Current Trends in Aquatic Science V(2), 96-104 (2022)

Pemberian Pakan Tepung dari Limbah Lemuru pada Pertumbuhan Ikan Cupang (Betta splendens)

Indra Nur Cahyati a*, Nyoman Dati Pertami a, Gde Raka Angga Kartika a

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana , Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-339-226-909

Alamat e-mail: indranurcahyati@gmail.com

Diterima (received) 28 Oktober 2021; disetujui (accepted) 30 Januari 2022; tersedia secara online (available online) 19 Agustus 2022

Abstract

Betta fish (Betta splendens) is an ornamental fish that is in great demand by the community from adults to children. This fish has features such as beautiful body color, unique fin shape, and easy to maintain in a low oxygen environment. The growth rate is still slow causing the maintenance period to be relatively long so that the profits obtained are relatively small. Feeding is one of the important factors in the growth optimization process. Feed that has high protein can be used as a solution in betta fish cultivation. The feed used in the study was lemuru waste (head and bones). This study was conducted to determine the growth of betta fish (Betta plendens) fed lemuru waste feed. The study was conducted with the control jar treatment, the treatment jar A using a dose of 3%, the treatment jar B using a dose of 6%, the treatment jar C using a dose of 9%. This research was conducted for 42 days. Betta fish growth in the form of absolute weight, absolute length, specific growth rate (SGR), survival rate (SR), feed conversion ratio (FCR). Water quality parameters measured in this study include temperature, pH and DO. The results of the ANOVA study showed that survival had no significant effect on fish growth, while absolute weight, absolute length, SGR and feed conversion ratio had a significant effect on the growth of betta fish. The water quality parameters measured included temperature ranging from 27.20 to 27.69 0C, DO with a range of 3.00-3.03mg/L and a pH of 6.60-6.68.

Keywords: Betta fish; lemuru waste (head and bones); growth rate

Abstrak

Ikan cupang (Betta splendens) adalah ikan hias yang banyak diminati oleh masyarakat mulai dari orang dewasa hingga anak – anak. Ikan ini memiliki keistimewaan seperti warna tubuh yang indah, bentuk sirip yang unik, dan mudah dipelihara pada lingkungan yang minim oksigen. Tingkat pertumbuhan yang masih lambat menyebabkan masa pemeliharaan relatif lama sehingga keuntungan yang didapat relatif sedikit. Pemberian pakan menjadi salah satu faktor penting dalam proses optimalisasi pertumbuhan. Pakan yang memiliki protein tinggi dapat dijadikan salah satu solusi dalam budidaya ikan cupang. Pakan yang digunakan dalam penelitian adalah limbah lemuru (kepala dan tulang). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan ikan cupang (Betta splendens) yang diberikan pakan limbah lemuru. Penelitian dilakukan dengan perlakuan toples kontrol, perlakuan toples A dengan menggunakan dosis 3%, perlakuan toples B dengan menggunakan dosis 6%, perlakuan toples C dengan menggunakakn dosis 9%. Penelitian ini dilakukan selama 42 hari. Parameter pertumbuhan ikan cupang berupa berat mutlak, panjang mutlak, laju pertumbuhan spesifik (Specific Growth Rate/SGR), tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate/SR), rasio konversi pakan (Food Convertion Ratio/FCR). Parameter kualitas air yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu, pH dan Dissolved Oxygen (DO). Hasil penelitian dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan bahwa kelangsungan hidup berpengaruh beda nyata terhadap pertumbuhan ikan cupang, sedangkan berat mutlak, panjang mutlak, Specifiic Growth Rate (SGR) dan rasio konversi pakan memberikan pengaruh signifikan pada pertumbuhan ikan cupang.Parameter kualitas air yang diukur meliputi Suhu berkisar 27,20 – 27,69oC, DO dengan kisaran 3,00-3,03 mg/L dan pH berkisar 6,60 – 6,68.

Kata Kunci: Ikan Cupang; Limbah Lemuru (kepala dan tulang); Laju Pertumbuhan

  • 1.    Pendahuluan

Ikan cupang (Betta splendens) merupakan ikan hias yang memiliki keistimewaan seperti warna tubuh yang indah, bentuk sirip dan mudah dipelihara dilingkungan yang minim oksigen. Untuk membedakan cupang jantan dan betina dapat dilihat dari warna, bentuk tubuh dan sirip. Ikan jantan biasanya mempunyai sirip punggung dan sirip ekor dengan ukuran yang lebih panjang dibanding betina, ukuran tubuh jantan lebih kecil dan lebih memanjang dibandingkan betinanya (Yusuf et al., 2015). Kendala yang sering dihadapi dalam proses pembudidayaan ikan cupang adalah rendahnya pertumbuhan ikan cupang pada saat tahap pembesaran. Pertumbuhan ikan cupang masih tergolong lambat karena dipengaruhi oleh faktor pakan. Tingkat pertumbuhan yang lambat menyebabkan masa pemeliharaan relatif lama sehingga keuntungan yang di dapatkan pembudidaya ikan cupang relatif sedikit.

Pemberian pakan ikan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam proses optimasi pertumbuhan ikan cupang. Jumlah pakan, kualitas pakan dan kandungan nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin serta mineral yang cukup dan seimbang akan menghasilkan pertumbuhan ikan yang baik. Protein merupakan makromolekul polipeptida yang tersusun dari serangkaian asam amino (Probosari, 2019).

Protein merupakan makromolekul polipeptida yang tersusun dari serangkaian asam amino (Probosari, 2019). Protein merupakan sumber energi utama pada ikan selain lemak dan karbohidrat. Kebutuhan protein pada ikan cupang adalah sebesar 40% sedangkan pada fase burayak kebutuhan protein akan menjadi lebih besar. Salah satu yang dapat digunakan adalah limbah ikan lemuru. Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber aktivitas manusia, maupun proses alam dan proses non alam, disamping itu dapat mencemari lingkungan. Limbah kepala dan tulang lemuru memiliki potensi untuk dijadikan tepung ikan sebagai bahan baku pembuatan pakan murah untuk budidaya ikan laut (Miranti dan Putra, 2019).

Tingginya nilai kandungan gizi pada limbah lemuru menjadikannya sebagai salah satu protein sumber pakan pada budidaya ikan cupang. Limbah ikan lemuru yang dapat digunakan sebagai pakan adalah bagian kepala dan tulang ikan lemuru. Bagian ini kemudian diolah untuk

menghasilkan tepung ikan yang memiliki nilai kandungan protein sebesar 40,68%, lemak 8.99%, serat kasar 1,05 dan BETN 22,74 (Miranti dan Putra, 2019). Oleh sebab itu dilakukan penelitian tentang pemberian pakan limbah lemuru pada pembesaran ikan cupang (Betta splendens), untuk mengetahui pengauruh pemberian pakan dari limbah ikan lemuru terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan cupang (Betta splendens).

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2020 sampai bulan Februari 2021 selama 42 hari yang bertempat di Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: timbangan digital, DO meter, pH meter, jaring ikan, penggaris, alat tulis, dan termometer. Bahan yang digunakan selama penelitian meliputi: tepung lemuru (kepala dan tulang), ikan cupang, dan aquades.

  • 2.3    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 kali perlakuan dan 3 kali pengulangan. Adapun perlakuan yang diuji adalah perlakuan pertama merupakan bak kontrol, dengan pakan komersial. Perlakuan A dosis pemberian pakan 3% dari bobot biomasa, perlakuan B dosis pemberian pakan 6% dari bobot biomasa, dan perlakuan C dosis pemberian pakan 9% dari bobot biomasa. Pakan diberikan dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WITA dan 15.00 WITA.

  • 2.4    Pelaksanan Penelitian

    • 2.4.1.    Persiapan Bahan dan Wadah Penelitian

Persiapan bahan penelitian yang akan digunakan dalam pemeliharan ikan cupang meliputi pakan komersial, dan pakan dari limbah lemuru (kepala dan tulang). Wadah penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah toples plastik

berkapasitas 16 L sebanyak 12 wadah. Sebelum digunakan, toples tersebut dicuci dengan tujuan untuk mencegah adanya patogen penyakit seperti jamur dan bakteri.

  • 2.4.2.    Ikan Uji

Ikan uji yang digunakan adalah ikan cupang dengan ukuran 1,5 – 2,0 cm. Ikan cupang yang digunakan didapatkan dari pembudidaya ikan cupang di Desa Kaliakah, Jembrana. Padat tebar ikan cupang dalam toples adalah sebanyak 5 ekor disetiap wadah. Sebelum penebaran ikan terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi selama 30 menit.

  • 2.4.3.    Pakan Uji

Pakan yang digunakan selama pemeliharaan ikan cupang adalah pakan komersial dan pakan buatan dari limbah ikan lemuru (kepala dan tulang) yang kemudian diolah menjadi tepung. Pakan kormersial diperoleh dari toko pakan ikan hias. Limbah lemuru diperoleh disekitar pabrik pengalengan ikan di Desa Pengambengan.

  • 2.4.4.    Proses Pembutan Pakan Uji

Proses pembutan tepung limbah lemuru (kepala dan tulang) mengikuti prosedur berikut, ikan dikukus kurang lebih 30 menit atau sampai lunak dan agak hancur, ikan yang telah dikukus kemudian di jemur hingga kering, hasil pengeringan tersebut kemudian digiling hingga menjadi tepung ikan, dan kemudian tepung ikan diayak suapaya hasilnya seragam (Miranti dan Putra, 2019).

  • 2.5    Analisis Data

    • 2.5.1.    Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)

Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) adalah kelulusan hidup pakan ikan yang dipelihara. Dihitung menggunakan rumus menurut (Hastuti, 2016):

Nt

sr= No ×100%

Keterangan :

SR : kelangsungan hidup (%)

Nt : jumlah ikan diakhir penelitian (ekor)

N0 : jumlah ikan diawal penelitian (ekor)

(1)


  • 2.5.2.    Pertumbuhan Berat Mutlak

Pertumbuhan berat mutlak dihitung dengan mengikuti rumus (Effendie, 1997):

Gr= Wt- WO                                (2)

Keterangan :

GR : pertumbuhan mutlak (gram)

Wt : berat rata – rata akhir penelitian (gram)

Wo : berat rata – rata awal penelitian (gram)

  • 2.5.3.    Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan pajang mutlak dihitung dengan mengikuti rumus (Effendie, 1997):

L= Lt-LO                                   (3)

Keterangan :

L : pertumbuhan panjang mutlak (cm)

Lt : panjang rata – rata individu pada akhir penelitian (cm)

Lo : panjang rata – rata individu pada awal penelitian (cm)

  • 2.5.4.    Specific Growth Rate (SGR)

Specific Growth Rate merupakan persentase penambahan bobot setiap hari selama penelitian. Menurut (Effendie, 1997) SGR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

SGR = (In(W2)-In(W1))∕((t2-t1))x 100%     (4)

Keterangan :

SGR : laju pertumbuhan harian spesifik (%/hari)

W2 : bobot rata – rata ikan pada akhir percobaan (gram)

W1 : bobot rata – rata ikan pada awal percobaan (gram)

t2 : waktu akhir percobaan

t1 : waktu awal percobaan

  • 2.5.5.    Rasio Konversi Pakan (FCR)

Rasio konversi pakan atau Food Convertion Ratio (FCR) adalah perbandingan antara pakan habis yang digunakan dalam pemeliharaan dengan pertambahan berat ikan yang dihasilkan diakhir pemeliharaan. Menurut Djarijah (1995), FCR dihitung dengan rumus sebagai berikut:

F


FCR = -----------

(Wt + D)-W0


(5)


Keterangan :

FCR : Rasio Konversi Pakan

F : jumlah total pakan yang diberikan (gram)

Wt : berat biomassa pakan pada akhir penelitian (gram)

D : berat ikan yang mati (gram)

W0 : berat biomassa ikan pada awal penelitian (gram)

Parameter penunjang yang diukur pada penelitian ini adalah kualitas air. Kualitas air yang diamati meliputi: suhu, pH, dan DO. Data yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian kemudian dianalisis dengan analisis keragaman (ANOVA) sesuai dengan rancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun analisis data dilakukan dengan bantuan program SPSS.

  • 3.    Hasil

    • 3.1    Pertumbuhan Berat Mutlak Ikan Cupang (Betta splendens)

Pada penelitian ini, pertumbuhan berat mutlak ikan cupang (Betta splendens) berkisar antara 0,1630,067 g dan nilai tertinggi pada perlakuan kontrol dengan nilai rata – rata 0,163 g, kemudian diikuti perlakuan A dengan nilai 0,113 g, perlakuan B berat rata – rata 0,067 g, dan perlakuan C dengan rata – rata 0,063 g. Hasil dari uji statistik One-Way ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh beda nyata terhadap pertumbuhan ikan cupang. Hasil uji Duncan menunjukkan

Gambar 1. Hasil Perhitungan Berat Mutlak Ikan Cupang (Betta splendens). Keterangan: notasi yang berbeda pada gambar, menunjukkan: (a) tidak berbeda nyata, (b) berbeda nyata dan (c) berbeda sangat nyata.

perlakuan Kontrol memberikan pengaruh paling beda nyata dibandingkan dengan perlakuan toples A, B dan C. Hasil pengamatan berat mutlak ikan cupang dapat dilihat pada (Gambar 1).

  • 3.2    Pertumbuhan Panjang Mutlak Ikan Cupang (Betta splendens)

Pada penelitian ini pertumbuhan panjang mutlak ikan cupang (Betta splendens) berkisar antara 1,671,08 cm nilai tertinggi pada perlakuan kontrol memiliki panjang rata – rata 1,67 cm, diikuti perlakuan A dengan panjang rata – rata 1,36 cm, perlakuan B dengan panjang rata rata 1,21 cm, dan panjang rata-rata terendah perlakuan C dengan nilai 1,08 cm. Hasil dari uji statistik One-Way ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh beda nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak ikan cupang. Hasil uji Duncan menunjukkan perlakuan toples kontrol memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap perlakuan toples A, B dan C. Hasil pengamatan panjang mutlak ikan cupang dapat dilihat pada

Gambar 2. Hasil Perhitungan Panjang Mutlak Ikan cupang (Betta splendens) Keterangan: notasi yang berbeda pada gambar, menunjukkan: (a) tidak berbeda nyata, (b) berbeda nyata dan (c) berbeda sangat nyata.

(Gambar 2).

  • 3.3    Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)

Pada penelitian ini nilai SGR berkisar antara 1,39 – 0,81%/hari dengan nilai SGR tertinggi pada perlakuan kontrol yaitu 1,39%hari, kemudian diikuti dengan perlakuan A 1,14%/hari, lalu perlakuan B yaitu 0,81%/hari, dan perlakuan C yaitu 0,80%/hari. Hasil dari uji statistik One-Way ANOVA menunjukan bahwa perlakuan memberikan pengaruh beda nyata terhadap laju

Gambar 3. Hasil Perhitungan Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) Ikan Cupang. Keterangan: notasi yang berbeda pada gambar Menunjukkan: (a) tidak berbeda nyata, (b) berbeda nyata dan (c) berbeda sangat nyata.


KURVA LAJU PERTUMBUHAN SPESIFIK

Gambar 4. Hasil Kurva Laju Pertumbuhan Spesifik


pertumbuhan spesifik (SGR) ikan cupang. Hasil laju pertumbuhan spesifik ikan cupang dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil analisi regresi linear dengan pemberian dosis pakan tepung lemuru yang berbeda adalah (x) terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan cupang, (y) membentuk kurva linear dengan persamaan (y) = -0,0001x + 0,0154 dengan R2 = 0,8373 (Gambar 4).

  • 3.4    Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)

Pada penelitian ini nilai tingkat kelangsungan hidup berkisar antara 67 – 93%. Nilai tingkat kelulusan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 93%, kemudian diikuti perlakuan B yaitu 80%, perlakuan kontrol 73% dan perlakuan A yaitu 67%. Hasil dari uji statistik One-Way ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh beda nyata terhadap tingkat kelulusan hidup ikan cupang. Hasil laju pertumbuhan spesifik ikan cupang dapat dilihat pada Gambar 5.

  • 3.5    Rasio Konversi Pakan (FCR)

Pada penelitian ini nilai rasio konversi pakan berkisar dari 2,35 – 9,68 (Gambar 6). Rasio konversi pakan tertinggi yaitu pada perlakuan C yaitu 9,68 dan terendah pada perlakuan kontrol yaitu 2,35. Hal ini menujukkan bahwa perlakukan kontrol mampu memanfatkan pakan secara optimal dibandingkan dengan perlakuan lain. Berdasarkan hasil uji One-Way ANOVA hasil uji signifikansi (P<0,05) menunjukkan bahwa rasio konversi pakan

Gambar 5. Hasil Perhitungan Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Ikan Cupang. Keterangan: notasi yang berbeda pada gambar Menunjukkan: (a) tidak berbeda nyata, (b) berbeda nyata dan (c) berbeda sangat nyata.


Rasio Konversi Pakan

Gambar 6. Hasil Perhitungan Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) Ikan Cupang. Keterangan: notasi yang berbeda pada gambar Menunjukkan: (a) tidak berbeda nyata, (b) berbeda nyata dan (c) berbeda sangat nyata.

berpengaruh beda nyata terhadap pertumbuhan ikan cupang.

  • 3.6    Kualitas Air

Kualitas air merupakan parameter dalam suatu budidaya. Kualitas air yang kurang baik akan

menghambat pertumbuhan ikan. Parameter yang dikur selama penelitian yaitu pH, DO, dan suhu. Hasil pengukuran kualitas air menunjukkan nilai pH yang didapat berkisar antara 6,60 – 6,68 dimana nilai tertinggi pH terdapat pada perlakuanC yaitu 6,68, diikuti oleh perlakuan A dan kontrol yaitu 6,62, dan nilai terendah pH pada perlakuan kontro dan B yaitu 6,60. Nilai oksigen terlarut atau DO yang didapat yaitu berkisar antara 3,01 – 2,89 dimana nilai tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 3,01 mg/L, kemudian perlakuan B yaitu 3,00 mg/L, perlakuan C yaitu 2,91 mg/L, dan perlakuan A 2,89 mg/L. Nilai suhu berkisar antara 27,92 – 27,800C dimana nilai tertinggi terdapat pada perlakuan Kontrol yaitu 27,920C, kemudian toples C yaitu 27,820C, toples B 27,800C dan nilai terendah pada toples A 27,790C. Hasil perhitungan kualitas air dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Hasil Pengukuran Kualitas Air

Toples                  Nilai

Parameter    Kontrol    A     B     C      baku

mutu

pH          6,62      6,62    6,60    6,68      6,5-7

(Lesmana

, 2002)

DO (mg/L)     3,03     3,02   3,00   3,00     >3ppt

(Agus,

2010)

Suhu (0C)      27,69     27,68   27,20   27,68    24-300C

(Agus,

2010)

  • 3.    Pembahasan

  • 4.1    Pertumbuhan Berat Mutlak Ikan Cupang (Betta splendens)

Peningkatan berat mutlak yang tertinggi didapat pada perlakuan kontrol yaitu pemberian pakan berupa pelet memiliki pertumbuhan berat rata – rata sebesar 0,163 g. Hal ini karena ikan sudah beradaptasi dengan pakan yang diberikan. Faktor daya tarik makanan diduga berperan penting dalam pertumbuhan benih ikan cupang. Makanan yang memiliki daya tarik lebih baik akan merangsang nafsu makan ikan yang lebih baik. Menurut pendapat Suban diono dan Hastuti (2016) secara skematik proses makan dimulai dari tingkah laku nafsu makan dan tingkat respon terhadap rangsangan hingga konsumsi, kenyang,

dan reaksi feedback negatif atau menurunnya nafsu makan.

Perlakuan di luar kontrol menunjukkan bahwa perlakuan C memiliki berat mutlak terendah yaitu 0,063 g. Rendahnya pertumbuhan berat mutlak dikarenakan saat pemberian pakan banyak pakan yang tidak dikonsumsi oleh ikan cupang sehingga air menjadi keruh dan ikan cupang mengalami stress. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ghufron dan Kordi (2004) bahwa stres pada ikan akan mengakibatkan nafsu makan ikan tersebut berkurang sehingga mempengaruhi berat mutlak ikan.

  • 4.2    Pertumbuhan Panjang Mutlak Ikan Cupang

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ikan cupang yang diberi pakan komersial lebih cepat pertumbuhan panjangnya dari pada pemberian tepung lemuru. Hal ini terjadi karena pakan komersial lebih lama mengapung dibandingkan pakan tepung lemuru sehingga ikan lebih agresif untuk memakan pakan komersial. Pertumbuhan panjang mutlak terendah diperoleh pada perlakukan C, diduga karena nafsu makan yang dimiliki oleh ikan cupang tidak selahap dengan memakan pakan komersial dan dapat diduga tepung lemuru yang lebih cepat tenggelam membuat air lebih cepat keruh yang mengakibatkan ikan cupang tidak agresif untuk makan, sehingga pada pertumbuhan panjang mutlak ikan cupang yang memakan tepung lemuru lebih rendah ukurannya dari pada pakan komersial. Menurut pernyatan Soesono (1981) kebiasaan makan ikan sangat mempengarui pertumbuhan ikan, jenis pakan yang diberikan sesuai kebiasaan makan, maka pakan yang diberikan dapat dimakan ikan tersebut.

Panjang mutlak ikan cupang perlakuan A lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan C. Sifat tepung lemuru yang tidak tahan lama dipermukaan air membuat pakan tenggelam ke dasar sehingga air cepat keruh, akibatnya nafsu makan ikan menjadi berkurang. Menurut Harlena (2018) apabila wadah pemeliharan kotor maka benih ikan menjadi stress dan kurang respon makan terhadap makanan yang diberikan.

  • 4.3    Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)

Berdasarkan hasil SGR perlakuan kontrol memiliki nilai tertinggi sebesar 1,39% hari dikarenakan ikan

dapat memanfaatkan pakan yang diberikan secara optimal dan pakan tersebut terserap lalu diubah menjadi daging (Nofyan, 2005). Nilai pertumbuhan spesifik perlakuan C memiliki nilai terendah sebesar 0,80% hari, rendahnya nilai pertumbuhan spesifik diduga karena pakan yang diberikan pada perlakuan C tidak dimanfaatkan secara optimal sehingga pakan banyak tersisa di dasar. Pertumbuhan akan terjadi apabila ikan mampu memanfaatkan pakan secara optimal. Sisa - sisa pakan yang ada didalam toples mengakibatkan air cepat keruh. Hal ini mengakibatkan menurunnya nafsu makan sehingga energi yang diserap dari pakan tidak optimal. Hal ini sependapat dengan Handajani dan Widodo (2010) bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh spesies ikan, lingkungan dan makanan yang dicerna dan dari beberapa faktor tersebut seberapa jauh akan mempengaruhi pertumbuhan bagi ikan seperti faktor kualitas air yang meliputi suhu, DO dan pH.

  • 4.4    Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)

Berdasarkan hasil pengujian analisis stastistik menggunakan ANOVA (Gambar 5) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh beda nyata terhadap tingkat kelulusan hidup ikan cupang. Selama penelitian tingkat kelangsungan hidup ikan cupang mengalami penurunan setiap perlakuan. Kelangsungan hidup ikan cupang selama penelitian berkisar 93% - 67%. Tingkat kelangsungan pada setiap perlakuan tersebut diatas 50%. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Rozik et al. (2014) bahwa tingkat kelangsungan hidup ≥ 50% tergolong baik, jika tingkat kelangsungan hidup 30 – 50% tergolong sedang, dan kurang dari 30% makan tingkat kelangsung hidup tidak baik.

Tingkat kelangsungam hidup tertinggi pada perlakuan C sebesar 93%. Hal ini diduga ikan cupang dapat bertahan hidup, meski pada perlakuan C pakan banyak tersisa yang membuat air menjadi lebih keruh. Ikan cupang sanggup hidup dalam lingkungan air yang keruh dan minim oksigen. Pernyataan tersebut didukung oleh Rachmawati et al. (2016) bahwa ikan cupang memiliki daya tahan yang baik terhadap air yang keruh dan minimnya oksigen. Ikan cupang masih sanggup bertahan hidup karena ikan cupang termasuk ikan labirin yang dapat mengambil okisigen langsung dari udara (Wahyudewantoro,

  • 2016) . Tingkat kelangsungan hidup rendah terdapat pada perlakuan A, ini diduga terjadi karena ikan cupang belum sepenuhnya beradaptasi terhadap pakan dan lingkungan pemeliharaan yang baru. Menurut Rohadi et al. (2016) menyatakan bahwa adaptasi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. adaptasi dapat berupa penyesuaian lingkungan, penyesuaian bentuk tubuh dan penyesuaian tingkah laku.

  • 4.5    Rasio Konversi Pakan (FCR)

Berdasarkan hasil penelitian perlakuan toples kontrol dengan pemberian pakan komersial mempunyai nilai FCR yang paling rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa karena ikan mampu memanfaatkan pakan yang diberikan secara optimal. Hal ini didukung oleh pernyatan Stickney (1979) bahwa kualitas pakan yang baik atau optimal akan memperoleh nila FCR yang baik. Rasio konversi pakan terendah pada pemberian pakan tepung lemuru terdapat pada perlakuan A dengan dosis 3% hal ini terjadi karena ikan mampu memanfaatkan pakan secara optimal. hal ini didukung oleh pendapat Stickney (1979) yang menyatakan bahwa kualitas pakan yang baik atau optimal akan menghasilkan nilai rasio konversi yang baik pula. Nilai rasio konversi pakan yang semakin rendah akan mengakibatkan ikan semakin optimal dalam memanfaatkan pakan yang dikonsumsi untuk petumbuhannya.

Rasio konversi pakan pada perlakuan C dengan dosis 9% paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya hal ini diduga karena nafsu makan ikan yang kurang selain itu cara pemberian pakan (kualitas, jumlah dan frekuensi pemberian pakan), suhu air, kelompok umur ikan, berat setiap individu serta kepadatan dapat mempengaruhi nilai rasio konversi pakan itu sendiri (Barrow dan Hardy, 2001). Nilai FCR tinggi juga dipengaruhi oleh pemberian dosis pakan. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka nila FCR akan semakin tinggi. Menurut Susanti (2004) konversi pakan yang dihasilkan tinggi maka kualitas pakan yang diberikan pada ikan kurang baik sehingga tidak optimal dikonsumsi oleh ikan.

  • 4.5    Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan kegiatan

budidaya ikan hias. parameter kualitas air pH, suhu dan oksigen terlarut DO yang diamati masih berada dalam kisaran ambang toleransi untuk pemeliharan ikan cupang. Hal ini sesuai dengan pendapat Lesmana (2002) menyatakan ikan hias kebanyakan akan hidup baik pada pH sedikit asam sampai netral, yaitu 6,5 - 7,5. Dari pengukuran yang dilakukan hasil pengukuran pH air yakni berkisar antara 6,68 - 6,60.

Hasil pengamatan DO selama penelitian didapatkan nilai DO berkisar antara 3,03 - 3,00 mg/L. dari hasil pengamatan selama penelitian trsebut dapat dikatakan masih layak untuk pemeliharan ikan hias cupang. Sesuai dengan pendapat Agus (2010), bahwa kandungan oksigen terlarut (DO) yang baik untuk pemeliharan ikan hias cupang di atas 3 mg/L.

Parameter kualitas air yang diukur selain pH dan DO adalah suhu perairan. Berdasarkan hasil pengukuran selama penelitian suhu perairan berkisar antara 27,69 - 27,20oC. Pengukuran tersebut menujukan bahwa suhu perairan pada penelitian masih termasuk dalam suhu yang optimal. Menurut Surianyah (2014), semakin tinggi suhu maka semakin tinggi metabolisme ikan yang akan membuat ikan stres, sedangkan jika nilai suhu dalam budidaya rendah mengakibatkan nafsu makan pada ikan menurun dan mudah terserang penyakit. Nilai suhu yang didapatkan selama penelitian masih dalam batas optimal, hal ini sesuai dengan pernyataan Agus (2010), bahwa nilai yang optimal untuk pertumbuhan ikan cupang berkisar antara 24-30°C.

  • 5. Simpulan

Pemberian pakan limbah lemuru sebanyak 3% menghasilkan pertumbuhan mutlak dan lanju pertumbuhan tertinggi pada ikan cupang. Tingkat kelangsungan hidup ikan cupang dengan pemberian pakan dari limbah lemuru tertinggi pada perlakuan C sebesar 93% dan terendah pada perlakuan B sebesar 73%. Hasil dari uji statistik One Way ANOVA menunjukan bahwa perlakuan memberikan pengaruh beda nyata terhadap kelulus hidup ikan cupang.

Ucapan Terima Kasih

Disampaikan terima kasih kepada Laboratorium Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana.

Daftar Pustaka

Agus, M. Y., Yusuf., & Nafi, B. (2010). Pengaruh

Perbedaan Jenis Pakan Alami Daphnia, Jentik Nyamuk dan Cacing Sutera terhadap Pertumbuhan Ikan Cupang Hias (Betta splendens). PENA Akuatika, 2(1), 21-29.

Arifin, M. Y. (2016). Pertumbuhan dan Survival rate Ikan Nila (Oreochromis niloticus sp.) Strain Merah dan Strain Hitam yang Dipelihara pada Media Bersalinitas. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 16(1), 159-166.

Djariah, A. S. (1995). Pakan Ikan Alami. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.

Effendie, M. I. (1997). Biologi Perikanan. Yogyakarta, Indonesia: Yayasan Pustaka Nusatama.

Handajani, H., & Widodo, W. (2010). Nutrisi Ikan.

Malang, Indonesia: UMM Press.

Hastuti, Y. P., Nadeak, H., Affandi, R., & Faturrohman, K. (2016). Optimum pH determination for mangrove crab Scylla serrata growth in controlled containers. Jurnal Akuakultur Indonesia, 15(2), 24-37.

Kordï, K. M. (2004). Budidaya Ikan Nila di Kolam. Jakarta, Indonesia: Erlangga.

Marie, R., Syukron, M.A., & Rahardjo, S. S. P. (2018). Teknik Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Pemberian Pakan Limbah Roti. Jurnal

Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 5(1), 1-6.

Mirantin, S., & Putra, W. K. A. (2019). Uji Potensi Limbah Ikan dari Pasar Tradisional di Kota Tanjung Pinang sebagai Bahan Baku Alternatif Pembuatan Pakan untuk Budidaya Ikan Laut. Intek Akuakultur, 3(1), 8-15.

Nofyan, E. (2005). Pengaruh Pemberian Pakan dari Sumber Nabati dan Hewani terhadap Berbagai Aspek Fisiologi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy L.). Jurnal Iktiologi Indonesia, 5(1), 19-23.

Probosari, E. (2019). Pengaruh Protein Diet terhadap Indeks Glikemik. JNH Journal of Nutrition and Health, 7(1), 33 9.

Rachmawati, D., Basuki, F., & Yuniarti, T. (2016).

Pengaruh Pemberian Tepung Testis Sapi dengan Dosis yang Berbeda terhadap Keberhasilan Jantanisasi pada Ikan Cupang (Betta Sp.). Journal of Aquaculture Management and Technology, 5(1), 130136.

Rozik, M., Setyadi, R.,  & Christina, I. (2018).

Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Dipuasakan Secara Periodik. Journal of Tropical Fisheries, 13(2), 1014-1021.

Rohadi., Raharjo, S., Falah, I. I., & Santoso, U. (2016). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Duwet (Syzygium cumini Linn.) pada Peroksidasi Lipida Secara In Vitro. Jurnal Agritech, 36(1), 30-37.

Soeseno S. (1981). Pemeliharaan Ikan di Kolam Pekarangan. Yogyakarta, Indonesia: Penerbit Kanisius.

Stead, S. M., & Laird, L. (2002). Handbook of Salmon Farming. UK: Praxis Publishing.

Suriansyah. 2014. Pengaruh Padat Tebar yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) yang Dipelihara dalam Baskom Plastik. Skripsi. Pangkalan Bun: Program Studi Budidaya Perairan,    Fakultas    Pertanian,    Universitas

Antakusuma.

Susanti, D. (2004). Pengaruh Penambahan Berbagai Silase Produk Perikanan dalam Ransum Pakan terhadap

Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Nila Gift. Skripsi.    Semarang,    Indonesia:    Universitas

Diponegoro.

Wahyudewantoro, G. (2016). Mengenal Cupang (Betta spp) Ikan Hias yang Gemar Bertarung. Warta Ikhtiologi, 1(1), 28 – 32.

Yusuf, A., Koniyo, Y., & Muharam, A. (2015). Pengaruh Perbedaan Tingkat Pemberian Pakan Jentik Nyamuk terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Cupang. Jurnal Nike, 3(3), 22 – 30.

Curr.Trends Aq. Sci. V(2): 96-104 (2022)