Jurnal Destinasi Pariwisata                                             p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937

Vol. 10 No 1, 2022

Strategi Pengembangan Ekowisata Di Kawasan Budidaya Lebah Kele-Kele Di Desa Pejeng Kangin, Kabupaten Gianyar

Mochammad Azka Zahirul Sofyan a, 1, IdaAyu Suryasih a, 2

  • a Program Studi Pariwisata Program Sarjana, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, Jl. Sri ratu Mahendradatta Bukit Jimbaran, Bali 80361 Indonesia

Abstract

The period of Covid-19 pandemic is one of the conditions that affects the motivation of tourists to travel in tourist attractions that offer the beauty of nature, have minimal visitors and concerned about cleanliness and healthcare. The purpose of this study is to formulate the developing strategy of ecotourism in the kele-kele bee cultivation area, in Pejeng Kangin Village, Gianyar Regency. The research approach uses a descriptive qualitative method and SWOT analysis. Data collection techniques used are observation and interviews. In this study primary data and secondary data used as data sources. Primary data were obtained from observations in Pejeng Kangin Village and interviews with the head of POKDARWIS Pejeng Kangin Village and the head of the Sari Kele group. Secondary data were obtained from documents that can be reached from Pejeng Kangin Village. The results showed that the kele bee cultivation area of Pejeng Kangin Village was included in the type of forest ecotourism. The results of the SWOT analysis show that the strategy in developing ecotourism in kele-kele cultivation area, namely the promotion of ecotourism must be improved, in order to raise brand awareness to tourists who have an interest in nature and the manager must provide facilities and infrastructure to support tourist attractions, such as adding boards directions to the kele-kele bee cultivation area.

Keyword: Strategy Development, Ecotourism, Pokdarwis

  • I.    PENDAHULUAN

Perkembangan pariwisata di dunia bersifat dinamis. Berbagai konsep pengembangan telah dilakukan oleh pengelola atau pemerintah di suatu destinasi pariwisata atau daya tarik wisata mengikuti dengan arah tren dan motivasi wisatawan yang terus berkembang. Masa pandemi Covid-19 menjadi salah satu keadaan yang mempengaruhi motivasi wisatawan untuk berwisata di daya tarik wisata yang menawarkan alam bebas (nature), minim pengunjung dan sangat memperhatikan kebersihan serta kesehatan. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa pengembangan pariwisata akan selalu mengikuti pergerakan kebutuhan wisatawan sesuai dengan perkembangan zaman. Pada beberapa tahun terakhir, gaung konsep ekowisata sangat gencar diterapkan atau dikembangkan di berbagai daya tarik wisata atau desa wisata, selain itu di masa pandemi Covid-19 ekowisata berbasis pedesaan juga turut mendapatkan perhatian dan sangat diminati oleh masyarakat dalam era new normal.

Menurut Rhama (2019), ekowisata memiliki peluang yang sangat terbuka di Indonesia, secara khusus penekanannya adalah pada partisipasi wisatawan dalam kegiatan di luar bangunan atau ruangan (outdoor), kepedulian tentang isu-isu lingkungan dan keberlanjutan, kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta penekanan pada penghormatan terhadap nilai-nilai estetika. Hal tersebut dikarenakan pada saat ini masyarakat sudah mulai menyadari akan pentingnya untuk hidup sehat dan menjaga lingkungan alam maupun budaya.

Ekowisata adalah salah satu kegiatan pariwisata berkelanjutan yang berfokus penekanan pada pengalaman dan pendidikan alam, dikelola menggunakan sistem pengelolaan eksklusi, dengan sedikit dampak negatif terhadap lingkungan, tidak bersifat konsumtif dan beriorientasi kepada masyarakat, (Fennel, 1999). Kegiatan tersebut mampu menjadi salah satu solusi sebagai sarana edukasi.

Selaras dengan pernyataan Fennel, Arida (2017) mengatakan bahwa wisatwan dan semua faktor yang terkait dengan pelaksanaan pariwisata melalui ekowisata harus dapat melestarikan sumber daya alam. Kemudian lebih peka terhadap isu permasalahan lingkungan dan sosial sehingga diharapkan sumber daya alam tetap lestari dan wisatawan memiliki apresisasi yang tinggi terhadap lingkungan.

Kabupaten Gianyar merupakan salah satu kabupaten dengan jumlah perkembangan desa wisata terbesar, sesuai keputusan Bupati Gianyar Nomor 429/E-02/HK/2017, tercatat terdapat 19 desa wisata di Kabupaten Gianyar. Hal ini tidak terlepas dari selarasnya budaya masyarakat Bali dengan alam, serta Kabupaten Gianyar dikenal dengan julukan “Bumi Seni”. Sesuai dengan lampiran Keputusan Bupati Gianyar Nomor 707/E-02/HK/2019 Tentang Penetapan Desa Wisata di Kabupaten Gianyar Tahun 2019 bahwa Desa Pejeng Kangin menjadi salah satu desa yang telah ditetapkan sebagai desa wisata dengan memiliki daya tarik utama yaitu wisata alam, atraksi budaya dan tatanan kampung yang masih utuh. Pada tahun 2017 - 2019, masyarakat dan stakeholder pemerintahan Desa Pejeng Kangin tengah gencar

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022

mengembangkan pariwisata di desa agar siap mendatangkan wisatawan. Hal tersebut dapat dibuktikan dari data pengeluaran dana Desa Pejeng Kangin di tahun 2017 memprioritaskan untuk penataan jalur cycling, pelatihan menjahit dan untuk peningkatan ekonomi pertanian (subak).

Kemudian pada tahun 2020 dilakukan pembangunan kawasan budidaya lebah kele-kele oleh masyarakat lokal dengan asas gotong royong melalui pendanaan dari Pemerintahan Desa Pejeng Kangin. Pembangunan ini rampung dan dibuka untuk pengunjung pada awal tahun 2021, walaupun kawasan budidaya lebah kele-kele ini masih dapat dikatakan daya tarik wisata baru. Pengunjung yang datang terbilang cukup banyak mengingat masih dalam masa pandemi Covid-19, total pengunjung yang datang berkisar 40 – 50 orang sejak dibuka untuk umum hingga bulan Juni.

Pengelolaan kawasan budidaya lebah kele-kele dikelola oleh Kelompok Sari Kele yang diketuai oleh Bapak Agungwin, selain itu beliau juga yang mempelopori pembangunan kawasan budidaya lebah kele-kele di Desa Wisata Pejeng Kangin. Kawasan budidaya lebah kele-kele saat ini sudah memiliki beberapa sarana dan prasarana untuk menunjang pengembangan ekowisata.

Melihat Desa Wisata Pejeng Kangin yang tengah gencar mengembangkan daya tarik wisata yang bervariasi, seperti pembangunan kawasan budidaya lebah kele-kele. Maka peneliti merasa perlu untuk dilakukan penelitian tentang strategi pengembangan ekowisata di kawasan budidaya lebah kele-kele, Desa Pejeng Kangin, Kabupaten Gianyar. Sehingga dengan dilakukannya penelitian ini, pihak pengelola dapat melakukan strategi-strategi pengembangan di kawasan budidaya lebah kele-kele.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan telaah penelitian sebelumnya sebagai bentuk acuan penelitian. Penelitian pertama yaitu “Analisis Potensi Ekowisata dan Kesiapan Masyarakat Desa Rendu Tutubadha dalam Pengembangan Ekowisata” oleh Adriano Filemon Aja dan I Nyoman Sukma Arida (2020). Dalam penelitian ini dibahas tentang potensi ekowisata serta kesiapan pengembangan ekowisata di Desa Rendu Tutubadha, Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa desa tersebut sudah cukup siap untuk mengembangkan ekowisata, penelitian ini menggunakan analisis the international ecotourism standard.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Ni Nyoman Sri Astuti (2017) dengan judul “Strategi Pengembangan Potensi Desa Mengesta Sebagai Desa Wisata Berbasis Ekowisata”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Desa Mengesta memiliki suasana alam pegunungan dan perkebunan yang subur, sehingga dapat mengembangkan desa berbasis ekowisata.

Penelitian ketiga yaitu “Ecotourism Development Strategy at Minapolitan Area of Menayu Village, Magelang District, Central Java, Indonesia” oleh S.P. Putro, A. Wulandari, dan F. Muhammad (2019). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usulan strategi utama pengembangan ekowisata di Kawasan Minapolitan Desa Menayu adalah perlindungan serta konservasi potensi ekowisata dan peningkatan sarana dan prasarana penunjang ekowisata seperti penambahan sarana permainan dan edukasi yang dapat meningkatkan daya tarik ekowisata. Dalam penelitian ini menggunakan analisis SWOT dengan faktor internal (IFAS) dan faktor eksternal (EFAS).

Penelitian yang keempat dilakukan oleh Dewi Lestari, Rina Muhayah Noor, dan Muhammad Helmi (2020) dengan judul “Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Madu Di Desa Telaga Langsat Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Desa Telaga Langsat harus memiliki variasi aktivitas yang bisa dilakukan di kawasan ekowisata madu, seperti wisata petik madu dan wisata edukasi. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis SWOT dengan faktor internal (IFAS) dan faktor eksternal (EFAS), dan pendekatan kuantitatif.

Penelitian yang kelima dilakukan oleh Syarif Hidayat (2016) dengan judul “Strategi Pengembangan Ekowisata Di Desa Kinarum Kabupaten Tabalong”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Desa Kinarum, masyarakat setempat mendukung Desa Kinarum dalam mengembangkan ekowisata dengan asa mereka dapat terlibat dalam pengelolaan dan dapat melestarikan kesenian serta budaya lokal. Dalam penelitian ini pendekatan kombinasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan, serta analisis deskriptif.

Dalam penelitian ini menggunakan konsep strategi pengembangan (Yoeti, 1997), konsep ekowisata (Fennel, 1999), masyarakat (Soemardjan,1964), komponen produk pariwisata (Cooper, 1995), kawasan budidaya (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1982) untuk menganalisis permasalahan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Tourism Area Life Cycle (TALC) (Butler, 1980).

  • II.    METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di dalam kawasan budidaya lebah kele-kele, Desa Pejeng Kangin, Kabupaten Gianyar. Penelitian ini dilaksanakan untuk menemukan strategi pengembangan ekowisata di kawasan budidaya lebah kele-kele.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif (Sugiyono, 2014). Penulis mengumpulkan data penelitian ini dengan observasi (Moleong, 2005) dan wawancara (Suryawan, dkk., 2017). Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer (Sugiyono, 2011) dan data sekunder (Moleong, 2005).

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022

Data primer didapat dari hasil observasi di kawasan budidaya lebah kele-kele, Desa Pejeng Kangin dan wawancara secara mendalam kepada pihak pengelola. Sedangkan, data sekunder diperoleh dari jurnal, makalah ilmiah, skripsi, tesis, arsip, dokumen pribadi dan buku riwayat hidup (Moleong, 2005).

Data yang didapat selanjutnya kemudian ditelaah dengan teknik analisis deskriptif kualitatif menggunakan SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities and Threats) (Rangkuti, 2017). Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis pengembangan adalah matrik SWOT dengan model faktor strategi internal (IFAS) dan faktor strategi eksternal (EFAS) (Hidayat, 2015). Faktor internal dalam penelitian ini adalah stregth (kekuatan) dan weakness (kelemahan), untuk faktor eksternal dalam penelitian ini adalah opportunity (peluang) dan threat (ancaman) (Rangkuti, 2017).

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 3.1    Gambaran Umum

Desa Pejeng Kangin merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Apabila mengacu dari Kota Denpasar diperkirakan jarak tempuh untuk mencapai Desa Wisata Pejeng Kangin mencapai 30 km atau sekitar 25 km dari Kabupaten Badung. Memiliki luas wilayah 377 Ha (3,77 km2), yang terbagi menjadi kawasan pemukiman 55,29 Ha, persawahan 205,22 Ha, perkebunan/tegalan 80,61 Ha, dan lain-lain untuk penggunaan fasilitas umum seluas 35,88 Ha.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Sumber: Dokumentasi Penelitian 2021

Secara geografis, Desa Pejeng Kangin terletak pada ketinggian 500 mdpl, dan Desa Pejeng memiliki iklim tropis dengan tingkat kelembaban curah hujan 65%. Desa Pejeng Kangin terletak di daerah dataran, tepatnya di antara daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan dan Petanu dengan posisi membujur dari utara ke selatan. Meskipun Desa Pejeng Kangin terletak di antara dua sungai yang luas, akan tetapi desa ini tidak memiliki kawasan perhutanan. Secara administratif Desa Pejeng Kangin terbagi menjadi 8 banjar dinas, yaitu:

  • a.  Banjar Dinas Tegalsaat

  • b.  Banjar Dinas Pengembungan

  • c.  Banjar Dinas Pesalakan

  • d.  Banjar Dinas Cagaan

  • e.  Banjar Dinas Cagaan Kelod

  • f.  Banjar Dinas Umadawa

  • g.  Banjar Dinas Umakuta

  • h.  Banjar Dinas Cemadik

  • 3.2    Potensi Ekowisata Madu Di Kawasan

    Budidaya Lebah Kele-Kele

Ekowisata adalah kegiatan wisata alam yang bertanggung jawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap konservasi sumber daya alam dan meningkatan pendapatan masyarakat (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009). Sesuai dengan pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 tentang jenis dan prinsip, kawasan budidaya lebah kele-kele yang terdapat di Desa Pejeng Kangin termasuk dalam jenis ekowisata hutan.

Masyarakat di Desa Pejeng Kangin sebagian besar telah memahami atau sudah diberikan edukasi terkait budidaya lebah trigona, sehinngga tidak sedikit masyarakat yang membuat setup lebah di rumah masing-masing. Hal tersebut tentunya menjadi suatu hal positif bagi masyarakat lokal, dikarenakan sudah mampu mengelola budidaya lebah trigona dimulai dari rumah. Setiap setup lebah yang terdapat di kawasan budidaya lebah Desa Pejeng Kangin ataupun di rumah masyarakat setidaknya harus memiliki satu lebah ratu.

Hal tersebut dikarenakan kawasan budidaya lebah kele-kele di Desa Pejeng Kangin terdapat berbagai jenis ekosistem flora dan fauna yang bervariasi dan mampu menarik perhatian wisatawan. Fauna yang terdapat di kawasan tersebut adalah hanya lebah trigona, akan tetapi lebah trigona yang ada dibagi menjadi beberapa jenis lebah, diantaranya; Trigona laeviceps, Trigona itama, Trigona thoracica, dan Trigona biroi. Lebah trigona yang terdapat di kawasan budidaya lebah kele Desa Pejeng Kangin dikirim dari beberapa daerah yang ada di Indonesia, seperti Jawa, Kalimantan, dll. Termasuk lebah trigona asli Bali juga terdapat di kawasan ini. Selain itu, untuk budidaya lebah tentunya flora atau tumbuhan menjadi faktor penting karena jenis dan kualitas yang ada akan berpengaruh terhadap produktivitas lebah untuk memperoleh nektar. Di kawasan ini terdapat beberapa jenis flora yang ada, diantaranya seperti; pohon sukun, bunga matahari, pohon pisang, bunga gumitir, pohon cabe, pohon kelapa, dan lain-lain.

Prinsip-prinsip pengembangan ekowisata yang sesuai dengan kondisi di kawasan budidaya lebah kele-kele Desa Pejeng Kangin, meliputi:

  • a.    Ekonomis, yaitu dengan adanya budidaya lebah trigona ini memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan akan mendorong pembangunan ekonomi desa di masa depan,

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022

memastikan bahwa bisnis ekowisata dapat berkelanjutan.

  • b.    Edukasi, yaitu budidaya lebah trigona mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi seseorang agar peduli dan bertanggung jawab dalam melestarikan budaya dan lingkungan sekitar. Selain itu, kawasan ini menjadi tempat kunjungan para pelajar sebagai sarana edukasi konservasi lingkungan dan budidaya madu.

  • c.    Partisipasi masyarakat, dalam pembangunan kawasan budidaya lebah trigona ini peran serta masyarakat sangat penting karena mengandalkan asas gotong royong. Selain itu, peran masyarakat dibutuhkan dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian kegiatan ekowisata dengan memperhatikan nilai-nilai sosial budaya dan keagamaan masyarakat di Desa Pejeng Kangin.

Kawasan budidaya lebah kele-kele di Desa Pejeng Kangin dikelola oleh kelompok “Sari Kele” yang terdiri dari 20 anggota. Kelompok Sari Kele memiliki tugas dan tanggungjawab dalam budidaya, pengembangan produk lebah kele-kele hingga memberikan edukasi atau pelatihan kepada masyarakat sekitar. Sedangkan POKDARWIS memiliki tanggungawab dalam promosi pariwisata dan pengembangan kawasan budidaya lebah kele-kele menjadi suatu kawasan pariwisata. Akan tetapi, saat ini dari pihak kelompok Sari Kele dan POKDARWIS Desa Pejeng Kangin belum menetapkan harga secara spesifik untuk para pengunjung dan wisatawan yang ingin mengunjungi kawasan budidaya lebah kele-kele. Namun untuk hasil produk madu trigona dijual    dengan    nominal

Rp.100.000/botol, satu botol madu trigona memiliki ukuran 250 ml.

  • 3.3    Strategi Pengembangan Ekowisata Di

    Kawasan Budidaya Lebah Kele-Kele

Analisis SWOT    (Strength,    Weakness,

Opportunity, dan Threats) dilakukan sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada di kawasan budidaya lebah kele-kele Desa Pejeng Kangin. Analisis SWOT merupakan identifikasi sitemats dari berbagai faktor yang digunakan untuk merumuskan strategi, (Rangkuti, 2017).

Analisis SWOT dalam penelitian ini mencakup seluruh aspek terkait kawasan budidaya lebah kele-kele dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok internal dan kelompok eksternal. Kelompok internal adalah kekuatan (strength)  dan kelemahan

(weakness), sedangkan kelompok eksternal adalah peluang (opportunity) dan ancaman (threat).

Berdasarkan hasil observasi dan informasi penelitian di Desa Pejeng Kangin, diperoleh data uraian hasil analisis SWOT sebagai berikut:

  • 1.     Kekuatan (strength)

  • a.    Memiliki potensi wisata, panorama yang indah dikarenakan penataan berbagai jenis flora kebutuhan vegetasi lebah kele-kele.

  • b.    Produktivitas madu yang dihasilkan lebah kele-kele di Desa Pejeng Kangin lebih produktif     menghasilkan     madu

dibandingkan desa lain. Kelompok Sari Kele biasanya panen dalam kurun waktu tiga bulan menghasilkan maksimal 3 liter madu per koloni lebah.

  • c.   Masyarakat sangat ramah, terbuka dan

siap menerima wisatawan.

  • d.  Dukungan masyarakat setempat dalam

menjaga kelestarian lebah kele-kele dan mengembangkan pariwisata di Desa Pejeng Kangin.

  • e.    Dukungan dari Pemerintah Desa Pejeng Kangin, terutama dalam pengembangan ekowisata berbasis lebah kele-kele dibuktikan dengan diberikannya bantuan pendanaan untuk pembangunan dan pengembangan kawasan budidaya lebah kele-kele.

  • 2.    Kelemahan (weakness)

  • a.    Aksesibilitas menuju kawasan hanya bisa dilalui oleh motor dan mobil saja, sedangkan bus tidak dapat parkir di lahan yang disediakan oleh pengelola.

  • b.    Papan petunjuk menuju kawasan budidaya lebah kele-kele belum tersedia.

  • c.    Masih lemahnya promosi bagi wisatawan.

  • d.    Banyaknya anggota kelompok Sari Kele yang memiliki pekerjaan lain, sehingga piket untuk controlling di  kawasan

budidaya lebah kele-kele kurang maksimal.

  • e.    Di kawasan budidaya lebah kele-kele belum memiliki fasilitas penunjang kebersihan, seperti tempat sampah dan toilet umum.

  • 3.    Peluang (opportunity)

  • a.    Mengembangkan   inovasi pada

produk lebah kele-kele untuk dapat memberikan nilai  lebih terhadap

hasil budidaya lebah kele-kele. Adapun inovasi yang dapat dilakukan diantaranya mengolah madu sebagai masker wajah, membuat bee polen kapsul sebagai sumber antioksidan, dan pemanfaatan propolis.

  • b.    Perhatian wisatawan atau motivasi wisatawan akan kepedulian dan kelestarian   lingkungan semakin

meningkat,   sehingga   ekowisata

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022

menjadi tujuan bagi wisatawan dalam menghilangkan kejenuhan (back to nature).

  • c.    Letak lokasi strategis, mampu menjadi kawasan wisata berbasis edukasi.

  • 4.    Ancaman (threat)

  • a.    Eksistensi ataupun branding yang dimiliki pesaing (daya tarik wisata lain) sudah mendapatkan perhatian masyarakat terlebih dahulu.

  • b.    Meningkatnya      pengembangan

budidaya lebah kele-kele di desa wisata lain, hal tersebut dikarenakan di masa pandemi Covid-19 kebutuhan akan madu meningkat.

  • c.    Kawasan budidaya lebah kele-kele terletak dengan area persawahan, sehingga banyak sekali hama seperti binatang capung dan lalat hitam yang mampu memakan lebah kele-kele jika tidak adanya controlling.

Tabel 1. Analisis Faktor Internal dan Eksternal (IFAS dan EFAS) Pengembangan Ekowisata Kawasan Budidaya Lebah Kele-Kele Desa Pejeng Kangin

Faktor

Internal

Faktor Eksternal

STRENGTH

  • 1.  Memiliki potensi wisata, panorama yang indah

dikarenakan  penataan  berbagai  jenis  flora

kebutuhan vegetasi lebah kele-kele.

  • 2.  Lebah kele-kele di Desa Pejeng Kangin lebih

produktif dibandingkan pesaing lainnya.

  • 3.  Masyarakat sangat ramah, terbuka dan siap

menerima wisatawan.

  • 4.  Dukungan masyarakat setempat dalam menjaga

kelestarian lebah kele-kele.

  • 5.  Dukungan  dari  Pemerintahan  Desa  berupa

pendanaan.

WEAKNESSES

  • 1.  Aksesibilitas hanya dapat dilalui kendaraan kecil.

  • 2.  Papan-papan   petunjuk   menuju   kawasan

budidaya lebah kele-kele belum tersedia.

  • 3.  Masih lemahnya promosi bagi wisatawan.

  • 4.  Anggota kelompok Sari Kele memiliki kesibukan

dan aktivitas lain.

  • 5.  Belum   tersedianya   fasilitas   pendukung

kebersihan.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022

OPPORTUNITY

  • 1.  Membuat produk olahan dari

lebah kele-kele, seperti masker wajah, bee polen kapsul dan propolis.

  • 2.  Motivasi wisatawan wisatawan

yang ingin back to nature.

  • 3.  Letak lokasi strategis, mampu

menjadi kawasan wisata berbasis edukasi.

STRATEGI SO

  • 1.    Produktivitas lebah kele-kele mampu dimanfaatkan menjadi produk olahan yang bernilai jual tinggi.

  • 2.    Di kawasan ini wisatawan dimanjakan dengan panorama flora yang beragam.

  • 3.    Dalam inovasi pembuatan produk olahan, diperlukannya pelatihan ataupun pendanaan yang dapat dilakukan pihak pemerintah.

  • 4.    Keramahan yang dimiliki masyarakat Desa Pejeng Kangin harus dipertahankan agar wisatawan yang datang nyaman untuk stay di desa dan memungkinkan melakukan kunjungan ulang.

  • 5.    Kawasan lebah kele-kele harus dijaga kelestarian alamnya agar calon wisatawan dengan motivasi back to nature memutuskan untuk melakukan wisata di Desa Pejeng Kangin.

  • 6.    Menjadi salah satu kawasan wisata edukasi yang mampu menarik kunjungan wisatawan, karena terletak di kawasan wisata yang strategis.

STRATEGI WO

  • 1.    Motivasi wisatawan untuk back to nature membuat pengelola harus menambahkan papan petunjuk arah menuju kawasan budidaya lebah kele-kele.

  • 2.    Anggota kelompok Sari Kele harus mampu mengatur waktu agar bisa mencari pengetahuan ataupun mengikuti pelatihan untuk mengembangkan produk olahan yang bernilai jual tinggi.

  • 3.    POKDARWIS harus menggalakkan promosi mengenai ekowisata, agar memunculkan brand awareness kepada wisatawan yang memiliki minat terhadap nature.

  • 4.    Wisatawan dengan motivasi back to nature sangat memperhatikan sekali kebersihan lingkungan agar tetap terjaga, sehingga pengelola harus meningkatkan fasilitas penunjang kebersihan.

THREAT

  • 1.  Eksistensi ataupun branding yang

dimiliki pesaing (daya tarik wisata lain) sudah mendapatkan perhatian masyarakat terlebih dahulu.

  • 2.  Meningkatnya    pengembangan

kawasan wisata budidaya lebah kele-kele di desa wisata lain.

  • 3.  Kawasan budidaya lebah kele-kele

terletak di dekat area persawahan, sehingga  banyak  sekali  hama

seperti binatang capung dan lalat hitam yang mampu memakan lebah kele-kele   jika   tidak   adanya

controlling.

STRATEGI ST

  • 1.  Masyarakat              harus

mengoptimalkan          dan

mengeksplor   potensi   yang

dimiliki untuk mengembangkan kawasan budidaya lebah kele-kele sebagai kawasan ekowisata dan menambah nilai ekonomis masyarakat sekitar.

  • 2.  POKDARWIS membuat paket

wisata  dengan  menawarkan

kegiatan  wisata  yang  unik

kepada wisatawan.

  • 3.  Menambahkan   sarana  atau

teknologi pengusir hama melalui pendanaan dapat memberikan dampak     positif     untuk

kelangsungan hidup lebah.

  • 4.  Peran ma9s1yarakat di kawasan

budidaya lebah kele-kele Desa Pejeng  Kangin  agar  dapat

mengembangkan     kegiatan

ekowisata

STRATEGI WT

  • 1.    Kelompok Sari Kele bisa mencari identitas ataupun branding yang cocok untuk kawasan budidaya ini, contohnya ekowisata. Sehingga promosi yang dilakukan lebih mudah dan dapat terarah dengan baik.

  • 2.    Menambahkan fasilitas sarana dan prasarana agar wisatawan dan pengunjung merasa nyaman di kawasan.

  • 3.    Anggota kelompok sebaiknya membuat jadwal ataupun shift untuk piket dan controlling lebah agar tidak dimakan hama.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis SWOT di kawasan budidaya lebah kele-kele, Desa Pejeng Kangin. Maka strategi dalam pengembangan ekowisata adalah sebagai berikut:

  • 1.    Strategi SO:

  • a.    Produktivitas    lebah    kele-kele    mampu

dimanfaatkan menjadi produk olahan yang bernilai jual tinggi.

  • b.  Di kawasan ini wisatawan dimanjakan dengan

panorama flora yang beragam.

  • c.  Dalam inovasi pembuatan produk  olahan,

diperlukannya pelatihan ataupun pendanaan yang dapat dilakukan pihak pemerintah.

  • d.    Keramahan yang dimiliki masyarakat Desa Pejeng Kangin harus dipertahankan agar wisatawan yang datang nyaman untuk stay di desa dan memungkinkan melakukan kunjungan ulang.

  • e.    Kawasan lebah kele-kele harus dijaga kelestarian alamnya agar calon wisatawan dengan motivasi back to nature memutuskan untuk melakukan wisata di Desa Pejeng Kangin.

  • f.    Menjadi salah satu kawasan wisata edukasi yang mampu menarik kunjungan wisatawan, karena terletak di kawasan wisata yang strategis.

  • 2.    Strategi WO:

  • a.    Motivasi wisatawan untuk back to nature membuat pengelola harus menambahkan papan petunjuk arah menuju kawasan budidaya lebah kele-kele.

  • b.    Anggota kelompok Sari Kele harus mampu mengatur waktu agar bisa mencari pengetahuan ataupun    mengikuti    pelatihan    untuk

mengembangkan produk olahan yang bernilai jual tinggi.

  • c.    Promosi mengenai ekowisata harus digalakkan, agar memunculkan brand awareness kepada wisatawan yang memiliki minat terhadap nature.

  • d.    POKDARWIS harus menggalakkan promosi mengenai ekowisata, agar memunculkan brand awareness kepada wisatawan yang memiliki minat terhadap nature.

  • 3.    Strategi ST:

  • a.    Masyarakat harus mengoptimalkan dan mengeksplor potensi yang dimiliki untuk mengembangkan kawasan budidaya lebah kele-kele sebagai kawasan ekowisata dan menambah nilai ekonomis masyarakat sekitar.

  • b.    POKDARWIS membuat paket wisata dengan menawarkan kegiatan wisata yang unik kepada wisatawan, seperti wisatawan melakukan aktivitas bercocok tanaman untuk vegetasi lebah dan panen madu bersama masyarakat lokal.

  • c.    Menambahkan sarana atau teknologi pengusir hama melalui pendanaan dapat memberikan dampak positif untuk kelangsungan hidup lebah.

  • d.    Peran masyarakat di kawasan budidaya lebah kele-kele Desa Pejeng Kangin agar dapat mengembangkan kegiatan ekowisata. Dan peran masyarakat dalam menjaga kawasan budidaya agar lebah tidak dimakan oleh hama.

  • 4.    Strategi WT:

  • a.    Kelompok Sari Kele bisa mencari identitas ataupun branding yang cocok untuk kawasan budidaya ini, contohnya ekowisata. Sehingga promosi yang dilakukan lebih mudah dan dapat terarah dengan baik.

  • b.    Menambahkan fasilitas sarana dan prasarana agar wisatawan dan pengunjung merasa nyaman di kawasan.

  • c.    Anggota kelompok sebaiknya membuat jadwal ataupun shift untuk piket dan controlling lebah agar tidak dimakan hama.

  • IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kawasan budidaya lebah kele-kele di Desa Pejeng Kangin termasuk dalam jenis ekowisata hutan. Adapun strategi pengembangan ekowisata kawasan budidaya lebah kele-kele berdasarkan analisis SWOT, yaitu: (a) POKDARWIS membuat paket wisata dengan menawarkan kegiatan wisata yang unik kepada wisatawan, seperti wisatawan melakukan aktivitas bercocok tanaman untuk vegetasi lebah dan panen madu bersama masyarakat lokal. (b) Masyarakat harus mengoptimalkan dan mengeksplor potensi yang dimiliki untuk mengembangkan kawasan budidaya lebah kele-kele sebagai kawasan ekowisata dan menambah nilai ekonomis masyarakat sekitar. (c) Produk hasil lebah kele-kele dijadikan suatu produk olahan dengan inovasi agar bernilai jual tinggi. (d) Peran masyarakat di kawasan budidaya lebah kele-kele Desa Pejeng Kangin agar dapat mengembangkan kegiatan ekowisata. Dan peran masyarakat dalam menjaga kawasan budidaya agar lebah tidak dimakan oleh hama.

DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI

  • A. Yoeti. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Aja, Adriano dan I. N. S. Arida. 2020. Analisis Potensi Ekowisata dan Kesiapan Masyarakat Desa Rendu Tutubadha dalam Pengembangan Ekowisata. Jurnal Destinasi Pariwisata, v. 8, n. 2, p. 225 – 231, dec. 2020. ISSN 2548-8937.

Arida, I Nyoman Sukma. 2017. Ekowisata (Pengembangan, Partisipasi Lokal, dan Tantangan Ekowisata). Denpasar: Cakra Press.

Astuti, N. N. Sri. 2017. Strategi Pengembangan Potensi Desa Mengesta Sebagai Desa Wisata Berbasis Ekowisata. Soshum: Jurnal Sosial dan Humaniora, v. 6, n.1, p. 113 – 122, feb. 2017. ISSN 2088-2262.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

Butler, R. W. 1980. The concept of a tourist area cycle of evolution:  implications for management of

resources. The Canadian Geographer/Le Géographe canadien, 24(1), 5-12.

Cooper, D R. And Emory, C W., 1995, Business Research Methods, 5th edition, Richard D. Irwin Inc.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022

Fennell. D.A. 1999. Ecotourism Policy and Planning. London: CABI Publishing.

Hidayat, Syarif. 2016. Strategi Pengembangan Ekowisata Di Desa Kinarum Kabupaten Tabalong. Jurnal Hutan Tropis, v. 4, n. 3, nov. 2016. ISSN 2337 – 7771.

Lestari, R. M. N. Putri, M. Helmi. 2020. Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Madu Di Desa Telaga Langsat Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut. Jurnal Sylva Scienteae, v. 3, n. 1, p. 92 – 103, feb. 2020. ISSN 2622-8963.

Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Putro, S. P., A Wulandari, F Muhammad. 2019. Ecotourism Development Strategy at Minapolitan Area of Menayu Village, Magelang District, Central Java, Indonesia. Journal of Physics: Conference Series, 1217.            https://doi.org/10.1088/1742-

6596/1217/1/012139

Rangkuti, Freddy. 2017. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rhama, Bhayu. 2019. Peluang Ekowisata Dalam Industri 4.0 Di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Pemerintahan, v. 8, I. 2, p. 37-49, nov. 2019. ISSN 2089-6123.

Soemardjan, Selo. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga FE-UI.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabet.

Suryawan, Ida Bagus dan I Gusti Agung Oka Mahagangg. 2017. Penelitian Lapangan 1. Denpasar: Cakra Media dan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana.

93