a component rating level on a medium scale. So the priority is handling and improving the components with low and medium scale, namely the components of human resources, assistance and collaboration, institutions, infrastructure, digital technology, and finance.

Keyword: development analysis, creative tourism village, creative economy village, Ogan Komering Ilir

  • I.    PENDAHULUAN

Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) di Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi pariwisata dengan beragam daya tarik wisata yang dikemas dalam jenama (branding) pariwisata Kabupaten yaitu It’s OKI : Good to See. Jenama tersebut dapat diartikan sebagai simbol semangat dan upaya semua pemangku kepentingan serta masyarakat untuk mempromosikan pariwisata dan keotentikan budaya OKI agar mampu menarik wisatawan dan memicu geliat perekonomian di Bumi Bende Seguguk. Jenema ini juga dapat memberikan motivasi bagi para pelaku pariwisata untuk melakukan pembenahan dan membangkitkan pariwisata dalam pemulihan pembangunan ekonomi di Kabupaten OKI.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya, sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi dalam wilayah atau daerah (Arsyad, 2015). Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus bersama-sama mengambil inisiatif memanfaatkan seluruh potensi yang ada secara optimal untuk membangun daerah demi menciptakan kesejahteraan masyarakat (Primadini dan Arrazy, 2021). Inisiatif dan dukungan pemerintah daerah dalam pembangunan dan pengembangan Kabupaten OKI salah satunya diberikan kepada para

pelaku usaha ekonomi kreatif atau usaha wisata berbasis ekonomi kreatif.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif, definisi Ekonomi Kreatif adalah perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi. Produk-produk berbasis ekonomi kreatif merupakan aset wisata yang dapat dikembangkan, seperti proses pembuatan produk serta hasil dari produk berupa benda maupun tak benda yang dapat dijadikan daya tarik wisata utama dan dikembangkan menjadi wisata edukasi, kuliner, pertunjukkan, serta lainnya.

Ekonomi kreatif adalah penciptaan nilai tambah yang berbasis ide yang lahir dari kreativitas sumber daya manusia (orang kreatif) dan berbasis ilmu pengetahuan, termasuk warisan budaya dan teknologi. Terdapat 17 subsektor ekonomi kreatif, yaitu: (1) Permainan Interaktif; (2) Kriya; (3) Desain Interior; (4) Musik; (5) Seni Rupa; (6) Desain produk; (7) Fesyen; (8) Kuliner; (9) Film, Animasi dan Video; (10) Fotografi; (11) Desain Komunikasi Visual; (12) Televisi dan Radio; (13) Arsitektur; (14) Periklanan; 15) Seni Pertunjukan; (16) Penerbitan; dan (17) Aplikasi (Durmasema, dkk., 2020).

Definisi dari 17 subsektor ekonomi kreatif tersebut terkait pemahaman dalam konteks pengembangan ekonomi kreatif di suatu desa wisata, adalah: (1) Permainan Interaktif didefinisikan sebagai suatu media atau aktivitas yang memungkinkan tindakan bermain berumpan balik dan memiliki

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

karakteristik setidaknya berupa tujuan (objective) dan aturan (rules); (2) Kerajinan (Kriya) merupakan bagian dari seni rupa terapan yang merupakan titik temu antara seni dan desain yang bersumber dari warisan tradisi atau ide kontemporer yang hasilnya dapat berupa karya seni, produk fungsional, benda hias dan dekoratif, serta dapat dikelompokkan berdasarkan material dan eksplorasi alat teknik yang digunakan, dan juga dari tematik produknya; (3) Desain interior didefiniskan sebagai kegiatan yang memecahkan masalah fungsi dan kualitas interior; menyediakan layanan terkait ruang interior untuk meningkatkan kualitas hidup dan memenuhi aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan publik; (4) Musik didefinisikan sebagai segala jenis usaha dan kegiatan kreatif yang berkaitan dengan pendidikan, kreasi/komposisi, rekaman, promosi, distribusi, penjualan, dan pertunjukan karya seni musik; (5) Seni Rupa didefinisikan sebagai penciptaan karya dan saling berbagi pengetahuan yang merupakan manifestasi intelektual dan keahlian kreatif, yang mendorong terjadinya perkembangan budaya dan perkembangan industri dengan nilai ekonomi untuk keberlanjutan ekosistemnya; (6) Desain produk didefinisikan sebagai layanan profesional yang menciptakan dan mengembangkan konsep dan spesifikasi yang mengoptimalkan fungsi, nilai, dan penampilan suatu produk dan sistem untuk keuntungan pengguna maupun pabrik; (7) Fesyen didefinisikan sebagai gaya hidup dalam berpenampilan yang mencerminkan identitas diri atau kelompok; (8) Kuliner didefinisikan sebagai kegiatan persiapan, pengolahan, penyajian produk makanan dan minuman yang menjadikan unsur kreativitas, estetika, tradisi, dan/atau kearifan lokal; sebagai elemen terpenting dalam meningkatkan cita rasa dan nilai produk tersebut, untuk menarik daya beli dan memberikan pengalaman bagi konsumen; (9) Film, Animasi & Video didefinisikan sebagai karya seni gambar bergerak yang memuat berbagai ide atau gagasan dalam bentuk audiovisual, serta dalam proses pembuatannya menggunakan kaidah-kaidah sinematografi; (10) Fotografi adalah sebuah industri yang mendorong penggunaan kreativitas individu dalam memproduksi citra dari suatu objek foto dengan menggunakan perangkat fotografi, termasuk di dalamnya media perekam cahaya, media penyimpan berkas, serta media yang menampilkan informasi untuk menciptakan kesejahteraan dan juga kesempatan kerja; (11) Desain komunikasi visual didefinisikan sebagai proses desain yang tujuan utamanya adalah menyampaikan gagasan atau ide yang menggunakan bantuan visual; (12) Televisi dalam konteks ekonomi kreatif didefinisikan sebagai kegiatan kreatif yang meliputi proses pengemasan gagasan dan informasi secara berkualitas kepada penikmatnya dalam format suara dan gambar yang disiarkan kepada publik dalam bentuk virtual secara

teratur dan berkesinambungan; dan Radio didefinisikan sebagai egiatan kreatif yang meliputi proses pengemasan gagasan dan informasi secara berkualitas kepada penikmatnya dalam format suara yang disiarkan kepada publik dalam bentuk virtual secara teratur dan berkesinambungan; (13) Arsitektur didefinisikan sebagai wujud hasil penerapan pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni secara utuh dalam menggubah lingkungan binaan dan ruang, sebagai bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia, sehingga dapat menyatu dengan keseluruhan lingkungan ruang; (14) Periklanan didefinisikan sebagai bentuk komunikasi melalui media tentang produk dan/atau merek kepada khalayak sasarannya agar memberikan tanggapan sesuai tujuan pemrakarsa; (15) Seni Pertunjukkan adalah cabang kesenian yang melibatkan perancang, pekerja teknis dan penampil (performers), yang mengolah, mewujudkan dan menyampaikan suatu gagasan kepada penonton (audiences); baik dalam bentuk lisan, musik, tata rupa, ekspresi dan gerakan tubuh, atau tarian; yang terjadi secara langsung (live) di dalam ruang dan waktu yang sama, di sini dan kini (hic et nunc); (16) Penerbitan adalah suatu usaha atau kegiatan mengelola informasi dan daya imajinasi untuk membuat konten kreatif yang memiliki keunikan tertentu, dituangkan dalam bentuk tulisan, gambar dan/atau audio ataupun kombinasinya, diproduksi untuk dikonsumsi publik, melalui media cetak, media daring menggunakan perangkat elektronik, ataupun media baru untuk mendapatkan nilai ekonomi, sosial ataupun seni dan budaya yang lebih tinggi; (17) Aplikasi adalah berbagai jenis aplikasi digital seperti peta atau navigasi, media sosial, berita, bisnis, musik, penerjemah, permainan dan lain sebagainya. Berbagai aplikasi tersebut didesain supaya mempermudah pengguna dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Kemenparekraf, 2014; Durmasema, dkk., 2020).

Sektor ekonomi kreatif (ekraf) yang mengutamakan kreativitas dan orisinalitas ide dapat berkembang apabila didukung dengan ekosistem yang baik. Pada konteks ini, wilayah pedesaan memiliki sumber daya yang juga mumpuni seperti halnya di perkotaan. Pelestarian budaya, adat istiadat dan bahasa adalah aktivitas yang kerap ditemukan di pedesaan dan merupakan potensi yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam panduan pengembangan desa kreatif, dijelaskan Desa Kreatif adalah Sebuah kawasan yang terletak di wilayah administratif desa/kelurahan yang masyarakatnya telah mengembangkan produk unggulan di satu atau lebih dari 17 subsektor ekonomi kreatif yang memberikan nilai tambah dan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi desa (Kepmen Parekraf RI Nomor KM/107/KD.03/2021).

Secara agregat, kemandirian ekonomi desa pun

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

turut berkontribusi mengurangi ketimpangan antar wilayah secara regional, mengurangi tingkat pengangguran sekaligus menciptakan sumber ekonomi baru untuk memperlambat laju urbanisasi. Beberapa manfaat pengembangan Desa Kreatif lainnya yaitu: (1) melestarikan dan memajukan adat istiadat, tradisi dan budaya; (2) mendorong partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa; (3) meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat desa guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; (4) memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; (5) meningkatkan kompetensi pelaku kreatif; dan (6) memberikan nilai tambah terhadap produk kreatif desa (Sugito, 2021).

Sebuah desa dapat tergolong Desa Kreatif dengan adanya komponen utama yang meliputi : (1) Produk Kreatif Unggulan berupa barang atau jasa yang memberikan nilai tambah dan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi desa; (2) Telah terlaksananya pengembangan produk ekonomi kreatif lokal yang termasuk dari 17 subsektor ekonomi kreatif; dan (3) Adanya peran serta aktif dari masyarakat dan pelaku ekonomi kreatif setempat. Desa Kreatif dapat dikategorikan dalam beberapa level pengembangan, yaitu inisiatif, produktif, inovatif, dan berkelanjutan yang berdasarkan beberapa indikator yaitu produk kreatif, pemasaran, sumber daya manusia, pendampingan dan kolaborasi, kelembagaan, infrastruktur, serta teknologi digital dan finansial (Kepmen Parekraf RI Nomor KM/107/KD.03/2021).

Agar desa wisata ekraf dapat berkembang dengan baik, diperlukan langkah pengembangan dari masing-masing komponen dan indikator pengembangan secara sinergis. Komponen utama dari desa kreatif adalah produk kreatif berupa barang dan jasa. Produk kreatif menekankan pada apa yang dihasilkan dari proses kreativitas adalah sesuatu yang baru, orisinil, dan bermakna. Produk kreatif dan kewirausahaan ialah upaya penciptaan produk baru yang dihasilkan dari proses kreatif serta memperhatikan nilai–nilai kewirausahaan dimana produk tersebut memiliki kelebihan dari produk lain yang telah ada dan memiliki nilai jual (Astuti dan Haryanti, 2021).

Perkembangan ekonomi kreatif tidak terlepas dari perkembangan industri kreatif karena pengembangan ekonomi kreatif membutuhkan dukungan dari industri ekonomi. Perkembangan ekonomi kreatif diyakini sebagai cara bagi negara berkembang untuk mengikuti perkembangan ekonomi global. Hal ini karena sektor ekonomi kreatif lebih mengandalkan kreativitas dan intelektual masyarakat dalam mengembangkan potensi lokal yang ada. Di sisi lain, pengembangan ekonomi kreatif di tempat tertentu sangat bergantung pada kualitas

sumber daya manusia dalam mengembangkan kreativitas suatu kecerdasan. Dengan kata lain, pengembangan ekonomi kreatif merupakan kegiatan ekonomi alternatif bagi masyarakat dalam mengembangkan potensinya (UNDP, 2013; Hasan, 2018).

Perubahan ekonomi ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menggali kreativitas sebagai inovasi sebagai dorongan utama dalam mengembangkan ekonomi kreatif. Karena itu, jika masyarakat memiliki inovasi dan kreativitas, percepatan pembangunan ekonomi akan semakin cepat (Hasan, 2018). Begitu pula halnya dengan sumber daya manusia desa wisata, bila SDM desa memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi, maka pertumbuhan ekonomi desa akan semakin baik dan cepat.

Para pelaku ekonomi kreatif yang membentuk klaster aglomerasi dalam suatu desa dan memiliki produk yang berpotensi untuk menjadi daya tarik wisata dapat didorong untuk berkembang menjadi desa wisata. Desa wisata tidak hanya mengajak wisatawan untuk menikmati keindahan alam saja, melainkan mempelajari dan mengenalkan kehidupan masyarakat pedesaan secara langsung untuk lebih mandiri dalam mensejahterakan kehidupannya melalui penyediaan jasa dan menjual produk yang diciptakan dari berbagai potensi yang dimiliki di desa tersebut (Masitah, 2019; Agung et al, 2021). Dengan berkembangnya desa wisata diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dari produk ekonomi kreatif (ekraf) serta dapat mendorong multiplier effect yang memunculkan usaha-usaha lainnya untuk mendukung desa wisata.

Agar proses pengembangan desa wisata ekraf potensial dapat berjalan dengan baik maka terlebih dahulu perlu dilakukan kegiatan Analisis Pengembangan Desa Wisata Ekonomi Kreatif di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Tujuan dari penelitian ini adalah (1) melakukan analisis pemilihan lokasi pengembangan desa wisata potensial berbasis ekonomi kreatif (ekraf); (2) melakukan analisis penilaian kategori desa wisata ekraf; dan (3) menganalisis kebutuhan pengembangan desa wisata ekraf.

Perbedaan penelitian ini dari penelitian lainnya adalah pertimbangan pengembangan desa wisata berbasis kombinasi berdasarkan daya tarik wisata alam, budaya, dan kreatif yang menjadikan kegiatan ekonomi kreatif sebagai daya tarik wisata utama di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Selain itu, dapat diketahui juga tingkat kategori desa-desa kreatif yang potensial, sehingga dapat membantu memberikan arahan pengembangan prioritas kepada pemangku kepentingan untuk membangun desa wisata ekraf di Kabupaten OKI.

  • II.    METODE PENELITIAN

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

Penelitian berlokasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif. Dalam pelaksanaan penelitian, terbagi menjadi 2 (dua) metode, yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis.

Metode pengumpulan data menggunakan metode pengumpulan data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi dan survei dengan teknik wawancara (interview). Observasi dilakukan secara langsung ke lokasi penelitian dengan alat (kamera foto dan lembar observasi) untuk melihat dan mendokumentasikan produk kreatif, kondisi sumber daya manusia, aktivitas pendampingan dan kolaborasi, kondisi kelembagaan, kondisi infrastruktur dan teknologi digital yang tersedia, serta pemasaran dan kondisi finansial desa wisata ekraf. Sedangkan penentuan narasumber wawancara dan diskusi secara purposive sampling yaitu sampel diambil dengan berdasarkan pertimbangan subjektif peneliti, di mana persyaratan yang dibuat sebagai kriteria harus dipenuhi sebagai sampel (Utama & Mahadewi, 2012).

Wawancara dilakukan terhadap 13 (tiga belas) narasumber di tingkat pemerintah daerah kabupaten (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata; Dinas Koperasi, UKM dan Perindustrian; Dinas Pemberdayaan Masyarakat; BAPPEDA; Dinas PUPR; dan Dinas Pemuda dan Olahraga), Kantor Desa dan Kelurahan, serta Kelompok Masyarakat, Pengelola Usaha, Pemilik Usaha, Pengrajin, dan Seniman di Desa/Kelurahan yang berpotensi sebagai Desa Wisata Ekraf. Metode wawancara dilakukan secara semi terstruktur, individu, perorangan pilihan, dan kelompok yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan mengenai produk ekraf dan isu pengembangan desa wisata yang bertujuan untuk menggali informasi lebih mendalam tentang permasalahan dan aspirasi yang muncul dari narasumber terkait pemenuhan komponen dan kriteria pengembangan desa wisata ekraf di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, dimana wawancara semiterstruktur dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara bebas dibandingkan wawancara terstruktur namun masih tetap berada pada pedoman wawancara yang sudah dibuat (Sugiyono, 2018).

Metode pengumpulan data sekunder yaitu mencari data yang sesuai dengan kebutuhan analisis dan diperoleh melalui berbagai sumber instansi dan literatur seperti media cetak dan elektronik, kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang masih berlaku, dokumen rencana, kumpulan data statistik, jurnal, artikel wisata, budaya, data ekonomi desa dan ekonomi kreatif binaan, data kependudukan, data kelompok sadar wisata dan BUMDes, serta peta wilayah kabupaten.

Metode analisis data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan gabungan dari 2 (dua) teknik, yaitu teknik analisis data kualitatif dan analisis data

kuantitatif. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2018).

Setelah data sekunder mengenai data ekonomi kreatif seluruh desa/kelurahan di Kabupaten OKI didapatkan, kemudian data dikompilasi dan dianalisis dengan menggunakan teknik penilaian skor pembobotan dalam bentuk tabel skoring. Setiap item data diberi nilai, yaitu: bila “Ada” dengan nilai 1 (satu); dan “Tidak Ada” dengan nilai 0 (nol), sebagai berikut:

Tabel 1 Skor Penilaian Item Data

No

Nama Desa/ Kelurahan

Kriteria 1 Kriteria 2 Dst…

Jumlah Skor

1

Desa X

1           1        0

1

2

Desa Y

0           1        1

2

3

Desa Z

1           1        1

3

Dst   ……………         …       …     …     …

Sumber

: Hasil Pengolahan Data Peneliti, 2022

Dalam analisis penilaian kategori desa wisata ekraf, dilakukan dengan menggunakan metode analisis statistik dekriptif yaitu perolehan data wawancara dikumpulkan dan disusun ke dalam tabel, kemudian dihitung skor dan dibuat persentasenya. Rumus yang digunakan dalam analisis deskriptif (Bungin, 2010:182), adalah sebagai berikut:

P = (f/n) x 100%

Keterangan :

P : Angka Persentase Ketercapaian

f : Jumlah Jawaban yang Diperoleh dari Responden

n : Jumlah Kriteria dan Indikator Desa Wisata Ekraf

Nilai akhir penilaian adalah berupa total persentase ketercapaian keseluruhan komponen dengan nilai maksimal persentase sebesar 100%. Berdasarkan total nilai persentase ketercapaian seluruh komponen, maka dapat ditentukan tingkatan kategori desa wisata ekraf.

Adapun tingkatan kategori pengembangan desa kreatif terbagi menjadi 4 (empat) kategori, yaitu : (1) Desa Inisiatif; (2) Desa Produktif; (3) Desa Inovatif; dan (4) Desa Berkelanjutan (Keputusan Menteri Parekraf RI Nomor KM/107/KD.03/2021). Sehingga tingkatan kategori desa wisata ekraf dapat dibagi menjadi 4 (empat) kelompok penilaian, sebagai berikut:

Tabel 2 Interpretasi Kategori Penilaian Desa Wisata Ekraf

No

Kategori

Persentase

1

Desa Inisiatif

0-30%

2

Desa Produktif

31-60%

3

Desa Inovatif

61-80%

4

Desa Berkelanjutan

81-100%

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

Sumber : Hasil Pengolahan Data Peneliti, 2022

Secara umum jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif (descriptive research), yaitu penelitian yang bertujuan membuat deskripsi atas suatu fenomena sosial/alam secara sistematis, faktual dan akurat (Wardiyanta, 2010). Penelitian deskriptif berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi.

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Pemilihan Lokasi Pengembangan Desa Wisata Potensial Berbasis Ekonomi Kreatif (Ekraf)

Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) terdiri dari 18 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 327 Desa dan 13 Kelurahan. Dengan banyaknya desa dan kelurahan ini, maka perlu adanya penyaringan desa-desa yang memiliki potensi dan sumber daya ekonomi kreatif untuk pengembangan yang lebih efekif dan berkelanjutan kedepannya. beberapa kriteria berdasarkan pendekatan pemahaman desa wisata dan desa wisata ekraf, meliputi:

  • a.    Desa yang sudah memiliki daya tarik wisata (DTW) baik alam, budaya asli daerah, maupun kreatif;

  • b.    Desa yang memiliki produk ekraf unggulan, kesenian khas, dan/atau potensi sumberdaya ekonomi kreatif;

  • c. Desa yang sudah memiliki kelembagaan desa

wisata, seperti Pokdarwis, Koperasi ataupun BUMDes; dan

  • d. Desa yang memiliki kelembagaan masyarakat

setempat,   seperti lembaga pemberdayaan

masyarakat, karang taruna, dan/atau komunitas

kreatif;

  • e.    Desa yang memiliki jangkauan aksesibilitas lokasi;

  • f.    Desa yang memiliki peluang dan dukungan ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana dasar untuk mendukung kegiatan wisata; dan

  • g.    Desa yang memiliki potensi dan peluang pengembangan pasar wisatawan.

Berdasarkan hasil penyaringan dengan penilaian skor dari kriteria pemilihan desa wisata ekraf diatas, teridentifikasi 86 desa/kelurahan dari 327 desa/ kelurahan di Kabupaten OKI yang memiliki potensi sebagai Desa Wisata Ekraf dengan produk unggulannya masing-masing.

Kabupaten Ogan Komering Ilir

Sumber : Data Analisis, 2022

Hasil rekapitulasi data potensi ekraf diatas, teridentifikasi 9 (sembilan) subsektor yang mendominasi kegiatan ekonomi kreatif di 86 desa/kelurahan, yaitu :

  • a.    subsektor Kuliner;

  • b.    subsektor Kriya;

  • c.    subsektor Seni Pertunjukkan;

  • d. subsektor Musik;

  • e. subsektor Fesyen;

  • f.  subsektor Design Produk;

  • g. subsektor Seni Rupa;

  • h.    subsektor Film, Animasi dan Video; dan

  • i.    subsektor Design Komunikasi Visual (DKV).

Sedangkan hasil analisis skoring untuk pemilihan lokasi pengembangan desa wisata ekraf potensial dapat dilihat dari jumlah skor “tinggi dan tertinggi”, yaitu desa/kelurahan yang memiliki skor ≥ 4, sebagai berikut.

Tabel 3 Potensi “Tinggi” Desa Wisata Ekraf di Kabupaten OKI

No

Desa/Kelurahan

Kecamatan

Jumlah Skor

1

Desa Kepayang

Lempuing

4

2

Desa Menang Raya

Pedamaran

4

3

Desa Pedamaran IV

Pedamaran

6

4

Desa Mulyaguna

Teluk Gelam

4

5

Desa Sugih Waras

Teluk Gelam

6

6

Desa Tanjung Serang

Kota Kayu Agung

4

7

Kelurahan Jua-jua

Kota Kayu Agung

4

8

Kelurahan Paku

Kota Kayu Agung

4

9

Kelurahan Kayu Agung

Kota Kayu Agung

5

10

Desa Bangsal

Pampangan

5

Sumber : Data Analisis Peneliti, 2022

Selain itu masih terdapat 76 desa/kelurahan yang memiliki jumlah skor 2-3 “sedang’ dan jumlah skor 1 “rendah”, yaitu sebanyak 34 desa/kelurahan (skor “sedang”), dan 42 desa/kelurahan (skor “rendah”).

Tipe Desa Wisata Ekonomi Kreatif dapat disesuaikan dengan subsektor ekonomi kreatif yang dikembangkan. Pengembangan Desa Wisata Ekraf dapat beririsan dengan beberapa bidang sekaligus, seperti fesyen, kriya, dan kuliner. Namun, tentunya terdapat satu sub sektor yang paling dominan dan menjadi kekhasan desa, misalnya kriya sebagai sektor utama. Dari 10 Desa Wisata Ekraf terpilih di Kabupaten OKI dapat ditentukan Tema Desa Ekraf berdasarkan sektor unggulan yang dimiliki untuk menjadi prioritas pengembangan kedepannya.

Gambar 1 Grafik Rekapitulasi Potensi Desa Wisata Ekraf di

Tabel 4 Tipologi Desa Wisata Kreatif Terpilih di Kabupaten Ogan Komering Ilir

No

Desa/Kelurahan dan Kecamatan

Potensi Ekraf

Tema Desa

1

Desa Kepayang (Kec. Lempuing)

Seni Karawitan anak-anak dan dewasa

Desa Wisata, Seni Pertunjukan dan Musik

2

Desa Menang Raya (Kec. Pedamaran)

Tikar Purun, Ikan Asin, Kerupuk Kemplang

Desa Wisata, Kriya dan Kuliner

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

No

Desa/Kelurahan dan Kecamatan

Potensi Ekraf

Tema Desa

3

Desa Pedamaran IV (Kec. Pedamaran)

Tikar Purun dan Kerajinan Berbahan Purun, Kerupuk Kecek Mincon, Musik Tanjidor, Incangan, Nyanyi Panjang, Berarak Petang, Penceran, dan Rompakan

Desa Wisata, Kriya, Kuliner, Seni Pertunjukan dan Musik

4

Desa Mulyaguna (Kec. Teluk Gelam)

Event PON Pekan Olahraga Nasional, Olahraga dayung dan ski air, Pondok Pemandu, Tribun. Keripik Pisang Sale Keriting

Desa Wisata, Seni Pertunjukan dan Kuliner

5

Desa Sugih Waras (Kec. Teluk Gelam)

Tari ngantak, Tari gopung, Rumah Limas 100, Taman Wisata Beladas

Desa Wisata, Seni Pertunjukan, Musik dan Digital

6

Desa Tanjung Serang (Kec. Kota Kayu Agung)

Tari peguton, incang-incang, tari sabung ayam, tari cang-cang, tari konoi mibor, tari cindo, tari gurdan tari perempuan kurungan, tari benang setungkal,

Desa Wisata, Seni Pertunjukan dan Musik

7

Kelurahan Jua-jua (Kec. Kota Kayu Agung)

Calook "Terasi

Bubuk", Keripik Sahabat, Dapur Emi Aneka, Fidia Pempek dan Donat.

Penjahit Al-Hijrah, Komunitas Layar Kajang

Kampung Wisata, Fesyen, Kuliner, Film, Animasi, dan Video

8

Kelurahan Paku (Kec. Kota Kayu Agung)

Kerupuk Kemplang, Banacho Chip, Bolu Cupu, Sanggar Sukriah (Seni Drama dan Seni Musik)

Kampung

Wisata, Kuliner, Seni Pertunjukan

9

Kelurahan Kayu Agung

(Kec. Kota Kayu

Agung)

Tari peguton, incang-incang, tari sabung ayam, tari cang-cang, tari konoi mibor, tari cindo, tari perempun kurungan, tari benang setungkal, tari gurdan, midang morge siwe, bidar, mengarak haji, perahu jukung, legenda negeri silap, legenda putri rambt putih, legenda buluh cawang, gerabah, adat perkawinan, mabak handuk, Sanggar Ranum, Dindin Donuts, Kemplang Putak, Penjahit Mulyati, Izzah Atelier.

Kampung Wisata, Fesyen, Kuliner, Seni Pertunjukan dan Musik

10

Desa Bangsal (Kec. Pampangan)

Produk Susu Kerbau, Gulo Puan, Gulo Puan Kube Anggrek, Yoghurt, Jelly puan, Kue Semprong, Kue Makmur.

Desa Wisata Kuliner, Inovatif dan Digital

No

Desa/Kelurahan dan Kecamatan

Potensi Ekraf

Tema Desa

Potensi kotoran kerbau (menjadi biogas, pupuk cair, pengembangbiakan ulat manggot untuk pakan ternak

Sumber : Pengolahan Data, 2022

Masing-masing desa mempunyai potensi daya tarik wisata dan ekonomi kreatif yang berbeda, seperti Kecamatan Pampangan khususnya di Desa Bangsal memiliki potensi Agrowisata. Beberapa produk yang dihasilkan dari potensi agro, meliputi Biogas dari kotoran kerbau, Pakan Ternak dari ulat manggot, produk Kuliner (Gulo Puan, Jely Puan, dll).

Gambar 2 Produk Tikar Purun dan Pengrajin Tikar Purun

Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2022

Gambar 3 Produk Kerupuk Kemplang

Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2022

Analisis Penilaian Kategori Desa Wisata Ekraf

Untuk menilai suatu desa/kelurahan sebagai desa wisata ekraf, terdapat tingkatan kategori desa wisata ekraf yang sudah dijelaskan dalam bagian metode penelitian. Penentuan kategori tersebut dapat dinilai berdasarkan 8 (delapan) komponen dengan 12 (dua belas) kriteria dan 42 indikator penilaian. Komponen dan kriteria tersebut diadaptasi dan menyesuaikan dengan Indikator dan Tipologi Desa Kreatif berdasarkan level pengembangannya dari Panduan Pengembangan Desa Kreatif (Keputusan Menteri Parekraf RI Nomor KM/107/KD.03/2021).

Tabel 5 Komponen, Kriteria dan Indikator Desa Wisata Ekraf

No

Komponen

Kriteria & Indikator

1

Produk Kreatif

  • 1.  Memiliki potensi ekonomi kreatif

  • 2.  Pentingnya Hak Kekayaan Intelektual

(HKI)  atas  Produk  Kreatif yang

dikembangkan

2

Pemasaran

3. Pemasaran dengan Target Pasar (lokal, regional, nasional, dan global/ekspor)

3

SDM

4. Kesadaran  masyarakat,  pembagian

peran    pemangku    kepentingan,

penyerapan tenaga kerja masyarakat

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

No Komponen Kriteria & Indikator

desa dan kontribusi sebagian masyarakat desa dalam pengembangan Desa Wisata Ekraf

5. Pelatihan,     pendampingan     dan

kemampuan operasional usaha dalam mengembangkan kapasitas SDM

4

Pendampingan dan Kolaborasi

6. Pendampingan dan kolaborasi baik dari pemerintah maupun swasta

5

Kelembagaan

7. Kelembagaan     secara     formal

(komunitas/perorangan,     legalisasi,

Bumdes, Koperasi, atau PT)

6

Infrastruktur

  • 8.    Ketersediaan      Amenitas      dan

Aksesibilitas yang memadai

  • 9.    Fasilitas  Internet dan Wifi yang

memadai

7

Teknologi Digital

10. Pemanfaatan platform digital (website, dll) untuk memasarkan produk ekraf

8

Finansial

  • 11.    Pendanaan pengembangan desa wisata kreatif (pihak ketiga, pihak ketiga berkelanjutan,   cost   sharing,   dan

mandiri)

  • 12.    Kondisi   keuangan   usaha   kreatif

(terdapat keuntungan, dapat membiayai seluruh operasional usaha dan dapat membeli aset baru).

Sumber : Adaptasi dan Penyesuaian dari Kepmen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI No. KM/107/KD. 03/2021 Tentang Pandungan Pengembangan Desa Kreatif

Tabel 6 Interpretasi Kategori Penilaian Desa Wisata Ekraf

No           Kategori               Persentase

1

Desa Inisiatif

0-30%

2

Desa Produktif

31-60%

3

Desa Inovatif

61-80%

4

Desa Berkelanjutan

81-100%

Sumber : Hasil Pengolahan Data Peneliti, 2023

Pada tahun 2022, dari 10 (sepuluh) Desa Wisata Ekraf Potensial di Kabupaten Ogan Komering Ilir, telah dilakukan Analisis Penilaian Kategori Desa Wisata Ekraf terhadap 3 (tiga) desa, yaitu: Desa Pedamaran IV di Kecamatan Pedamaran; Desa Bangsal di Kecamatan Pampangan; dan Kelurahan Paku di Kecamatan Kayu Agung.

Berdasarkan hasil pengolahan data dari observasi dan wawancara, maka dilakukan analisis penilaian kategori desa wisata ekraf. Dari hasil analisis ini, akan diperoleh 2 (dua) keluaran, yaitu : (1) tingkatan klasifikasi desa wisata ekraf; dan (2) besaran tingkat ketercapaian per komponen penilaian desa wisata ekraf.

Nilai persentase ketercapaian per komponen juga dikonversi ke dalam kelompok tingkat ketercapaian, yang meliputi tingkat ketercapaian rendah (0-30%), sedang (31-60%), tinggi (61-80%), dan sangat tinggi (81-100%). Nilai persentase ketercapaian komponen tinggi dan sangat tinggi merupakan nilai tambah/potensi yang dimiliki oleh desa wisata ekraf tersebut. Sedangkan nilai persentase ketercapaian komponen rendah dan sedang dapat menjadi masukan arahan pengembangan prioritas bagi desa wisata, sehingga desa wisata tersebut dapat masuk ke dalam suatu klasifikasi desa wisata ekraf secara

sempurna.

Adapun hasil analisis penilaian kategori dari 3 (tiga) Desa Wisata Potensial terpilih di Kabupaten Ogan Komering Ilir, sebagai berikut.

Tabel 7 Analisis Penilaian Kategori Desa Pedamaran IV

No

Komponen

Bobot Kriteria & Indikator

Ketercapaian

%

Ketercapaian

Ketercapaian Komponen

1

Produk Kreatif

7

4

57,14

Sedang

2

Pemasaran

4

3,5

87,50

Sangat Tinggi

3

SDM

7

3

42,86

Sedang

4

Pendampingan dan kolaborasi

3

2

66,67

Rendah

5

Kelembagaan

4

1

25,00

Sedang

6

Infrastruktur

6

3

50,00

Sedang

7

Teknologi Digital

3

1,5

50,00

Sedang

8

Finansial

8

3,5

43,75

Sedang

Total

42

21,5

51,19

PRODUKTIF

Sumber : Analisis Data, 2022

Hasil penilaian kategori Desa Pedamaran IV berada pada kategori Desa Wisata Ekraf PRODUKTIF dengan total ketercapaian (51,19%). Untuk nilai ketercapaian per komponen dengan tingkat penilaian sangat tinggi, merupakan nilai tambah bagi desa Pedamaran IV yaitu komponen Pemasaran. Sedangkan nilai komponen dengan tingkat penilaian yang lebih rendah (ketercapaian komponen rendah dan sedang), meliputi komponen Produk Kreatif, SDM, Kelembagaan, Infrastruktur, Teknologi Digital, Finansial, serta Pedampingan dan Kolaborasi, dapat menjadi masukan dan arahan pengembangan PRIORITAS bagi desa, sehingga diharapkan Desa Pedamaran IV dapat naik ke dalam kategori desa wisata ekraf Inovatif.

Gambar 4 Produk Kreatif Tikar Purun Desa Pedamaran IV dan Pemasarannya

Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2022

Tabel 8 Analisis Penilaian Kategori Desa Bangsal

No

Komponen

Bobot Kriteria & Indikator

Ketercapaian

%

Ketercapaian

Ketercapaian Komponen

1

Produk Kreatif

7

5

71,43

Tinggi

2

Pemasaran

4

3

75,00

Tinggi

3

SDM

7

4,5

64,29

Sedang

4

Pendampingan dan kolaborasi

3

3

100,00

Sangat Tinggi

5

Kelembagaan

4

3

75,00

Tinggi

6

Infrastruktur

6

3,5

58,33

Sedang

7

Teknologi Digital

3

1,5

50,00

Sedang

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

No

Komponen

Bobot

Kriteria & Indikator

Ketercapaian

%

Ketercapaian

Ketercapaian Komponen

8

Finansial

8

3

37,50

Sedang

Total

42

26,5

63,10

INOVATIF

Sumber : Hasil Analisis Data, 2022

Hasil penilaian kategori Desa Bangsal berada pada kategori Desa Wisata Ekraf INOVATIF dengan total ketercapaian (63,10%). Untuk nilai ketercapaian per komponen dengan tingkat penilaian tinggi dan sangat tinggi, merupakan nilai tambah bagi desa Bangsal yaitu komponen Pendampingan dan Kolaborasi, Produk Kreatif, Pemasaran, dan Kelembagaan. Sedangkan nilai komponen dengan tingkat penilaian yang lebih rendah (ketercapaian komponen rendah dan sedang), meliputi komponen SDM, Infrastruktur, Teknologi Digital, dan Finansial dapat menjadi masukan dan arahan pengembangan PRIORITAS bagi desa, sehingga diharapkan Desa Bangsal dapat naik ke dalam kategori desa wisata ekraf Berkelanjutan.

Gambar 5 Produk Kreatif Gulo Puan dan Puan Yoghurt dari Desa Bangsal

Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2022

Tabel 9 Analisis Penilaian Kategori Kelurahan Paku

No

Komponen

Bobot Kriteria & Indikator

Ketercapaian

%

Ketercapaian

Ketercapaian Komponen

1

Produk Kreatif

7

3

42,86

Sedang

2

Pemasaran

4

3,5

87,50

Sangat tinggi

3

SDM

7

5

71,43

Tinggi

4

Pendampingan dan kolaborasi

3

2,5

83,33

Sangat tinggi

5

Kelembagaan

4

3,5

87,50

Sangat tinggi

6

Infrastruktur

6

4

66,67

Tinggi

7

Teknologi Digital

3

1,5

50,00

Sedang

8

Finansial

8

7

87,50

Sangat tinggi

Total

42

30

71,43

INOVATIF

Sumber : Hasil Analisis Data, 2022

Hasil penilaian kategori Kelurahan Paku berada pada kategori Desa Wisata Ekraf INOVATIF dengan total ketercapaian (71,43%). Untuk nilai ketercapaian per komponen dengan tingkat penilaian tinggi dan sangat tinggi, merupakan nilai tambah bagi Kelurahan Paku yaitu komponen Pemasaran, Pendampingan dan Kolaborasi, Kelembagaan, Finansial, SDM, dan Infrastruktur. Sedangkan nilai komponen dengan tingkat penilaian yang lebih rendah (ketercapaian komponen rendah dan sedang),

meliputi komponen Produk Kreatif dan Teknologi Digital dapat menjadi masukan dan arahan pengembangan PRIORITAS bagi kelurahan, sehingga diharapkan Kelurahan Paku dapat naik ke dalam kategori desa wisata ekraf Berkelanjutan.

Gambar 6 Produk Kreatif Kerupuk Kemplang dan Pengolahannya di Kelurahan Paku Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2022

Analisis Kebutuhan Pengembangan Desa Wisata Ekraf

Dari hasil analisis penilaian desa wisata ekraf diatas, serta temuan potensi, permasalahan, dan isu-isu pada saat observasi dan wawancara, maka dapat dirangkum Kebutuhan Pengembangan dari masing-masing Komponen Desa Wisata Ekraf dengan interpretasi sebagai berikut.

  • 1.    Kebutuhan Pengembangan Produk Kreatif:

  • a.    Penetapan Desa Kreatif melalui SK Kepala Desa/        Lurah/Camat/Bupati/Walikota

terhadap Desa Wisata Ekraf Unggulan.

  • b.    Penyusunan draft Peraturan Bupati sebagai kebijakan pembangunan dan pengembangan Desa Wisata Ekraf Kabupaten OKI.

  • c.    Pengembangan usaha kreatif dan inovasi produk dan jasa.

  • d.    Pengembangan inovasi ide kreatif dan inovasi duplikasi (modifikasi) untuk pengembangan desa.

  • e.    Pengembangan program Eduwisata Ekraf (wisata pendidikan ekraf) bagi pelajar, mahasiswa dan wisatawan.

  • f.    Pendampingan dan fasilitasi produk berkualitas, berdaya saing nasional, dan ekspor produk kreatif.

  • g.    Fasilitasi pendaftaran dan pencatatan HKI bagi pelaku/pengusaha lokal untuk produk kreatif.

  • h.    Pendampingan standardisasi mutu dan sertifikasi produk.

  • i.    Fasilitasi pendaftaran bagi usaha kuliner lokal untuk mendapatkan sertifikat halal dan BPOM.

  • 2.    Kebutuhan Pengembangan Pemasaran:

  • a.    Pelatihan dan fasilitasi bantuan pemasaran dan promosi dalam negeri.

  • b.    Pengembangan pengenalan produk ekraf skala lokal, regional dan nasional (membuat goody bag/cinderamata bagi tamu dari luar daerah; menggunakan pakaian dinas khas OKI dari produk ekraf pada hari-hari tertentu, dll).

  • c.    Pemasaran paket Eduwisata Ekraf (wisata pendidikan ekraf) bagi pelajar, mahasiswa dan

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

wisatawan.

  • d.    Pengembangan pemasaran produk kreatif desa dalam lingkup internasional.

  • e.    Penyediaan pelatihan dalam hal meningkatkan sistem branding produk.

  • f.    Pelatihan manajemen pemasaran dan pemasaran online  (e-commerce)  melalui

jejaring sosial dan platform digital.

  • g.    Penguatan kerjasama dengan pihak pemerintah     dan     swasta     untuk

mengikutsertakan dalam event dan pameran.

  • h.    Peningkatan kerjasama dengan travel agent dan media massa sebagai upaya pemasaran (advertising dan selling).

  • i.    Pembangunan galeri sebagai pusat cinderamata dan penjualan berbagai produk ekraf daerah di pusat kota dengan lokasi yang strategis.

  • 3.    Kebutuhan Pengembangan SDM:

  • a.    Fasilitasi penentuan local champion (penggerak utama) dan pemetaan aktor pemangku kepentingan desa

  • b.    Pelatihan masyarakat desa sadar wisata (Sapta Pesona)

  • c.    Pelatihan keahlian khas produk lokal

  • d.    Pelatihan berkelanjutan usaha masyarakat untuk mengembangkan jenis produk olahan/kreatif lainnya.

  • e.    Pelatihan dan inkubasi kewirausahaan sosial untuk masyarakat lokal.

  • f.    Penguatan    pengembangan    kelompok

masyarakat mandiri sesuai keahliannya dan membangun kerjasama antar kelompok dan pihak lain.

  • g.    Peningkatan kemampuan dalam mengatur operasional usaha dan manajemen usaha.

  • 4.    Kebutuhan Pengembangan Pendampingan dan Kolaborasi:

  • a.    Pendampingan pembuatan produk kreatif yang berdaya saing.

  • b.    Pendampingan pelaksanaan pilot project desa bersinergi dengan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

  • c.    Pendampingan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat berdasarkan riset, edukasi, dan pengembangan desa wisata kreatif.

  • d.    Pendampingan dan pelatihan mengenai pola pemasaran dan promosi.

  • e.    Pendampingan kelompok masyarakat mandiri untuk dapat membangun kerjasama dan kolaborasi dengan kelompok dan pihak lain (universitas, perusahaan/swasta, bank, dll).

  • 5.    Kebutuhan Pengembangan Kelembagaan

  • a.    Pendampingan dan fasilitasi pelaku usaha kreatif (komunitas/perorangan)    untuk

memiliki legalitas badan usaha.

  • b.    Pengintegrasian usaha ekonomi kreatif dengan BUMDesa.

  • c.    Peningkatan kapasitas kelembagaan formal berupa komunitas/perorangan yang sudah ada.

  • d.    Peningkatan kapasitas, sarana, pemasaran, dan permodalan BUMDes/ Koperasi.

  • e.    Pembentukan Forum Tata Kelola Pariwisata & Ekonomi Kreatif (FTKP Ekraf) Desa Wisata Ekraf Kab. OKI dan atau Destination Management Organisation (DMO) Kab. OKI.

  • f.    Penetapan SK Tim FTKP Ekraf oleh Bupati

  • g.    Peningkatan kapasitas BUMDesa untuk mendukung produk kreatif melalui pembinaan dan pelatihan bagi anggota.

  • 6.    Kebutuhan Pengembangan Infrastruktur:

  • a.    Fasilitasi ruang kreatif dan sarana kreatif.

  • b.    Pengadaan bantuan dan fasilitasi kebutuhan bahan pokok, peralatan dan kelengkapan produksi dari produk ekraf.

  • c.    Penyediaan sarana kelistrikan yang menunjang produksi dan jasa.

  • d.    Penyedian sarana air bersih yang menunjang produksi dan jasa.

  • e.    Pengadaan infrastruktur fisik (toilet umum, penginapan, tempat makan, dan tempat parkir) bagi wisatawan

  • f.    Pengadaan fasilitas pendukung dan penunjang minat wisatawan untuk datang ke desa wisata ekraf.

  • g.    Pembangunan dan perbaikan akses jalan menuju dan dari lokasi desa wisata ekraf.

  • h.    Pengadaan angkutan umum dan angkutan perintis sebagai moda transportasi bagi masyarakat dan wisatawan.

  • i.    Pengadaan angkutan pariwisata (bis pariwisata, atau lainnya)

  • j.    Pengadaan sarana dan prasarana dermaga speed boat untuk desa yang dapat dicapai dengan akses sungai dan danau.

  • 7.    Kebutuhan Pengembangan Teknologi dan Digital:

  • a.    Penyediaan koneksi internet yang memadai untuk kemudahan jangkauan pemasaran baik online dan offline.

  • b.    Penyediaan fasilitas internet dan wifi di setiap tempat usaha bagi pelaku kreatif dan pengunjung.

  • c.    Penyediaan sarana kelistrikan yang menunjang jaringan internet.

  • d.    Pelatihan penggunaan platform digital untuk pemasaran online (e-commerce)  ke jejaring

sosial melalui Instagram, Youtube, TikTok, Market Place (Shopee, Tokopedia, dll), dan pengelolaan secara mandiri dan terintegrasi.

  • e.    Penyediaan website desa wisata ekraf

  • f.    Digitalisasi Desa Wisata Ekraf dengan aktivitas kekinian.

  • 8.    Kebutuhan Pengembangan Produk Kreatif:

  • a.    Pendampingan akses permodalan bagi pelaku usaha kreatif dari masyarakat lokal.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

  • b.    Dukungan modal awal usaha bagi wirausaha pemula di bidang kreatif.

  • c.    Dukungan dana kegiatan dari dana desa

  • d.    Pemberian dana bantuan CSR untuk kegiatan desa wisata ekraf.

  • e.    Pengadaan pelatihan manajemen pembiayaan dan keuangan hasil dari produk kreatif

  • f.    Penguatan kerjasama dan kemitraan pariwisata melalui peningkatan dan pengoptimalan kerjasama Pentahelix (bisnis, pemerintah, komunitas, akademisi, dan media massa) untuk peningkatan usaha desa wisata.

  • g.    Pengembangan pendanaan melalui KUR (Kredit Usaha Rakyat).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Konsep awal pengembangan Desa Wisata Ekonomi Kreatif di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI)   terinspirasi dari 2 (dua) konsep

pengembangan     desa,     yaitu     kombinasi

pengembangan desa wisata dan desa ekraf. Dimana didalamnya masing-masing memiliki potensi dan sumberdaya yang berbeda, namun bisa saling mendukung dan menunjang.

Berdasarkan hasil analisis pemilihan lokasi pengembangan desa wisata potensial berbasis ekonomi kreatif (ekraf), terdapat 10 desa/kelurahan yang memiliki potensi dengan penilaian Tinggi dengan skor ≥ 4 (12%) dari 86 desa/ kelurahan di 18 kecamatan Kabupaten OKI, yaitu : 1) Desa Kepayang (Kec.Lempuing) dengan tema seni pertunjukan dan musik; 2) Desa Menang Raya (Kec.Pedamaran) dengan tema kriya dan kuliner; 3) Desa Pedamaran IV (Kec.Pedamaran) tema kriya, kuliner, seni pertunjukan dan musik; 4) Desa Mulyaguna (Kec.Teluk Gelam) tema seni pertunjukan dan kuliner; 5) Desa Sugih Waras (Kec.Teluk Gelam) dengan tema seni pertunjukan dan kuliner; 6) Desa Tanjung Serang (Kec.Kota Kayu Agung) tema seni pertunjukan dan musik; 7) Kel. Jua-jua dengan tema fesyen, kuliner, film, animasi dan video; 8) Kel. Paku (Kec.Kota Kayu Agung) tema kuliner dan seni pertunjukan; 9) Kel. Kayu Agung (Kec. Kota Kayu Agung) tema Fesyen, Kuliner, Seni Pertunjukan dan Musik; serta 10) Desa Bangsal (Kec.Pampangan) dengan tema kuliner, inovatif dan digital. Kesepuluh desa ini kedepannya diharapkan menjadi prioritas untuk pengembangan Desa Wisata Ekraf terpilih.

Dari hasil analisis penilaian kategori desa wisata ekraf, dapat disimpulkan bahwa Desa Wisata Ekomoni Kreatif (Ekraf) di Kabupaten Ogan Komering Ilir berada pada kategori desa ekraf produktif dan inovatif, dengan tingkat penilaian per komponen mayoritas pada skala “sedang”, sehingga hal ini tentunya harus didorong dan ditingkatkan kembali dengan prioritas penanganan terhadap komponen yang berada pada skala “rendah-sedang”

yaitu komponen SDM, Pendampingan dan Kolaborasi, Kelembagaan, Infrastruktur, Teknologi Digital, dan Finansial. Sehingga dalam rencana pengembangan desa wisata ekraf, kelima komponen ini menjadi prioritas didalam pembangunan dan pengembangan pada awal tahun perencanaan yang dilakukan secara menyeluruh dan bertahap.

Hasil analisis kebutuhan pengembangan terhadap 8 komponen pengembangan desa wisata ekraf yang sudah dijelaskan pada bagian analisis dapat dijadikan bahan masukan dan arahan pengembangan fisik serta non-fisik desa wisata ekonomi kreatif di Kabupaten Ogan Komering Ilir kedepannya.

Saran

Pemerintah daerah Kabupaten OKI lebih dapat fokus mengembangkan rencana kegiatan dan program ekonomi kreatif terhadap sepuluh desa-desa wisata terpilih. Selanjutnya, agar tingkat ketercapaian kategori desa wisata ekraf dapat naik kedalam kategori yang lebih tinggi dan maju (menjadi desa inovatif dan berkelanjutan), maka pemerintah daerah terlebih dulu mendorong komponen dengan penilaian rendah dan sedang untuk lebih maju dan berkembang.

Diperlukan juga strategi dan rencana pengembangan desa wisata ekraf dengan pembagian rentang waktu berupa pentahapan pembangunan jangka pendek dan menengah. Rencana kegiatan dan program pengembangan dengan faktor urgensi yang lebih tinggi dapat dilaksanakan pada rentang waktu jangka pendek (1-2 tahun). Sedangkan rencana kegiatan dan program pengembangan yang memiliki faktor kebutuhan berkala dan berulang dapat dilaksanakan pada rentang waktu jangka menengah (3-5 tahun). Sehingga para pemangku kepentingan dapat menggunakan strategi dan rencana pengembangan tersebut sebagai bahan pengambilan kebijakan bagi Pemerintah Daerah, Masyarakat, Dunia Usaha serta kelompok lainnya dalam mengembangkan Desa Wisata Ekonomi Kreatif di Kabupaten Ogan Komering Ilir.

DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI

Agung, A. A. G., Suprina, R.,  & Ratnaningtyas, H. (2021).

Conservation Through Cosmovision-Based Methodology. IOSR Journal of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS), 26(5): 54-57.

Arsyad, L. (2015). Ekonomi Pembangunan dan Pembangunan Ekonomi. Modul 1 Ekonomi Pembangunan Berkelanjutan.

Astuti, Y. D., Haryanti, N. (2021). Media pembelajaran video produk kreatif dalam pembuatan softcase laptop produk kreatif di era pandemi covid-19. Jurnal Riset Pendidikan Ekonomi (JRPE), 6(1): 60-67. https://doi.org/10.21067/Jrp e.v6i1.5332

Bungin, Burhan. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Durmasema, A. R., Pratama, A. Y. N., Rendisky, H. J. (2020). Statistik Ekonomi Kreatif 2020. Cetakan Pertama. Pusat Data dan

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

Sistem Informasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. Jakarta.

Hasan, Muhammad. (2018). Pembinaan Ekonomi Kreatif Dalam Perspektif Pendidikan Ekonomi. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan (JEKPEND), 1(1): 81-86.

Masitah. I. (2019). Pengembangan Desa Wisata Oleh Pemerintah Desa Babakan Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara, 6(3): 45-56.

Primadini, R., Arrazy, M. (2021). Ekonomi Kreatif Sebagai Potensi Ekonomi Kota Padang Panjang Di Masa New Normal. Jurnal Kajian Ekonomi dan Kebijakan Publik, Vol. 6 (2), Juli 2021.

Sugito. (2021). Pengembangan Desa Kreatif. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Jakarta.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

United Nations Development Programme (UNDP). 2013. Creative economy report, widening local development pathways, New York, NY 10017, USA and the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), 7, p.17.ISBN 978-92-3001211.

Utama, I. G. B. R., & Mahadewi, N. M. E. (2012). Metodologi Penelitian Pariwisata Dan Perhotelan. Yogyakarta: Andi.

Wardiyanta. (2010). Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: Andi.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Lembaran Negara RI Tahun 2019 Nomor 212, Tambahan Lembaran RI Nomor 6414. KESRA. Jakarta.

41