Indeks Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Rekreasi Pantai di Pantai Balangan, Kabupaten Badung, Bali
on
Current Trends in Aquatic Science IV(2), 159-169 (2021)
Indeks Kesesuaian Wisata Bahari Kategori Rekreasi Pantai di Pantai Balangan, Kabupaten Badung, Bali
Sherina Oktafianti a*, Wayan Restu a, I Wayan Darya Kartika a a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Udayana. Bukit Jimbaran. Bali-Indonesia
*Penulis koresponden. Tel.: +62-821-674-359-01
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 25 Juli 2021; disetujui (accepted) 4 Agustus 2021; tersedia secara online (available online) 30 Agustus 2021
Abstract
This research was conducted to determine the suitability of marine tourism conditions for the beach recreation category to preserve sustainable marine tourism. The IKW data collection used the purposive sampling method. This research was divided into 3 observation stations with a sampling distance of 10 m from the shoreline to the sea. Determination of the marine tourism suitability index of beach recreation used the suitability matrix analysis by considering 10 parameters such as water depth, water brightness, beach type, beach width, beach slope, current velocity, water bottom material, coastal land cover, hazardous biota, freshwater availability. Water brightness, current velocity, beach widh, water depth and hazardous biota parameters data collection is carried out with 3 repetitions, whereas the other parameters are carried out without repetition. The parameter conditions for the IKW for beach recreation at Balangan beach had a white sand type of beach, beach width 28 m, the water bottom material is sand, water depth 0,66 m, water brightness 73%, current velocity 29 cm/s, beach slope 7,9°, coastal land cover is an open field, without hazardous biota, and freshwater availability 0,075 km. The results were obtained from the calculation of the IKW for beach recreation tourism at station I with a value of 2,92, station II 2,80, and station III 2,92. The result showed that all 3 stations were categorized as a very suitable category which indicates that Balangan Beach is very suitable as a beach recreation tourism object and can be further developed in its management.
Keywords: Marine Tourism; Tourism Suitability Index; Balangan Beach.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat rasio konversi pakan, pertumbuhan berat dan kelulushidupan ikan lele (Clarias sp.) yang diberi pelet komersial dan maggot BSF black soldier fly (Hermetia illucens). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Maret 2021 di PT Bala Biotech Indonesia, Karangasem, Bali. Metode penelitian yang digunakan eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari 3 perlakuan dan 3 ulangan. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini yaitu: pakan pellet komersial 100% (A), pakan pellet komersial 50% + maggot BSF 50% (B), maggot BSF (C). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perlakuan A yaitu kelulushidupan sebesar 33±2,89%, pertumbuhan berat sebesar 35,0±1,89g dan FCR sebesar 0,67. Perlakuan B kelulushidupan 35±5,00%, pertumbuhan berat mutlak sebesar 33,6±0,85g dan FCR sebesar 0,82. Perlakuan C kelulushidupan sebesar 47±2,89%, pertumbuhan berat sebesar 18,7±1,89 g dan FCR sebesar 1,12. Pengamatan nilai parameter kualitas air pada masing-masing perlakuan DO berkisar 6,6-7,4 mg/l, suhu berkisar 25,8-25,9 oC, pH berkisar 6,9-7,0, amonia berkisar 0,7-1,4 mg/l, nitrit berkisar 0,1-0,6 mg/l dan nitrat berkisar 3,0-5,3 mg/l. Penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa ikan yang diberi pakan 100% maggot BSF menghasilkan kelulushidupan yang tertinggi namun pertumbuhannya lebih rendah daripada perlakuan lainnya, dan laju konversi pakan menunjukan pakan tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan.
Kata Kunci: Wisata Bahari; Indeks Kesesuaian Wisata; Pantai Balangan.
Pulau Bali merupakan salah satu provinsi di 1. Pendahuluan Indonesia yang memiliki destinasi wisata yang
terkenal karena budaya, adat istiadat, kesenian
yang beraneka ragam serta sangat dikenal dengan keindahan alam pantainya (Hakim et al., 2009; Law et al., 2016). Namun dalam kegiatan pemanfaatan kawasan wisata pantai biasanya lebih mengutamakan keuntungan ekonomi tanpa memperhatikan kondisi lingkungan yang ada (Yulianda, 2007). Oleh karena itu kesesuaian wisata sangat diperlukan untuk menilai tingkat kesesuaian suatu kawasan sebagai objek wisata agar dalam pengembangannya dapat dilakukan perkiraan dampak lingkungan, pengendalian dan pembatasan pengelolaan, sehingga tujuan wisata menjadi selaras (Mutmainah et al., 2016). Menurut Yulianda (2019), terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk menilai tingkat kesesuaian wisata kategori rekreasi pantai seperti parameter kedalaman perairan, kecerahan perairan, tipe pantai, lebar pantai, kecepatan arus, kemiringan pantai, tutupan lahan pantai, material dasar perairan, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar.
Menurut Pangesti (2007), jenis dan warna pasir dapat memberikan nilai tersendiri bagi estetika pantai dimana pasir putih sangat diminati oleh wisatawan. Menurut Subandi (2018), panjang garis dan lebar pantai yang cukup panjang dengan hamparan pasir sangat memungkinkan untuk melakukan aktivitas di sepanjang pantai. Menurut Armos (2013), kedalaman perairan adalah parameter yang cukup penting diperhitungkan untuk menentukan suatu kawasan dapat dijadikan kawasan wisata pantai khususnya mandi dan berenang karena sangat berpengaruh terhadap keselamatan wisatawan.
Menurut Data Daya Tarik Wisata DISPARDA Provinsi Bali (2019), objek wisata yang ada di Kabupaten Badung berjumlah 39 objek wisata dimana sebagian besar berupa wisata alam pantai yang berada di daerah Badung Selatan. Salah satu pantai alami yang ada di Badung Selatan yaitu Pantai Balangan yang berada di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan. Pantai Balangan memiliki daya tarik berupa daerah hamparan pasir putih dengan tebing tinggi serta pemandangan matahari terbenam yang menambah keindahan alam di pantai ini. Selain itu, kegiatan wisata yang ada di Pantai Balangan meliputi aktivitas berenang, selancar, dan rekreasi pantai.
Pantai Balangan sendiri juga memiliki keindahan alam pantai yang masih alami yang cukup sesuai untuk dikembangkan menjadi salah satu Objek Daerah Tujuan Wisata (ODTW) di
Kabupaten Badung. Mengingat Pantai Balangan sendiri menurut Data Daya Tarik Wisata DISPARDA Provinsi Bali (2019), belum terdaftar sebagai salah satu objek wisata yang ada di Kabupaten Badung, Bali serta belum banyak dikenal oleh wisatawan. Oleh karena itu perhitungan indeks kesesuaian wisata rekreasi di Pantai Balangan penting untuk dilakukan agar dalam pengelolaannya dapat lebih terarah, sehingga dapat menjadi lokasi wisata pantai yang berkelanjutan, dapat terus bermanfaat untuk masyarakat sekitarnya, dan dapat lebih dikenal oleh wisatawan serta dapat terdaftar sebagai salah satu objek wisata rekreasi pantai yang ada di Kabupaten Badung, Bali.
Penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan Januari hinggi awal bulan Februari tahun 2021 di Pantai Balangan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Lokasi penelitian terbagi atas 3 stasiun penelitian yang berada disekitar Pantai Balangan. Adapun peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian (Pantai Balangan)
-
2.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu global positioning system (GPS), stopwatch, rol meter, tongkat ukur, lagrange, secchi disk, alat tulis, kamera, dan alat dasar selam (ADS).
-
2.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dimana data
yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan merupakan data parameter indeks kesesuaian wisata kategori rekreasi pantai. Sedangkan data sekunder diperoleh dari jurnal, buku dan data dari instansi pemerintahan terkait seperti Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Bali. Lokasi penelitian terbagi atas 3 stasiun pengambilan data dimana lokasi ditentukan berdasarkan keterwakilan wilayah dilokasi dengan pertimbangan bahwa di daerah tersebut sering digunakan oleh wisatawan sebagai lokasi kegiatan wisata rekreasi pantai (Chasanah, 2017). Penentuan titik koordinat stasiun penelitian dilakukan dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Selanjutnya, dilakukan pengukuran parameter indeks kesesuaian wisata kategori rekreasi pantai pada masing-masing stasiun dan dilanjutkan dengan analisis data.
-
2.4 Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data di Pantai Balangan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dimana teknik ini melakukan pengambilan sampel secara sengaja yang sudah ditentukan sehingga lokasi yang ingin diteliti dapat terwakili (Fachrul, 2007). Data yang dikumpulkan berupa parameter kesesuaian wisata untuk kategori rekreasi pantai seperti kedalaman perairan, kecerahan perairan, tipe pantai, lebar pantai, kemiringan pantai, kecepatan arus, material dasar perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar (Yulianda, 2019). Pengambilan data setiap parameter pada masing-masing stasiun dilakukan secara horizontal dengan jarak 10 m dari garis pantai ke arah laut. Metode pengukuran parameter indeks kesesuaian wisata (IKW) kategori rekreasi pantai adalah sebagai berikut: Tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kedalaman perairan, kecerahan perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, penutupan lahan, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar.
-
2.4.1 Tipe Pantai
Pengukuran tipe pantai dilakukan dengan pengamatan visual secara langsung mengamati jenis dan warna pasir (Chasanah et. al., 2017), kemudian digolongkan sesuai kategori (Yulianda, 2019).
-
2.4.2 Lebar Pantai
Pengukuran lebar pantai dilakukan menggunakan rol meter dengan jarak antara vegetasi terakhir dari darat dengan batas surut terendah di stasiun penelitian (Chasanah et. al., 2017).
-
2.4.3 Material Dasar Perairan
Pengukuran material dasar perairan dilakukan dengan pengamatan visual di stasiun penelitian (Kamah, 2013).
-
2.4.4 Kedalaman Perairan (m)
Pengukuran kedalaman perairan dilakukan menggunakan tongkat ukur dan rol meter dimana nilai yang ditunjukkan pada tiang skala merupakan kedalaman perairan di stasiun penelitian (Kamah, 2013).
-
2.4.5 Kecerahan Perairan (m)
Pengukuran kecerahan perairan dilakukan menggunakan secchi disk dengan tali yang diturunkan perlahan ke dalam perairan stasiun penelitian dengan jarak pengambilan sampel 10 m dari garis pantai pada pasang tertinggi saat pengambilan data. Selanjutnya dicatat jarak tampak dan jarak tidak tampak pertama secchi disk dan dilanjutkan dengan perhitungan kecerahan perairan (Chasanah, 2017). Kecerahan perairan dihitung menggunakan rumus:
Dl + D2
λ'=- (1)
dimana K adalah kecerahan perairan; D1 adalah kedalaman saat secchi disk mulai tidak terlihat; dan D2 adalah kedalaman saat secchi disk mulai terlihat.
-
2.4.6 Kecepatan Arus (cm/det)
Pengukuran kecepatan arus dilakukan menggunakan lagrange dengan jarak tempuh 2 m sambil diukur waktu tempuhnya dengan menggunakan stopwatch. Jarak pengambilan sampel adalah 10 m dari garis pantai pada pasang tertinggi saat pengambilan data (Kamah, 2013). Kecepatan arus dihitung menggunakan rumus Suryadhi (2013), yaitu:

(2)
dimana V adalah kecepatan (m/s); S adalah jarak (m); dan T adalah waktu (s).
-
2.4.7 Kemiringan Pantai
Pengukuran kemiringan pantai dilakukan menggunakan rol meter dan tongkat berukuran 2 m. Tahap pertama diletakkan kayu berukuran 2 m secara horizontal di atas pasri dan diletakkan tepat pada batas pantai teratas. Tahap selanjutnya dihitung ketinggian tongkat dengan rol meter sheingga diketahui kemiringan pantai dengan menghitung sudut yang dibentuk antara garis horizontal dan vertikal yang didapatkan (Lestari, 2013). Kemiringan pantai dihitung dengan rumus Lestari (2013), yaitu:
T
a = arc tan— (3)
dimana α adalah sudut yang dibentuk (°); T adalah tinggi horizontal; dan P adalah panjang horizontal.
-
2.4.8 Penutupan Lahan
Penutupan lahan dilakukan dengan pengamatan visual daerah sekitar pantai (Chasanah, 2017).
-
2.4.9 Biota Berbahaya
Biota berbahaya dilakukan dengan observasi secara langsung dengan menggunakan alat dasar selam (ADS) di lokasi penelitian dengan jarak ±30 m ke arah kiri dan kanan pada setiap stasiun penelitian.
-
2.4.10 Ketersediaan Air Tawar (km)
Pengukuran ketersediaan air tawar dilakukan menggunakan GPS dengan cara mecatat titik koordinat lokasi sumber air tawar terdekat pantai dan titik koordinat stasiun penelitian. Selanjutnya dihitung jarak antara stasiun dengan sumber air tawar menggunakan aplikasi Google Earth Pro.
-
2.5 Analisis Data
Analisis data indeks kesesuaian wisata (IKW) dilakukan sesuai dengan matriks indeks
Tabel 1 Matriks Indeks Kesesuaian Wisata Kategori Rekreasi Pantai | |||||||||
Parameter |
Bobot |
S1 |
Skor |
S2 |
Skor |
S3 |
Skor |
N |
Skor |
Tipe pantai |
0,200 |
Pasir putih |
3 |
Pasir putih, pecahan karang |
2 |
Pasir hitam, sedikit terjal |
1 |
Lumpur, berbatu, terjal |
0 |
Lebar pantai (m) |
0,200 |
>15 |
3 |
10 - <15 |
2 |
3 - <10 |
1 |
<3 |
0 |
Material dasar perairan |
0,170 |
Pasir |
3 |
Karang berpasir |
2 |
Pasir berlumpur |
1 |
Lumpur, lumpur berpasir |
0 |
Kedalaman (m) |
0,125 |
0-3 |
3 |
>3 - 6 |
2 |
>6 - 10 |
1 |
>10 |
0 |
Kecerahan perairan (%) |
0,125 |
>80 |
3 |
>50 - 80 |
2 |
20 – 50 |
1 |
<20 |
0 |
Kecepatan arus (cm/det) |
0,080 |
0 - 17 |
3 |
17 - 34 |
2 |
34 – 51 |
1 |
>51 |
0 |
Kemiringan pantai (°) |
0,080 |
<10 |
3 |
10 - 25 |
2 |
>25 - 45 |
1 |
>45 |
0 |
Penutupan lahan pantai |
0,010 |
Kelapa, lahan terbuka |
3 |
Semak, belukar, savana |
2 |
Belukar tinggi |
1 |
Bakau, pemukiman, pelabuhan |
0 |
Biota berbahaya |
0,005 |
Tidak ada |
3 |
Bulu babi |
2 |
Bulu babi, ikan pari |
1 |
Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu |
0 |
Ketersediaan air tawar (km) |
0,005 |
<0,5 |
3 |
>0,5 - 1 |
2 |
>1 - 2 |
1 |
>2 |
0 |
kesesuaian wisata bahari kategori rekreasi pantai dimana terdiri dari 10 parameter seperti tipe pantai, lebar pantai, kedalaman perairan, kecerahan perairan, kecepatan arus, material dasar perairan, penutupan lahan pantai, kemiringan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar (Yulianda, 2019), kemudian IKW dihitung sesuai dengan rumus Yulianda (2019), yaitu sebagai berikut:
= J ' (4)
dimana IKW adalah indeks kesesuaian wisata; n adalah banyaknya parameter kesesuaian; Bi adalah bobot parameter ke-I; dan Si adalah skor parameter ke-i. Selanjutnya nilai IKW dibagi menjadi 4 kelas kesesuaian meliputi Sangat sesuai dengan nilai IKW ≥ 2.5, Sesuai dengan nilai 2.0 ≤ IKW < 2.5, Tidak sesuai 1 ≤ IKW < 2.0, dan Sangat tidak sesuai dengan nilai IKW < 1. Parameter indeks kesesuaian wisata (IKW) kategori rekreasi pantai dapat dilihat pada Tabel 1.
Indeks kesesuaian wisata merupakan metode ilmiah yang menunjukan nilai dari kesesuaian atau kelayakan suatau kawasan sebagai objek wisata agar dalam pengembangannya dapat dilakukan pengendalian atau pembatasan pengelolaan sehingga tujuan wisatan menjadi selaras (Mutmainah et al., 2016). Perhitungan indeks kesesuaian wisata kategori rekreasi pantai mengacu pada Yulianda (2019) yang meliputi 10 parameter sebagai faktor pembatas kesesuaian wisata rekreasi pantai seperti tipe pantai, lebar pantai, kedalaman perairan, material dasar perairan, kecepatan arus, kecerahan perairan, kemiringan pantai, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar. Hasil pengukuran dari setiap parameter adalah sebagai berikut:
-
3.1.1 Tipe Pantai
Berdasarkan hasil pengamatan visual secara langsung di lapangan, didapatkan hasil pengamatan tipe pantai pada masing-masing stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pengamatan tipe pantai pada masing-masing stasiun didapatkan tipe pantai pada stasiun I, II,
dan III adalah tipe pantai berupa pasir putih dengan skor 3 yang menunjukkan bahwa tipe pantai pada setiap stasiun berada pada kategori kesesuaian sangat sesuai untuk wisata kategori rekreasi pantai. Pasir putih sendiri merupakan salah satu daya tarik Pantai Balangan selain tebing-tebing yang ada di sekitar pantai.
Tabel 2
Hasil Pengamatan Tipe Pantai
Stasiun |
Tipe Pantai |
Skor |
Kategori Kesesuaian |
I |
Pasir putih |
3 |
Sangat sesuai |
II |
Pasir putih |
3 |
Sangat sesuai |
III |
Pasir putih |
3 |
Sangat sesuai |
-
3.1.2 Lebar Pantai
Berdasarkan hasil pengukuran secara langsung di lapangan, didapatkan hasil pengukuran lebar pantai pada masing-masing stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil pengukuran lebar pantai pada masing-masing stasiun didapatkan lebar pantai pada stasiun I sebesar 28,58 m, stasiun II dengan lebar 25,17 m, dan stasiun III dengan lebar 30,9 m dengan skor masing-masing stasiun berjumlah 3 yang menunjukkan bahwa lebar pantai pada setiap stasiun berada pada kategori kesesuaian sangat sesuai untuk wisata kategoti rekreasi pantai.
Tabel 3
Hasil Pengukuran Lebar Pantai
Stasiun Pengulangan |
Lebar Pantai S (m) |
kor |
Kategori Kesesuaian |
1 |
28,58 |
3 |
Sangat |
I 2 |
27,90 |
sesuai | |
3 |
29,26 | ||
Rata-rata lebar pantai stasiun I |
28,58 | ||
1 |
24,80 |
3 |
Sangat |
II 2 |
25,27 |
sesuai | |
3 |
24,45 | ||
Rata-rata lebar pantai stasiun II |
25,17 | ||
1 |
30,10 |
3 |
Sangat |
III 2 |
30,03 |
sesuai | |
3 |
30,15 | ||
Rata-rata lebar pantai stasiun III |
30,9 |
3.1.3 Material Dasar Perairan
Berdasarkan hasil pengamatan visual secara langsung di lapangan, didapatkan hasil pengamatan material dasar perairan pada masing-masing stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil pengamatan material dasar perairan pada masing-masing stasiun didapatkan material dasar perairan pada stasiun I, II, dan III berupa pasir dengan skor 2 yang menunjukkan bahwa material dasar perairan pada setiap stasiun berada pada kategori kesesuaian sesuai untuk wisata kategori rekreasi pantai.
Tabel 4 Hasil Pengamatan Material Dasar Perairan | |||
Stasiun |
Material dasar |
Skor |
Kategori Kesesuaian |
I |
Karang Berpasir |
2 |
Sesuai |
II |
Karang Berpasir |
2 |
Sesuai |
III |
Karang Berpasir |
2 |
Sesuai |
-
3.1.4 Kedalaman Perairan
Berdasarkan hasil pengukuran secara langsung di lapangan, didapatkan hasil pengukuran kedalaman perairan pada masing-masing stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil pengukuran kedalaman perairan pada masing-masing stasiun didapatkan kedalaman perairan pada stasiun I, yaitu sebesar 0,55 m, stasiun II dengan kedalaman 0,73 m, dan stasiun III dengan kedalaman 0,70 m dengan skor masing-masing stasiun berjumlah 3 yang menunjukkan bahwa kedalaman perairan
Tabel 5
Hasil Pengukuran Kedalaman Perairan | |||
Pengulan Stasiun gan |
Kedalaman Skor (m) |
Kategori Kesesuai an | |
1 I 2 3 |
0,54 0,55 0,57 |
3 |
Sangat sesuai |
Rata-rata kedalaman stasiun I |
0,55 | ||
1 II 2 3 |
0,73 0,71 0,75 |
3 |
Sangat sesuai |
Rata-rata kedalaman stasiun II |
0,73 | ||
1 III 2 3 |
0,69 0,72 0,70 |
3 |
Sangat sesuai |
Rata-rata kedalaman stasiun III |
0,70 |
pada setiap stasiun tergolong dangkal yang berada pada kategori kesesuaian sangat sesuai.
-
3.1.5 Kecerahan Perairan
Berdasarkan hasil pengukuran secara langsung di lapangan, didapatkan hasil pengukuran kecerahan perairan pada masing-masing stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil pengukuran kecerahan perairan pada masing-masing stasiun didapatkan kecerahan perairan pada stasiun I dan stasiun III, yaitu 100% atau menembus hingga ke dasar perairan dengan kedalaman 0,55 m dan 0,70 m dan mendapat skor masing-masing stasiun berjumlah 3 yang menunjukkan bahwa kedalaman perairan pada stasiun I dan III berada pada kategori kesesuaian sangat sesuai, sedangkan pada stasiun II didapatkan kecerahan perairan sebesar 67% dengan kedalaman 0,49 m dan medapat skor 2 yang menunjukkan stasiun II berada pada kategori kesesuaian sesuai. Pada stasiun 2 perairan terlihat lebih keruh dibandingkan dengan stasiun I dan III yang disebabkan oleh banyaknya sampah dedaunan kering dan pasir substrat perairan yang terbawa arus dan bercampur dengan air laut sehingga menimbulkan terlihat keruhnya perairan.
Tabel 6
Hasil Pengukuran Kecerahan Perairan | ||||
Stas iun |
Pengula ngan |
Kecerahan (m) |
Skor |
Kategori Kesesuaian |
1 |
0,55 | |||
Sangat | ||||
I |
2 |
0,55 |
3 | |
sesuai | ||||
3 |
0,55 | |||
Kecerahan stasiun I |
100% | |||
1 |
0,49 | |||
II |
2 |
0,48 |
2 |
Sesuai |
3 |
0,50 | |||
Kecerahan stasiun II |
67% | |||
1 |
0,70 | |||
Sangat | ||||
III |
2 |
0,70 |
3 | |
sesuai | ||||
3 |
0,70 | |||
Kecerahan stasiun III |
100% |
-
3.1.6 Kecepatan Arus
Berdasarkan hasil pengukuran secara langsung di lapangan, didapatkan hasil pengukuran kecepatan arus pada masing-masing stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil pengukuran kecepatan arus pada masing-masing stasiun didapatkan
kecepatan arus pada stasiun I, yaitu sebesar 33,3 cm/s, stasiun II dengan kecepatan arus 27,8 cm/s, dan stasiun III dengan kecepatan arus sebesar 25,9 cm/s dengan skor masing-masing stasiun berjumlah 2 yang menunjukkan bahwa kecepatan arus pada setiap stasiun berada pada kategori kesesuaian sesuai dan tidak membahayakan wisatawan.
Tabel 7
Hasil Pengukuran Kecepatan Arus
Stasiun |
Kecepatan Arus (cm/s) |
Skor |
Kategori Kesesuaian |
I |
33,3 |
2 |
Sangat sesuai |
II |
27,8 |
2 |
Sesuai |
III |
25,9 |
2 |
Sesuai |
-
3.1.7 Kemiringan Pantai
Berdasarkan hasil pengukuran secara langsung di lapangan, didapatkan hasil pengukuran kemiringan pantai pada masing-masing stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil pengukuran kemiringan pantai pada masing-masing stasiun didapatkan kemiringan pantai pada stasiun I, yaitu sebesar 8,81°, stasiun II dengan kemiringan pantai 8,53°, dan stasiun III dengan kemiringan 6,56° dengan skor masing-masing stasiun berjumlah 3 yang menunjukkan bahwa kemiringan pantai pada setiap stasiun berada pada kategori kesesuaian sangat sesuai untuk wisata rekreasi pantai.
Tabel 8
Hasil Pengukuran Kemiringan Pantai
Stasiun |
Kemiringan Pantai (°) |
Skor |
Kategori Kesesuaian |
I |
8,81 |
3 |
Sangat sesuai |
II |
8,53 |
3 |
Sangat Sesuai |
III |
6,56 |
3 |
Sangat Sesuai |
-
3.1.8 Penutupan Lahan Pantai
Berdasarkan hasil pengamatan visual secara langsung di lapangan, didapatkan hasil pengamatan penutupan lahan pantai pada masing-masing stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil pengamatan penutupan lahan pantai pada masing-masing stasiun didapatkan penutupan lahan pantai pada stasiun I, II, dan III berupa lahan terbuka dengan skor 3 yang menunjukkan bahwa penutupan lahan pantai pada setiap stasiun berada pada kategori kesesuaian sangat sesuai.
-
3.1.9 Biota Berbahaya
Berdasarkan hasil pengamatan visual secara langsung di lapangan, didapatkan hasil pengamatan biota berbahaya pada masing-masing stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil pengamatan biota berbahaya pada masing-masing stasiun tidak ditemukan biota berbahaya pada stasiun I, II, dan III yang menunjukkan bahwa biota berhaya pada setiap stasiun berada pada skor 3 dengan kategori kesesuaian sangat sesuai.
Tabel 9 Hasil Pengamatan Penutupan Lahan Pantai | |||
Stasiun |
Penutupan Lahan |
Skor |
Kategori Kesesuaian |
I |
Lahan terbuka |
3 |
Sangat sesuai |
II |
Lahan terbuka |
3 |
Sangat sesuai |
III |
Lahan terbuka |
3 |
Sangat sesuai |
Tabel 10 Hasil Pengamatan Biota Berbahaya | |||
Stasiun |
Biota Berbahaya |
Skor |
Kategori Kesesuaian |
I |
Tidak ada |
3 |
Sangat sesuai |
II |
Tidak ada |
3 |
Sangat sesuai |
III |
Tidak ada |
3 |
Sangat sesuai |
3.1.10 Ketersediaan Air Tawar
Berdasarkan hasil pengukuran, didapatkan hasil pengukuran jarak ketersediaan air tawar pada masing-masing stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil pengukuran ketersediaan air tawar pada masing-masing stasiun didapatkan jarak ketersediaan air tawar dengan stasiun I, yaitu sebesar 0,09 km, stasiun II dengan jarak 0,13 km, dan stasiun III berjarak 0,0023 km dengan skor masing-masing stasiun berjumlah 3 yang menunjukkan bahwa jarak ketersediaan air tawar dengan setiap stasiun berada pada kategori kesesuaian sangat sesuai dengan ketersediaan air tawar yang bersih, cukup dekat dan mudah dijangkau.
Tabel 11
Hasil Pengukuran Jarak Ketersediaan Air Tawar | |||
Stasiun |
Ketersediaan air tawar (km) |
Skor |
Kategori Kesesuaian |
I |
0,09 |
3 |
Sangat sesuai |
II |
0,13 |
3 |
Sangat sesuai |
III |
0,0023 |
3 |
Sangat sesuai |
Tabel 12
Matriks Indeks Kesesuaian Wisata Kategori Rekreasi Pantai | ||||||||
No. |
Parameter |
Bobot |
Stasiun I |
Skor |
Stasiun II |
Skor |
Stasiun III |
Skor |
1 |
Tipe pantai |
0,200 |
Pasir putih |
3 |
Pasir putih |
3 |
Pasir putih |
3 |
2 |
Lebar pantai (m) |
0,200 |
28,58 |
3 |
25,17 |
3 |
30,9 |
3 |
3 |
Material dasar perairan |
0,170 |
Karang berpasir |
2 |
Karang berpasir |
2 |
Karang berpasir |
2 |
4 |
Kedalaman (m) |
0,125 |
0,55 |
3 |
0,73 |
3 |
0,70 |
3 |
5 |
Kecerahan perairan (%) |
0,125 |
100% |
3 |
67% |
2 |
100% |
3 |
6 |
Kecepatan arus (cm/det) |
0,080 |
33,3 |
2 |
27,8 |
2 |
25,9 |
2 |
7 |
Kemiringan pantai (°) |
0,080 |
8,81 |
3 |
8,53 |
3 |
6,56 |
3 |
8 |
Penutupan lahan pantai |
0,010 |
Lahan terbuka |
3 |
Lahan terbuka |
3 |
Lahan terbuka |
3 |
9 |
Biota berbahaya |
0,005 |
Tidak ada |
3 |
Tidak ada |
3 |
Tidak ada |
3 |
10 |
Ketersediaan air tawar (km) |
0,005 |
0,09 |
3 |
0,13 |
3 |
0,0023 |
3 |
Total Skor |
2,75 |
2,62 |
2,75 | |||||
Kategori Kesesuaian |
Sangat Sesuai |
Sangat Sesuai |
Sangat Sesuai |
-
3.1.11 Indeks Kesesuaian Wisata (IKW)
Hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata (IKW) kategori rekreasi pantai pada masing-masing stasiun pengamatan di Pantai Balangan dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan hasil perhitungan 10 parameter kesesuaian wisata kategori rekreasi pantai, didapatkan nilai indeks kesesuaian wisata di Pantai Balangan pada stasiun I sebesar 2,75; pada stasiun II sebesar 2,62; dan pada stasiun III sebesar 2,75 yang menunjukkan kawasan Pantai Balangan termasuk dalam kategori kesesuaian sangat sesuai (total skor lebih dari 2,5).
-
3.2 . Pembahasan
Berdasarkan hasil indeks kesesuaian wisata diketahui tipe pantai pada masing-masing stasiun di Pantai Balangan berupa pasir putih dengan kategori S1 (sangat sesuai). Tipe pantai di Pantai Balangan apabila dibandingkan dengan pantai lain yang ada di Indonesia seperti Pantai Bututonuo, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo yang berupa tipe berbatu dengan kategori N (sangat tidak sesuai) (Wunani, 2013) dan Pantai Jodo, Kabupaten Batang yang berupa tipe pasir hitam dengan kategori S3 (tidak sesuai) (Chasanah, 2017). Tipe Pantai Balangan tergolong lebih sesuai dibandingkan dengan tipe pantai pada kedua
pantai diatas. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulianda (2019) bahwa tipe pantai yang dikategorikan sangat sesuai adalah tipe pantai pasir putih. Menurut Pangesti (2007), jenis dan warna pasir dapat memberikan nilai tersendiri bagi estetika pantai dimana pasir putih sangat diminati oleh wisatawan.
Lebar pantai pada masing-masing stasiun di Pantai Balangan rata-rata berkisar 27 m dengan kategori S1 (Sangat Sesuai). Lebar pantai di Pantai Balangan apabila dibandingkan dengan pantai lain yang ada di Indonesia seperti Pantai Pasir Putih, Kabupaten Karangasem memiliki lebar rata-rata pada setiap stasiun berkisar 14 m dengan kategori S2 (Sesuai) (Subandi et al., 2018) dan Pantai Kampung Pasir Panjang Tanjung Siambang, Kota Tanjung Pinang memiliki lebar rata-rata berkisar 9,7 m dengan kategori S3 (Tidak Sesuai) (Ardian, 2015). Pantai Balangan memiliki lebar pantai yang tergolong lebih lebar jika dibandingkan dengan kedua pantai ditas karena melebihi batas minimal lebar pantai dengan kategori sangat sesuai yaitu diatas 15 m. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulianda (2019) bahwa lebar pantai dengan kategori sangat sesuai adalah >15 m. Menurut Subandi (2018), panjang garis dan lebar pantai yang cukup panjang dengan hamparan pasir sangat memungkinkan untuk melakukan aktivitas di sepanjang pantai.
Material dasar perairan pada masing-masing stasiun di Pantai Balangan berupa material pasir dengan kategori S1 (Sangat Sesuai). Material dasar perairan di Pantai Balangan apabila dibandingkan dengan pantai lain yang ada di Indonesia seperti Pantai Botutonuo memiliki material berupa pasir berlumpur dengan kategori S3 (Tidak Sesuai) (Wunani, 2013) dan Pantai dikampung Pasir Panjang, Kota Tanjung Pinang, yang memiliki material berupa pasir dengan kategori S1 (Sangat Sesuai) (Ardian, 2015). Material dasar perairan di Pantai Balangan tergolong lebih sesuai dibandingkan dengan Pantai Botutono, sedangkan jika dibandingan dengan Pantai di Kampung Pasir Panjang, material di Pantai Balangan yang berupa karang berpasir lebih rendah tingkat kesesuaiannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulianda (2019) bahwa kategori material dasar perairan yang sangat sesuai untuk kegiatan wisata rekreasi pantai adalah material dasar pasir.
Kedalaman perairan pada masing-masing stasiun di Pantai Balangan rata-rata berkisar 0,66 m dengan kategori S1 (Sangat Sesuai). Kedalaman perairan di Pantai Balangan apabila dibandingkan dengan pantai lain yang ada di Indonesia seperti Pantai Jodo Kabupaten Batang memiliki kedalaman rata-rata berkisar 1 m (Chasanah, 2017) dan Pantai di Kampung Pasir Panjang Tanjung Siambang Pulau Dompak Kota Tanjung Pinang yang memiliki kedalaman berkisar 1,4 m (Ardian, 2015). Pantai Balangan memiliki kedalaman perairan yang tergolong lebih dangkal jika dibandingkan dengan kedua pantai diatas, namun dengan kedalaman yang berada pada kategori yang sama yaitu S1 (Sangat Sesuai). Kedalaman perairan dengan kategori yang sangat sesuai untuk kegiatan wisata rekreasi pantai berada pada kisaran kedalaman 0-3 m (Yulianda, 2019). Menurut Armos (2013), kedalaman perairan adalah parameter yang cukup penting diperhitungkan untuk menentukan suatu kawasan dapat dijadikan kawasan wisata pantai khususnya mandi dan berenang karena sangat berpengaruh terhadap keselamatan wisatawan. Selain itu, kedalaman sangat mempengaruhi kondisi arus, ombak dan transport sedimen pada perairan pantai (Armos, 2013).
Kecerahan perairan pada masing-masing
stasiun di Pantai Balangan rata-rata berkisar 73,3%. Kecerahan perairan di Pantai Balangan apabila dibandingkan dengan pantai lain yang ada di Indonesia seperti Pantai Boe, Kecamatan Galesong
memiliki kecerahan perairan rata-rata berkisar 61, 2% (Armos, 2013). Pantai Balangan memiliki kecerahan perairan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Pantai Boe, namun samasama berada pada kategori kesesuaian S2 (Sesuai) dengan kecerahan >50 % - <80%. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulianda (2019), bahwa kecerahan dengan kisaran >50% - <80% berada pada kategori kesesuaian S2 (Sesuai) dimana kategori kesesuaian yang sangat sesuai (S1) dengan kecerahan lebih dari 80%. Menurut Effendi (2003), nilai dari kecerahan sangat dipengaruhi oleh padatan tersuspensi dan kekeruhan, keadaan cuaca, serta waktu pengukuran.
Kecepatan arus pada masing-masing stasiun di Pantai Balangan rata-rata berkisar 29 cm/det. Kecepatan arus di Pantai Balangan apabila dibandingkan dengan pantai lain yang ada di Indonesia seperti Pantai Sumberkima, Kabupaten Buleleng memiliki kecepatan arus berkisar 20 cm/det dengan kategori S2 (Sesuai) (Jayanthi et al., 2019) dan Pantai Pasir Putih, Kabupaten Karangasem memiliki kecepatan arus berkisar 7,85 cm/det dengan kategori S1 (Sangat Sesuai) (Subandi et al., 2018). Pantai Balangan memiliki kecepatan arus yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua pantai diatas dengan kecepatan 29 cm/det yang berada pada kategori S2 (Sesuai). Hal ini sesuai dengan pendapat Yulianda (2019) bahwa kecepatan arus dengan kisaran 17-34 cm/det berapa pada kategori S2 (Sesuai) dimana kecepatan arus yang paling sesuai (S1) berada pada kisaran 0-17 cm/det. Menurut Kamah (2013), kecepatan arus adalah parameter yang sangat berkaitan dengan keamanan wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata seperti mandi dan berenang dimana arus yang kencang dapat membahayakan keamanan wisatawan.
Kemiringan pantai pada masing-masing stasiun di Pantai Balangan rata-rata berkisar 7,9° dengan kategori S1 (Sangat Sesuai). Kemiringan pantai di Panai Balangan apabila dibandingkan dengan pantai lain yang ada di Indonesia seperti Pantai Botutonuo memiliki kemiringan pantai rata-rata berkisar 11,6° (Wunani, 2013) dan Pantai Pasir Putih, Kabupaten Karangasem memiliki kemiringan pantai rata-rata berkisar 8,25° (Subandi et. al., 2018). Pantai Balangan memiliki kemiringan pantai yang paling sesuai jika dibandingkan dengan kedua pantai diatas dengan kemiringan <10°. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulianda (2019) bahwa kemiringan pantai yang
sangat sesuai berada pada kisaran <10°. Menurut Armos (2013), kemiringan pantai datar sampai landari sangat baik untuk kegiatan wisata seperti berenang, bermain pasir hingga bermain ombak di tepi pantai.
Penutupan lahan pantai pada masing-masing stasiun di Pantai Balangan berupa lahan terbuka dengan kategori S1 (Sangat Sesuai). Penutupan lahan pantai di Pantai Balangan apabila dibandingkan dengan pantai lain yang ada di Indonesia seperti Pantai Pasir Putih memiliki penutupan lahan pantai berupa perumahan dan semak belukar dengan kategori S2 (Sesuai) (Subandi et al., 2018) dan Pantai Pulau Mangkian, Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki penutupan lahan berupa semak belukar dengan kategori S2 (Sesuai) (Ilham, 2018). Penutupan lahan pantai di Pantai Balangan memiliki penutupan lahan pantai yang paling sesuai jika dibandingkan dengan kedua pantai diatas dengan penutupan lahan berupa lahan terbuka. Menurut Yulianda (2019), penutupan lahan pantai yang paling sesuai untuk kegiatan wisata pantai kategori rekreasi adalah kelapa dan lahan terbuka.
Tidak ditemukan Biota berbahaya pada
masing-masing stasiun di Pantai Balangan yang mendapatkan kategori S1 (Sangat Sesuai). Biota berbahaya di Pantai Balangan apabila dibandingkan dengan pantai lain yang ada di Indonesia seperti Pantai Botutonuo yang ditemukan terdapat biota berbahaya seperti bulu babi (Wunani, 2013) dan Pantai di Pulau Mangkian, Kabupaten Kepulauan Anambas yang ditemukan terdapat biota berbahaya seperti bulu babi (Ilham, 2018). Pantai Balangan tidak ditemukan adanya biota berbahaya menunjukkan di pantai ini tergolong sesuai untuk kegiatan wisata rekreasi pantai dibandingkan dengan dua pantai diatas. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulianda (2019) bahwa tidak adanya biota berbahaya merupakan kesesuaian yang paling tinggi untuk kegiatan wisata rekreasi pantai dikarenakan adanya biota berbahaya dapat membahayakan wisatawan yang akan berkunjung.
Jarak ketersediaan air tawar pada masing-masing stasiun di Pantai Balangan rata-rata berkisar 0,075 km dengan kategori S1 (Sangat Sesuai). Jarak ketersediaan air tawar di Pantai Balangan apabila dibandingkan dengan pantai lain yang ada di Indonesia seperti Pantai Jodo, Kabupaten Batang memiliki jarak berkisar 0,175 km (Chasanah, 2017) dan Pantai Sumberkima,
Kabupaten Buleleng memiliki jarak ketersediaan air tawar berkisar lebih dari 2 km (Jayanthi, 2019). Pantai Balangan memiliki jarak ketersediaan air tawar paling dekat dan sangat sesuai jika dibandingkan dengan kedua pantai diatas dengan jarak <0,5 km. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulianda (2019) bahwa jarak ketersediaan air tawar yang paling sesuai untuk kegiatan wisata kategori rekreasi pantai adalah <0,5 km. Menurut Emka (2020), ketersediaan air bersih berupa air tawar sangat diperlukan untuk dapat menunjang fasilitas pengelolaan maupun pelayanan wisata.
Indeks kesesuaian wisata pada masing-masing stasiun di Pantai Balangan termasuk dalam kategori kesesuaian sangat sesuai (total skor lebih dari 2,5). Hal ini sesuai dengan pendapat Yulianda (2019) bahwa kesesuaian wisata dengan skor lebih dari 2,5 termasuk dalam kategori S1 (Sangat Sesuai). Hasil nilai IKW tersebut juga sebanding dengan penelitian (Subandi et. al., 2018) di Pantai Pasir Putih, Kabupaten Karangasem dengan kategori kesesuaian S1 (Sangat Sesuai) yang disebabkan oleh tingginya rata-rata nilai pada masing-masing parameter terutama pada parameter utama seperti tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kedalaman perairan dan kecerahan perairan. Nilai IKW di Pantai Balangan apabila dibandingkan dengan pantai lainnya seperti di Pantai Tanjung Siambang, Kota Tanjung Pinang yang memiliki nilai IKW dengan kategori kesesuaian S2 (Sesuai) (Ardian, 2015), Pantai Balangan memiliki nilai IKW yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai IKW di Pantai Tanjung Siambang. Hal tersebut dikarenakan Pantai Tanjung Siambang memiliki faktor pembatas yaitu kecerahan yang tidak sesuai. Nilai IKW Pantai Balangan yang termasuk dalam kategori sangat sesuai menunjukkan bahwa kawasan Pantai Balangan sangat sesuai untuk dilakukan pengembangan lebih lanjut dalam pengelolaannya sebagai kawasan wisata pantai kategori rekreasi.
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa kondisi parameter indeks kesesuaian wisata bahari kategori rekreasi pantai di Pantai Balangan dari 10 parameter terdapat 8 parameter dengan kategori sangat sesuai, sedangkan 2 parameter lainnya dengan kategori sesuai. Tingkat kesesuaian wisata bahari kategori rekreasi pantai di Pantai Balangan pada masing-masing stasiun diketahui berada
pada tingkat kesesuaian dengan kategori S1 (Sangat Sesuai) dengan nilai IKW ≥ 2,5, hal ini mengidentifikasikan bahwa Pantai Balangan dapat terus dikembangkan untuk wisata rekreasi pantai.
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa kondisi parameter indeks kesesuaian wisata bahari kategori rekreasi pantai di Pantai Balangan dari 10 parameter terdapat 8 parameter dengan kategori sangat sesuai, sedangkan 2 parameter lainnya dengan kategori sesuai. Tingkat kesesuaian wisata bahari kategori rekreasi pantai di Pantai Balangan pada masing-masing stasiun diketahui berada pada tingkat kesesuaian dengan kategori S1 (Sangat Sesuai) dengan nilai IKW ≥ 2,5, hal ini mengidentifikasikan bahwa Pantai Balangan dapat terus dikembangkan untuk wisata rekreasi pantai.
Daftar Pustaka
Ardian. (2015). Kajian Kesesuaian Kawasan Wisata Pantai Dikampung Pasir Panjang Tanjung Siambang Pulau Dompak Kota Tanjung Pinang. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Skripsi. Kepulauan Riau, Indonesia: Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH).
Armos, N. H. (2013). Studi Kesesuaian Lahan Pantai Wisata Boe Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Ditinjau Berdasarkan Biogeofisik. Skripsi. Makassar, Indonesia: Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.
Chasanah, I., Purnomo, P. W., & Haeruddin. (2017). Analisis Kesesuaian Wisata Pantai Jodo Desa Sidorejo Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 7(3),
235-243.
Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Bali. (2019). Data Daya Tarik Wisata. Denpasar, Indonesia: Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Bali.
Effendi, H. (2003). Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.
Emka, J. (2020). Analisis Kesesuaian Pengembangan Wisata Bahari Berkelanjutan di Pantai Jemeluk, Amed, Kabupaten Karangasem, Bali. Skripsi. Badung, Indonesia: Universitas Udayana.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, 20(15), 168-182.
Hakim, L., Kim, J. E., & Hong, S. K. (2009). Cultural landscape and ecotourism in Bali Island, Indonesia. Journal of Ecology and environment, 32(1), 1-8.
Ilham, Y., Siregar, Y. I., & Efizon, D. (2018). Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata Bahari di Pulau Mangkian Taman Wisata Perairan Kepulauan Anambas. Jurnal Berkala Perikanan Terubuk, 46(2), 1-10.
Jayanthi, N. P. C. K., Restu, I. W., Pratiwi, M. A. (2019). Kajian Kesesuaian Pulau Pasir Putih dalam Kerangka Pengembangan Ekowisata Bahari di Pantai Sumberkima, Buleleng, Bali. Current Trends in Aquatic Science, 2(1), 62-69.
Kamah, M. H. (2013). Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara. Skripsi. Gorontalo, Indonesia: Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan. Universitas Negeri Gorontalo.
Law, A., De Lacy, T., Lipman, G., & Jiang, M. (2016). Transitioning to a green economy: the case of tourism in Bali, Indonesia. Journal of Cleaner Production, 111, 295-305.
Lestari, L. H. (2013). Komparasi Karakteristik Pantai Peneluran Penyu (Kasus Pantai Pengumbahan dan Sindang Kerta Jawa Barat). Skripsi. Bandung, Indonesia: Universitas Padjajaran.
Mutmainah, H., Kusumah, G., Altanto, T., & Ondara, K.
-
(2016) . Kajian kesesuaian lingkungan untuk pengembangan wisata di Pantai Ganting, Pulau Simeulue, Provinsi Aceh. DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 5(1), 19-23.
Pangesti, M. H. T. (2007). Modul Praktek Objek Wisata Alam. Bogor, Indonesia: Balai Diklat Kehutanan Bogor.
Subandi, I. K., Dirgayusa, I. G. N. P., & As-syakur, A. R. (2018). Indeks Kesesuaian Wisata di Pantai Pasir Putih, Kabupaten Karangasem. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1), 47-57.
Suryadhi, (2013). Rancang Bangun Alat Ukur Kecepatan dan Arah Arus Laut Berbasis Mikrokontroller. Neptunus Jurnal Kelautan, 19(1), 1-12.
Wunani, D., Nursinar, S., & Kasim, F. 2013. Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Bututonuo Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 1(2), 8994.
Yulianda, F. (2007). Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Skripsi. Bogor, Indonesia: Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Yulianda, F. (2019). Ekowisata Perairan: Suatu Konsep Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata Bahari dan Wisata Air Tawar. Bogor, Indonesia: IPB Press.
Curr.Trends Aq. Sci. IV(2): 159-169 (2021)
Discussion and feedback