Jurnal Destinasi Pariwisata                                             p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937

Vol. 11 No 1, 2023

Strategi Pengembangan Potensi Agrowisata Di Kawasan Kebun Kurma Desa Cijeungjing, Kabupaten Ciamis

Azmi Kautsar Alim a, 1, Iir Abdul Haris b, 2, Fikri Sandi Nugrahac, 3

1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected]

a Program Studi Magister Pariwisata Berkelanjutan Universitas Padjadjaran, Bandung

b Program Studi Manajemen, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung c Program Studi Ekonomi Syariah STEI Ar Risalah, Ciamis

Abstract

Cijeungjing Village has great potential to be developed into a tourism village, which is through the development of agro-tourism in the Dates Farm. The uniqueness of the date palm is very rarely found in Indonesia. The Dates Garden in Cijeungjing Village also has another added value because it is located on the tourism crossing between Bandung City and Pangandaran Regency. However, the geographical advantage and potential of the Dates Garden owned by Cijeungjing Village has not been exposed because it has not been managed as a tourist destination. This study aims to developed the Dates Farm as a tourist attraction in Cijeungjing Village. This study uses a qualitative descriptive analysis method and a SWOT analysis to get a comprehensive picture of the potential and development strategies in the Cijeungjing Dates Farm.

The results showed that various potential attractions were owned, such as date palm farm, food farm, animal farm, and the Cileueur River. This area is also easy to reach and has several facilities such as study centers and residences. Therefore, there is a need for strategies to develop the Cijeungjing Date Palm Farm. First is by packaging agronomic activities into agro tour packages. Second, utilizing digital media to increase promotion. Last, apply the principles of sustainable tourism by collaborating with the community and building a circular economy. Hopely that the development of agrotourism in the Cijeungjing Date Palm Farm can encourage Cijeungjing Village to become a tourist village.

Keywords: Dates Palm; Tourism Destination; Agrotourism; SWOT Analysis

  • I.    PENDAHULUAN

Pariwisata dewasa ini memiliki peluang tinggi untuk meningkatkan perekonomian desa. Pengembangan potensi desa yang memadukan aspek khas seperti budaya, tradisi, kondisi alam, dan kekayaan lainnya akan menjadi sumber pendapatan baru. Metode paling umum untuk mengukur potensi pariwisata tersebut adalah dengan melihat ketersediaan atraksi wisata, aksesibilitas, amenitas, dan pelayanan tambahannya (Cooper et al., 1998). Jika keempat aspek itu terpenuhi maka terdapat potensi pariwisata yang selanjutnya dapat dikembangkan untuk menambah nilai pada masyarakat dan meminimalkan resiko termarginalkannya posisi sosial ekonomi masyarakat lokal. Selain itu, kunjungan wisatawan ke desa akan memberikan perspektif baru bagi masyarakat dan mengembangkan kondisi sosial desa menjadi semakin dinamis (Gunawan et al., 2016).

World Tourism Organization (2003) menyebutkan bahwa agrowisata merupakan salah satu bagian dari wisata pedesaan. Beberapa negara di Eropa seperti Austria, Prancis, Italia, dan Swiss sudah sejak lama mengemas potensi pertaniannya menjadi bentuk wisata yang sangat besar. Agrowisata sendiri merupakan sebuah cara alternatif untuk menggali potensi ekonomi petani dan maryarakat di pedesaan melalui pariwisata. Secara kolaboratif agrowisata memadukan antara pertanian dan pariwisata dengan mengajak wisatawan bersenang-senang, bersantai, dan menghabiskan uang di daerah pertanian. Kegiatan agrowisata dapat berupa mengunjungi kebun atau peternakan untuk melihat dan belajar mengenai proses pembibitan, penanaman, pemanenan, hingga pengolahan produk pertanian

(Bagus & Utama, 2007). Selain itu, kegiatan agrowisata di beberapa negara juga berkembang menjadi gastronomi atau menikmati sajian makanan khas dan cerita perjalanan makanan. Masyarakat, khususnya orang tua, ingin anak-anaknya dapat mengetahui dari mana asalnya makanan dan minuman yang biasa mereka konsumsi setiap harinya. Sayur-sayuran harus melalui proses yang panjang sebelum dapat tersaji di meja makan dan susu itu berasal dari seekor sapi bukan dari rak di toko (Augusrini & Setiyo Wibowo, 2015). Kesempatan ini tentunya menjadi peluang besar bagi Indonesia yang terkenal dengan negara agrararis, salah satunya terdapat di Desa Cijeungjing, Kabupaten Ciamis dengan perkebunan kurmanya.

Kurma sendiri merupakan tanaman palma (Aracaceae) yang berasal dari tanah sekitar Teluk Persia dan lebih dikenal sebagai makanan pokok di Timur Tengah selama ribuan tahun. Kurma memiliki keistimewaan dibandingkan dengan buah-buah lain dalam agama Islam karena banyak disebutkan di dalam Al-Quran dan Hadist.

"Tidakkah kamu memperhatikan bagai-mana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat." (QS. Ibrahim (14): 24). Rasulullah kemudian bersabda, “Itulah pohon kurma.” (HR Tirmidzi).

Tanaman ini terkenal kuat dan dapat tumbuh di segala cuaca dalam rentamg suhu yang ekstrem, baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Namun, idealnya kurma ditanam di ketinggian 500-700 MDPL

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

dengan suhu sekitar 32-38 derajat celcius. Kurma juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena rata-rata harga jualnya berkisar Rp.100.000/kilogram dan dapat dimanfaatkan hampir seluruh bagian dari tumbuhannya (Djamil, 2016; Risa & Marsudi, 2018).

Pengembangan kebun kurma di Indonesia pada tahun 2012 dengan mengimport bibit kurma dari Laboratorium Dates Palm Development (DPD) di Inggris. Laboratorium ini juga yang melahirkan varietas kurma “tropis” di Thailand pada tahun 2005 (Rahmadani et al., 2017). Saat ini perkebunan kurma tumbuh secara sporadis di berbagai wilayah seperti Aceh Besar, Rokan Hulu, Pangkal Pinang, Bekasi, Bogor, Pasuruan, dan beberapa tempat lagi. Namun, dari seluruh kebun kurma di Indonesia hanya kebun miliki PT. Duta Wisata Kurma di Kabupaten Pasuruan yang sudah dikembangkan menjadi destinasi pariwisata (Agatha & Pangestuti, 2019), dan belum ada sama sekali yang berada di Priangan Timur, khususnya Kabupaten Ciamis.

Namun, potensi ini belum terkelola dan terekspose sama sekali. Dalam ruang lingkup terkecil belum terdapat pengembangan kegiatan wisata di Kawasan Kebun Kurma Desa Cijeungjing. Dalam ruang lingkup lebih luas perkembangan dan minat masyarakat Desa Cijeungjing terhadap pertanian semakin hari semakin merosot. Mayoritas masyarakat Desa Cijeunjing tidak bekerja sebagai petani. Hanya terdapat 1,29% yang bekerja sebagai petani dan 1,68% yang bekerja sebagai buruh tani. Kondisi ini diperburuk dengan tingkat pengangguran yang tinggi di Desa Cijeungjing yaitu sebesar 29,87% (Desa Cijeungjing, 2020).

Adapun penelitian terdahulu terkait dengan penelitian ini sudah dilakukan oleh Gunawan dkk (2016) yang menjelaskan dengan rinci tahapan, kedudukan, dan peran serta masyarakat dalam pembangun desa wisata namun tidak berfokus agrowisata. Dwi Novikarumsari (2019). menambahkan konsep pengembangan agrowosiata dengan edukasi namun tidak berbicara sama sekali mengenai perkebunan kurma. Penelitian lain yang berfokus pada kebun kurma hanya baru dilakukan oleh Agatha dan Pangestu (2019) mengenai kebun kurma namun lokus penelitiannya bukan di Jawa Barat. Oleh karena itu, dirasa penting bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai; strategi pengembangan potensi agrowisata di Kawasan Kebun Kurma Desa Cijeungjing, Kabupaten Ciamis

  • II.    METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Desa Cijeungjing, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis pada bulan September-Desember 2022. Metode analisis deskriptif kualitatif dan analisis SWOT digunakan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai potensi dan strategi pengembangan ada

di Kebun Kurma Cijeungjing.

Data didapatkan dari sumber primer berupa hasil pengamatan lapangan dan wawancara serta data sekunder berupa kajian pustaka. Pengamatan lapangan dan wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan data mengenai potensi daya tarik wisata agronomi di Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing. Pengamatan lapangan dilakukan pada empat komponen pariwisata; atraksi, aksesibilitas, amenitas, dan pelayanan tambahan. Selanjutnya, untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dilakukan wawancara semi struktur kepada petani dan pengelola kebun kurma (Sugiyono, 2018).

Teknik analisis data dilakukan menggunakan analisis interaktif yaitu dengan membuat tabulasi data untuk melakukan reduksi data dan penarikan kesimpulan sementara (Miles & Huberman, 1992). Kesimpulan pada tabulasi kemudian dirangkum secara deskriptif ke dalam hasil pembahasan yang terbagi atas empat komponen pariwisata; atraksi wisata, aksesibilitas, amenitas, dan pelayanan tambahannya.

Data hasil identifikasi potensi yang didapatkan kemudian diolah kembali menggunakan analisis SWOT (strength, weekness, opportunity, dan threat) untuk mendapatkan strategi pengembangan yang tepat.

Pengolahan dilakukan berdasarkan pada faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal yaitu peluang dan dan ancaman yang mempengaruhi eksistensi Kawasan Kebun Kurma Desa Cijeungjing (Rangkuti, 2013).

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam terhadap Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing didapatkan hasil dan pembahasan berupa identifikasi potensi agrowisata serta serta strategi pengembangannya.

  • A.    Identifikasi Potensi Agrowisata

  • 1.    Atraksi

Kawasan Kebun Kurma di Desa Cijeungjing memiliki atraksi utama berupa hamparan kebun kurma yang membentang di area seluas 2 Hektar. Secara keseluruhan terdapat 80-90 pohon kurma yang diimport dari Laboratorium Dates Palm Development (DPD) di Inggris. Pohon kurma ini masuk ke dalam varietas gonami, barhere, kolak, dan medjool atau sama seperti yang sudah terlebih dahulu dikembangkan dan sukses berbuah di Thailand. Saat ini pohon-pohon kurma tersebut telah berumur 4 tahun dan akan memasuki fase siap berbuah 2-3 tahun ke depan. Walaupun belum berbuah, pohonnya yang sudah setinggi orang dewasa dengan daunnya yang lebar memayungi sudah sangat menarik untuk dikunjungi. Apalagi

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

jika sudah berbuah, pasti akan dibanjiri kunjungan masyarakat setempat maupun wisatawan.

Gambar 1: Kebun Kurma dan Sungai Cileueur Sumber: Hasil Dokumentasi, 2021

Selain pohon kurma, Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing juga memiliki kebun pangan yang menanam berbagai jenis tanaman dan memelihara berbagai jenis hewan ternak. Sebelum diambil alih oleh pengelola saat ini, mayoritas lahan semulanya adalah perkebunan pohon jati sehingga di sebagaian titik masih terdapat cukup banyak pohon jati yang dipertahankan untuk meneduhi dan menjadi pemecah angin. Saat ini perkebunanan didominasi oleh tanaman buah dan ketela pohon. Terdapat kurang lebih 25 jenis tanaman buah yang sudah tumbuh diantaranya pisang, pepaya, mangga, alpuket, markisa, jambu, apel, durian, belimbing, dan nangka. Namun, saat ini baru pisang, pepaya, dan markisa yang berbuah, sisanya baru berumur sekitar dua tahun dan baru akan efektif berbuah di

2-3 tahun ke depan. Selain itu, petani di sini juga secara periodik menaman berbagai macam tumbuhan dimulai dari sayur-sayuran, cabe-cabean, umbi-umbian, hingga padi huma. Seluruh area kebun, baik kebun kurma maupun kebun pangan, dikelola secara organik dan ramah lingkungan.

Terdapat dua sentra peternakan di dalam Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing. Pertama, terdapat di depan dekat pintu masuk berupa peternakan kambing. Di sini terdapat enam kambing yang dipelihara di satu area yang dikelilingi oleh pagar listrik. Proses pembiakan sudah berjalan dengan baik dimana pada bulan desember tahun 2022 telah lahir dua ekor kambing baru. Selanjutnya terdapat peternakan di selatan kebun berdekatan dengan Sungai Cileueur. Kawasan ini difokuskan pada peternakan unggas seperti ayam, bebek, dan itik serati atau entog. Setiap harinya selalu ada telor dan atau anak unggas baru sehingga proses pembiakan sudah berjalan dengan baik. Selain itu, terdapat enam kolam sebagai titik penyimpanan air untuk menyiram sekaligus budi daya ikan. Ikan-ikan yang dibudidaya juga berbagai jenis, dimulai dari ikan mas, nila, mujair, gurame, dan tambak. Salah satu dari kolam tersebut merupakan kolam lumpur yang

dapat dikelola menjadi wahana rekreasi mandi lumpur.

Potensi atraksi terakhir adalah Sungai Cileueur yang melingkari sisi selatan kawasan. Sungai Cileueur merupakan salah satu sungai terbesar di Kabupaten Ciamis. Aliran airnya berasal dari Gunung Sawal di hulu yang mengalir melintasi Kota Ciamis hingga Kawasan Kebun Kurma. Lebar sungai sekitar tujuh meter dengan airnya yang masih cukup jernih berwarna kehijauan. Arus air relatif sedang dan beriak dengan bebatuan sungai yang tersebar di tengah dan di sisi sungai. Selain dapat digunakan untuk mandi, Sungai Cileueur juga memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan wahana olahraga air seperti arum jeram maupun body rafting. Wahana lainnya yang sangat berpotensi dikembangkan di sekitar bibir sungai adalah hutan bambunya yang rimbun. Cukup dengan sedikit penataan lokasi ini dapat menjadi wahana bersantai sembari menikmati aliran sungai.

  • 2.    Akses

Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing yang berada di jalur antar provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah sekaligus jalur perlintasan pariwisata antara Kota Bandung dengan Kabupaten Pangandaran memberikan kemudahan untuk berkunjung. Kelebihan ini juga ditunjang dengan ketersediaan pilihan transportasi darat, baik dari arah barat maupun dari arah timur, yang melintas hampir satu jam sekali dengan berbagai jurusan. Jika diukur jaraknya, Kawasan Kebun Kurma hanya berjarak 8,6 km dari Alun-alun Kota Ciamis atau 12 menit perjalanan menggunakan kendaraan roda dua.

Namun, lokasi kebun yang sedikit masuk ke dalam desa tidak dapat dilalui oleh kendaraan besar. Hanya kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat yang dapat sampai hingga mulut kebun. Untuk mencapai kesana wisatawan harus melewati jalan desa selebar satu mobil setengah kurang lebih sejauh dua kilometer. Kondisi jalan sudah disemen dan masih dalam kondisi baik. Di luar akses fisik, akses informasi mengenai Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing masih sangat minim. Pengelola belum memiliki website maupun akun media sosial resmi dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki. Informasi mengenai Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing masih hanya disebarkan dari mulut ke mulut dan melalui akun media sosial pribadi petani maupun pengelola kebun.

  • 3.    Amenitas

Sudah terdapat beberapa sarana prasarana pendukung kegiatan wisata di Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing. Fasilitas utamanya terbagi dua, yaitu pusat studi dan rumah tinggal. Pusat studi berada di tengah kebun berupa bangunan perpustakaan dua lantai. Pada lantai keduanya terdapat perpustakaan dengan ruangan seluas 16 meter persegi. Pada lantai pertamanya terdapat

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

ruang admnistrasi dan kamar mandi. Di sisi luarnya terdapat Laboratorium Jaddam sederhana dan kolam ikan. Selain itu, terdapat green house di utara kebun yang berdampingan dengan saung tempat tinggal pengurus.

Gambar 1: Pusat Studi dan Rumah Tinggal Sumber: Hasil Dokumentasi, 2021

Fasilitas lainnya adalah rumah tinggal yang terdapat di bagian selatan kebun berdekatan dengan Sungai Cileueur. Rumah tinggal ini berupa bagunan serba guna dua lantai. Pada lantai keduanya terdapat kamar mandi dan ruang serbaguna seluas 30 meter persegi. Pada lantai pertamanya terdapat kamar, dapur, dan kamar mandi. Di sisi luarnya terdapat bangunan saung khas sunda berupa gudang, kamar, teras panggung untuk makan bersama, serta dapur tradisional menggunakan hawu atau tungku bakar untuk memasak. Pada area rumah tinggal ini juga pengelola menyiapkan makanan (berdasarkan pesanan) untuk tamu. Makanan yang disuguhkan sebagain besar menggunakan hasil bumi maupun hasil ternak yang terdapat di kebun. Wisatawan juga bisa ikut memanen dan memasak bersama.

Selain kedua fasilitas utama hanya terdapat saung-saung kecil, parkiran motor, kolam ikan, dan kandang ternak. Masih sangat dibutuhkan penerangan di sekitar kebun, perbakan jalan di dalam kebun, dan parkir mobil yang lebih luas. Selain itu, fasilitas menginap juga bisa ditambahkan karena kawasan ini berpotensi dikembangkan tempat berkemah.

  • 4.    Pelayanan tambahan

Pengelolaan Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing utamanya berada di bawah Yayasan Wakaf Hikmah Luhur yang resmi berdiri pada tahun 2022. Sementara kebun pangan yang masih masuk ke dalam kawasan dimiliki dan dikelola oleh satu keluarga (pribadi) yang bekerjasama dengan yayasan. Para pengelola saling bekerjasama secara kolektif dan kolaboratif dalam membangun Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing. Sebagian besar pengurus kebun adalah mahasiswa STEI Ar-Risalah di bawah Unit Kerja Mahasiswa Islamic Agriculture Comunnity (UKM IAC) Ar-Risalah. Total terdapat empat orang mahasiswa dan dua orang dewasa yang mengurus kebun setiap harinya. Sementara

pengelola hanya sesekali datang untuk mengecek dan beristirahat di kebun.

Kolaborasi antara pengurus dewasa dan pengurus muda mendorong lahirnya berbagai produk lokal yang dikembangkan maupun produk luar yang dipadukan dengan nilai lokal. Salah satunya adalah dengan melestarikan olahanan pangan lokal seperti nasi yang dibakar atau leumeung serta mengembangkan Kombucha, minuman fermentasi asal korea. Pada umumnya kombucha dicampur dengan buah-buahan namun di sini kombucha diberikan setuhan lokal dengan menambahkan rempah-rempah seperti cengkeh, sereh, kunyit, hingga kecombrang dalam pengembangan rasanya. Namun, baik pengelola maupun pengurus kebun kurang bersosialisasi dengan masyarakat desa sehingga terdapat konflik horizontal yang bersifat personal antara pengurus/pengelola dengan masyarakat. Selain itu, jumlah pengurus belum berbenading lurus dengan luas kawasan yang hampir 3 hektar sehingga masih terdapat sebagian areal yang belum tergarap optimal. Kemampuan modal kapital pengelola yang terbatas juga membuat pengembangan kawasan berjalan bertahap dalam periode yang panjang. Masalah SDM dan modal juga yang menjadi penghambat utama dalam pengembangan agrowisata di kawasan.

  • B.    Strategi Pengembangan Agrowisata Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dituliskan ke dalam komponen pariwisata selanjutnya dianalisis menggunakan SWOT dengan memetakan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman di kawasan. Pemetaan tersebut merupakan proses pendataan dan pengidentifikasian sebagai pra-analisis untuk menyusun strategi pengembangan di Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing.

Tabel 4.1

Analasis Internal SWOT

Faktor Internal

Strengths (Kekuatan)

Weakness (Kelemahan)

- Keuinikan     kebun

- Belum      terdapat

kurma yang jarang

infrastruktur

ditemui khususnya di

pendukung kegiatan

Priangan Timur

wisata

- Adanya kebun pangan

- Akses jalan desa ke

pendamping dan area

kawasan  kecil  dan

peternakan

memutar

- Pengelolaan   kebun

- Belum       adanya

yang        ramah

pemasaran kawasan,

linkungan

khususnya   melalui

- Keindahan    kontur

sosial media

berbukit dan Sungai

- Keterbatasan  modal

Cijeungjing.

- Pergerakan      dan

inovasi     pengurus

muda

pengelola kawasan.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

Threats (Ancaman) - Kecemburuan sosial masyarakat terhadap pembanganun pariwisata di kawasan - Konflik sosial karena pergesekan aktivitas pariwisata dengan nilai-nilai agama

- Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas wisata.


Sumber: Data primer diolah (2022)

Hasil analisis faktor internal menunjukkan kekuatan utama Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing berasal dari potensi atraksi wisatanya. Potensi ini berasal dari bentang alam di sekitar kawasan juga perkebunannya. Sementara kelemahannya tersebar pada ketiga komponen pariwisata lainnya karena pembangunnya belum diperuntukkan pada kegiatan wisata.

Tabel 4.2

Analasis Eksternal SWOT

Faktor Eksternal

Opportunities (Kesempatan) - Pertumbuhan

pariwisata         di

Priangan Timur

  • -    Pergeseran    minat

wisatawan terhadap pariwisata     minat

khusus

  • -    Tren pengembangan wisata desa dan desa wisata

  • -    Belum adanya wisata sejenis di sekitar kawasan kebun

  • -    Perkembangan teknologi khususnya media sosial.

Sumber: Data primer diolah (2022)

Hasil analisis faktor eksternal menunjukkan peluang terbesar dalam pengembangan Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing adalah pertumbuhan pariwisata di sekitar kawasan dan perkembangan tren wisata hari ini yang mengarah pada wisata minat khsusus. Namun, Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing yang berada di tengah pedesaan dengan nilai keislaman yang kuat memungkinkan terjadi kecemburuan maupun pergesekan sosial.

Berdasarkan analisis SWOT di atas maka dapat diketahui bahwa Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan agrowisata. Pengembangan Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing dapat dilakukan dengan memperhatikan strategi-strategi yang berkaitan dengan agrowisata berikut:

  • 1.    Stretegi S-O (strength-opportunities)

Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing memiliki daya tarik wisata perkebunan dan keindahan alamnya yang menjadi kekuatan utama. Hal ini sejalan dengan perkembangan tren pariwisata yang cenderung mengarah pada pariwisata minta khusus dan wisata desa. Kedua hal tersebut jika digabungkan maka telah memenuhi prinsip dasar pasar dimana terdapat penawaran dan permintaan terhadap suatu produk atau jasa. Pengemasan praktik agronomi menjadi kegiatan wisata dapat dilakukan dengan mengelola

kedatangan tamu dan mengemasnya menjadi agrowisata.

Kegiatan wisata yang dapat dilakukan adalah mengajak wisatawan untuk melihat dan mengikuti aktivitas pertanian dengan melihat-lihat kebun atau peternakan, belajar mengenai proses pembibitan, penanaman, pemanenan, hingga pengolahan produk pertanian. Pengelola juga dapat menambahkan beberapa wahana pariwisata buatan seperti membuat kolam lumpur, menara pandang, saung-saung istirahat, dan mengembangkan potensi Sungai Cileueur menjadi wahana olahraga air sepertiarum jeram, body rafting, maupun memancing.

Selain itu, pergerakan dan inovasi pengurus muda dapat dioptimalisasi degan perkembangan teknologi khususnya media sosial. Strategi ini dilakukan dengan pendokumentasian kegiatan pertanian dan agro industri turunannya ke media sosial untuk mendapatkan awarness dan membangun jejaring dengan kelompok tani muda maupun generasi muda pada umumnya.

  • 2.    Strategi W-O (weaknesses-opportunities)

Kelemahan mengenai aksesibilitas dan pemasaran dapat dilakukan dengan peningkatan promosi melalui media digital seperti membuat titik pada Google Maps, membuat sosial media, dan mengelola situs web resmi. Strategi ini dapat dilakukan dengan mendorong pengurus muda mendokumentasikan kegiatan dan program di kawasan lalu mengolahnya menjadi konten yang menarik. Kemudahan akses informasi melalui media digital ini dapat meminimalisir jarak (gap) antara kawasan dan publik. Dengan media digital, wisatawan dapat dengan mudah mengetahui dan datang ke Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing tanpa harus pernah berkunjung atau melewati kawasan sebelumnya. Pemanfaatan media digital juga dapat menjembatani eksistensi kawasan dengan pertumbuhan pariwisata di Priangan Timur.

Pergeseran minat wisatawan terhadap pariwisata minat khusus dan belum adanya wisata sejenis di sekitar kawasan kebun juga memberikan keuntungan terhadap keterbatasan modal dan infrastruktur pendukung kegiatan wisata. Permintaan pasar yang tinggi dan penawaran yang terbatas memberikan kesempatan kawasan untuk menjadi perintis sehingga memiliki ruang yang lebih luas untuk memperbaiki kualitas pelayanan beriringan dengan perjalanan agrowisata. Pada tahap awal pengelola dapat memulai dengan berfokus pada penerapan Sapta Pesona dan pembangunan fasilitas mendasar seperti akses jalan di dalam kawasan, ketersediaan parkir, dan penerangan.

  • 3.    Strategi S-T (strength-threats)

Pengelola harus bijaksana dalam mengembangkan potensi daya tarik wisata yang dimiliki Kawasan

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

Kebun Kurma Cijeungjing agar tidak menimbulkan gesekan dengan masyarakat setempat. Pengelola harus mampu mensosialisasikan programnya dan membangun kemitraan dengan masyarakat maupun perangkat desa. Pengelola dapat bekerja sama dengan institusi pendidikan maupun lembaga-lembaga pelatihan pariwisata untuk memberikan training, workshop, maupun focus group discussion yang dapat meningkatkan kualitas masyarakat dalam bidang pariwisata. Selain itu, pembekalan dasar bahasa bahasa Inggris kepada masyarakat juga sangat diperlukan untuk dapat berkomunikasi dengan wisatawan asing. Pelibatan masyarakat secara positif akan meningkatkan kepercayaan masyarakat agar dapat saling mendukung maupun menjaga satu sama lainnya. Lebih lanjutnya bahkan pengelola dapat mengorganisir masyarakat untuk mengelola potensi perkebunan maupun alamnya menjadi kegiatan pariwisata sehingga dapat mendorong Desa Cijeungjing menjadi desa wisata.

  • 4.    Strategi W-T (weaknesses-threats)

Kelemahan Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing dapat diminimalisir dengan penerapan prinsip pariwisata berkelanjutan yaitu memperhatikan faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam pengembangannya. Pengelola harus mampu berkolaborasi dengan masyarakat maupun perangkat desa dan membangun ekonomi sirkular di kawasan. Salah satunya dengan mengembangkan magot. Budidaya magot dapat memanfaatkan sampah organik di desa dan digunakan sebagai pupuk maupun pakan ternak. Pengolahan limbah sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat dapat menekan biaya operasional kebun, membangun interaksi sosial dengan masyarakat, dan ramah lingkungan. Maka dari itu penerapan ekonomi sirkular dalam pariwisata yang berkelanjutan ini dapat mengurangi kebutuhan modal kapital dan kemungkinan konflik horizontal degan masyarakat.

  • IV. KESIMPULAN

Hasil kajian menyimpulkan bahwa Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing memiliki potensi agrowisata. Potensi utamanya datang dari keunikan pohon kurma yang masih jarang dijumpai di Indonesia. Keberadaan kebun pangan, peternakan, dan Sungai Cileueur juga dapat menambah pilihan atraksi wisata di dalam kawasan. Lokasi kawasan Kebun Kurma Cijeungjing cukup strategis karena berada di tengah jalur wisata. Sudah terdapat beberapa sarana prasarana pendukung kegiatan wisata di Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing yaitu pusat studi dan rumah tinggal yang dapat menunjang kegiatan pariwisata. Pengurus Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing yang mayoritasnya adalah mahasiswa STEI Ar-Risalah melahirkan banyak invoasi, salah satunya produk kombucha rempah alami. Namun, masih terdapat beberapa kekurangan

seperti belum adanya infrastruktur penunjang kegiatan wisata, belum adanya upaya memasarkan kawasan, dan keterbatasan modal pengelola menghambat pengembangan agrowisata.

Maka dari itu, perlu adanya strategi-strategi yang    dilakukan    pengelola    agar    dapat

mengembangkan Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing menjadi agrowisata. Pertama dengan mengemas kegiatan agronomi menjadi paket wisata agronomi dan membuat wahana wisata penunjang. Pengelola juga harus memanfaatkan media digital untuk meningkatkan promosi dan mendorong pergerakan pengurusnya. Terakhir, pengelola harus menerapkan prinsip    pariwisata    berkelanjutan    dengan

berkolaborasi    bersama    masyarakat serta

membangun ekonomi sirkular agar tidak terjadi konflik horizontal degan masyarakat. Harapannya pengembangan agrowisata di Kawasan Kebun Kurma Cijeungjing juga dapat mendorong Desa Cijeungjing menjadi desa wisata.

DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI

Agatha, A., & Pangestuti, E. (2019). Analisis strategi pengembangan daya tarik wisata kebun kurma di Kabupaten Pasuruan. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 71, 19–20.

Augusrini, N., & Setiyo Wibowo, F. (2015). Kajian pengembangan agrowisata di kawasan puncak cianjur jawa barat. Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia, 37–61.

Bagus, G., & Utama, R. (2007). Agrotourism as an alternative form of tourism in   Bali.

http://ssrn.com/abstract=2517811

Cooper, Chirs, & Stephen Wanhill. (1998). Tourism Development: Enviromental and Community Issues. John Wiley and Sons L.td.

Desa Cijeungjing. (2020). Data Pendududk Menurut Pekerjaan.

https://cijeungjing.desa.id/first/statistik/1 Djamil, A. S. (2016). Kurma Indonesia (Perintisan dan

Eksplorasi Kurma untuk Ketahanan Pangan, Kesejahteraan dan Kesehatan Rakyat Indonesia).

Dwi Novikarumsari, N., & Amanah, D. S. (2019). Development of Agroedutourism Model as the Implementation of Sustainable Development. In Suluh Pembangunan: Journal of Extension and Development (Vol. 1, Issue 2).

Gunawan, W., Yunita, D., & Zakaria, S. (2016). Pengembangan   wisata kopi berbasis

masyarakat di Desa Warjabakti Kabupaten Bandung. Sosioglobal, 1, 33–48.

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1992). Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Method. Sage.

Rahmadani, R. A., Bulkis, S., & Mochammad Airf, B.

(2017). Potensi budidaya kurma di Indonesia

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 11 No 1, 2023

ditinjau dari perspektif ekonomi dan ekologis. Prosiding Seminar Nasiona; ASBIS.

Rangkuti, F. (2013). Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis (Cara Perhitungan Bobot, Rating, dan OCAI). PT. Gramedia Pustaka Utama.

Risa, H., & Marsudi, E. (2018). Analisis kelayakan usaha perkebunan kurama (studi kasus Kebun Kurma Barbate Kabupaten Aceh Besar). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah, 3(4), 550– 562. www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta.

World Tourism Organization. (2003). Tourism Trend.

30