Current Trends in Aquatic Science V(2), 81-88 (2022)

Pengaruh Penggunaan Substrat yang Berbeda terhadap Tingkat Keberhasilan Pemijahan Ikan Pelangi Boesemani (Melanotaenia Boesemani)

Muhammad Sulthon Subekhi a*, I Wayan Restu a, Bastiar Nurdin b

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia b Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia,Jln. Perikanan No 13 Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +6281387815398 Alamat e-mail: sulthonsubekhi@gmail.com

Diterima (received) 24 Agustus 2021; disetujui (accepted) 3 Januari 2022; tersedia secara online (available online) 19 Agustus 2022

Abstract

Boesemani Rainbow fish (Melanotaenia boesemani) is one of the endemic freshwater ornamental fish species originating from Papua which has economic value. Rainbow fish cultivation techniques have now developed but there are not many publications so it is necessary to study the cultivation process, especially the hatchery stage. The research was conducted in August-October 2018 at the Ornamental Fish Cultivation Research Institute (BRBIH), Depok, West Java. This study aims to determine the effect of using different substrates on the rate of fertilization and hatching of Boesemani Rainbow Fish eggs. Data were collected by spawning male and female sires that had matured gonads 15 times with 3 treatments and 3 repetitions. The substrates used as media were treatment A (raffia rope), treatment B (palm fiber), and treatment C (apu-apu water plant). Water quality measurements include temperature, pH, DO. The data analysis technique used is the analysis of variance (ANOVA). Based on the measurement results, the total number of eggs with treatment A was 709 pieces, treatment B was 771 pieces, and Treatment C was 511 pieces. The highest percentage of fertilization rate was found in treatment B (98.4±0.7%). The highest percentage of hatching rate was found in treatment A (90.8±5.6%). The results of the analysis showed that the use of different substrates did not significantly affect the rate of fertilization and hatching of Boesemani Rainbow Fish eggs.

Keywords: Eggs; Melanotaenia Boesemani; Spawning; Substrate

Abstrak

Ikan Pelangi boesemani (Melanotaenia boesemani) merupakan salah satu jenis ikan hias endemik air tawar yang berasal dari Papua yang memiliki nilai ekonomis. Teknik budidaya Ikan Pelangi saat ini telah berkembang namun belum banyak publikasinya sehingga perlu dikaji proses pembudidayaan khususnya tahap pembenihan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2018 di Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH), Depok, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunan substrat yang berbeda terhadap derajat pembuahan dan penetasan telur Ikan Pelangi Boesemani. Pengambilan data dilakukan dengan cara memijahkan indukan jantan dan betina yang telah matang gonad sebanyak 15 kali dengan 3 perlakuan dan 3 pengulangan. Substrat yang digunakan sebagai media yaitu perlakuan A (tali raffia), perlakuan B (ijuk), dan perlakuan C (tanaman air apu-apu). Pengukuran kualitas air meliputi suhu, pH, DO. Teknik analisa data yang digunakan yaitu teknik analisis sidik ragam (ANOVA). Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan jumlah total telur dengan perlakuan A sebanyak 709 buah, perlakuan B sebanyak 771 buah, dan Perlakuan C sebanyak 511 buah. Persentase derajat pembuahan tertinggi didapatkan pada perlakuan B (98,4±0,7%). Persentase derajat penetasan tertinggi didapatkan pada perlakuan A (90,8±5,6%). Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan substrat yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap derajat pembuahan dan penetasan telur Ikan Pelangi Boesemani.

Kata Kunci: Telur; Melanotaenia Boesemani; Pemijahan; Substrat

  • 1.    Pendahuluan

Ikan Pelangi merupakan salah satu ikan yang diminati masyarakat karena memiliki morfologi tubuh dan pola warna yang khas dan unik. Ikan Pelangi Boesemani dan Ikan Pelangi Merah merupakan jenis ikan endemik yang berasal dari Papua, Indonesia. Kedua jenis ikan ini paling diminati masyarakat di antara lima genus dan 37 spesies dari famili Melanotaeniidae (Kadarusman et al., 2010). Ikan Pelangi boesemani (Melanotaenia boesemani) merupakan salah satu jenis ikan hias endemik air tawar yang berasal dari Papua. Jumlah produksi Ikan Pelangi di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 13.448.000 ekor (DKP, 2015). Ikan Pelangi sudah diperkenalkan kepada penggemar ikan hias pada tahun 1983 dan saat ini telah bekembang di petani bahkan teknologinya sudah dikuasai oleh sebagian petani tetapi belum banyak publikasinya sehingga masih perlu dikaji dalam hal budidaya khususnya dalam proses pembenihan (Husni, 2000).

Keberhasilan pemijahan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya penanganan induk, teknologi pemijahan, kualitas air, dan dengan pengadaan substrat sebagai media peletakkan telur. Untuk meningkatkan keberhasilan pemijahan salah satunya dilakukan dengan cara mengetahui substrat yang paling baik sebagai media bertelur dan pengaruhnya terhadap derajat pembuahan dan penetasan telur Ikan Pelangi Boesemani. Ikan Pelangi Boesemani dalam melakukan reproduksi memerlukan substrat sebagai media bertelur. Hingga saat ini penggunaan substrat tali raffia sebagai media penempelan telur paling umum digunakan oleh para pembudidaya karena penyediaannya mudah dan dapat digunakan beberapa kali. Namun belum banyak informasi terkait pemijahan Ikan Pelangi Boesemani dengan menggunakan substrat ijuk dan tanaman air apu-apu sebagai media bertelur. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terkait pemijahan dengan substrat ijuk dan tanaman air apu-apu untuk mengetahui substrat yang sesuai untuk pemijahan dan pengaruhnya terhadap derajat pembuahan dan penetasan Ikan Pelangi Boesemani.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2018. Penelitian dilakukan di Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH) Depok yang berlokasi di Jl. Perikanan No. 13, Pancoran MAS, Kota Depok, Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di salah satu fasilitas hatchery indoor yang terdapat di BRBIH Depok.

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain akuarium berukuran 40 × 30 × 30 cm, aerator, penggaris, timbangan digital, baskom, saringan, millimeter blok, selang siphon, pinset, label, DO meter, termometer, pH indikator, alat tulis, hand counter, kamera, dan laptop. Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi

indukan Ikan Pelangi Boesemani jantan dan betina yang berumur kurang lebih 7 bulan dengan panjang 4-5 cm sebanyak 18 ekor, pakan berupa cacing darah  (bloodworm),  substrat tali raffia,

substrat ijuk, substrat tanaman air, dan metilen biru.

  • 2.3    Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode eksperimen dengan memberikan perlakuan substrat berbeda pada proses pemijahan Ikan Pelangi Boesemani. Pemijahan dilakukan sebanyak 15 kali pada tiap perlakuan terhitung dari pengangkatan substrat pertama yang telah terdapat telur. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan substrat dan 3 kali pengulangan.

  • 2.4    Perhitungan Jumlah Telur

Jumlah total telur merupakan jumlah keseluruhan telur yang dikeluarkan oleh induk betina yang sedang dalam proses pemijahan. Penghitungan jumlah total telur menggunakan teknis penghitungan telur secara mundur, yaitu telur yang tidak terbuahi (infertile), telur yang gagal menetas dan telur yang menetas, metode tersebut dilakukan terhadap telur yang adhesive menempel pada substrat (Gumilar, 2014). Menurut Nurhidayat dan Zamroni (2012) rumus perhitungan jumlah telur adalah sebagai berikut:

  • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

JT (Butir) = ∑ T Infertile + ∑ T Mati + ∑ T Menetas (1)

Dimana JT adalah jumlah telur; Σ T infertile adalah jumlah total telur yang tidak terbuahi; Σ telur mati adalah jumlah total telur yang mati selama inkubasi; dan Σ telur menetas adalah telur yang berhasil menetas menjadi larva.

  • 2.5    Pengukuran Derajat Pembuahan

Derajat pembuahan merupakan hasil persentase telur yang dibuahi oleh sperma jantan selama proses pemijahan. Telur yang terbuahi akan terlihat berwarna bening dan akan berubah menjadi kecoklatan hingga telur menetas, sedangkan telur yang tidak dapat terbuahi akan terlihat berwarna putih susu yang memiliki serabut disekitarnya dan akan rusak terurai secara perlahan. Menurut Nurhidayat dan Zamroni (2012) rumus perhitungan derajat pembuahan adalah sebagai berikut:

∑ T Fertile

FR(%)=4       ×100%                     (2)

∑ T Total

dimana FR adalah Fetching Rate atau derajat pembuahan; Σ T Fertile adalah jumlah total telur yang terbuahi selama masa inkubasi; dan Σ T total adalah jumlah keseluruhan telur yang dikeluarkan indukan pada saat memijah.

  • 2.6    Pengukuran Derajat Penetasan

Derajat penetasan merupakan presentase dalam jumlah larva yang menetas selama proses inkubasi. Menurut Nurhidayat dan Zamroni (2012) rumus perhitungan derajat penetasan adalah sebagai berikut:

Σ T Menetas

HR(%) =            x 100%                    (3)

Σ T Fertile                                    ( )

dimana HR adalah Hatching rate atau derajat penetasan; Σ T menetas adalah telur yang berhasil menetas menjadi larva; dan Σ T Fertile adalah jumlah total telur yang terbuahi selama masa inkubasi.

  • 2.7    Pengukuran Kualitas Air

Pengukuran kualitas air dilakukan secara in situ dengan parameter yang diukur meliputi suhu, pH, dan DO. Pengukuran suhu pada akuarium pemijahan dilakukan pada pagi hari dengan cara memasukkan termometer ke dalam wadah

inkubasi dan akuarium pemijahan sebelum dan setelah dilakukan pergantian air. Pengukuran pH pada akuarium pemijahan dan wadah inkubasi dilakukan dengan cara mengambil sampel air akuarium dan wadah inkubasi dengan menggunakan wadah gelas plastik kemudian diukur dengan pH meter. Pengukuran DO pada akuarium pemijahan dan wadah inkubasi dilakukan dengan cara memasukkan ujung dari sensor pengukur yg telah dibersihkan kedalam akuarium dan wadah inkubasi. Pengukuran pH dan DO dilakukan sebelum pergantian air dan setelah dilakukan pergantian air pada akuarium. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap 7 hari sebelum dan setelah pergantian air pada tiap akuarium pemijahan dan wadah inkubasi.

  • 2.8    Analisa Data

Analisis data pemijahan dilakukan dengan cara mencatat data hasil dari perhitungan jumlah telur, pengukuran derajat pembuahan dan penetasan telur Ikan Pelangi Boesemani menggunakan aplikasi Microsoft excel yang kemudian dilanjutkan dengan analisa sidik ragam (ANOVA) satu arah (one way) menggunakan aplikasi SPSS (Statistical Product dan Service Solutions) versi 22 untuk mengetahui pengaruh nyata perbedaan perlakuan substrat pemijahan terhadap parameter uji dan dilanjutkan dengan Uji Duncan untuk mengetahui perbedaan hasil dari setiap perlakuan. Hasil pengukuran kualitas air kemudian dicatat untuk kemudian di olah menggunakan aplikasi microsoft excel. Hasil data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

  • 3.    Hasil

    • 3.1    Hasil Pemijahan Telur Ikan Pelangi Boesemani

Selama proses penelitian dilakukan pengamatan substrat setiap hari untuk mengetahui keberhasilan induk Ikan Pelangi Boesemani (Melanotaenia boesemani) dalam memijah. Substrat yang telah terdapat telur dipindahkan dari akuarium dan ditempatkan dalam baskom kemudian diinkubasi hingga semua telur menentas. Selama penelitian juga dilakukan pengamatan telur pada substrat yang telah berhasil dipijahkan untuk mengetahui jumlah telur yang tidak terbuahi, dan telur yang mati selama inkubasi. Perhitungan telur mati dilakukan setiap hari hingga semua telur yg diinkubasi menentas

Tabel 1

Persentase derajat pembuahan dan penetasan telur Ikan Pelangi

Perlakuan

Total telur dihasilkan (butir)

Telur fertile (butir)

Derajat pembuahan ± SD (%)

Telur mati selama inkubasi (butir)

Telur menetas (butir)

Derajat penetasan ± SD (%)

A1

163

159

97,5

25

134

84,3

A2

244

243

99,6

15

228

93,8

A3

302

293

97,0

17

276

94,2

Total

709

695

(98,1±1,4)

57

638

(90,8±5,6)

B1

229

227

99,1

33

194

85,5

B2

201

197

98,0

22

175

88,8

B3

341

334

97,9

22

312

93,4

Total

771

758

(98,4±0,7)

77

681

(89,2±4,0)

C1

147

139

94,6

40

99

71,2

C2

188

186

98,9

35

151

81,2

C3

176

169

96,6

29

140

82,8

Total

511

494

(96,5±2,2)

104

390

(78,4±6,3)


kemudian dilakukan perhitungan larva dan dihitung jumlah total telur selama proses inkubasi pada setiap siklus pemijahan. Substrat dan baskom yang telah selesai digunakan dalam proses inkubasi kemudian dicuci bersih lalu keringkan sebelum digunakan kembali untuk proses pemijahan.

Dari hasil pemijahan sebanyak 15 kali pada tiap perlakuan dan pengulangann didapatkan jumlah total telur pada perlakuan A sebanyak 709 buah, perlakuan B sebanyak 771 buah dan perlakuan C sebanyak 511 buah. Nilai persentase derajat pembuahan didapatkan pada perlakuan A sebesar (98,1±1,4%) dengan jumlah total telur terbuahi sebanyak 695 buah, perlakuan B sebesar (98,4±0,7%) dengan jumlah total telur terbuahi sebanyak 758, dan pada perlakuan C (96,5±2,2%) dengan jumlah total telur terbuahi sebanyak 494 buah. Persentase derajat penetasan telur Ikan Pelangi Boesemani didapatkan pada perlakuan A sebesar (90,8±5,6%) dengan jumlah total telur menetas sebanyak 638 buah, perlakuan B sebesar (89,2±4,0%) dengan jumlah total telur sebanyak 681 buah, dan pada perlakuan C sebesar (78,4±6,3%) dengan jumlah total telur sebanyak 390 buah. Jumlah total telur mati selama inkubasi pada perlakuan A sebanyak 57 buah, perlakuan B sebanyak 77 buah dan pada perlakuan C sebanyak 104 buah.

  • 3.2    Parameter Kualitas Air

Dari hasil pengukuran kualitas air selama penelitian pada akuarium pemijahan dari tiap perlakuan dan pengulangan didapatkan suhu rata-

rata 26,9°C. Sedangkan pada wadah inkubasi didapatkan suhu rata-rata 25,8°C. Nilai pH rata-rata pada akuarium pemijahan yaitu 6,4 sedangkan nilai pH rata-rata pada wadah inkubasi berkisar 6,3. Nilai DO (oksigen terlarut) pada air akuarium pemijahan berkisar antara 6,45-6,82 mg/L. Nilai DO rata-rata pada wadah inkubasi yaitu sebesar 6,32 mg/L.

Tabel 2

Pengukuran Kualitas air

Perlakuan

Suhu (°C)

pH

DO (mg/L)

A

26,9

6,4

6,45

B

26,9

6,4

6,58

C

26,9

6,4

6,82

Wadah Inkubasi

25,8

6,3

6,32

  • 4.    Pembahasan

    • 4.1    Jumlah Total Telur

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jumlah total telur terbanyak dari pemijahan dengan perlakuan B sebanyak 771 buah, kemudian perlakuan A sebanyak 709 buah dan perlakuan C sebanyak 511 buah. Banyaknya jumlah telur yang dihasilkan oleh indukan betina Ikan Pelangi Boesemani dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah substrat yang digunakan sebagai media pemijahan. Indukan betina Ikan Pelangi Boesemani lebih menyukai media bertelur yang rimbun. Pemijahan dengan perlakuan B dan A menghasilkan jumlah total telur lebih banyak dikarenakan substrat ijuk dan tali raffia memiliki

jumlah serabut yang lebih banyak dan rimbun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Subandiyah et al. (2010) bahwa induk Ikan Pelangi betina lebih menyukai substrat sebagai tempat untuk menempelkan telur yang berwarna gelap dan lebih rimbun.

Sedangkan telur yang dihasilkan oleh induk Ikan Pelangi Boesemani pada perlakuan C lebih sedikit dibanding perlakuan B dan A hal ini diduga karena tanaman air memiliki posisi akar yang menggantung dari atas kebawah. Substrat tanaman air memiliki ukuran akar yang tidak sama dan jumlah akar tidak sebanyak substrat tali raffia atau ijuk diduga kurang disukai atau indukan betina Ikan Pelangi Boesemani tidak terbiasa memijah di media dengan karakter tersebut. Sesuai dengan pernyataan Subandiyah dan Kadarini (2015) dalam penggunaan substrat eceng gondok sebagai media pemijahan menyatakan bahwa Ikan Pelangi cenderung berenang dari permukaan hingga kolom perairan sementara posisi substrat eceng gondok yang lebih dipermukaan menyebabkan induk Ikan Pelangi kurang optimal meletakkan telur saat memijah.

  • 4.2    Derajat Pembuahan Telur Ikan Pelangi

Berdasarkan hasil persentase derajat pembuahan telur Ikan Pelangi yang dengan perlakuan substrat yang berbeda diketahui bahwa perlakuan B memiliki persentase tertinggi (98,4±0,7%) diikuti oleh perlakuan A (98,1±1,4%) dan perlakuan C (96,5±2,2%). Berdasarkan pengamatan selama penelitian, terlihat ada beberapa telur yang tidak terbuahi pada wadah inkubasi dari perlakuan ketiga substrat dan pengulangan yang digunakan. Jumlah telur yang tidak terbuahi dapat dikatakan sedikit dari jumlah total telur selama pemijahan yang dilakukan sebanyak 15 kali pada tiap perlakuan substrat dan pengulangan yaitu sebanyak 14 buah dari 709 telur pada perlakuan substrat tali raffia, 13 buah dari 771 telur pada perlakuan substrat ijuk, dan 17 buah dari 511 telur pada perlakuan substrat tanaman air. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa indukan Ikan Pelangi memiliki kualitas sperma dan telur yang baik. Satyani et al. (2008) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi derajat pembuahan pada ikan diantaranya adalah kualitas telur (termasuk ukuran telur) dan sperma. Keberhasilan pembuahan tergantung pada periode ejakulasi

sperma (pijah) dan kemampuan sperma bersaing untuk membuahi telur (Hosken, 1998).

Adapun   faktor   lain yang   diduga

mempengaruhi derajat pembuahan yaitu jenis substrat yang digunakan sebagai media pemijahan. Substrat tali raffia memiliki serabut yang halus serta rimbun sehingga telur mudah menempel pada substrat pada saat induk betina meletakkan telur yang kemudian dibuahi oleh indukan jantan. Substrat ijuk memiliki serabut yang rimbun mirip seperti tali raffia, namun yang membedakan adalah karakter substrat dimana ijuk memiliki serabut yang kaku dan kasar, pada saat pengamatan terlihat telur yg diletakkan induk betina menempel berdekatan pada satu area.

Substrat tanaman air memiliki posisi akar yang menggantung dari atas kebawah dan jumlah akar tanaman yang tidak serimbun substrat tali raffia dan ijuk, namun akar tanaman air memiliki cabang tipis sehingga memudahkan telur untuk menempel. Telur ikan pada perlakuan substrat tanaman air terlihat tersebar pada beberapa bagian akar tanaman air. Berdasarkan hasil uji statistik dengan one way ANOVA tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan substrat yang digunakan dalam pemijahan terhadap derajat pembuahan telur Ikan Pelangi Boesemani hal ini dibuktikan dengan nilai p>0,05.

  • 4.3    Derajat Penetasan Telur Ikan Pelangi

Berdasarkan hasil persentase penetasan telur Ikan pelangi diketahui bahwa derajat penetasan telur pada perlakuan A memiliki derajat penetasan tertinggi (90,8±5,6%) diikuti oleh perlakuan B (89,2±4,0%) dan perlakuan C (78,4±6,3%). Selama proses inkubasi, beberapa telur Ikan Pelangi mati dikarenakan adanya jamur Saprolegnia sp. yang tumbuh pada telur ikan. Jamur Saprolegnia sp. merupakan jamur yang hidup di dalam air dan dapat tumbuh pada ikan atau telur (Noga, 1996). Hasil ini didukung dengan pernyataan Willoughby (1992) dalam Husni et al. (2016) bahwa Spora jamur Saprolegnia sp. menyerang kulit telur ikan dengan adhesi dan penetrasi. Telur yang mati merupakan media yang sangat cocok untuk tumbuh Saprolegnia sp. dan akan menyerang telur telur yang sehat. Jamur Saprolegnia sp. menyerang dari bagian luar telur lalu menyerang ke bagian sel telur. Menurut Meyer (1991) dalam Almufrodi (2013) jamur Saprolegnia sp. tumbuh secara optimum pada suhu 15-30°C.

Derajat penetasan telur Ikan Pelangi pada perlakuan substrat tali raffia memiliki persentase tertinggi dikarenakan substrat tali raffia sebagai media penempatan telur tersebut merupakan benda mati atau komponen abiotik yang tidak terpengaruh oleh perubahan kualitas air dan tidak membusuk. Hal ini membuat substrat tali raffia lebih mampu menjaga keadaan telur selama inkubasi. Pada saat inkubasi telur Ikan Pelangi terlihat cenderung tersebar di beberapa area pada substrat tali raffia. Substrat tali raffia bersifat lentur dan halus sehingga pada saat induk betina meletakkan telur diduga telur ikan lebih mudah tersebar sehingga kemungkinan telur sehat terserang oleh jamur yg menempel pada telur yang mati lebih sedikit. Derajat penetasan telur pada perlakuan substrat ijuk memiliki persentase tertinggi kedua setelah substrat tali raffia. Hal ini dikarenakan substrat ijuk juga merupakan komponen abiotik sehingga selama proses inkubasi substrat ijuk tidak terpengaruh oleh pengaruh kualitas air dan dapat menjaga keadaan telur. Telur Ikan Pelangi pada perlakuan substrat ijuk cenderung terlihat berada pada satu area atau berdekatan, hal ini diduga karena sifat substrat ijuk yang kaku dan kasar sehingga telur lebih sulit tersebar pada saat induk betina meletakkan telur. Hal ini mengakibatkan telur ikan yang sehat lebih mudah terserang oleh jamur yang menempel pada telur mati.

Derajat penetasan telur pada perlakuan substrat tanaman air memiliki persentase terendah dibanding perlakuan substrat tali raffia dan ijuk. Substrat tanaman air merupakan komponen biotik yang dimana aktivitas hidupnya dipegaruhi oleh suhu, kualitas air dan sinar matahari. Telur Ikan Pelangi pada perlakuan substrat tanaman air terlihat tersebar pada beberapa bagian akar tanaman air. Tanaman air memiliki yang menggantung dan bercabang tipis serta bersifat halus, hal ini membuat telur ikan lebih mudah menempel pada akar saat induk betina meletakkan telur. Selama proses inkubasi wadah substrat tanaman air ditempatkan dengan wadah perlakuan lainnya yang dimana kondisi ruangan yang tidak terkena cahaya matahari langsung sehingga menyebabkan beberapa akar tanaman layu. Hal ini mengakibatkan telur ikan yang menempel pada bagian akar yang telah layu lebih mudah terserang oleh jamur. Sedangkan pada akar tanaman air yang sehat terlihat telur ikan yang menempel kebanyakan dalam kondisi sehat dan

hanya sedikit yang terserang jamur. Berdasarkan hasil uji statistik dengan one way ANOVA tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan substrat yang digunakan dalam pemijahan terhadap derajat penetasan telur Ikan Pelangi Boesemani hal ini dibuktikan dengan nilai p>0,05.

  • 4.4    Parameter Kualitas Air

Berdasarkan pengukuran suhu air pada akuarium pemijahan dari ketiga perlakuan didapatkan suhu rata-rata 26,9°C, sedangkan pada wadah inkubasi didapatkan suhu rata-rata 25,8°C. Suhu air pada akuarium pemijahan maupun wadah inkubasi tidak mengalami fluktuasi yang tinggi dikarenakan proses pemijahan dan inkubasi dilakukan dalam ruangan terkontrol dimana setiap hari dilakukan pergantian air pada akuarium untuk wadah inkubasi diisi dengan air bersih sebelum substrat yang terdapat telur ditempatkan. Air yang digunakan untuk pergantian air pada Hatchery Ikan Pelangi berasal dari air tanah yang telah diendapkan terlebih dahulu di kolam pengendapan. Nilai rata-rata suhu yang didapat dari hasil pengukuran masih berada dalam batas toleransi bagi kehidupan Ikan Pelangi Boesemani sesuai dengan penyataan Tappin (2010) dimana Ikan Pelangi pada umumnya dapat ditemui pada habitat beragam dengan temperatur berkisar antara 25-29°C dan pemijahan berlangsung optimal pada suhu air 28°C.

Hasil pengukuran pH pada akuarium pemijahan dari ketiga perlakuan didapatkan nilai pH rata-rata 6,4 sedangkan pada wadah inkubasi didapatkan nilai pH rata-rata 6,3. Dari hasil pengukuran dapat dikatakan bahwa pH pada akuarium pemijahan dan wadah inkubasi masih berada dibawah nilai pH yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan ikan, sesuai dengan pernyataan Ghufran et al. (2007) bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya yaitu berkisar antara 6,5-9,0 namun nilai pH yang didapatkan pada pengukuran selama penelitian masih berada dalam batas kehidupan Ikan Pelangi. Hawkes (1997) mengatakan bahwa Kehidupan dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9.

Hasil pengukuran DO (oksigen terlarut) pada air akuarium pemijahan didapatkan nilai DO yang berkisar antara 6,45-6,82 mg/L sedangkan Nilai DO rata-rata pada wadah inkubasi yaitu sebesar 6,32

mg/L. Nilai DO yang didapat selama pengukuran tidak mengalami fluktuasi yang tinggi, hal ini dikarenakan dilakukan sifon dan pergantian air setiap hari. Sedangkan pada wadah inkubasi nilai DO yang didapatkan lebih rendah, hal ini diduga karena selama proses inkubasi tidak dilakukan pergantian air pada wadah inkubasi. Dari hasil pengukuran DO pada saat penelitian dapat dikatakan bahwa nilai tersebut masih berada dalam batas optimum sesuai dengan pernyataan Eriksen et al. (1996) bahwa konsentrasi gas oksigen terlarut sangat mempengaruhi kehidupan yang ada dalam perairan dengan konsentrasi gas oksigen terlarut yang optimum bagi ikan dan biota akuatik lainnya adalah 5-7 mg/L (Chapman dan Kimstach, 1992). Apabila konsentrasi gas oksigen berada di bawah kebutuhan minimum yang diperlukan untuk spesies ikan tertentu, maka akan menimbulkan tekanan (stress) dan dapat mengakibatkan kematian bagi ikan.

  • 4.    Simpulan

Berdasarkan penelitian pengaruh penggunaan substrat yang berbeda terhadap derajat keberhasilan pemijahan Ikan Pelangi Boesemani (Melanotaenia boesemani) disimpulkan perlakuan B memiliki persentase derajat pembuahan telur tertinggi (98,4±0,7%) diikuti oleh perlakuan A (98,1±1,4%) dan perlakuan C (96,5±2,2%). Derajat penetasan telur tertinggi terdapat pada perlakuan A dengan persentase (90,8±5,6%) kemudian diikut oleh perlakuan B (89,2±4,0%) dan perlakuan C (78,4±6,3%). Hasil uji statistik dengan one way ANOVA didapatkan bahwa tidak ada perbedaan nyata pada perlakuan substrat yang berbeda baik terhadap Derajat pembuahan dan Derajat penetasan telur hasil dari pemijahan Ikan Pelangi Boesemani (Melanotaenia boesemani).

Hasil pengukuran parameter kualitas air menunjukkan suhu pada akuarium pemijahan sebesar 26,9°C dan wadah inkubasi sebesar 25,8°C, suhu tersebut masih berada dalam suhu optimal bagi Ikan Pelangi yaitu antara 25-29°C. Nilai pH pada akuarium pemijahan didapatkan sebesar 6,4 dan wadah inkubasi sebesar 6,3. Nilai pH tersebut masih berada di bawah nilai optimal antara 6,5-9,0 namun masih dalam batas toleransi untuk kehidupan ikan yang berkisar antara pH 5-9. Nilai DO rata-rata pada akuarium pemijahan berkisar antara 6,45-6,82 mg/L dan nilai rata-rata pada wadah inkubasi yaitu sebesar 6,32 mg/L. Nilai DO

tersebut masih berada dalam batas optimum bagi biota akuatik yang berkisar antara 5-7 mg/l.

Ucapan terimakasih

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok yang telah mengizinkan dan memberi pengarahan selama melakukan penelitian. Terima kasih kepada dosen pembimbing dan pihak lain yang telah membantu penelitian ini hingga selesai.

Daftar Pustaka

Almufrodi, A. H. (2013). Efektifitas Lama Perendaman Telur Ikan Lele Sangkuriang dalam Ekstrak Jambu Biji (Psidium Guajava L) Terhadap Serangan Jamur Saprolegnia sp. Skripsi. Bandung, Indonesia: Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran.

Axelrod, H. R., Axelrod, G. S., Burgess, W. B., Pronek, N., Scott, B. M., & Wall, J. G. (2004). Atlas of Freshwater Aquarium Fishes 10th ed. New Jersey, USA: TFH Publication.

Chapman, D., & Kimstach, V. (1992). The selection of water quality variable in: Chapman D (ed). Water quality assessment. London, UK: Chapman and Hall Ltd.

DKP. 2015. Statistik Perikanan Budidaya. Jakarta, Indonesia: Dirjen Perikanan Budidaya.

Eriksen, C.H., Resh, V.H., & Lamberti, G.A. (1996).

Aquatik insect respiration. In: Merritt, R. W, & Cummins, K. W (Eds). An introduction to the aquatic insect of North America 3rd Edition. USA: Kendall/Hunt Publishing Company, pp. 29-40.

Ghufran, H., Kordi, K.,  & Tanjung, A.B. (2007).

Pengelolaan Kualitas Air. Jakarta, Indonesia: Penerbit Rineka Cipta.

Gumilar G. (2014). Produksi Larva Ikan Rainbow Merah Parrot (Glossolepis incises) dengan Jumlah Substrat Tali Rafia yang Berbeda. Skripsi. Serang, Banten: Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Hawkes, H. (1997). Origin and development of the biological monitoring working party score system. Water Research, 32(3), 964-968.

Hosken, J. D. (1998). Sperm fertility and skewed paternity during sperm competition in the Australian long-eared bat Nyctophilus geoffroyi (Chiroptera: Vespertilionidae). Journal of Zoology, 245(1), 93-100.

Husni, M., Saptiani, G., & Agustina. (2016). Pemberian Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga) terhadap Daya Tetas Telur Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus). Jurnal Ilmu Perikanan Tropis, 21(2), 80-84.

Husni, N, Syahroma. (2000). Ikan Hias Air Tawar Rainbow. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.

Kadarusman., Sudarto., Paradis, E., & Pouyaud, L.

  • (2010) . Description of Melanotaenia fasinensis, a new species of rainbowfish (Melanotaeniidae) from West Papua, Indonesia with comments on therediscovery of M. ajamaruensis and the endangered status of M. parva. Cybium: International Journal of Ichthyology, 34(2),207-215.

Lesmana, D. S., & Daelami D. (2009). Panduan Lengkap Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya..

Noga, E. J. (1996). Fish Disease Diagnosis and Treatment. New Jersey, USA: Wiley-Blackwell.

Nurhidayat., & Zamroni, M. (2012). Performa Pemijahan Ikan Rainbow Kurumoi Melanotaenia parva pada Jenis Substrat yang Berbeda. Dalam Prosiding Hasil

Penelitian  Perikanan  dan Kelautan  IX 2012.

Yogyakarta, Indonesia, 14 Juli 2012. (pp. 169-173).

Satyani, D.,  Subandiyah, S.,  & Insan,  I.  (2008).

Penggunaan Dua Jenis Hormon Gonadotropin untuk Merangsang    Pemijahan    Ikan    Balashark

(Balanteocheilus malanopterus). Jurnal Riset Akuakultur, 3(2), 157-164.

Subandiyah, S., Hirnawati, R., & Rohmy, S. (2010).

Teknik pemijahan ikan rainbow asal Papua dengan menggunakan shelter yang berbeda. Seminar Nasional. BRBIH. Depok.

Subandiyah, S., & Kadarini, T. (2015). Pengaruh Jenis Substrat Berbeda Terhadap Produksi Larva Ikan Rainbow Merah Perot (Glossolepis Incises). Dalam Prosiding Fotum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015. Bogor, Indonesia, 8 Juni 2015 (pp. 957-964).

Tappin, A. R. (2010). Rainbowfishes, their care and keeping in captivity. Australy: Art Publications.

Curr.Trends Aq. Sci. V(2): 81-88 (2022)