Manajemen Pengelolaan Samsara Living Museum Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem
on
Jurnal Destinasi Pariwisata p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937
Vol. 10 No 2, 2022
Manajemen Pengelolaan Samsara Living Museum Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem
Ida Ayu Karina Putria,1, Komang Shintiya Nita Kristiana Putria,2
1[email protected], 2[email protected]
aUniversitas Triatma Mulya, Jl. Kubu Gunung Tegal Jaya, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, 80361, Indonesia
Abstract
Karangasem Regency has a very varied topography such as plains, hills and mountains. Through the image of the destination "Karangasem, The Spirit of Bali", Karangasem Regency has a vision and mission to preserve and introduce the existence of authentic Balinese values. Strengthening the image of destinations in Karangasem Regency is carried out through the development of the Samsara Living Museum of Life because this museum is not limited to mere physical space but interprets the noble values of Balinese people such as rituals, traditions, culture, and local wisdom. This study uses a qualitative method. Data collection uses several methods such as interviews, observation and documentation. This research using key person as the informant. The results show Samsara Living Museum puts forward activities related to the preservation of Balinese art and culture. The implementation of management at the Samsara Living Museum consists of preserving cultural heritage assets, such as heirlooms, historical manuscripts and literacy, art and culture packaging, building basic facilities, and building community business units.
Keywords: Operation Management, Karangasem Regency and Samsara Living Museum
Budaya Bali sebagai akar dan roh kehidupan masyarakat di Bali menjadi arus utama dalam penataan dan pembangunan pariwisata Bali. Pengusaha jasa pariwisata di Bali diingatkan dan diajak untuk bersama-sama merawat dan menjaga unsur-unsur budaya, kehidupan alam, dan manusia Bali, yang menjadi basis kehidupan pariwisata di Bali (Kompas, 2022). Markovic., et al (2013) berpendapat bahwa museum adalah lembaga atau insitusi yang mengemban peran pokok sebagai lembaga yang melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan, dan memamerkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan rekreasi. Peran museum yang penting tersebut, bukan hanya untuk melindungi warisan budaya yang berwujud maupun tidak berwujud, tetapi juga mencakup peningkatan aksesibilitas terhadap benda-benda yang dilestarikan baik untuk masyarakat domestik maupun mancanegara. Peran museum terhadap pariwisata budaya di Provinsi Bali yaitu tidak hanya berperan sebagai lembaga yang memberikan informasi dan pelayanan kepada publik atau wisatawan tentang fungsi serta makna suatu artefak ataupun event tertentu, namun sesungguhnya memiliki ideologi yang sama dengan pariwisata budaya yang dikembangkan. Berdasarkan pada pendapat (Ardika, 2012). Sehingga berdasarkan pernyataan dari Markovic (2013), dan Ardika (2012) adanya persamaan bahwa sebuah museum merupakan salah bentuk dari daya tarik wisata dengan tujuan untuk melestarikan sebuah kebudayaan.
Picard (2006) dalam Ardika (2007) bahwa, Pulau Bali merupakan salah satu destinasi wisata di Indonesia yang sudah dikenal di dunia karena
keindahan pemandangannya dan kekayaan tradisi kesenian dan religi. Perkembangan pariwisata atas dasar budaya Bali tidak terlepas dari peran kolonial Belanda yang menganggap Bali sebagai “museum hidup” (living monument) dari kebudayaan Hindu-Jawa, yaitu penampungan warisan Hindu Majapahit yang terdesak dari Jawa saat datangnya Islam. Implementasi dan pengembangan museum kehidupan yang berfokus pada pelestarian budaya sudah dilakukan oleh Kabupaten Karangasem. Kabupaten Karangasem adalah kabupaten yang terletak di bagian timur pulau Bali yang sangat kaya akan daya tarik wisata, baik itu wisata bahari, wisata budaya dan juga wisata sejarah. Pengembangan destinasi pariwisata akan menjadi pondasi dan dasar yang sangat penting bagi pengelolaan sumber-sumber daya pariwisata di Kabupaten Karangasem (Lokantara dan Rafi, 2017). Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Karangasem (2019), wilayah Kabupaten Karangasem mempunyai topografi yang bervariasi diantaranya yaitu dataran, perbukitan dan pegunungan. Melalui citra destinasi “Karangasem, The Spirit of Bali”, Kabupaten Karangasem memiliki visi dan misi untuk melestarikan dan mengenalkan eksistensi nilai-nilai otentik masyarakat Bali yang masih berkelanjutan dengan melakukan penggalian potensi, pengelolaan, dan pengembangan aset atau benda sejarah). Aktivitas yang dilakukan Dinas Pariwisata Kabupaten Karangasem merupakan salah bentuk realisasi dalam manajemen pengelolaan pariwisata yang bertujuan mengoptimkalkan potensi pariwisata, atraksi wisata dan sumber daya manusia. Pengembangan daya tarik wisata memerlukan koordinasi dengan aktor yang ada seperti pemerintah, industri pariwisata, akademisi pariwisata dan masyarakat lokal serta masyarakat
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 2, 2022
yang berada di suatu destinasi wisata. Koordinasi yang baik di antara aktor diharapkan pengembangan destinasi wisata sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan menjadi salah satu pendapatan bagi masyarakat lokal.
Manajemen pengelolaan di Kabupaten Karangasem dilakukan dengan penguatan citra destinasi di Kabupaten Karangasem yang berlandaskan pariwisata budaya dengan mengelola museum Kehidupan. Museum Kehidupan yang terdapat di Kabupaten Karangasem yaitu diantaranya Desa Tenganan Pengringsingan (Kecamatan Manggis), Museum Pustaka Lontar (Desa Adat Dukuh Penaban), Museum Sanghyang Dedari (Banjar Dinas Griana Kauh), Sajeng Living Museum (Kecamatan Sidemen) dan Samsara Living Museum (Kecamatan Bebandem). Berdasarkan lima sebaran museum kehidupan di Kabupaten Karangasem, penelitian ini dilakukan di Samsara Living Museum. Pemilihan lokasi Samsara Living Museum dikarenakan karena museum ini teidak terbatas kepada ruang fisik semata namun memaknai nilai-nilai luhur masyarakat Bali seperti diantaranya ritual, tradisi, budaya, dan kearifan lokal (local wisdom). Samsara Living Museum adalah museum yang berbea dengan museum pada umumnya karena tidak hanya memamerkan benda-benda peninggalan sejarah namun memiliki atraksi wisata yang dapat dinikmati oleh wisatawan seperti membuat sarana upacara, menulis lontar, belajar kesenian tradisional dan memiliki pengalaman yang dapat dikenang yaitu menjadi masyarakat “Bali” dalam satu hari. Berdasarkan dengan latar belakang yang telah dipaparkan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen pengelolaan Samsara Living Museum sebagai daya tarik wisata berbasis budaya dan edukasi yang terdapat di Kabupaten Karanagsem.
Bertitik tolak dari latar belakang, penelitian ini menggunakan konsep museum kehidupan (living museum) dan wisata budaya serta menggunakan teori manajemen pengelolaan dalam mencapai tujuan penelitian.
Martukusomo (2014) mendefinisikan museum kehidupan (living museum) sebagai museum yang menampilkan peninggalan benda-benda fisik atau bangunan peninggalan sejarah (tangible heritage) dan mempresentasikan kegiatan yang dilakukan oleh suatu masyarakat dari periode sejarah tertentu yang masih dilakukan hingga masa kini. (intangible heritage). Tujuan museum kehidupan adalah untuk menciptkan pengalaman sejarah otentik dengan melibatkan masyarakat dalam pelestarian budaya dan warisan yang dimiliki. Wisata budaya adalah perjalanan yang dilakukan atas dasar motivasi untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan
mengadakan kunjungan ke suatu daya tarik wisata yang memiliki keunikan berupa cara hidup, adat istiadat, seni dan kebudayaan otentik (Pendit, 1990)
Menurut Terry dalam Wijaya (2016), manajemen sebagai suatu proses dalam pengelolaan yang terdiri tindakan-tindakan diantaranya 1) perencanaan (planning) yaitu menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai pada masa mendatang, 2) pengorganisasian (organizing) yaitu mengklasifikasikan dan menentukan kegiatan serta memberikan tanggung jawab terhadap pihak tertentu untuk melaksankan kegiatan tersebut., 3) penggerakan (actuating) dengan menentukan keperluan dan kebutuhan sumber daya manusia melalui pengembangan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dan 4) pengawasan (controlling) dengan mengukur pelaksanaan dan penyimpangan yang terjadi dalam pencapaian tujuan. Aspek perencanaan dalam pengelolaan Samsara L:iving Museum adalah meliputi: a) upaya preervasi benda-benda peninggalan sejarah, b) upaya optimalisasi potensi dan sumber daya alam , dan c) membangun visi dan misi yang berorientasi kepada kebuayaan Bali. Aspek pengorganisasian meliputi pembentukan tim kerja secara structural berdasarkan keahlian dan kemampuan yang dimiliki, Aspek penggerak yaitu menjabarkan upaya-upaya yang dilakukan Samsara Living Museum dalam mencapai tujuan. Aspek pengawasan menjelaskan upaya yang dilakukan pengelola Samsara Living Museum dalam mengevaluasi aktivitas-aktivitas yang telah berlangsung.
Penelitian ini dilakukan di Samsara Living Museum, Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik penentuan informan menggunakan informan kunci (key person) yaitu pengelola dan sumber daya manusia yang terdapat di Samsara Living Museum. Teknik Analiisis data menggunakan deskriptif kualitatif yaitu menarasikan hasil-hasil penelitian yang beruapa observasi dan wawancara dengan menganalisis data melalui reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
-
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Samsara Living Museum adalah salah satu daya tarik wisata budaya yang terdapat di Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem. Museum Kehidupan Samsara (Samsara Living Museum) adalah salah satu dari bentuk Museum Kehidupan Karangasem dengan tema siklus hidup masyarakat Bali. Siklus hidup masyarakat Bali
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 2, 2022
adalah proses manusia yang dimulai dari berbagai nilai dan tradisi yang melekat sejak bayi dalam kandungan, lahir, hidup, mati, demikian seterusnya hingga tercapaianya kesempuaan yang ditandai dengan menyatunya badan halus (roh) dengan Maha Pencipta. Samsara Living Museum sebagai daya tarik wisata budaya di Kabupaten Karangasem dirancang untuk menciptakan pengalaman sejarah dengan memanfaatkan cara hidup, cerita kehidupan dan tradisi masyarakatnya
Atraksi wisata yang terdapat di Samsara Living Museum terdiri atas delapan area yang meliputi; 1) Main Display Gallery yaitu sebuah ruang yang menampilkan pengenalan umum proses siklus hidup masyarakat Bali (manusa yadnya) dari saat masih dalam kandungan, lahir, remaja, tumbuh dewasa hingga meninggal. Pengemasan informasi umum dalam fase kehidupan masyarakat Bali disajikan dengan papan penjelasan makna dan filosofinya serta contoh alat upakara yang digunakan. 2) Demo gallery adalah atraksi yang mempresentasikan kegiatan masyarakat dalam membuat makanan tradisional, membuat kerajinan dan aktivitas masyarakat lainnya. 3) Workshop area adalah beberapa ruang untuk melakukan pelatihan baik berupa aktivitas diskusi maupun praktek. Wisatawan atau pengunjung dapat melihat dan terlibat dalam proses memasak makanan tradisional, pembuatan sarana upakara (mejejaitan), melakukan makan bersama (megibung), menulis lontar (nyurat lontar), membuat arak tradisional, belajar menari Bali dan memainkan alat musik tradisional (tabuh) seperti genjek dan selonding. 4) Open air space, adalah sebuah kawasan terbuka yang digunakan untuk berbagai kegiatan dalam jumlah banyak seperti gathering maupun event-event. 5) Taman Tanaman Upakara,, adalah suatu kawasan yang ditanami 150 jenis tanaman langka yang dgunakan untuk upacara agama dan pengobatan tradisional oleh masyaarakat. 6) Dining Area adalah area untuk menyajikan makanan tradisional dan special yang dikemas secara tradisional atau dikenal dengan sebutan Atiti Bojana. 7) Area Restoran dan kafe adalah fasilitas tempat makan dan minum untuk wisatawan dan 8) Galeri Buah Tangan (Souvenir Gallery) adalah sebuah ruang yang menampilkan hasil karya dari para budayawan, seniman, pengerajin maupun masyarakat lokal yang dapat dibeli oleh wisatawan yang datang.
Samsara Living Museum dalam pengelolaannya mengimplementasikan falsafah Tri Hita Karana. Tri Hita Karana adalah falsafah budaya Hindu di Bali yang menekankan terhadap hubungan yang harmonis dan selaras antara manusia dengan Maha Pencipta (Parahyangan), individu dengan antar manusia (pawongan) dan manusia dengan lingkungan (palemahan). Pelaksanaan Tri Hita Karana di Samsara Living Museum memiliki
hubungan yang erat yaitu bertujuan untik membangun keseimbangan antara pengembangan pariwisata dan melestarikan tradisi yang leluhur untuk generasi selanjutnya. Pemanfaatan bahan-bahan alami atau organic digunakan sebagai bahan dasar pembuatan fasilitas yang terdapat di Samsara Living Museum adalah salah satu wujud nyata dalam implementasi aspek Palemahan yang dapat dilihat pada pada Gambar 1.
Gambar 1. Pemanfaatan Bahan Alami di Samsara
Living Museum
Sumber: Arsip Samsara Living Museum (2020)
Gambar 1 merupakan salah satu pemanfaatan batu-batu sisa erupsi Gunung Agung yang digunakan sebagai pondasi gapura pintu masuk Samasara Living Msueum dan pemasangan jerami sebagai atap gapura. Pemanfaatan bahan-bahan yang bersumber dalam adalah bertujuan untuk mempresentasikan kehidupan masyarakat lokal dan sebagai upaya mengurangi penggunaan material modern yang tidak ramah lingkungan.
-
2. Manajemen Pengelolaan di Samsara Living Museum sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Karangasem
Samsara Living Museum merupakan museum yang dalam pengelolaannya berada di bawah Yayasan Saraswati Kumudasari Jagadhita. Konsep museum kehidupan yang diterapkn di Samsara Living Museum adalah rekontruksi rangkaian upacara manusia Bali yang dibingkai dalam ritual dan sarana upakara. Tujuan pengembangan Samsara Living Museum adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dan generasi muda untuk menggali, memamhami serta mengembangkan kebudayaan sehingga, dapat menciptakan keselarasan antara upaya pelestarian dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat lokal dengan munculnya inovasi-inovasi produk atau aktivitas berbasis budaya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dijabarkan tahapan manajemen pengelolaan yang dilakukan sebagai berikut:
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 2, 2022
-
a. Perencanaan
Perencanaan adalah fungsi dalam manajemen pengelolaan yang vital dan utama dengan melibatkan seluruh stakeholders guna untuk menentukan rencana-rencana yang harus dikerjakan dan upaya-upaya dalam mencapai tujuan. Samsara Living Museum yang memiliki orientasi dalam melakukan pelestarian adat dan budaya yang terdapat di Kabupaten Karangasem khususnya Desa Jungutan yaitu dengan menggali, melindungi aset-aset warisan yang ada baik seperti benda fisik (tangible) seperti diantaranya naskah-naskah manuskrip, benda-benda bersejarah dan benda upakara tradisional serta benda non fisik (intangible) seperti diantaranya budaya, tradisi, cara hidup, norma dan nilai masyarakat. Pendirian Samsara Living Museum dibangun pada lahan seluas 1 hektar di Banjar Yeh Bunga, Desa Jungutan, Kabupaten Karangasem. Bangunan dirancang dengan menggunakan bahan-bahan alami yang
terdapat disekitar Desa Jungutan seperti: alang-alang, pelepah pisang, batu-batu alam, dan sebagainya. Berdasarkan wawancara dengan Gunarthawa (2022) selaku pengelola Samsara Living Museum bahwa kunjungan wisatawan didominasi oleh wisatawan mancanegara. Samsara Living Museum memfasilitasi kunjungan akademisi yang ingin belajar tentang kehidupan masyarakat lokal Bali. Masyarakat lokal Bali yang berkunjung dan belajar terkait budaya Bali tidak dienakan biaya. Tiket masuk hanyak dikenakan pada wisatawan
mancanegara sebesar Rp. 100.000. Harga tersebut sudah termasuk dengan minuman pembuka (welcoming drink), makanan ringan tradisional, coffee break, penyewaan kain atau selendang dan berkeliling di areal Samsara Living Museum dengan pemandu lokal. Adapun aspek perencanaan dalam manajemen pengelolaan yaitu meliputi:
-
1) Upaya preservasi benda-benda koleksi atau aset-aset yang digunakan dalam upacara keagamaan, tradisi, seni dan kebudayaan masyaarkat dengan cara mengeksplor, menterjamhkan kitab peninggalan leluhur atau tetua
(penglingsir) dengan tujuan untuk
menjaga aset tersebut sehingga dapat bertahan dan mencegah kerusakan.
-
2) Upaya optimalisasi potensi dan sumber daya alam dengan memngembangkan unit usaha mikro yang berada di areal Desa Jungutan serta memberikan dukungan
terhadap masyarakat atau generasi muda untuk mengkemas inovasi-inovasi budaya dalam bentuk produk seperti diantaranya arak, garam, merica, kopi, minyak dan madu.
-
3) Upaya pelestarian budaya dengan membangun visi dan misi dalam mempertahankan eksistensi kebudayaan dengan memadukan nilai filosofi dan spiritual, alam, budaya dan masyarakat dalam mengenalkan jati diri masyarakat lokal Bali.
-
b. Pengorganisasian (Organisation)
Pengorganisasian adalah upaya dalam mengefektifkan pengelolaan di Samsara Living Museum dengan melakukan pembagian tugas yang sesuai dengan kemampuan dan fungsi-fungsi dari masing-masing pengurus. Manajemen sumber daya manusia yang terdapat di Samsara Living merupakan masyarakat lokal yang terdapat di Desa Jungutan dan sekitarnya. Adapun pembagian peran yang terdapat di Samsara Living Museum yaitu sebagai berikut:
-
1) Komunitas pendiri Samsara Living Museum yaitu Yayasan Saraswati Kumudasari Jagadhita yang memiliki peran yaitu diantaranya a) pengembangan potensi sumber daya unggulan dengan berfokus pada komiditi utama masyarakat seperti pertanian, perkebunan, dan peternakan, b) kurator dalam penggalian, pendataan, pengejawantahan sumber-sumber sastra untuk kemudian dijadikan literasi dalam perancangan program dan aktivitas yang dilakukan, c) memfasilitasi upaya-upaya konsodilasi terhadap seluruh komponen pentahelix yaitu masyarakat, swasta, akademisi, pemerintah maupun media dengan tujuan untuk membangun sinergitas dan kolaborasi yang konstruktif dan d) mengembangkan kreativitas aktivitas dan membangun citra daya tarik wisata dengan mengenalkan dan, memperkuat jaringan di Samsara Living Museum.
-
2) Seniman dan budayawan yang menyimpan artefak budaya seperti lontar, keris, dokumentasi, dan literatur bersejarah, kain tenun, alat musik atau gamelan yang dapat memberikan pengetahuan yang dimiliki kepada pengunjung dan wisatawan yang mengunjungi Samsara Living Museum
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 2, 2022
-
3) Warga masyarakat yang memiliki fungsi dan keahlian khusus seperti sulinggih (pemuka agama)m penuis lontar, undagi pembuat sarana persembahyangan (upakara)¸dalang, pengerajin besi (pande)¸ penembang kakawin, penenunm dan penganyam yang mampu mengenalkan keahlian yang dimiliki serta mampu untuk memberikan demonstrasi kepada
wisatawan.
-
4) Pemandu Museum (Museum guide) yang memiliki fungsi untuk mendampingi dan memberikan wawasan serta pengetahuan terkait sejarah, pengembangan pariwisata di Karangasem, latar belakang, siklus hidup masyarakat Bali, kegiatan, aktivitas yang terdapat di Samsara Living Museum.
-
c. Pergerakan (Actuating)
Fungsi penggerakan atau actuating yaitu proses melibatkan masyarakat lokal sebagai sumber daya manusia (SDM) melalui penyaringan, pendekatan , latihan dan pengembangan tenaga kerja dalam
melaksanakan rencana dan pengorganisasian demi realisasi tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, berbagi upaya-upaya yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) di Samsara Living Museum dengan mengelompokkan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dalam pengelolaan museum kehidupan dengan berlandaskan kepada tujuan pengelolaan Samsara Living Museum yaitu konservasi dan pelestarian budaya di Kabupaten Karangasem. Proses penyaringan sumber daya manusia adalah usaha dalam memetakan masyarakat berdasarkan kemampuan dan keahlian yang dimiliki berdasarkan tujuan, visi dan misi dari Samsara Living Museum. Pendekatan adalah proses yang dilakukan setelah menentukan posisi masing-masing lapisan masyarakat dalam pengelolaan. Proses pendekatan adalah usaha yang dilakukan pengelola dalam menyatukan persepsi antara masyarakat dan pengelola, sehingga dalam pengelolaannya seluruh stakeholders
bertanggung jawab pada tugas (jobdesk) yang telah ditentukan dan dapat berorientasi pada tujuan pengembangan Samsara Living Museum. Pelatihan sumber daya manusia dilakukan untuk menambah pengetahuan dan wawasan kepada seluruh tenaga kerja terkait kepariwisataan dan preservasi budaya. Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut antara lain seperti pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu wisata, keramah-tamahan (hospitality), sadar wisata, dan
hubungan masyarakat (public relation).
Pelatihan tersebut penting dilakukan sehingga masyarat lokal mampu memberikan
pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki terhadap pengunjung dan wisatawan. Fungsi penggerakan yang dilaukan Yayasan Saraswati Kumudasari Jagadhita adalah memperkuat konsilidasi, edukasi, dan aktualisasi kebudayaan serta mampu membangun sinergitas atau kolaborasi dari pemerintah, industri pariwisata, akademisi dan media massa sehingga tetap memiliki relevansi yang berorientasi pada keberlanjutan.
-
d. Pengawasan (Controlling)
Samsara Living Museum dalam mencapai tujuan pengelolaan tidak hanya bergantung pada pengorganisasian dan pergerakan baik, tetapi juga kepada pengawasan (controlling) yang baik agar penggerakkan atau usaha-usaha yang dilakukan terarah. Pengagas pendiri Yayasan Saraswati Kumudasari Jagatdhita yang bertugas mengawasai dan memonitoring semua proses pengelolaan yang dilakukan serta melakukan evaluasi hasil kerja secara keseluruhan berdasarkan hasil-hasil laporan tiap-tiap bidang-bidang yang ada di Samsara Living Museum.
Manajemen pengelolaan Samsara Living Museum sebagai daya tarik wisata budaya di Kabupaten Karangasem yang mempresentasikan siklus hidup manusia Bali, cara hidup, pengetahuan lokal (local wisdom), tempat menyimpan benda-benda aset warisan dan alat upakara yang bertujuan untuk konsevasi, preservasi, pendidikan, dan inovasi budaya, maka dari itu dalam pengelolaannya Samsara Living Museum mengedepankan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pelestarian seni dan budaya khas Bali. Pengelolaan di Samsara Living Museum yang dilakukan penuh oleh struktur masyarakat di areal Desa Jungutan yang memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing. Pelaksanaan manajemen pengelolaan di Samsara Living Museum terdiri dari pelestarian aset-aset warisan budaya, diantaranya seperti benda-benda pusaka, naskah dan literasi sejarah, pengemasan seni dan budaya, membangun fasilitas dasar, serta membangun unit usaha masyarakat. Pengawasan seluruh kegiatan dan aktivitas yang berlangsung di Samsara Living Musuem dilakukan Yayasan Saraswati Kumudasari Jagadhita.
Berdasarkan
-
1. Pemerintah diharapkan dapat membangun sinergitas dan memfasilitasi kerjasama secara nasional dan internasional dalam
mengenalkan Samsara Living Museum
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 2, 2022
-
2. Pihak pengelola Samsara Living Museum diharapkan dapat memperkuat
konsolidasi secara internal sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal terhadap masyarakat serta mengadakan pelatihan pemandu wisata (tour guide) dan pelatihan Bahasa Inggris untuk masyarakat maupun generasi muda.
-
3. Masyarakat lokal diharapkan mampu mengembangkan inovasi-inovasi budaya yang belum terdapat di Samsara Living Museum sehingga produk dan aktivitas wisata agar memiliki variasi.
REFERENSI
Ardika, I. W. (2007). Pusaka budaya dan pariwisata. Pustaka Larasan.
Putra, C. Y. (2022). Budaya Menjadi Arus Utama
Pembangunan Pariwisata Bali.
https://www.kompas.id/baca/nusantara/2022/05/3 1/budaya-menjadi-arus-utama-pembangunan-pariwisata-bali (diakses pada 20 Juni 2022, pukul 20.00 WITA)
Profil Pariwisata Kabupaten Karangasem. 2019. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karangasem
Martokusumo, W. (2014). Kota (Pusaka) Sebagai Living Museum. Makalah disampaikan dalam diskusi Temu Pusaka Indonesia.
Lokantara, I. G. W., & Rafi'i, M. (2017). Identifikasi Tipologi Destinasi Wisata dan Strategi Pengembangannya sebagai Upaya Mewujudkan Pariwisata Kabupaten Karangasem Berbasis Wisata Konservasi.
Pendit, N. S. 1986. Ilmu Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita.
292
Discussion and feedback