Current Trends in Aquatic Science V(2), 89-95 (2022)

Fluktuasi Nilai Fosfat dan Nitrat Pada Pembesaran Ikan Nila Yang Diberi Tanaman Seledri (Apium graveolens)

Rachmat Andi Saputra a*, I Wayan Arthana a, Gde Raka Angga Kartika a

c Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-813-3740-4650

Alamat e-mail: andisptrr@gmail.com

Diterima (received) 5 Oktober 2021; disetujui (accepted) 22 Januari 2022; tersedia secara online (available online) 19 Agustus 2022

Abstract

Aquaculture activities leads to increase the nitrate and phosphate due to nutrient input from the leftover fish farming feed. Nitrate and phosphate enrichment can be minimized by using concept of aquaponics and growing aquatic plants around the cultivation area. This study tries to find out the fluctuation nitrate and fosfat value on tilapia fish growing given celery (Apium graveolens) in tilapia fish farm. Celery plants were planted with three different treatments, namely the plants were planted using a flannel wick, the roots touched the water surface, and submerged beyond the plant roots to the stems. The results of observations for 1 month showed the highest average growth rate of celery (A. graveolens) in treatment A and the lowest in treatment C. The highest relative growth was in treatment A and the lowest was in treatment C. The highest survival was found in A and the lowest was in treatment C. The best phosphate absorption was in treatment B with 0.32 mg/L, and the lowest was in treatment C with 0.00 mg/L. The best nitrate uptake was in treatment A with 0.66 mg/L, and the lowest was in treatment B with 0.84 mg/L. The results of the One-Way ANOVA statistical test with Duncan's follow-up test showed significantly different treatments for phosohate and nitrate.

Keywords: Aquaponic, Nutrient, Aquaculture, Growth, Absorption

Abstrak

Kegiatan budidaya dapat menyebabkan pengkayaan nitrat dan fosfat akibat masukan zat hara dari sisa pakan budidaya ikan. Pengkayaan nitrat dan fosfat dapat diminimalisir menggunakan konsep akuaponik dengan menumbuhkan tanaman air di sekitar area budidaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fluktuasi nilai fosfat dan nitrat yang ditumbuhi oleh tanaman seledri (A. graveolens) di kolam budidaya ikan nila. Tanaman seledri ditanam dengan tiga perlakuan berbeda yaitu pertama ditanam menggunakan sumbu kain flannel, kedua akar tanaman menyentuh permukaan air, dan ketiga tanaman tenggelam melebihi akar sampai ke batang. Setelah sebulan, laju pertumbuhan rata-rata tertinggi tanaman seledri (A. graveolens) terjadi pada perlakuan A dan terendah pada perlakuan C. Pertumbuhan relatif tertinggi terdapat pada perlakuan A dan terendah pada perlakuan C. Kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada A dan terendah pada perlakuan C. Penyerapan fosfat paling baik terdapat pada perlakuan B dengan penurunan sebesar 0,32 mg/L, dan terendah pada perlakuan A dengan nilai sebesar 0,00 mg/L. Penyerapan nitrat paling baik terdapat pada perlakuan A dengan penurunan sebesar 0,66 mg/L, dan terendah pada perlakuan B dengan peningkatan sebesar 0,84 mg/L. Hasil uji statistik One-Way ANOVA dengan uji lanjut Duncan menunjukan perlakuan berbeda nyata pada pengukuran fosfat dan nitrat.

Kata Kunci: Akuaponik, Nutrien, Budidaya, Pertumbuhan, Penyerapan

  • 1.    Pendahuluan

Ikan nila (Oreochromis nilotocus) merupakan ikan yang memiliki potensi untuk di budidaya dan dikembangkan secara intensif (Rosadi dan Amir,

  • 2012) . Budidaya ikan nila membutuhkan pola pengembangan yang terarah. Pola pengembangan tersebut meliputi beberapa subsistem budidaya ikan nila dari hulu sampai hilir, ini ditujukan untuk mengurangi dampak negatif agar dapat

dapat dicapai target produksi optimal (Afriansyah, 2016).

Kegiatan budidaya dapat menyebabkan pengkayaan nitrat dan fosfat akibat masukan zat hara dari sisa pakan budidaya ikan. Pengkayaan nitrat dan fosfat dapat di minimalisir dengan menggunakan    konsep    akuaponik    atau

menumbuhkan tanaman air disekitar area budidaya. Akuaponik pada prinsipnya merupakan sistem terintegrasi dari sistem budidaya tanaman (hidroponik) dan akuakultur (Nugroho et al., 2012). Penelitian ini menerapkan konsep akuaponik, yaitu menggunakan air di kolam budidaya sebagai nutrisi tanaman dan sistem kultur air statis sebagai media tumbuh tanaman.

Tanaman seledri merupakan tanaman jenis sayuran yang memiliki batang pendek, daunnya berlekuk dan bertangkai daun panjang. Seledri juga mempunyai daun majemuk menyirip, ganjil, pangkal daun runcing, dan tepinya beringgit. Masa pertumbuhan seledri dapat mencapai 2 sampai dengan 3 bulan hingga masa panen (Sowbhagya, 2014). Pemilihan tanaman seledri karena merupakan tanaman yang dapat di konsumsi, memiliki nilai ekonomis, serta dapat dimanfaatkan lebih lanjut secara komersial.

Penelitian ini pernah dilakukan sebelumnya dengan menumbuhkan tanaman di sekitar area KJA di danau Batur, Bali. Tanaman yang digunakan adalah seledri (Apium graveolens) dan mint (Mentha piperita), tanaman seledri dapat tumbuh dengan baik pada minggu ke-1 sampai dengan minggu ke 4 (Sugiarni et al., 2019). Penelitian ini merupakan studi lanjutan yang berfokus pada penyerapan nutrient oleh tanaman seledri dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman pada masa pertumbuhan terbaiknya. Penelitian dilakukan untuk mengetahui laju pertumbuhan tanaman serta pengaruhnya terhadap fluktuasi nilai fosfat dan nitrat di kolam budidaya ikan nila.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari Bulan September sampai Bulan Oktober 2020 di Kolam Percobaan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.

  • 2.2    Metode Penelitian

Penelitian ini mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan memposisikan semua wadah secara acak ditempatkan di kolam budidaya ikan nila. Tanaman seledri dimasukan pada pot, kemudian pot diletakan di dalam ember yang sudah berisi air sejumlah 10 liter. Ember tersebut diapungkan di permukaan kolam untuk mengkondisikan tanaman seolah hidup langsung di permukaan air kolam. Penanaman dilakukan menggunakan kepadatan 2 tanaman di setiap ember. Ada 4 perlakuan yang dilakukan, yaitu: perlakuan A dimana seledri ditanam menggunakan sumbu kain flannel sebagai penyerap air pada tanaman, perlakuan B seledri ditanam dengan akar menyentuh permukaan air, perlakuan C ditanam tenggelam melebihi akar tanaman, dan satu wadah tanpa tanaman sebagai kontrol.

  • 2.3    Tahapan Penelitian

    • 2.3.1 . Persiapan Wadah Tanaman

Wadah tanaman dipersiapkan untuk pemeliharaan bibit seledri berukuran 40×25×20 cm yang dapat menampung air sebanyak 10 L dengan jumlah 12 unit. Styrofoam yang sudah dibalut dengan plastik hitam dipasang di setiap sisi wadah sebagai pelampung. Impra board dipasangkan dibagian tengah wadah sebagai penahan pot tanaman agar pot tetap pada posisinya. Pot tanaman diletakan dengan ketinggian yang berbeda yaitu 5 cm dari dasar wadah, 10 cm dari dasar wadah, dan 15 cm dari dasar wadah. Pot tanaman diberi batu kerikil sebagai substrat tambahan. Bibit seledri dimasukan kedalam pot dengan jumlah 1 buah pada setiap pot, dan 2 buah pot pada setiap wadah tanaman.

  • 2.3.2    Persiapan Penelitian

Bibit seledri berusia 3 minggu disiapkan sebanyak 20 bibit. Bibit seledri diperoleh dari penyemaian mandiri menggunakan substrat rockwoll. Air kolam budidaya dimasukan kedalam wadah tanaman dengan jumlah 10 liter. Pengukuran yang dilakukan meliputi laju pertumbuhan, jumlah daun tanaman, jumlah daun gugur, jumlah tangkai, jumlah tunas, pertumbuhan tunas, biomassa tanaman, dan survival rate.

  • 2.3.3    Sampling dan Pengukuran Tanaman

Jumlah tanaman yang diamati sebanyak 20 bibit dengan 2 tanaman di setiap perlakuan dan terdapat 3 kali pengulangan serta 2 tanaman untuk perlakuan kontrol. Pengukuran berat tanaman pada awal dan akhir penelitian. Pengukuran tinggi tanaman setiap 1 minggu sekali, diukur dari pangkal tanaman sampai jumlah daun terbanyak. Jumlah daun tanaman dan jumlah daun yang gugur dihitung setiap 1 minggu sekali. Jumlah tangkai dihitung setiap 1 minggu sekali. Jumlah tunas yang tumbuh dihitung dan diukur pertumbuhannya setiap 1 minggu sekali.

Pengukuran kualitas air secara in situ meliputi suhu, pH, DO, TDS. Pengukuran ex situ meliputi nitrat dan fosfat setiap 1 minggu sekali. Air di dalam wadah tanaman diambil sebanyak 30 ml untuk pengukuran nitrat dan fosfat dan diukur dengan metode colorimetri. Sampling dan pengukuran kualitas air dilakukan selama 4 minggu.

  • 2.4    Pengumpulan Data

Pengumpulan data meliputi laju pertumbuhan relatif, pertumbuhan mutlak, kelangsungan hidup, jumlah daun, jumlah batang, Nitrat, Fosfat, dan kualitas air media pemeliharaan (DO, pH, suhu, dan TDS).

  • 2.4.1 . Laju Pertumbuhan Relatif (RGR)

Pertumbuhan relatif tanaman (relative growth rate) adalah besarnya laju pertumbuhan harian. RGR dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

RGR =


LnWt - LnW0 t


x 100 %


(1)


Dimana RGR adalah laju pertumbuhn relatif (%); LnWt adalah bobot uji pada akhir penelitian (g); LnWo adalah bobot uji pada awal penelitian (g); dan t adalah interval waktu percobaan (hari).

  • 2.4.2    Pertumbuhan Mutlak

Laju pertumbuhan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

L = Lo - Lt

(2)


Pengukuran tanaman dilakukan dengan cara mengukur dari pangkal batang sampai dengan percabangan daun terjauh dari pangkal batang.

Pengukuran ini mengunakan penggaris atau meteran plastik.

  • 2.4.3    Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup (survival rate) merupakan persentase dari jumlah tanaman yang hidup dan jumlah tanaman pada akhir penelitian, dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

SR = NT x 100%

NO

(3)


Dimana SR adalah kelangsungan hidup (%); NT adalah populasi akhir tanaman; NO adalah populasi awal tanaman.

  • 2.4.4    Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung pada setiap perlakuan dari awal sampai akhir penelitian

  • 2.4.5    Jumlah Batang

Pengukuran jumlah tangkai dilakukan dengan menghitung jumlah tangkai di setiap perlakuan.

  • 2.4.6    Nitrat dan Fosfat

Uji kandungan nitrat dan fosfat dilakukan mengunakan metode pendekatan colormeter. Sampel air diambil 10 ml dari setiap keranjang, kemudian disimpan dalam coolbox berisi es agar suhu stabil. Sampel air diuji menggunakan SERA testkit nitrat dan fosfat untuk pewarnaan. Sampel yang sudah diberi warna diuji menggunakan aplikasi colormeter untuk mencari nilai RGB (red green blue) sebagai acuan nilai sampel lalu dihitung menggunakan rumus dari kurva standar untuk mendapatkan nilai nitrat dan fosfat (mg/L).

Pembuatan kurva standar dilakukan dengan membuat larutan standar nitrat dan fosfat yang diberi warna menggunakan SERA testkit. Larutan difoto mengunakan aplikasi colormeter untuk mendapatkan nilai RGB. Nilai RGB digunakan untuk menentukan standar nilai larutan pada setiap konsentrasi (mg/L) agar dapat disesuaikan dengan sampel yang akan diuji. Setelah menyesuaikan nilai RGB dengan nilai konsentrasi larutan standar, dihitung rata-rata nilai RGB pada setiap konsentrasi larutan standar dan kemudian dibuat kurva standar untuk mendapatkan rumus. Sampel air yang sudah mendapat nilai RGB

kemudian dihitung menggunakan rumus dari kurva standar untuk mendapat nilai nitrat dan fosfat (mg/L).

  • 2.5    Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis sidik ragam atau One Way Analysis of Variance (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk mengkaji perbedaan pengaruh antar perlakuan terhadap respon pertumbuhan.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pertumbuhan Tanaman Seledri (A. graveolens)

      • 3.1.1.    Tinggi Mutlak

Hasil pengamatan pada tinggi tanaman seledri (A. graveolens) menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi mutlak perlakuan A sebesar 4,9 cm, lebih tinggi dibanding perlakuan B sebesar 2,2 cm dan perlakuan C sebesar -0,8 cm. Penurunan terjadi pada tinggi tanaman karena perhitungan tinggi tanaman dilakukan dari akar hingga jumlah daun terbanyak. Pada perlakuan C terjadi patah pada batang dan banyaknya daun yang gugur. Hasil uji statistik One-Way ANOVA dengan uji lanjutan Duncan menunjukkan hasil perbedaan perlakuan berbeda nyata terhadap pertumbuhan tinggi mutlak seledri. Grafik pertumbuhan tinggi disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Pertumbuhan Tinggi Seledri (A. graveolens)

  • 3.1.2.    Jumlah Batang

Data pertumbuhan jumlah batang rata-rata tanaman seledri (A. graveolens) menunjukan perlakuan A mengalami pertumbuhan jumlah paling signifikan dibanding perlakuan lainnya sebesar 5,8 batang kemudian diikuti perlakuan B sebanyak 3,8 batang. Pertumbuhan jumlah batang terendah terdapat pada perlakuan C sebanyak 3

batang. Hasil uji statistik One-way ANOVA menunjukan perbedaan perlakuan berbeda nyata terhadap pertumbuhan jumlah batang tanaman. Grafik pertumbuhan jumlah batang tanaman seledri (A. graveolens) disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pertumbuhan Batang Seledri (A. graveolens)

  • 3.1.3.    Jumlah Daun

Hasil pengamatan pada jumlah daun tanaman seledri (A. graveolens) menunjukan pertumbuhan jumlah daun paling signifikan terdapat pada perlakuan A sebesar 24,0 daun, diikuti perlakuan B sebesar 17,3 daun dan perlakuan C sebesar 14,5 daun. Hasil uji statistik One-way ANOVA menunjukan bahwa perbedaan perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman seledri. Grafik pertumbuhan jumlah daun tanaman seledri disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Pertumbuhan Daun Seledri (A. graveolens)

  • 3.2    Laju Pertumbuhan Relatif (RGR)

Hasil pengamatan pertumbuhan relatif (RGR) tanaman seledri tertinggi terdapat pada perlakuan A sebesar 8,30% /hari, diikuti oleh perlakuan B sebesar 6,44% /hari. Perlakuan C menunjukan pertumbuhan paling rendah dibanding perlakuan lainnya sebesar 4,20% /hari. Hasil uji statistik OneWay ANOVA dengan uji lanjutan Duncan menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan relative tanaman

seledri. Laju pertumbuhan relatif mengalami kenaikan bobot setiap harinya, hal ini disebabkan nutrien yang di dapat oleh tanaman tercukupi.

Nilai RGR pada tanaman seledri paling tinggi terdapat pada perlakuan A. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kamalia et al. (2017) bahwa intensitas cahaya matahari memberikan pengaruh bagi pertumbuhan tanaman dan menyebabkan proses transpirasi menurun. Keadaan ini mengakibatkan penurunan absorbsi unsur hara dan air. Rendahnya intensitas cahaya dapat adalah faktor tanaman seledri tidak mampu mencapai berat yang optimal. Serapan kandungan unsur hara pada tanaman berpengaruh besar terhadap bobot tanaman. Zulkifli et al. (2020) menyatakan bahwa kandungan unsur hara yang baik dan sesuai dapat meningkatkan bobot pada tanaman. Tabel hasil pengukuran laju pertumbuhan relative tanaman seledri (A. graveolens) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1

Rata-rata Laju Pertumbuhan Relative A. graveolens.

Perlakuan

Relative Growth Rate

A

8,30%

B

6,44%

C

4,20%

  • 3.3    Nitrat dan Fosfat

Fluktuasi nilai nitrat dan fosfat menjadi komponen terpenting selama penelitian. Hasil sekresi ikan menyebabkan jumlah bahan organik terlarut dapat menjadi lebih tinggi dalam waktu singkat. Penggunaan tanaman seledri dilakukan guna mengatasi berlebihnya jumlah nitrat dan fosfat pada air, sedangkan nitrat dan fosfat dalam air dibutuhkan tanaman untuk sumber energi (Kushayadi et al., 2018).

Hasil pengamatan fluktuasi nilai nitrat menunjukan bahwa perlakuan A mengalami penurunan sebesar 0,66 mg/L, kemudian perlakuan B dan C mengalami kenaikan nilai nitrat berturut turut sebesar 0,84 mg/L, dan 0,43 mg/L, sedangkan perlakuan D atau kolam kontrol mengalami penurunan sebesar 0,30 mg/L. Hasil uji statistik One-Way Anova dengan uji lanjutan Duncan menunjukkan perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai nitrat pada air kolam. Hasil pengamatan fluktuasi nilai nitrat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2

Fluktuasi Nitrat

Perlakuan

Nitrat (mg/L)

Fluktuasi

Nitrat

I

II

III

IV

A

2,1

1,7

1,9

1,4

-0,66a

B

1,1

1,4

1,5

1,9

0,84a

C

2,1

2,1

2,4

2,5

0,43b

Kontrol

2,7

2,5

2,1

2,4

0,30b

Penyerapan nitrat paling baik terdapat pada perlakuan A. Kain flanel memiliki daya kapiler yang tinggi dan merupakan kain berserat yang tidak mudah rusak (Sari, 2016). Hal ini berdampak pada tanaman yang tetap tumbuh stabil karena minim pembusukan.

Fluktuasi nilai nitrat pada perlakuan B mengalami kenaikan, diduga karena tanaman seledri mengalami pembusukan hingga kematian sehingga penyerapan nitrat tidak berlangsung dengan baik. Pembusukan dan kematian pada tanaman disebabkan oleh asupan nutrisi berlebih dan menghasilkan tekanan pada tanaman.

Penyerapan nitrat pada perlakuan A dapat dilakukan dengan baik oleh tanaman, hal tersebut dibuktikan dengan penurunan kandungan nitrat pada air di minggu ke-2. Secara umum tanaman yang di panen daunnya membutuhkan kadar nitrat yang lebih tinggi karena nitrogen mendorong pertumbuhan vegetatif (Swastika et al., 2017). Kenaikan pada perlakuan B dan C pada setiap minggunya diduga karena adanya masukan bahan organik dan kotoran hewan ke dalam kolam.

Hasil pengamatan fluktuasi nilai fosfat menunjukan bahwa nilai fosfat tertinggi terdapat pada perlakuan C sebesar 2,8 mg/L disusul dengan perlakuan B sebesar 2.4 mg/L. Nilai fosfat terendah terdapat pada perlakuan A sebesar 2,2 mg/L. Hasil uji statistik One-Way Anova dengan uji lanjutan Duncan menunjukkan perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai fosfat pada air kolam. Hasil pengamatan fluktuasi nilai fosfat disajikan pada Tabel 3.

Fosfat merupakan substansi pembentukan dinding tanaman sehingga pertumbuhan lebih cepat (Minardi, 2013). Penyerapan fosfat paling efektif terdapat pada perlakuan B, hal ini diduga karena akar tanaman yang langsung bertemu dengan air kolam sehingga penyerapan menjadi optimal tanpa hambatan. Kekurangan dari

perlakuan ini adalah tanaman yang mudah membusuk. Penyerapan fosfat tidak cukup tinggi di perlakuan A, hal ini karena hambatan pada kain flanel sehingga tanaman tidak dapat menyerap fosfat dengan optimal. Serat pada kain memungkinkan fosfat tertahan dan tidak terurai secara sempurna. Pembusukan dan kematian pada tanaman diduga menyebabkan kenaikan nilai nitrat, sehingga walaupun penyerapan fosfat berjalan dengan baik nilai nitrat pada air tetap tinggi pada perlakuan B dan C, meningkatnya nilai nitrat menjadi faktor kemampuan tanaman dalam menyerap fosfat. Menurut Fahmi et al., (2010) ketersediaan nitrat sangat mempengaruhi serapan tanaman terhadap fosfat karena meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan akar sehingga tanaman mampu menyerap fosfat lebih efektif.

Tabel 3

Fluktuasi fosfat

Perlakuan

Nitrat (mg/L)

Fluktuasi Fosfat

I

II

III

IV

A

2,6

2,6

2,7

2,6

0,00a

B

2,8

2,7

2,9

2,4

-0,32a

C

2,9

2,7

2,8

2,8

-0,06b

Kontrol

1,8

2,4

2,0

1,9

0,10b

  • 3.4    Kelangsungan Hidup (SR)

Hasil pengamatan menunjukan persentase SR (survival rate) tanaman seledri (A. graveolens) tertinggi terdapat pada perlakuan A sebesar 83,33%, kemudian diikuti oleh perlakuan B dan C yang menunjukan persentase SR terendah sebesar 66,67%. Hasil uji statistik One-Way Anova dengan uji lanjutan Duncan menunjukkan perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup tanaman seledri.

Perlakuan A memiliki nilai kelangsungan hidup tertinggi, hal ini dikarenakan pengaruh dari kain flannel yang menjaga tanaman agar tetap segar dan tidak mudah membusuk. Penempatan posisi tanaman yang lebih tinggi dari perlakuan lain memberikan kemudahan kepada tanaman untuk mendapat sinar matahari dengan baik. Sari (2016) menyatakan bahwa sistem sumbu atau wick merupakan metode hidroponik yang memanfaatkan prinsip kapilaritas air,

mempermudah pengendalian perakaran tanaman dan meminimalisir pembusukan tanaman.

Perlakuan B dan C memiliki nilai tingkat kelangsungan hidup yang relatif hampir sama. Hal ini disebabkan adanya pembusukan tanaman karena mendapat asupan air terlalu banyak. Perbedaan antara perlakuan B dan C adalah perlakuan B memiliki pertumbuhan yang lebih baik daripada perlakuan C. Akar tanaman pada perlakuan C tidak bertemu langsung dengan oksigen sehingga tanaman sulit menyerap oksigen dengan baik. Kondisi tanaman yang layu dan mati pada perlakuan B dan C diduga karena asupan nutrisi yang berlebih.

Komposisi nutrisi menentukan konduktivitas listrik dari larutan, konduktivitas listrik adalah jumlah garam terlarut dalam larutan nutrisi atau kepekatan nutrisi dan dapat menghasilkan tekanan pada tanaman. Nutrisi yang terlalu tinggi dapat menghambat serapan hara karena tekanan yang meningkat (Libia et al.,  2012). Hasil

pengamatan survival rate disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4

Rata-rata Kelangsungan Hidup Tanaman Seledri

Perlakuan                 Survival rate

A

83,33%

B

66,67%

C

66,67%

  • 3.5    Kualitas Air

Kualitas air menjadi media yang penting dalam mendukung proses budidaya ikan dan tanaman pada konsep akuaponik karena mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap seminggu sekali. Pada penelitian ini oksigen terlarut (DO) perlakuan kontrol berkisar antara 6,4-6,9 mg/L, perlakuan A berkisar antara 6,5-6,5 mg/L, perlakuan B berkisar antara 6,4-7,6 mg/L, dan perlakuan C berkisar antara 6,4-7,7 mg/L. Hal ini menunjukan oksigen terlarut (DO) masih dalam kategori baik. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2009), oksigen terlarut yang baik untuk budidaya adalah tidak kurang dari 3 mg/L. Derajat keasaman (pH) untuk perlakuan kontrol berkisar antara 6,4-7,9, perlakuan A berkisar antara 6,5-7,5, perlakuan B berkisar antara 6.5-7.6, dan perlakuan C berkisar antara 6,5-7,6. Hal ini sesuai dengan

Badan Standarisasi Nasional (2009), derajat keasaman (pH) pada penelitian ini masih dapat mendukung untuk budidaya. Suhu pada perlakuan kontrol berkisar antara 27,8-28,8, perlakuan A berkisar antara 27,8-28,5, perlakuan B berkisar antara 27,5-28,5, dan perlakuan C berkisar antara 27,5-28,5. Suhu yang baik untuk budidaya berkisar antara 25-32 (Badan Standarisasi Nasional, 2009). Total Dissolved Solid pada penelitian ini untuk perlakuan kontrol berkisar antara 255,0351,0, 255,3-360,0 untuk perlakuan A, 256,0-357,7 untuk perlakuan B, dan 257,7-332,3 untuk perlakuan C. Hasil pengamatan kualitas air disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5

Kualitas Air

Perlakuan

DO

pH

Parameter Suhu

TDS

A

6,5-7,5

6,5-7,5

28,5-27,8

255,3-360,0

B

6,4-7,6

6,5-7,6

27,7-28,5

256,0-357,7

C

6,4-7,7

6,5-7,6

27,5-28,5

261,7-332,3

Kontrol

6,4-6,9

6,4-7,9

27,8-28,8

255,0-270,0

  • 4.    Simpulan

Berdasarkan penelitian ini perlakuan A memberikan perngaruh yang paling baik pada pertumbuhan sebesar 8,30%, dan fluktuasi nitrat dengan penurunan sebesar 0,66 mg/L. Fluktuasi fosfat pada perlakuan B sangat optimal sebesar 0,32 mg/L dibanding perlakuan A dan C.

Ucapan terimakasih

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Allah SWT atas berkahnya, kedua orang tua saya yang selalu mendoakan, dan semua teman-teman yang telah membantu dalam penelitian ini sehingga berjalan dengan lancar.

Daftar Pustaka

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. (2009). SNI Produksi Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kelas Pembesaraan di Kolam Air Tenang SNI 7550:2009. Jakarta: Standar Nasional Indonesia.

Afriansyah. (2016). Keragaman Nitrogen dan T-Phosfat pada Pemanfaatan Limbah Budidaya Ikan Lele (Clarias gariepinus) oleh Ikan Peres (Osteochilus kappeni) dengan Sistem Resirkulasi. Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 2(1), 252-261.

Fahmi, A., Utami, S. N. H., & Radjagukguk, B. (2010). Pengaruh Interaksi Hara Nitrogen dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L) pada Tanah Regosol dan Latosol. Berita Biologi, 10(3), 297-304.

Kamalia, S., Parawita, D., & Soedradjad, R. (2017).

Teknologi Hidroponik Sistem Sumbu pada Produksi Selada Lollo Rossa (Lactuca sativa L.) dengan Penambahan  CaCl2 sebagai Nutrisi

Hidroponik. Jurnal Agroteknologi, 11(1), 96-104.

Kushayadi, A. G., Waspodo, S., & Diniarti, N. (2018). Pengaruh Media Tanam Akuaponik yang Berbeda terhadap Penurunan Nitrat dan Pospat pada Pemeliharaan Ikan Mas (Cyprunus carpio). Jurnal Perikanan, 8(1), 8-13.

Libia, I., Trejo-Téllez., Fernando, C., & Gómez-Merino. (2012). Nutrient Solutions for Hydroponic Systems. A Standard Methodology for Plant Biological Researches.

Minardi, S. (2013).  Kajian  terhadap Pengaturan

Pemberian Air dan Dosis TSP dalam Mempengaruhi Keragaan Tanaman Jagung (Zea mays L) di Tanah Vertisol. Sains Tanah-Journal of Soil Science and Agroclimatology, 2(1), 35-40.

Nugroho, R. A., Pambudi, L. T., Chilmawati, D., &

Herjuno, A. (2012). Aplikasi Teknologi Aquaponic pada Budidaya Ikan Air Tawar untuk Optimalisasi Kapasitas Produksi. Jurnal Saintek Perikanan, 8(1), 46-50.

Rosadi, T., Amir, S., & Abidin, Z., (2012). Pengaruh

Pembatasan Konsumsi Pakan terhadap Bobot Ikan Nila (Oreochromis sp.) Siap Panen. Jurnal Perikanan Unram, 1(1), 8-13.

Sari, E., Kitty, Y.,  & Dwiranti, A. (2016). Sistem

Hidroponik Nutrient Film Technique (NFT) dan Wick pada Penanaman Bayam Merah. Surya Octagon Interdisciplinary Journal of Technology, 1(2), 223-225.

Sowbhagya, H. B. (2014). Chemistry, Technology, and Nutraceutical Functions of Celery  (Apium

graveolens L.) An Overview. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 54(3), 389–98.

Swastika, S., Pratama, D., Hidayat, T., & Andri, K.B. (2017). Buku Petunjuk Teknis Teknologi Budidaya Cabai Merah. Riau, Indonesia: Universitas Riau Press.

Zulkifli, T. B. H., Tampubolon, K., Nadhira, A., Berliana, Y., Wahyudi, E., Razali., & Musril. (2020). Analisis Pertumbuhan, Asimilasi Bersih dan Produksi Terung (Solanum melongena L.): Dosis Pupuk Kandang Kambing dan Pupuk NPK. Jurnal Agrotek Tropika, 8(2), 295-310.

Curr.Trends Aq. Sci. V(2): 89-95 (2022)