Kendala Dalam Pengembangan Ekowisata Di Desa Selumbung, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangsem
on
Jurnal Destinasi Pariwisata p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937
Vol. 10 No 1, 2022
Kendala Dalam Pengembangan Ekowisata Di Desa Selumbung, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangsem
I Made Abdi Swabawaa, 1, I Nyoman Sukma Arida a, 2
a Program Pariwisata Program Sarjana, Fakultas Pariwisata,Universitas Udayana, Jl. Sri ratu Mahendradatta Bukit Jimbaran, Bali 80361 Indonesia
Abstract
One of the disposed in development of global tourism nowdays is powerful of phenomenon to traveled back to nature. Selumbung Village is a village that has potential to be developed into a tourist visiting area based on ecotourism. The purpose of this research is to identify the potential of ecotourism that can be used as tourist attractions and constraints of ecotourism development in Selumbung Village. Data collection techniques used in this research is observation, interviews, and documentation. ques. The determination technique of informant uses in this research is a purposive sampling. The data analysis technique used in this research is a qualitative data analysis technique. Selumbung Village located in Karangasem Regency has a lot of natural potential that can be developed into ecotourism. The potential of Selumbung Village is two waterfalls, cocoa plantations, a place of making sculptures, beekeeping and a place for making wood carvings. There are obstacles faced in developing ecotourism in Selumbung Village, including facilities and infrastructure, promotional media to inform about the potential of nature, culture, local wisdom, and lack of understanding for local communities in managing existing resources. These factors are a problem for the development and management of ecotourism in Selumbung Village.
Keyword: Potency, development, ecotourism
Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dari tahun ke tahun. Program ini dilakukan untuk membuka lapangan pekerjaan baru dan tentunya meningkatkan penerimaan devisa negara. Kementrian pariwisata pada tahun 2019 merilis target untuk tingkat kunjungan wisatawan asing sebanyak 20 juta orang. Tahun 2019 target ini belum tercapai dimana jumlah kunjungan wisatawan pada tahun ini sebanyak 16,1 juta orang, hanya mengalami pertumbuhan 1,88 % dari tahun sebelumnya dan penerimaan devisa negara dari kegiatan pariwisata sejumlah 280 triliun (Kemenpar, 2019).
Pemerintah Indonesia tidak saja meningkatkan wisatawan dari segi jumlah, tetapi juga mengutamakan wisatawan yang berkualitas (quality tourism). Pemerintah selalu berusaha untuk menjaga dan memperbaiki kualitas dari segi pelayanan publik, sarana dan prasarana yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata. Tentunya membuka kawasan baru yang memiliki potensi alam, budaya, maupun keanekaragaman hayati dan hewani untuk dapat dijadikan destinasi pariwisata alternatif.
Tujuannya tidak lain adalah untuk memberikan ketertarikan dan pengelaman baru bagi wisatawan. Adapun akhir-akhir ini kegiatan pariwisata yang cukup banyak digemari oleh wisatawan iyalah pariwisata minat khusus. Disini perlunya dukungan pemerintah dalam menfasilitasi dan memberikan bantuan pembelajaran pengelolaan dan pengembangan bagi daerah atau kawasan yang memiliki potensi alam, budaya yang masih terjaga.
Salah satu kecenderungan dalam perkembangan pariwisata global dewasa ini adalah kuatnya fenomena untuk berwisata kembali ke alam. Hal ini bisa dilihat dari munculnya program atau aktivitas-aktivitas berwisata ke pedesaan atau pedalaman seperti tracking, rafting, cycling, mengunjungi taman nasional, dan kehidupan masyarakat di desa-desa sekitarnya.
Banyak daerah atau desa di Bali mengembangkan pariwisata berbasiskan keunikan alam dan budaya, fenomena ini juga sudah mulai diaplikasikan di beberapa daerah di Bali dan nantinya dapat menjadi sebuah atraksi wisata alternatif bagi wisatawan. Seperti kita ketahui bersama pariwisata Bali merupakan laboratorium perkembangan pariwisata di tanah nusantara yang identik dengan kesakralan budaya dan keindahan bentang alamnya, yang mana meliputi persawahan dengan sistem irigasi tradisional yang kerap disebut sebagai perairan subak, panorama pantai, pegunungan, air terjun dan kearifan lokal lainnya. Adapun daerah di Bali yang memiliki pesona akan kekayaan alam dan masyarakat yang berpegang teguh terhadap warisan budaya leluhur ialah Kabupaten Karangasem. Kabupaten yang letaknya berada di ujung timur Bali ini, merupakan sebuah kabupaten yang memiliki potensi wisata yang sangat beragam mulai dari pesisir pantai sampai pegunungan, dan ada pula peninggalan sejarah dan budaya yang menarik untuk dikunjungi di Kabupaten Karangasem.
Menurut Satgas Randal Kabupaten Karangasem (2018) Kabupaten Karangasem sendiri terdapat 3 kawasan pariwisata meliputi Kawasan Pariwisata Candidasa, Kawasan Pariwisata Ujung, dan Kawasan
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022
Pariwisata Tulamben. Adapun daya tarik wisata yang tersebar disetiap kecamatan Kabupaten Karangasem diantaranya:
-
a. Wisata Budaya : Besakih, Tirta
Gangga, Taman Ujung, Puri Karangasem, dan Tenganan Pagringsingan.
-
b. Wisata Alam : Bukit Jambul,
Candidasa, Tirta Gangga, Taman Ujung, Padang Bai, Putung, Telaga Waja, dan Iseh.
-
c. Wisata Bahari : Candidasa, Ujung,
Tulamben, dan Jamuluk.
-
d. Agro Wisata : Agro Wisata Salak
Sibetan.
Kehadiran daya tarik wisata populer seperti Besakih, Tirta Gangga, dan Taman Ujung memberikan ketertarikan minat wisatawan untuk berkunjung ke Kabupaten Karangsem. Belum lengkap rasanya ketika berlibur ke Bali, namun tidak mengunjungi Kabupaten yang penuh akan kekayaan alam dan budayanya ini. Terdapat jumlah kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara yang mengunjungi Kabupaten Karangasem pertahun diantaranya.
Tabel 1. Kunjungan Wisatawan Tahun 2015-2018 di Kabupaten Karangasem
NO. |
Tahun Kunjungan |
Jumlah |
1. |
Tahun 2015 |
454.802 |
2. |
Tahun 2016 |
507.796 |
3. |
Tahun 2017 |
559.232 |
4. |
Tahun 2018 |
1.005.825 |
Sumber: Badan Statistik Kabupaten Karangasem(2018) Karangasem
Tingkat kunjungan wisatawan pertahunnya di Kabupaten Karangasem mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, terutamanya dari tahun 2017 sampai 2018 dengan pertumbuhan 44,4%, dari tingkat kunjungan yang setiap tahunya mengalami grafik kenaikan membuat kawasan atau daerah di Kabupaten Karangasem berlomba dalam mengembangkan potensi wisatanya sebagai daya tarik wisata.
Salah satu desa yang memiliki daya tarik wisata yang belum pernah dijamah oleh wisatawan luas yaitu Desa Selumbung, Karangasem, di desa ini terdapat sebuah air terjun yang belum banyak dikenal oleh para wisatawan dan juga terdapat banyak potensi wisata seperti kebun coklat, tempat budidaya lebah madu, Ukir patung dan ukir kayu. Namun pengelolaan sumber daya yang ada di Desa Selumbung belum maksimal. Perlunya pengetahuan pengembangan pariwisata bagi masyarakat lokal
yang mana menjadi aktor utama dalam pengelolaan pariwisata di Desa Selumbung.
Ekowisata merupakan suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke kawasan yang tergolong natural dengan tujuan mengkonservasi lingkungan, melestarikan kehidupan, dan kesejahteraan masyarakat lokal (The International Ecotourism Society dalam Arida,2016).
Pengembangan pariwisata berbasiskan ekowisata yang mengedepankan aspek-aspek ekologis, dimana di dalam pengembangan ekowisata masyarakat lokal menjadi aktor yang memegang peranan penting. Pengelolaan dari desa adat atau masyaraat lokal sangat memperhatikan kearifan lokal berdasarkan awig-awig desa, agar tidak mudah tergerus akan adanya pariwisata yang membawa pengaruh budaya lain.
Pengembangan ekowisata juga ramah terhadap lingkungan yang bersifat mengkonservasi alam dan adanya ekowisata dapat meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Ekowisata sendiri merupakan pariwisata alternatif yang dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat tanpa banyak menimbulkan dampak negatif dari keberlangsungannya.
Adapun penelitian atau jurnal sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Sunarjaya, dkk (2018). Penelitian ini merinci bagaimana kendala dan faktor-faktor yang menghambat perkembangan pariwisata di Desa Munggu. Pembahasan penelitian ini dapat memberikan gambaran dalam melihat fenomena kendala pengembangan pariwisata yang juga sedang dihadapi oleh Desa Selumbung. Penelitian kedua yang dipakai acuan dalam menyusun penelitian ini adalah dilakukan oleh Ada, (2016) yang membahas pengembangan ekowisata berdasarkan potensi yang dimiliki Desa Liang Ndara, Kabupaten Manggarai Barat, dan bagaimana praktek keberlangsungan dalam pengembangan ekowisata yang lebih efesien dan mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat. Penelitian ini juga selaras dengan penelitian yang akan dilakukan, mengidentifikasi potensi yang berkaitan dengan ekowisata, sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pariwisata.
Penelitian ini menggunakan lima konsep untuk menganalisis suatu permasalahan yaitu Konsep Pengembangan untuk mengidentifikasi potensi alam, budaya, maupun keanegaragaman hayati dan hewani yang nantinya dapat dioptimalkan dan dikemas menjadi atraksi wisata (Paturusi, 2001). Konsep Ekowisata diperuntukan untuk menyelarasakan kaidah-kaidah dalam mengembangkan pariwisata yang berbasikan alam, budaya, dan keanekaragaman hayati dan hewani (David Western dalam Arida, 2016). Konsep Pemberdayaan Masyarakat di penelitian ini digunakan dalam menganalis partisipasi masyarakat lokal dalam keikutsertaannya
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022
mengembangkan ekowisata di Desa Selumbung (Robert Chambers dalam Arida, 2016). Menurut kementerian pariwisata Indonesia adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh daerah atau desa yang ingin mengembangkan bidang pariwisatanya antara lain adalah: 1. Pengemasan daya tarik wisata 2. Terbatasnya diversifikasi produk 3. Masih lemahnya pengelolaan kepariwisataan 4. Kulaitas pelayanan wisata yang belum baik 5. Disparitas pembangunan kawasan wisata 6. Interprestasi, promosi dan komunikasi yang belum efektif 7. Terbatasnya SDM dan komunikasi yang kompeten 8. Sering timbulnya konflik antar pemangku kepentingan. Menurut Pendit (2002) potensi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di suatu daerah yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata. potensi yang ada tersebut secara umum dibagi menjadi tiga yaitu:
-
a. Potensi Budaya
Potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat misalnya adat istiadat, mata pencaharian, kesenian dan sebagainya.
-
b. Potensi Alam
Potensi yang ada di masyarakat berupa potensi fisik geografis seperti potensi alam.
-
c. Potensi Sumber Daya Manusia
Manusia juga memiliki potensi yang dapat digunakan sebagai daya tarik wisata, lewat pementasan tarian atau pertunjukan dan pementasan seni budaya suatau daearah.
Pentingnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi ekowisata yang dapat dikemas menjadi sebuah produk wisata. Saat ini Desa Selumbung masih memiliki bentang alam yang tergolong alami, namun belum dapat dioptimalkan menjadi sebuah ekowisata yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Terdapat kendala yang masih menghambat pengembangan ekowisata di Desa Selumbung. Penelitian ini dilakukan agar dapat mengidentifikasi kendala yang dihadapi Desa Selumbung.
Desa Selumbung terletak di Kecamatan Manggis Karangasem Bali berjarak sekitar 90 menit dari ibu kota Denpasar. Pemilihan lokasi penelitian di Desa Selumbung dikarenakan terdapatnya potensi ekowisata yang sifatnya potensial untuk dikembangkan menjadi suatu daya taruk baru. Agar memperjelas dan membatasi permasalahan dalam penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini adalah; potensi ekowisata, kendala aksesbilitas, dan sumber daya manusia.
Jenis data dalam penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif dan kuantitatif berupa penjelasan atau deskripsi mengenai potensi ekowisata, kendala pengembangan, dan data kunjungan ekowisata di Desa Selumbung. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan sekunder (Sugiyono, 2008). Data primer berupa potensi ekowisata dan kendala pengembangan ekowisata di Desa Selumbung. Data skunder berupa data yang diperoleh dari monografi Desa Selumbung.
Teknik penentuan informan yang digunakan adalah prosedur purposive sampling, yaitu penentuan informan yang dilakukan dengan cara menentukan terlebih dahulu kelompok peserta yang akan menjadi informan kunci (key person) sesuai kriteria yang relevan dan dianggap mampu menjawab permasalahan (Bungin, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi ekowisata dan kendala dalam pengembangan ekowisata di Desa Selumbung. Maka informan yang dipilih adalah kepala desa, tokoh adat, masyarakat lokal.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi dengan mengunjungi lokasi penelitian dengan tujuan untuk mengamati dan mengetahui kondisi fisik Desa Selumbung (Hadi, 2015), proses wawancara yang dilakukan guna mendapatkan informasi dan data tentang potensi dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan ekowisata dengan pertanyaan secara lisan antara peneliti dan narasumber (Subagyo, 2011), studi kepustakaan dilakukan untuk melengkapi hasil penelitian berupa data yang diambil dari Kantor Desa Selumbung, website dan penelusuran dokumen tentang Desa Selumbung (Bungin, 2007). Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dalam memperoleh data potensi wisata dan pengembangan pariwisata berbasiskan ekowisata di Desa Selumbung. (Kusmayadi dan Sugiarto, 2009)
Desa Selumbung terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Desa Selumbung merupakan salah satu dari 12 desa yang ada di wilayah Kecamatan Manggis, yang terletak pada ketinggian 500 meter dari permukaan laut dengan luas wilayah keseluruhan 665,225 hektar atau 6,65 Km2. Desa Selumbung terdiri dari 6 ilayah Banjar Dinas Yaitu: Banjar Dinas Bukitcatu, Banjar Dinas Kaleran, Banjar Dinas Kelodan, Banjar Dinas Tengah, Banjar Dinas Kanginan dan Banjar Dinas Anyar. Walaupun sudah memasuki era moderenisasi Desa Selumbung tergolong desa yang tidak banyak mengadopsi perubahan seperti halnya di perkotaan. Pekerjaan masyarakat lokal didominasi oleh perkebunan, pertanian, dan peternakan. Ketika berkunjung ke desa ini atmosfer suatu pedesaan yang kental masih dapat ditemui. Udara di desa ini juga sejuk, membuat orang yang berkunjung menjadi nyaman belama-lama menikmati suasana pedesaan yang masih asri.
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022
Berdasarkan penelitian ini Desa Selumbung memiliki 5 (lima) potensi ekowisata yang dapat dikembangkan dan dikelola menjadi suatu atraksi wisata dan nantiya akan menjadi produk andalan yang menjadi daya tarik tersendiri kepada wisatawan yang akan berkunjung di Desa Selumbung. Potensi ekowisata ini didasari dari prinsip-prinsip ekowisata yang memiliki unsur-unsur alam, budaya, maupun kearifan lokal masyarakat Desa Selumbung. Adapun potensi ekowisata yang terdapat di Desa Selumbung antara lain;
Air terjun merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan yang mengunjungi desa. Di Desa Selumbung terdapat sebuah air terjun yang dinamakan Air Terjun Yeh Labuh. Nama tersebut diberikan oleh kelompok pemuda setempat yang peduli terhadap potensi yang ada di Desa Selumbung. Air Terjun Yeh Labuh ini memiliki ketinggian sekitar 35 meter dan memiliki 2 tempat air terjut seperti air terjun bertingkat. Air terjun bagian bawah dinamakan air terjun tibu kresek dan air terjun bagian atas dinamakan dengan Air Terjun Tibu Tengah. Air terjun ini masih sangat asri belum banyak eksploitasi yang dilakukan. Saat ini sudah ada penataan yang cukup baik di air terjun ini. Adapun penampungan air terjun yang mengalir dari atas kebawah, dijadikan seperti kolam untuk pemandiian bagi wisatawan. Untuk mencapai kedua buah air terjun ini wisatawan akan diajak menyusuri hutan lalu melintasi aliran sungai dan memanjat bebatuan untuk mencapai air terjun pertama atau air terjun Tibu Kresek. Untuk mencapai air terjun ke dua dibutuhkan beberapa keahilan memanjat karena medan yang dilewati cukup sulit dan menantang. Bagi treveler yang menyukai pengalaman yang cukup extreme, sangat disarankan untuk mengeksplor air terjun yang satu ini. Karena sungguh memberikan tantangan dalam mecapainya. Namun bagi wisatawan yang kurang berpengalaman cukup menikmati Air Terjun Tibu Kresek
Desa Selumbung memiliki alam yang asri dengan banyak pepohonan di dalamnya. Di desa ini juga terdapat sebuah perkebunan dimana perkebunan tersebut ditanami oleh pohon kakao. Keberadaan kebun ini dapat dijadikan sebagai salah sattu potensi untuk pengembangan ekowisata di Desa Selumbung. Di perkebunan kakao ini wisatawan dapat melakukan interaksi dengan masyarakat atau kelompok-kelompok tani yang bertanggung jawab atas perkebunan kakao tersebut. Wisatawan dapat menyusuri perkebunan kakao
tersebut dengan berjalan kaki sembari bertanya perihal kakao yang ditanam. Selain itu wisatawan juga dapat melihat pengolahan kakao yang di lakukan di Desa Selumbung tersebut.
Setelah menyusuri perkebunan kakao wisatawan akan menjumpai sebuah rumah penduduk dimana rumah penduduk tersebut adalah milik dari Bapak I Wayan Gede Oka. Bapak Oka ini adalah seorang pemahat patung tanah di Desa Selumbung. Di rumah ini wisatawan dapat melihat proses pembuatan patung dari pembentukan hingga pembakaran patung itu sendiri. Disini juga wisatawan bisa belajar membuat patung dari proses awal mulai mencari tanah sebagai bahan baku utamanya. Wisatawan juga dapat pengetahuan baru yang mana tidak ada di daerah asal wisatawan. Untuk harag patung – patung ini dijual dengan harga bervariasi mulai dari Rp.200.000 hingga Rp. 1.000.000 per patung. Adanya pahat patung ini dapat melengkapi pengembangan ekowisata di Desa Selumbung karena merupakan potensi sumber daya yang ada di desa ini.
Lebah merupakan insekta penghasil madu yang telah lama dikenal manusia. Sejak zaman purba manusia berburu sarang lebah di goa-goa, di lubang-lubang pohon dan tempat-tempat lain untuk diambil madunya. Lebah juga menghasilkan produk yang sangat dibutuhkan untuk dunia kesehatan dan selanjutnya manusia mulai membudidayakan dengan memakai gelodog kayu dan pada saat ini dengan sistem stup.
Desa Selumbung terdapat sebuah budidaya lebah madu yang berlokasi setelah wisatawan menyusuri area pahat patung, di peternakan ini terdapat beberapa sarang lebah madu yang dibudidayakan guna untuk dicari madunya kemudian diolah menjadi madu yang siap di konsumsi atau di pasarkan. Budidaya lebah ini menyuguhkan wisatawan untuk melihat langsung bagaimana proses pengambilan madu dari sarang lebah di dampingi oleh pengelola peternakan lebah. Wisatawan juga bisa menanyakan bagaimana cara membudidayakan lebah yang baik dan benar. Tentunya wisatawan berkesempatan untuk menikmati madu yang sudah siap untuk panen.
Selain pahat patung di Desa Selumbung juga terdapat tempat dimana di tempat tersebut di lakukan kegiatan mengukir kayu. Kayu yang diukir tersebut nantinya akan di jadikan pintu
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022
atau sanggah. Jenis kayu yang digunakan diambil dari desa selumbung itu sendiri. Adanya kegiatan ukir kayu ini diharapkan wisatawan juga dapat melihat proses dan cara mengukir kayu sehingga akan lebih menarik wisatawan untuk berkunjung ke Desa Selumbung selain menikmati potensi ekowisata yang ada. Selain itu hasil ukiran ini juga dapat dibeli dengan kisaran hara mencapai Rp. 1.000.000 sampai Rp.10.000.000,-
Desa Selumbung memiliki potensi ekowisata yang sangat bagus. Mengingat sumber daya yang ada harusnya dapat dikelola dengan baik, akan tetapi ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam pengembangan potensi-potensi tersebut. Kerjasama antara masyarakat dan pemerintah harus menjalin hubungan dengan baik sehingga terciptanya daya dukung dalam pengembangan pariwisata. Kendala-kendala pengembangan yang ada di Desa Selumbung ini harus dikelola dengan baik sehingga mewujudkan paket-paket wisata yang akan memberikan kepuasan bagi wisatawan. Selain itu juga, wisatawan memiliki berbagai jenis karakter dan permintaan yang berbeda-beda, sehingga keinginan wisatawan dapat diberikan pelayana dengan baik. Kendala-kendala pengembangan potensi ekowisata di Desa Selumbung adalah sebgai berikut:
Akses untuk menuju Desa Selumbung terbilang sangat baik, namun untuk mencapai potensi yang berupa air terjun ini terbilang kurang baik karena jalan masih berupa tanah dan ketika hujan turun tanah tersebut menjadi becek dan licin sangat sulit untuk dilalui. Selain itu masih terdapat beberapa rumput-rumput yang menghalangi jalan.
Gambar: Akses menuju air terjun
Sumber: Dokumentasi peneliti
Selain akses menuju air terjun kendala lainnya adalah kurangnya fasilitas umum. Desa Selumbung yang memiliki daya tarik ekowisata masih belum dikelola dengan baik. Hal tersebut terlihat dengan minimnya fasilitas umum yang ada di sekitar Desa Selumbung itu sendiri. Fasilitas yang belum ada seperti toilet yang bersih, tempat pembuangan
sampah yang layak, papan informasi mengenai ekowisata dan petunjuk arah. Wisatawan yang melakukan kegiatan wisata sangat membutuhkan fasilitas tersebut. Penyediaan sarana dan fasilitas umum sangat mendukung ekowisata di Desa Selumbung.
Perlunya memperluas jaringan dalam memperkenalkan potensi ekowisata yang terdapat di Desa Selumbung. Sejauh ini informasi tentang Desa Selumbung sangat minim dapat diakses melalui internet, bahkan hanya menampilkan demografi penduduk desa dan tidak banyak mengulas tentang sejarah desa maupun alam, dan budaya yang dapat dijadikan keunggulan sebagai atraksi wisata. Peranan penting dari kepala desa dalam mewadahi generasi muda untuk berinovatif dalam keikutsertaanya mengembangkan kegiatan pariwisata di Desa Selumbung. dengan mulai merancang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang sebagian dialokasikan untuk program promosi Desa Selumbung. Program ini akan mampu mempercepat pemasaran pariwisata dan memberikan informasi secara spisifik akan potensi alam, budaya, dan lainnya yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Desa Selumbung. Membuatkan website, dan sosial media seperti facebook, instagram, dan youtube akan mempermudah calon wisatawan dalam mengakses infromasi secara visual tentang apapun yang menyangkut Desa Selumbung.
Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting untuk pengembangan suatu wilayah khususnya di Desa selumbung membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengembangkan kondisi alam yang banyak dan bertanggung jawab sehingga tidak terjadi kerusakan alam. Pada dasarnya Desa Selumbung memiliki banyak sumber daya alam, akan tetapi kualitas dan kompetensi yang dimiliki masih sangat jauh dari kriteria pariwisata. Mengembangkan pariwisata khususnya pengembangan potensi-potensi ekowisata membutuhkan sumber daya yang memiliki pengalaman yang baik. Pariwisata dianggap membawa perubahan norma, nilai, perilaku, dan identitas lokal, yang pada akhirnya membawa perubahan negatif dalam lingkungan, pola sosial, ritual, spiritualitas dan moralitas masyarakat setempat (Narrotama, 2016). Ada beberapa masalah yang dihadapi terkait dengan pendidikan masyarakat yaitu:
-
a. Kurangnya motivasi belajar generasi muda
Kondisi generasa muda desa masih berpikir instan dan primitive merupakan kendala yang
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022
sangat berat untuk diperbaiki secara cepat. Banyaknya generasi muda di desa enggan untuk mempelajar ilmu pariwisata atau melanjutkan pendidikan di pariwisata yang dirasakan tidak memiliki harapan yang besar untuk mendapatkan peluang kerja di masa yang akan datang.
-
b. Kendala Sumber Tenaga Kerja
Sumber daya yang bekerja sebagai guide local di Desa Selumbung masih sangat terbatas karena kemampuan dan kompetensi yang dimiliki masih kurang dan dirasa belum mampu memberikan pelayanan yang baik. Kemampuan menjelaskan dan berinteraksi kepada wisatawan belum bisa terjalin dengan baik. Persoalan ini diakibatkan kurangnya kemampuan berbahasa asing masyarakat Desa Selumbung. Tingkat pendidikan masyarakat masih tergolong rendah banyak diantaranya hanya lulusan SMP bahkan SD. Hal ini juga berdampak pada pengetahuan mereka akan pentingnya berinteraksi kepada wisatawan dan mungkin mampu memberikan sedikit cerita tentanag Desa Selumbung. Agar nantinya dapat memberikan pengalaman pariwisata yang baik bagi wisatawan.
-
c. Kendala Pola Pikir Masyarakat
Masayakat di Desa Selumbung kurang memiliki kesadaran akan potensi ekowisata yang dimiliki oleh Desa Selumbung itu sendiri. Sehingga masyarakat di desa seakan enggan dan tidak mau tahu akan keberadaan potensi-potensi yang dimiliki. Selain itu masyarakat Desa Selumbung juga kurang bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan wisatawan yang berkunjung. Jika pola pikir masyarakat sedikit diubah menjadi lebih terbuka pengembangan ekowisata di Desa Selumbung akan lebih mudah.
-
IV. KESIMPULAN
Desa Selumbung yang terletak di Kabupaten Karangasem memiliki banyak potensi alam yang dapat dikembangkan menjadi ekowisata. Potensi – ptensi yang dimiliki yakni dua buah air terjun, perkebunan kakao, tempat pembuatan patung, peternakan lebah madu dan tempat pembuatan ukiran kayu. Potensi-potensi tersebut masuk ke dalam aspek-aspek ekowisata konservasi alam, pemberdayaan social budaya masyarakat dan pembelajaran dan pendidikan. Namun karena adanya beberapa kendala seperti akeses menuju air terjun yang kurang baik, dan beberapa sarana wisata yang masih belum cukup memadai, keterbatasan informasi bagi wisatawan yang akan berkunjung, dan kurangnya kesadaran masyarakat setempat akan potensi yang dimiliki Desa Selumbung menjadikan pengembangan ekowisata di Desa Selumbung sedikit terhambat.
Berdasarkan paparan – paparan yang telah disebutkan saran yang dapat diberikan adalah perlu adanya pembinaan dan penyuluhan terhadap masyarakat Desa Selumbung agar lebih sadar akan potensi yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Selumbung. Selain itu juga dengan adanya ekowisata ini dapat menjaga kelestarian dan keasrian alam desa juga dapat melestarikan budaya yang ada di Desa Selumbung Karangasem. Tanpa mengeksploitasi sumber daya sacara berlebihan, agar dapat dinikmati oleh generasi seterusnya.
berinteraksi dengan wisatawan yang berkunjung. Jika pola pikir masyarakat sedikit diubah menjadi lebih terbuka maka pengembangan ekowisata di Desa Selumbung akan lebih mudah.
DAFTAR PUSTAKA
Ada, Aurilia Hansni Yanita. 2016. Pengembangan
Potensi Ekowisata Di Desa Liang Ndara
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 10 No 1, 2022
Kabupaten Manggarai Barat. Jurnal Destinasi Pariwisata 4 (2) : 103-108
Diakses pada tanggal 10 Agustus 2021.
Arida, I Nyoman Sukma. 2016. Dinamika Ekowisata Tri Ning Tri Di Bali. Denpasar: Pustaka Larasan
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Group
Hadi, Sutrisno. 2015. Metodologi Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kusmayadi dan Endar Sugiarto. 2000. Metodologi
Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan.
Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Narottama, Nararya. 2016. The Implementations 0f Cultural Based Holostic Managements Concept to Minimized The Negative Impacts of Tourism (Case Study: Coastal Area of Sanur, Bali) Jurnal Atlantis Pers.
Paturusi, Samsul A. 2001. Perencanaan Tata Ruang Kawasan Pariwisata. Materi Kuliah
Perencanaan Kawasan Pariwisata, Bali: Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar
Pendit. Nyoman. 2002. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta : Pradya Paramita
Subagyo, Joko. 2011. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Penerbit Rineka Cipta
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : ALFABETA
Sunarjaya, I Gede dkk.2018. Kendala Pengembangan Desa Wisata Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung. JUMPA 4 [2] : 215 - 227
Sumber lainnya;
Kementerian Pariwisata. 2019. Laporan Kinerja Kementerian Pariwisata. Diakses pada tanggal 23 Februari 2020.
https://www.kemenparekraf.go.id/
Satgas Randal. 2018. RPIJM Bidang Cipta Karya
Kabupaten Karangasem. Diakses pada tanggal 9 Agustus 2021.
https://sippa.ciptakarya.pu.go.id/
Badan Pusat Statistik. 2018. Banyaknya Wisatawan Asing dan Dalam Negeri yang Berkunjung ke Obyek Wisata di Kabupaten Karangasem.
54
Discussion and feedback