Pariwisata Berbasis Masyarakat Untuk Menunjang Pariwisata Berkelanjutan Di Desa Wisata Kaki Langit, Bantul, DI Yogyakarta
on
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 11 No 1, 2023
Pariwisata Berbasis Masyarakat Untuk Menunjang Pariwisata Berkelanjutan Di Desa Wisata Kaki Langit, Bantul, DI Yogyakarta
Firly Rahman a,1, I Nyoman Sunarta a,2, I Made Bayu Ariwangsa a,3
-
a Program Studi Pariwisata Program Sarjana, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, Jl. Sri ratu Mahendradatta Bukit Jimbaran, Bali 80361 Indonesia
Abstract
Community based tourism can be defined as the concept of sustainable tourism development. Local community participation is the main focus in the concept of community based tourism, so that it can have a positive impact in the social, cultural, economic and environmental fields. The Kaki Langit Tourism Village is one of the tourist villages which is becoming a trend in the province of Yogyakarta, therefore this research was conducted to identify forms of local community participation so that it can become an example and inspiration for other tourist villages in Indonesia. This research uses qualitative data types. The data sources used are primary and secondary. Data collection techniques in this research were observation, in depth interviews and documentation. The data analysis technique used is descriptive qualitative through three activities, namely data reduction, triangulation, and drawing conclusions. The results of this research indicate that thanks to tourism activities in the Kaki Langit Tourism Village which was formerly one of the poorest villages in Yogyakarta province but currently the welfare of local communities has increased, this research also shows forms of local community participation, as well as alternative strategies for community based sustainable development.
Keywords: Tousim Village, Community Based Tourism, Sustainable Tourism, Local Community Participation
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki berbagai macam keunikan potensi kepariwisataan. Mulai dari wisata alam, budaya, kuliner, edukasi, hingga wisata sejarah tersedia di Yogyakarta. (Piartrini, 2018) menjelaskan konsep pariwisata berbasis masyarakat yakni masyarakat lokal tidak pasif dalam berpartisipasi untuk pengembangan pariwisata di daerah asalnya, mulai dari perencanaan, implementasi, hingga pembagian hasil yang diterima oleh masyarakat. Pariwisata berkelanjutan berkaitan erat dengan pariwisata berbasis masyarakat, hal ini diungkapkan oleh (Tamir, 2015) bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan suatu pendekatan pariwisata yang memprioritaskan komunitas tuan rumah dengan tujuan memaksimalkan manfaat secara ekonomi untuk tuan rumah itu sendiri. Desa Wisata Kaki Langit merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang terletak di Mangunan, Bantul, DI Yogyakarta. Terdapat beberapa atraksi wisata di Desa Wisata Kaki Langit antara lain hutan pinus, kebuh muah, tebing watu lawing, rumah hobbit, kuliner tradisional, serta penginapan berarsitektur tradisional rumah limasan. Desa Wisata Kaki Langit dahulu adalah salah satu desa termiskin di Yogyakarta, namun saat ini menjadi salah satu desa percontohan di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Dengan adanya kegiatan kepariwisataan, pihak pengelola mengikutsertakan masyarakat lokal secara langsung dalam hal perencanaan, implementasi, pembagian manfaat, dan evaluasi terkait desa wisata.
Masyarakat lokal mendapatkan penghasilan tambahan dari kegiatan pariwisata disamping profesi utamanya sebagai petani. Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam penelitian ini mendeskripsikan mengenai bentuk partisipasi masyarakat lokal dalam menunjang pariwisata berkelanjutan, serta strategi alternatif yang dilakukan dalam pengembangan berkelanjutan berbasis masyarakat di Desa Wisata Kaki Langit, Mangunan, Bantul, DI Yogyakarta.
Adapun tinjauan penelitian sebelumnya sangat penting sebagai bahan acuan dan perbandingan dan mencegah adanya penelitian serupa. Penelitian sebelumnya yang pertama yaitu sebuah jurnal yang diteliti oleh (Wijaya, 2021) yang berjudul “Community Base Tourism Untuk Menunjang Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan Desa Wisata Taro, Tegallalang, Gianyar Bali”. Penelitian sebelumnya yang kedua yaitu diteliti oleh Anggit (Prihasta, 2020) yang berujudul “Pengembangan Desa Wisata Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Desa Wisata Kaki Langit Padukuhan Mangunan”. Melihat telaah hasil penelitian sebelumnya dan referensi yang ada di publik bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan dan di publikasikan, sehingga hal-hal tersebut menjadi alasan penelitian ini dilakukan. Penelitian ini mengenai analisis terhadap partisipasi masyarakat serta strategi alternatif pengembangan berkelanjutan berbasis masyarakat.
Dalam tulisan ini menggunakan teori serta konsep sebagai referensi untuk mengalisis rumusan
Vol. 11 No 1, 2023
masalah yang ada, antara lain Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat, (Sharpley, 2008) menjelaskan bahwa unsur utama dalam pariwisata agar mencapai tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu partisipasi masyarakat lokal. Konsep Pariwisata Berkelanjutan, merupakan aktivitas pariwisata, pengelolaan, serta pembangunan yang berfokus kepada masyarakat lokal dan dampak yang dihasilkan pada aspek sosial, ekonomi, lingkungan, daan kesejahteraan dari sumber daya yang ada untuk jangka waktu yang lama (Arida, 2017). Analisis SWOT, merupakan suatu analisa yang memaksimalkan Strength (kekuatan) dan Opportunity (kesempatan), tetapi secara bersamaan juga harus meminimalkan Weakness (kelemahan) dan Threats (ancaman) (Freddy, 2013).
Penelitian ini dilakukan di Desa Wisata Kaki Langit, Pedukuhan Mangunan, Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ruang lingkup penelitian ini yang pertama yaitu partisipasi masyarakat lokal dalam menunjang pariwisata berkelanjutan di Desa Wisata Kaki Langit, Bantul, DI Yogyakarta yang meliputi partisipasi masyarakat dalam tahapan perencanaan, partisipasi masyarakat dalam tahapan pengelolaan, dan partisipasi masyarakat dalam tahapan evaluasi. Ruang lingkup penelitian yang kedua yaitu penerapan pariwisata berbasis masyarakat dari dimensi sosial, lingkungan, dan ekonomi, serta strategi alternatif dalam pengembangan berkelanjutan berbasis masyarakat di Desa Wisata Kaki Langit, Bantul, DI Yogyakarta.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu data yang berupa katakata, gambar, dan skema (Sugiyono, 2018). Penelitian ini menggunakan sumber data primer, yakni sumber data yang didapat dari sumber pertama seperti hasil wawancara atau hasil kuesioner yang dilakukan oleh peneliti (Umar, 2013). Dan data sekunder, yakni sumber data yang didapatkan secara tidak langsung kepada peneliti, seperti dokumen atau melalui orang lain (Sugiyono, 2018).Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi, merupakan pengamatan secara langsung di lapangan secara sistematis terhadap aspek-aspek yang ingin diteliti (Pasolong, 2013). Wawancara, dilakkan dengan cara tanya jawab kepada narasumber baik secara tatap muka atau tidak (Muhidin, 2012). Serta dokumentasi berupa data yang didapat berbentuk gambar, buku, arsip, dokumen yang dapat mendukung penelitian (Sugiyono, 2018). Selanjutnya penelitian ini menggunakan teknik analisis data
deskriptif kualitatif melalui tiga alur kegiatan, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2018).
Desa Wisata Kaki Langit merupakan salah satu dari enam desa yang ada di Pedukuhan Mangunan. Berlokasi di Pedukuhan Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 55783. Pedukuhan Mangunan secara geografis terletak di ujung barat dari Kecamatan Dlingo yang berjarak sekitar 12 kilometer dari kota Kabupaten Bantul dan sekitar 25 kilometer dari pusat kota Yogyakarta. Tujuan dibentuknya Desa Wisata Kaki Langit sederhana, hanya untuk mengentaskan kemiskinan karena kawasan tersebut dahulu adalah kawasan termiskin di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Wisata Kaki Langit merupakan hasil musyawarah mufakat dari tokoh masyarakat setempat yang tergabung dalam kelembagaan KKLPMD Pedukuhan Mangunan dan dibentuk pada tanggal 9 Maret 2014. Sosialisasi kepada masyarakat terkait potensi kepariwisataan di Desa Wisata Kaki Langit tidaklah mudah. Sejak awal dibentuk, sosialisasi kepada masyarakat terus dilakukan hingga tahun 2016. Kemudian pada tahun 2017, Desa Wisata Kaki Langit pertama kali menerima tamu atau wisatawan yang tertarik berkunjung.
Nama Kaki Langit memiliki makna dan filosofi yang sangat mendalam sebagai sebuah tujuan untuk pemberdayaan masyarakat lokal, terutama di bidang kepariwisataan. Nama Kaki Langit merupakan penggabungan dua kata yaitu Kaki dan Langit. Secara filosofi Kaki mengandung arti alat untuk bergerak dan seberat apapun beban yang ditanggung maka Kaki harus tetap melangkah. Sedangkan Langit merupakan tempat yang tidak terbatas tentang luas dan jaraknya, sehingga Kaki Langit memiliki makna bahwa Desa Wisata Kaki Langit harus mampu menggerakan masyarakat untuk mencapai tujuan tanpa batas ruang dan waktu, tujuan yang dimaksud yaitu menciptakan peluang baru yang merupakan sumber pendapatan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan untuk mencapai kesejahteraan.
Visi Desa Wisata Kaki Langit yaitu membangun pariwisata di dalam masyarakat yang mandiri dan berbudaya. Sedangkan untuk mewujudkan visi tersebut, Desa Wisata Kaki Langit memiliki beberapa misi yaitu:
-
1. Penguatan kelembagaan dengan menyusun organisasi pengelola desa wisata yang siap menghadapi tantangan dan mampu menciptakan ide-ide pengembangan
kepariwisataan.
-
2. Menggali potensi kepariwisataan di Desa Mangunan antara lain alam, budaya, tradisi, kuliner, kerajinan, homestay, dan wisata minat khusus.
-
3. Mengembangkan potensi yang ada secara terpadu dan menyeluruh agar menjadi daerah tujuan wisata yang handal.
-
4. Membangun sebuah jejaring pariwisata dan melakukan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait terhadap pengembangan kepariwisataan.
Menggali potensi sumber daya manusia, alam, dan budaya tradisi serta seluruh aktivitas didalamnya merupakan modal dasar yang ditata sedemikian rupa menjadi sebuah konsep pemberdayaan masyarakat di Desa Wisata Kaki Langit. Maka dari itu, hasil dari proses pengembangan ide akan potensi atraksi wisata terdapat delapan kegiatan pokok sebagai wadah pemberdayaan masyarakat sesuai bidangnya masing-masing, antara lain:
-
1. Atap Langit yaitu homestay rumah limasan sebanyak 25 homestay dan 56 kamar, wisatawan dapat merasakan Live In di Desa Wisata Kaki Langit dengan daya tarik rumah adat tradisional dengan bahan baku kayu.
-
2. Rasa Langit yaitu berbagai macam kuliner tradisional, olahan kuliner tradisional antara lain: gudeg manggar, thiwul, kicak, cemplon, sayur bobor, bothok, bledak, mie lethek, dan sebagainya.
-
3. Budaya Langit yaitu berbagai macam atraksi kebudayaan tarian, antara lain: gejok lesung, wayang pethilan, cokean, karawitan, panemgomo, mocopatan, ketoprak dll.
-
4. Langit Terjal yaitu berupa angkutan offroad jeep dan trail untuk menikmati keindahan alam seperti lereng perbukitan, sungai-sungai, dan hutan rakyat.
-
5. Langit Ilalang yaitu aktivitas jelajah alam berupa outbond.
-
6. Karya Langit yaitu souvenir yang berasal dari limbah kayu dan plastik.
-
7. Langit Cerdas yaitu wisata edukasi seperti pembuatan jamu dan bongkar-pasang miniatur rumah limasan, dan pertanian.
-
8. Langit Hijau yaitu wisata pertanian.
Struktur pengelola Desa Wisata Kaki Langit dengan rincian seperti pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Struktur Pengelola Desa Wisata Kaki Langit
Pelindung |
Dinas Pariwisata Kabupaten bantul |
Penasehat |
FORKOM POKDARWIS Kabupaten Bantul |
Ketua |
|
Sekretaris |
|
Bendahara |
1. Purwono |
Seksi-seksi | |
Pemandu Wisata |
|
Kesenian |
1.Wakiman 2. Tugiman |
Konsumsi |
1 .Kasilah 2. Srini |
Keamanan |
KAMTIBNAS Pedukuhan |
Perlengkapan |
|
P3K |
|
Publikasi dan Dokumentasi |
1. M.Taufik |
Keindahan Lingkungan |
1. Supriyanto |
Humas |
|
Sumber: Hasil Observasi Penelitian
Partisipasi masyarakat lokal dalam tahapan perencanaan bahwa terbentuknya Desa Wisata Kaki Langit merupakan hasil kesepakatan tokoh masyarakat yang diwadahi di dalam organisasi kelembagaan KKLPMD sehingga tentang aktifitas pariwisata tersosialisasi dengan baik melalui lembaga tersebut. Pemahaman tentang sadar wisata pun telah disosialisasikan melalui rapat-rapat rukun tetangga (RT) dan secara khusus dilakukan melalui pengelola Desa Wisata Kaki Langit.
Partisipasi masyarakat lokal dalam tahapan pengelolaan berupa dukungan dan inisiatif masyarakat dalam rangka mewujudkan sapta pesona antara lain pembuatan plangisasi sapta pesona, gerakan kebersihan lingkungan dari sampah plastik dan kaleng, gerakan ramah dan sopan yang dipelopori oleh pemuda ilalang serta gerakan ibu-ibu
jum’at bersih. Masyarakat juga terlibat dalam kegiatan kerjabakti RT untuk membuka akses jalan menuju Destinasi Wisata Watu Lawang dan membuka akses menuju Destinasi Kedung Slembrang. Lalu partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program investasi atau dana istimewa yang berasal dari Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten Bantul. Program pelaksanaan investasi atau dana istimewa tersebut antara lain pembuatan amphitheater sebesar Rp.500.000.000 atau lima ratus juta rupiah dan dana pengembangan untuk toilet homestay sebesar Rp.10.000.000 atau sepuluh juta rupiah per toilet yang berasal dari pemerintah provinsi. Sedangkan dari Pemerintah Desa Mangunan memberikan dana sebesar Rp.600.000.000 atau enam ratus juta rupiah untuk pembangunan kios-kios dan pendopo. Lalu, dari Pemerintah Kabupaten Bantul lebih banyak memberikan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Desa Wisata Kaki Langit. Dana pengembangan tersebut salah satunya digunakan untuk membuat Aula Kaki Langit seperti yang terlihat pada gambar 3.1.
pengelolaan dan pengembangan pariwisata secara
langsung, seperti kelompok kuliner tergabung dalam wadah rasa langit, kelompok petani tergabung dalam wadah langit hijau, kelompok pendidikan tergabung dalam wadah langit cerdas, kelompok pecinta otomotif tergabung dalam wadah langit terjal, kelompok usaha penginapan tergabung dalam wadah atap langit, kelompok pengrajin tergabung dalam wadah karya langit. Berbagai kreatifitas yang berkaitan dengan atraksi wisata diciptakan oleh masyarakat dengan tujuan agar wisatawan yang berkunjung kembali tidak merasa bosan dengan aktifitas yang sama dan terkesan monoton.
Untuk media promosi, Desa Wisata Kaki Langit mengundang blogger, fotografer, videografer,
reporter, serta influencer terkenal untuk menjelajahi kawasan desa dan tidak dikenakan biaya, hanya saja mereka diharuskan untuk meng upload atau memposting hasil dari karyanya yang paling bagus baik dalam bentuk tulisan, foto, atau video. Hal tersebut dilakukan karena untuk meminimalisir biaya promosi dan mempererat rasa kekeluargaan dengan para media. Desa Wisata Kaki Langit hanya memiliki satu sosial media yang dikelola yaitu instagram. Walaupun pengikut di instagram hanya sekitar 1300 orang, tetapi perputaran uang di Desa Wisata Kaki Langit terbilang cukup besar sebagai penghasilan tambahan masyarakat lokal.
Partisipasi masyarakat dalam tahapan evaluasi berupa kehadiran masyarakat dalam rapat evaluasi dari implementasi yang telah dilakukan. Beberapa topik pembahasan yang menjadi bahan evaluasi agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada wisatawan seperti public speaking, tour guiding, kebersihan lingkungan, mempertahankan kualitas rasa pada kuliner, berkreasi dan berinovasi agar atraksi yang di tawarkan kepada wisatawan tidak monoton. Masyarakat juga sangat antuasias dalam menghadiri pelatihan-pelatihan sumber daya manuasia untuk meningkatkan kualitas mereka dalam pengelolaan pariwisata di Desa Wisata Kaki Langit di masa yang akan datang.
Menurut profil Desa Wisata Kaki Langit pada tahun 2019, dari jumlah penduduk yang tercatat sebanyak 700 jiwa dengan komposisi menurut jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 328 jiwa dan wanita sebanyak 372 jiwa. Sebanyak 102 jiwa anggota masyarakat memiliki penghidupan terkait dengan kegiatan pariwisata.
Penerapan pariwisata berbasis masyarakat di Desa Wisata Kaki Langit dari dimensi sosial yakni masyarakat lokal mendapatkan sosialisasi dan pelatihan-pelatihan dengan berbagai macam topik mengenai pariwisata. Maka dari itu, kualitas dan wawasan SDM mengenai pariwisata di Desa Wisata Kaki Langit meningkat seiring dengan berkembangnya kegiatan pariwisata. Kegiatan sehari-hari masyarakat di Desa Wisata Kaki Langit mayoritas tetap petani, dan kegiatan pariwisata hanya sebagai penghasilan tambahan mereka. Seiring berkembangnya kegiatan pariwisata di Desa Wisata Kaki Langit, pemuda-pemuda lokal tertarik untuk menuntut pendidikan di bidang pariwisata dengan harapan dapat berkontribusi untuk membuat desa mereka lebih makmur dan sejahtera. Disamping itu,
Vol. 11 No 1, 2023
terjadi perubahan kecil mengenai gaya hidup pemuda di Desa Wisata Kaki Langit seperti tata rambut, kendaraan dan sebagainya. Perubahan tersebut dikarenakan mereka sudah memiliki penghasilan dari kegiatan pariwisata melebihi dari UMR Kabupaten Bantul.
Walaupun masih banyak masyarakat yang belum memahami tentang pariwisata, tetapi sampai saat ini sudah cukup banyak pertambahan penduduk yang menjadikan kegiatan pariwisata sebagai penghasilan tambahan. Sebanyak 102 jiwa dari 700 jiwa anggota masyarakat yang terlibat secara langsung dengan aktivitas pariwisata dengan rincian pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Anggota Masyarakat Yang Memiliki
Kehidupan Dari Kegiatan Pariwisata.
No |
Pekerjaan |
Jumlah Jiwa |
1. |
Pemuda Ilalang |
20 |
2. |
Pengelola |
18 |
3. |
Warung |
13 |
4. |
Kuliner |
13 |
5. |
Bengkel |
4 |
6. |
Pengrajin |
28 |
7. |
Homestay |
55 |
8. |
Pemandu |
1 |
Sumber: Hasil Penelitian
Penerapan pariwisata berbasis masyarakat di Desa Wisata Kaki Langit dari dimensi lingkungan yakni masyarakat desa sudah memperhatikan dan sadar akan kebersihan lingkungan rumah dan homestay ketika ada wisatawan berkunjung, walaupun masih banyak sampah organik karena banyak tanaman di lingkungan desa. Untuk sanitasi lingkungan disetiap rumah warga sebenarnya memiliki 1 tempat untuk pembuangan sampah organik dan untuk pengelolaan limbah, Desa Wisata Kaki Langit pun sudah memiliki mesin untuk membakar sampah organik tetapi belum berfungsi secara maksimal. Masyarakat juga mengelola limbah yang lainnya seperti plastik dan kopi untuk dijadikan souvenir, tetapi sangat disayangkan minat beli souvenir berbahan dasar limbah plastik sangat minim sekali sehingga masyarakat desa lebih memilih menjual secara rongsok.
Penerapan pariwisata berbasis masyarakat dari dimensi ekonomi di Desa Wisata Kaki Langit yakni terkait peluang kerja yang sebenarnya sangat menjanjikan dikarenakan penghasilan masyarakat lokal dari kegiatan pariwisata di Desa Wisata Kaki Langit melebihi daripada Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bantul sebesar RP. 1.916.848 atau satu juta sembilan ratus enam belas ribu delapan
ratus empat puluh delapan rupiah. Sejak Desa Wisata Kaki Langit dibentuk pada tahun 2014, sosialisasi pariwisata dilakukan kepada masyarakat pada tahun 2015 hingga 2016. Dan pada tahun 2017 Desa Wisata Kaki Langit mendapatkan penghasilan dari kegiatan pariwisata. Selama 5 tahun terakhir yaitu sejak 2017 hingga saat ini, pendapatan Desa Wisata Kaki Langit kurang lebih sebesar Rp.5.000.000.000 atau lima milyar rupiah. Tetapi sangat disayangkan beberapa masyarakat desa belum mengerti atau bahkan sudah mengerti tetapi pesimis untuk melaksanakan aktivitas dan kegiatan pariwisata di desa mereka sendiri. Berkat kegiatan pariwisata sekarang pendapatan dan kesejahteraan masyarakat lokal meningkat, khususnya kepada pemilik homestay dengan keunikannya yaitu rumah limasan yang menjadi daya tarik tambahan bagi wisatawan, sehingga pendapatannya lebih besar dibandingkan dengan atraksi wisata lain di Desa Wisata Kaki Langit.
Untuk pembagian hasil dari kegiatan pariwisata di Desa Wisata Kaki Langit, dari 8 atraksi wisata yang ada, masyarakat lokal memberikan kontribusi sebesar sepuluh persen atau 10 % kepada pengelola Desa Wisata Kaki Langit. Tetapi hal tersebut hanya menjadi acuan saja, jika dalam pelaksanaannya pendapatan masyarakat minim, mereka tidak perlu memberikan kontribusi kepada pengelola Desa Wisata Kaki Langit dari hasil kegiatan pariwisata. Kemudian penghasilan dari kotribusi masyarakat tersebut disetorkan kepada Pemerintah Desa Mangunan, dan dikelola untuk Pemerintah Desa Mangunan sebesar enam puluh persen atau 60%, tiga puluh persen atau 30% untuk pengembangan desa, dan sepuluh persen atau 10% untuk desa wisata.
Desa Wisata Kaki Langit jika ditinjau berdasarkan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat), antara lain:
-
1. Strenght (Kekuatan)
-
a. Masih penduduk yang memiliki rumah adat joglo atau limasan yang belum dapat dimanfaatkan menjadi homestay.
-
b. Terdapat kesenian tari yang belum dikembangkan dan dijual.
-
c. Banyak limbah kayu yang belum dapat dimanfaatkan untuk menjadi souvenir.
-
d. Sawah terasering dengan
pemandangan yang indah belum
dapat dimanfaatkan untuk menarik wisatawan.
-
e. Banyak pemuda yang menempuh
pendidikan tinggi.
-
f. Banyak pemuda yang menguasai
offroad (jeep dan trail).
-
g. Banyak jenis tanaman dan ternak
yang dapat dikembangkan.
-
2. Weakness (Kelemahan)
-
a. Masyarakat belum yakin akan
homestay rumah adat limasan dan kekurangan toilet standar nasional.
-
b. Banyak masyarakat yang belum
berminat menjadi pelaku kesenian.
-
c. Masyarakat belum mampu
mengelola limbah kayu menjadi barang layak jual.
-
d. Belum ada tempat untuk kegiatan dan akses yang sulit.
-
e. Keterbatasan alat.
-
f. Belum mampu melayani wisatawan dengan baik.
-
g. Belum mampu membuat produk.
-
3. Opportunity (Peluang)
-
a. Banyak wisatawan yang mencari akomodasi homestay dengan konsep tradisional.
-
b. Banyak wisatawan yang ingin
melihat atraksi kesenian.
-
c. Belum banyak oleh-oleh souvenir
yang terbuat dari limbah kayu.
-
d. Untuk melakukan edukasi mengenai pertanian dan kegiatan lokal.
-
e. Banyak spot yang belum dapat dimanfaatkan karena keterbatasan alat.
-
f. Banyak wisatawan yang berminat
untuk pertualangan jeep.
-
g. Banyak tanaman toga yang dapat
dikembangkan untuk menjadi oleh-oleh.
-
4. Threat (Ancaman)
-
a. Terdapat glamping di dekat desa wisata dengan harga yang relatif murah.
-
b. Pemuda yang berpotensi di bidang
kesenian belum tertarik untuk mengembangkannya.
-
c. Masyarakat belum yakin dengan
produk limbah kayu untuk dijual.
-
d. Belum terdapat fasilitas.
-
e. Terdapat event organizer yang
mulai memanfaatkan area untuk outbond.
-
f. Banyak pengemudi yang belum bisa menata bahasa untuk komunikasi dengan wisatawan.
-
g. Masyarakat belum sadar dengan adanya tanaman toga dan berbagai tumbuhan dapat dijual ke wisatawan.
Berdasarkan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat), maka perumusan strategi alternatif yang dapat dilakukan antara lain:
-
1. Meningkatkan pemasaran produk homestay karena masyarakat belum bisa menjual produk yang diciptakan, meningkatkan
kebersihan homestay dan lingkungan sekitar, meningkatkan higienisitas makanan di
homestay.
-
2. Pendekatan terhadap pelaku kesenian,
memberikan fasilitas latihan, membuat
tempat atraksi kesenian.
-
3. Pelatihan pengolahan makanan, packing
produk, dan pemasaran produk.
-
4. Pelatihan pengolahan limbah kayu, memberikan alat pengolahan limbah kayu, memberikan tempat display kerajinan.
-
5. Membuat akses jalan ke terasering, membuat area sekolah sawah
(amphitheater), membuat toilet, membuat gazebo untuk kelancaran program.
-
6. Pelatihan trainer outbond, penambahan alat outbond, perluasan area outbond.
-
7. Pelatihan pemandu lokal, sertifikasi pengemudi jeep.
-
8. Pelatihan pengolahan pupuk organik, pengemasan, dan pemasaran.
Desa Wisata Kaki Langit yang pengembangannya menggunakan model pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) dan dikelola secara langsung oleh masyarakat Desa Padukuhan Mangunan. Pengelola Desa Wisata Kaki Langit membentuk delapan wadah untuk mendorong masyarakat ikut dalam kegiatan pengembangan pariwisata. Atap Langit dan Rasa Langit unit kegiatan yang paling diminati masyarakat karena masyarakat memiliki potensi untuk mengelolanya, namun unit lain juga tetap banyak peminatnya. Namun masih ada unit kegiatan yang sedikit terkendala dan belum berjalan dengan maksimal seperti langit ilalang, karya langit, dan langit cerdas.
Vol. 11 No 1, 2023
Selain itu, tingkat partisipasi masyarakat dalam tahapan partisipasi mulai dari tahap perencanaan, tahap pengelolaan, hingga tahap partisipasi Desa Wisata Kaki Langit cukup tinggi. Sejak awal dibentuk pada tahun 2014 dan melakukan sosialisasi pada tahun 2015 hingga 2017, penerapan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) dari dimensi sosial, lingkungan, dan ekonomi cukup berhasil di Desa Wisata Kaki Langit. Hal tersebut terbukti dengan perputaran uang di desa sebesar kurang lebih lima milyar rupiah sejak tahun 2017 pertama penerima wisatawan hingga saat ini dan beberapa prestasi yang didapatkan di tingkat provinsi maupun nasional, karena hal tersebut merupakan tujuan utama dari dibentuknya Desa Wisata Kaki Langit. Walaupun demikian, Desa Wisata Kaki Langit memiliki beberapa kelemahan yang menjadi fokus untuk masa yang akan datang untuk perbaikan kegiatan pariwisata agar menjadi lebih baik.
Kawasan Desa Wisata Taro, Tegallalang, Gianyar Bali. Jurnal Ilmiah Hospitality Management, 90-100.
DAFTAR PUSTAKA
Arida. (2017). Ekowisata (Pengembangan Partisipasi Lokal dan Tantangan Ekowisata). Bali: Cakra Press.
Freddy. (2013). Teknik Membedah Kasus Bisnis Analisis SWOT Cara Perhitungan Bobot, Rating, dan OCAI. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Muhidin, A. d. (2012). Panduan Praktis Memahami Penelitian (Bidang Sosial-Administrasi-Pendidikan). Bandung: Pustaka Setia.
Pasolong. (2013). Kepemimpinan Birokrasi.
Bandung: CV.Alfabeta, 131.
Piartrini. (2018). Pengaruh Pemberdayaan Karyawan Dan Stres Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Karyawan Departemen Housekeeping Pada Villa Ocean Blue. Jurnal Manajemen Unud, 164-191.
Prihasta. (2020). Pengembangan Desa Wisata Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Desa Wisata Kaki Langit Padukuhan Mangunan. Jurnal Master Pariwisata (JUMPA), 221-240.
Sharpley, T. a. (2008). Tourism and Development In The Developing World. Oxon: Routledge.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 456476.
Tamir. (2015). Challenges and Opportunities of Community Based Tourism Development in Awi Zone: A Case Study in Guagusa and Banja Woredas, Ethiopia. Journal of Tourism, Hospitality, and Sports, 50-78.
Umar. (2013). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis. Jakarta: Rajawali, 42.
Wijaya. (2021). Community Base Tourism Untuk Menunjang Pariwisata Berkelanjutan Di
48
Discussion and feedback