Current Trends in Aquatic Science IV(2), 152-158 (2021)

Rasio Konversi Pakan, Pertumbuhan dan Kelulushidupan Ikan Lele (Clarias Sp.) yang Diberi Pelet Komersial dan Maggot BSF Black Soldier Fly (Hermetia Illucens)

I Kadek Alamsta Suarjuniarta a*, Pande Gde Sasmita Julyantoro a, I Wayan Darya Kartika a

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Udayana. Bukit Jimbaran. Bali-Indonesia

*Penulis koresponden. Tel.: +62-831-1485-2906

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 24 Juli 2021; disetujui (accepted) 5 Agustus 2021; tersedia secara online (available online) 30 Agustus 2021

Abstract

The purpose of this study was to determine the feed conversion ratio, weight growth and survival rate of Catfish (Clarias sp.) fed with commercial feed and the black soldier fly larvae (Hermetia illucens). The study was conducted from February-March 2021 located at PT Bala Biotech Indonesia, Karangasem, Bali. This study used an experimental method with a completely randomized design consisting of 3 treatments and 3 repetitions. The treatment A used 100% commercial feed, treatment B used 50% commercial feed + 50% BSF larvae and the treatment C used 100% BSF larvae. The result showed that the fish survival was 33±2.89%, weight growth 35.0±1.89g and FCR 0.67 in the treatment A, while treatment B resulted in 35±5.00% of survival, weight growth 33.6±0.85g and FCR 0.82, treatment C had 47±2.89% survival 18.7±1.89 g weight growth and FCR 1.12. The water quality parameters measured such as DO was ranged at 6.6-7.4 mg/l, temperature 25.8-25.9 oC, pH 6.9-7.0, ammonia level 0.7-1.4 mg/l, nitrite level 0.1-0.6 mg/l and nitrate level 3.0-5.3 mg/l. This study concluded that fish fed with 100% maggot BSF resulted in highest fish survival but the fish growth was lower compared to other treatments. Finally FCR in all treatments were not significantly different (P>0.05).

Keywords: BSF Larvae; Catfish (Clarias sp.); Commercial feed; Feed.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat rasio konversi pakan, pertumbuhan berat dan kelulushidupan ikan lele (Clarias sp.) yang diberi pelet komersial dan maggot BSF black soldier fly (Hermetia illucens). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Maret 2021 di PT Bala Biotech Indonesia, Karangasem, Bali. Metode penelitian yang digunakan eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari 3 perlakuan dan 3 ulangan. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini yaitu: pakan pellet komersial 100% (A), pakan pellet komersial 50% + maggot BSF 50% (B), maggot BSF (C). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perlakuan A yaitu kelulushidupan sebesar 33±2,89%, pertumbuhan berat sebesar 35,0±1,89g dan FCR sebesar 0,67. Perlakuan B kelulushidupan 35±5,00%, pertumbuhan berat mutlak sebesar 33,6±0,85g dan FCR sebesar 0,82. Perlakuan C kelulushidupan sebesar 47±2,89%, pertumbuhan berat sebesar 18,7±1,89 g dan FCR sebesar 1,12. Pengamatan nilai parameter kualitas air pada masing-masing perlakuan DO berkisar 6,6-7,4 mg/l, suhu berkisar 25,8-25,9 oC, pH berkisar 6,9-7,0, amonia berkisar 0,7-1,4 mg/l, nitrit berkisar 0,1-0,6 mg/l dan nitrat berkisar 3,0-5,3 mg/l. Penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa ikan yang diberi pakan 100% maggot BSF menghasilkan kelulushidupan yang tertinggi namun pertumbuhannya lebih rendah daripada perlakuan lainnya, dan laju konversi pakan menunjukan pakan tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan.

Kata Kunci: Lele (Clarias sp.); maggot BSF; Pakan; Pelet komersial.

Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu 1. Pendahuluan                                  komoditas perikanan tawar yang memiliki nilai

keunggulan dibandingkan jenis ikan air tawar lainnya. Adapun beberapa keunggulan dari ikan lele (Clarias sp.) yaitu pertumbuhan tergolong cepat, dan mudah menyesuaikan diri dengan habitat lingkungannya (Ciptawati et al., 2021). Informasi dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan berupaya untuk meningkatkan produksi ikan lele. Tahun 2009 sebesar 200.000ton menjadi 900.000ton pada tahun 2014 (Herliabriyana et al., 2019).

Kebutuhan masyarakat terhadap konsumsi ikan lele setiap tahunnya mengalami peningkatan. Namun laju konsumsi masyarakat yang tidak sebanding dengan luasan lahan yang bisa digunakan sebagai lokasi budidaya, sehingga menimbulkan permasalahan daya dukung lahan karena keterbatasan kemampuan lingkungan untuk menerima beban pencemaran. Seiring perkembangan teknologi, wadah atau media budidaya yang kecil dapat digunakan sebagai tempat budidaya ikan lele (Clarias sp.) yaitu salah satunya dengan metode budikdamber (budidaya ikan dalam ember) (Nursandi, 2018). Kesuksesan budidaya ikan dengan metode budikdamber ini tidak lepas dari faktor kualitas pakan yang diberikan.

Pakan yang berkualitas selain berperan sebagai sumber energi juga mampu meningkatkan daya cerna ikan sehingga pertumbuhan menjadi optimum (Ahmadi dan Kurniawati., 2012). Dalam kegiatan budidaya kebutuhan biaya untuk pakan ikan lele (Clarias sp.) mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Salamah dan Zulpikar., 2020). Selama ini masyarakat pembudidaya umumnya mengandalkan pakan buatan pabrik berupa pelet yang tersedia luas di pasar. Ada dua jenis pakan yang biasa digunakan dalam budidaya ikan yaitu pakan buatan dan pakan alami.

Pakan buatan pada umumnya dalam bentuk pelet dijual komersial, sementara pakan alami yang biasa digunakan di antara, Azolla, cacing tanah, dan Lemna (To’bungan., 2017). Menurut Fahmi (2015) sumber protein yang berpotensi dijadikan alternatif pengganti tepung ikan seharusnya merupakan bahan yang persediaannya banyak dan pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan manusia. Syarat bahan yang cocok dijadikan bahan baku untuk pakan adalah tersedia melimpah dan selalu ada sepanjang waktu, tidak membahayakan ikan serta mengandung nutrisi yang cukup untuk ikan.

Maggot Black Soldier Fly (BSF) bisa jadikan salah satu solusi sebagai pakan alternatif dikarenakan kaya akan protein hewani. Maggot BSF merupakan larva dari serangga lalat BSF yang mengalami metamorfosis pada fase kedua dan berubah menjadi lalat dewasa. Hasil penelitian Fauzi dan Sari (2018) menyatakan bahwa untuk kebutuhan pakan alami yang kaya protein masyarakat pada umumnya memanfaatkan maggot BSF, dari hasil uji proksimat didapatkan bahwa maggot BSF mengandung 41-42% protein kasar, 4,8-5,1% kalsium, 14-15% abu dan 0,6-0,63% fosfor dalam bentuk kering. Kelebihan lainnya maggot BSF yaitu untuk biokonversi limbah seperti peternakan, industri pertanian atau sampah organik yang dihasilkan dari kegiatan manusia (Supriyatna dan Putra., 2017). Pentingnya dilakukan kegiatan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pelet komersial dan maggot BSF terhadap pengaruh rasio konversi pakan, pertumbuhan ikan dan kelulushidupan ikan lele Clarias sp.) dengan menggunakan media budikdamber.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Dimana terdapat perlakuan pakan terdiri dari 3 perlakuan berbeda dengan 3 ulangan sebagai berikut: Pakan pelet komersial 100% (A), Pakan pelet komersial 50% dan maggot BSF 50% (B), dan Pakan maggot BSF 100% (C).

  • 2.1    Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 42 hari pada bulan Februari-Maret tahun 2021 di kawasan PT Bala Biotech Indonesia. Kegiatan penelitian mencakup budidaya ikan lele menggunakan media budikdamber, pengambilan data lapangan dan analisis data.

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ember, jaring, serok ikan, biopond, Lutron Instrument kualitas air, timbangan digital, alat tulis, ember kecil dan Spektrofotometer, ikan lele, pelet komersial, maggot BSF dan air tawar.

  • 2.2.1    Persiapan wadah

Penelitian ini menggunakan ember budikdamber dengan volume 60 L sebanyak 9 unit. Menggunakan media air yang bersumber dari mata air alami yang berada di sekitaran lokasi penelitian dan telah diendapkan selama 24 jam.

  • 2.2.2    Penebaran benih

Ikan yang diuji dalam penelitian ini adalah ikan lele (Clarias sp.) yang berukuran 6-8 cm. Masing masing ember budikdamber diisi sebanyak 20 ekor dengan total 180 ekor.

  • 2.2.3    Pemberian Pakan

Frekuensi pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari pada pukul 08.00 WITA, 13.00 WITA dan 16.00 WITA. Jumlah pemberian pakan 3% dari bobot ikan per hari. Pakan yang digunakan dalam penelitian adalah pelet komersial dan maggot BSF (H. illucens).

  • 2.2.4    Pengukuran kualitas air

Pengukuran data kualitas air seperti DO (Dissolved Oxygen), suhu dan derajat keasaman (pH) dilakukan setiap seminggu 1 kali. Sedangkan untuk amonia nitrit dan nitrat dilakukan pengukuran 1 kali pada akhir kegiatan penelitian.

  • 2.3    Analisis Data

Dimana Wm merupakan berat mutlak (g); Wt merupakan berat akhir penelitian (g) dan Wo merupakan berat awal penelitian (g).

  • 2.3.3 Rasio Konversi Pakan (FCR)

Nilai rasio konversi pakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus dari Kusriani et al. (2012):

F

FC P.=———— xl 00% (Wt+D)- Wo

(3)


Dimana F merupakan jumlah total pakan yang telah diberikan (g); Wt merupakan berat ikan pada akhir penelitian(g); D merupakan jumlah berat ikan yang mati(g); Wo berat ikan pada awal penelitian (g).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Feed Conversion Ratio

Grafik feed conversion ratio (FCR) pada Gambar 3 menunjukan bahwa perlakuan C memiliki nilai FCR tertinggi sebesar 1,12, diikuti perlakuan B 0,82 dan terendah pada perlakuan A sebesar 0,67. FCR merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan penambahan berat badan yang dihasilkan, jadi semakin kecil rasio FCR semakin baik pakan tersebut (Hermawan et al., 2014).

  • 2.3.1    Survival Rate (SR)

Nilai SR merupakan akumulasi jumlah keseluruhan ikan yang bertahan hidup awal penelitian hingga akhir penelitian. SR dapat diketahui dengan menggunakan rumus dari Muchlisin et al. (2016):

Nt

  • •.-'-_.      '-.                                               (1)

    Gambar 1. Grafik feed conversion ratio (FCR) larva ikan lele (Clarias sp.) yang diberi perlakuan pakan berbeda selama 42 hari periode kultur. Notasi statistik yang sama menunjukkan perlakuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05).


Dimana Nt merupakan jumlah ikan yang hidup pada akhir percobaan (ekor); No adalah jumlah ikan pada awal percobaan (ekor).

  • 2.3.2    Pertumbuhan Berat Mutlak

Pertumbuhan berat mutlak ikan dihitung dengan menggunakan rumus dari Windarto et al. (2019):

Wm=Wt-W0

(2)


Rendahnya nilai FCR berarti semakin efisien pakan yang dimakan dan dimanfaatkan oleh ikan sebagai fase pertumbuhan (Handjani, 2011). Data tinggi dan rendah nilai FCR dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kandungan gizi dan nutrisi yang terkandung dalam pakan. Umumnya

pakan komersial yang digunakan dalam penelitian mengandung beberapa nutrisi seperti protein sebesar 35% dengan serat kesar 5,51%. Hal ini sesuai dengan dengan pendapat Abidin et al. (2015) sebuah pakan yang mengandung protein tinggi serta serat kasar yang rendah pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ikan. Semakin tingginya nilai pertumbuhan ikan maka nilai FCR yang didapat semakin rendah.

Nilai FCR relatif tinggi pada perlakuan C sebesar 1,12. Ini diduga, disebabkan oleh ukuran tubuh maggot yang bervariasi. Ukuran maggot BSF yang lebih besar dari bukaan mulut ikan lele cenderung tidak akan dimakan. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Tjodi et al. (2016) yang menyebutkan bahwa salah satu persyaratan pakan adalah berukuran sesuai dengan bukaan mulut ikan. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stamer et al. (2014) yang mendapatkan nilai FCR pada perlakuan 75% substitusi maggot BSF terhadap pakan pelet komersial sebesar 1,68 paling tinggi dibandingkan semua perlakuan yang diberikan.

  • 3.2    Pertumbuhan Berat Mutlak

Grafik pertumbuhan berat mutlak Gambar 2 menunjukkan bahwa berat rata-rata ikan lele (Clarias sp.) berkisar antara 18,7±1,89 g hingga 35,1±1,89 g. Terdapat perbedaan berat pada setiap perlakuan, yaitu pertumbuhan berat tertinggi diperoleh pada perlakuan A dengan nilai sebesar 35,1±1,89 g, selanjutnya perlakuan B menghasilkan 33,6±0,85 g dan yang terakhir perlakuan C 18,7±1,89g. Setelah uji ANOVA menunjukan adanya perbedaan nyata (P<0,05).

Gambar 2. Grafik pertumbuhan berat mutlak larva ikan lele (Clarias sp.) yang diberi perlakuan pakan berbeda selama 42 hari periode kultur. Notasi statistik yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05).

Rendahnya pertumbuhan berat ikan pada perlakuan C dikarenakan dalam tubuh maggot BSF terdapat kandungan kitin berbentuk kristal yang tidak terlarut dalam larutan asam kuat. Sehingga tidak mampu dicerna secara sempurna oleh tubuh ikan (Ediwarman et al., 2008). Sedangkan pertumbuhan berat untuk perlakuan A tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan B. Hal ini diduga karena adanya pemberian pakan komersial dalam bentuk pelet ke ikan lele (Clarias sp.). Pakan komersial memiliki kandungan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan ikan lele (Clarias sp.) antara lain protein minimal protein minimal 39-41%, lemak 5%, serat kasar 6%, abu 18% dan kadar air berkisar 10% pakan komersial buatan PT Matahari Sakti (Muhajir dan Agustini., 2019).

  • 3.3    Survival Rate (SR)

Selama 42 hari periode kultur nilai SR ikan lele (Clarias sp.) tertinggi didapat pada perlakuan C sebesar 47±2,89%, disusul perlakuan B sebesar 35± 5,00% dan terakhir perlakuan A memiliki SR terendah dengan nilai 33±2,89%.

Gambar 3 Grafik survival rate (SR) larva ikan lele yang diberi perlakuan pakan berbeda selama 42 hari periode kultur. Notasi statistik yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05).

Hasil penelitian pada Gambar 3 menunjukan bahwa pada perlakuan C diperoleh kelulushidupan tertinggi sebesar 47±2,89%, dan hasil uji anova menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Menurut Fauzi dan Sari (2018), maggot BSF memiliki kemampuan menghasilkan suatu enzim alami serta memiliki tekstur yang kenyal pada akhirnya mampu meningkatkan kemampuan daya cerna ikan terhadap pakan. Seperti hasil penelitian dari Suciati (2017) bahwa dalam tubuh maggot BSF terdapat kandungan protein tinggi sebesar 40-50%.

Hasil parameter kualitas air perlakuan C menunjukkan data relatif yang mendekati ambang batas mutu kualitas air dalam budidaya ikan lele (Clarias sp.). Ini diduga karena pemberian maggot BSF dalam keadaan hidup tidak hancur dan larut dalam media air apabila tidak dimakan oleh ikan. Kondisi ini mengakibatkan kualitas air menjadi lebih optimal, sesuai dengan pernyataan dari Heltonika (2012) yang menyatakan bahwa pakan alami pada umumnya memiliki sifat bertahan hidup di dalam perairan sehingga pada akhirnya tidak mencemari media budidaya ini dikarenakan apabila tidak sepenuhnya termakan oleh ikan pakan alami mampu bertahan hidup dalam kurung waktu tertentu. Kondisi tersebut relatif lebih sedikit menyebabkan pencemaran kualitas air pada media budidaya. Selain hidup di darat maggot BSF dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan air, ini sejalan dengan pernyataan dari Suciati (2017) yang menyebutkan bahwa maggot BSF dapat hidup di air atau dalam suasana alkohol.

Perlakuan A dan B memiliki nilai SR yang rendah dibandingkan dengan perlakuan C. Hal ini diduga diakibatkan oleh pakan komersial yang tidak dimakan oleh ikan yang akan mengendap di dasar media budidaya. Kondisi ini mengakibatkan air media budidaya menjadi keruh dan meningkatnya kandungan amoniak. Nilai amonia yang meningkat dapat mengakibatkan ikan lele (Clarias sp.) menjadi stres dan akan menggantung di permukaan air. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Dhiba et al. (2020) yang menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi bertambahnya amonia yaitu sisa metabolisme dan pakan yang berlebih. Batas optimum kandungan amonia NH3 untuk pertumbuhan ikan lele yaitu <0,8 mg/l (Stickney, 2005).

  • 3.4    Kualitas Air

Kualitas air memegang peranan yang penting dalam kegiatan budidaya. Selama 42 hari periode kultur dilakukan pengamatan kualitas air yang meliputi DO (Dissolved Oxygen), suhu, derajat keasaman (pH), amonia, nitrit dan nitrat. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Kadar DO pada media pemeliharaan tergolong menunjukkan nilai angka yang baik untuk kegiatan budidaya disajikan pada Tabel 1. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Ratnasari (2011) bahwa

Tabel 1

Parameter Kualitas Air

Parameter

Perlakuan A

Perlakuan B

Perlakuan C

DO (mg/l)

7,0-7,8

6,5-7,0

6,4-6,7

Suhu (oC)

25,8-25,9

25,8-25,9

25,7-25,9

pH

6,9-7,0

6,9-7,0

6,9-7,0

Amonia (mg/l)

0,9-1,4

1,2-1,4

0,7-1,0

Nitrit (mg/l)

0,3-0,6

0,2-0,5

0,1-0,4

Nitrat (mg/l)

3,7-4,4

3,0-5,3

3,8-3,8

nilai DO yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele (Clarias sp.) adalah >3 mg/l. Sehingga dapat dikatakan nilai DO selama periode kultur seusai. Nilai suhu yang diperoleh selama periode kultur berkisar 25,7-25,9 oC, ini sesuai dengan suhu yang optimal bagi pertumbuhan dan kelulushidupan ikan lele yang dinyatakan oleh Madinawati et al. (2011) bahwa kisaran baku mutu suhu yang optimal untuk budidaya ikan lele berkisar antara 20-30 oC.

Hasil  pengamatan  parameter pH  selama

periode  kultur dapat dilihat  pada  semua

perlakuan menunjukkan hasil yang berkisar 6,9-7,0. Menurut Purwanti dan Sudaryono, (2014) yang menyebutkan bahwa nilai pH untuk media pemeliharaan ikan lele antara lain berkisar 6-8. Nilai ini sejalan dengan hasil pengamatan yang diperoleh bahwa nilai pH yang didapat sesuai dengan ambang mutu kualitas air. Selama pengamatan dalam periode kultur konsentrasi amonia, dapat dilihat pada perlakuan A dan B konsentrasi amonia lebih tinggi daripada perlakuan C disajikan pada Tabel. 1. Hal ini berhubungan bahwa nilai amonia melebihi <0,8 mg/l pada akhirnya menyebabkan ikan mengalami stres, menurunnya nafsu makan pada ikan hingga paling terburuk adanya kematian (Rachmawati et al., 2015). Kandungan amonia yang tinggi pada perairan budidaya. Mengakibatkan rusaknya insang karena oksigen telah tereduksi  pada

akhirnya mengganggu osmoregulasi dan kerusakan fisik pada jaringan tubuh ikan (Boyd, 1990).

Nilai nitrit berkisar 0,1-0.6 mg/l data tersebut berada pada ambang baku mutu kualitas air yang aman. Seperti yang telah diungkapkan oleh Effendi (2003), bahwa ambang batas kandungan

nitrit dalam perairan untuk budidaya ikan lele (Clarias sp.) sebesar <1 mg/l. Terakhir nilai nitrat yang berada pada media pemeliharaan berasal dari proses nitrifikasi sehingga menghasilkan konsentrasi nitrat. Keberadaan nitrat dipengaruhi oleh senyawa amonia dan nitrit dalam air (Stickney, 2005). Konsentrasi nitrat selama periode kultur bersifat fluktuatif dimana nitrat pada perlakuan berkisar antara 3,0-5,3 mg/l. Sedangkan baku mutu kandungan nitrat Menurut Ebeling et al., (2006) sebesar 0-400 mg/l.

  • 4.    Simpulan

Tingkat kelulushidupan ikan lele (Clarias sp.) pada perlakuan C dengan pemberian perlakuan 100% maggot BSF memberikan tingkat kelulushidupan yang lebih tinggi dan berbeda nyata secara statistik dibandingkan dengan perlakuan A dengan pemberian 100% pelet komersial dan perlakuan B dengan pemberian 50% pelet komersial + 50% maggot BSF. Laju pertumbuhan berat ikan lele (Clarias sp.) perlakuan A dengan pemberian 100% pelet komersial dan perlakuan B dengan pemberian 50% pelet komersial + 50% maggot BSF memberikan pertumbuhan berat yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan C dengan pemberian 100% maggot BSF. Rasio konversi pakan (FCR) ikan lele (Clarias sp.) di semua perlakuan tidak berbeda nyata.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada PT Bala Biotech Indonesia atas izin yang sudah diberikan kepada penulis untuk melakukan kegiatan penelitian.

Daftar Pustaka

Abidin, Z., Junaidi, M., Cokrowati, N., & Yuniarti, S. (2015). Pertumbuhan dan konsumsi pakan ikan lele (Clarias sp.) yang diberi pakan berbahan baku lokal. DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 4(1), 33-39.

Ahmadi, H., Iskandar, & E. Kurniawati. (2012). Pemberian Probiotik dalam Pakan terhadap Pertumbuhan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) pada pendederan. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(4), 99-107.

Boyd, C.E. (1990). Water Quality Management in Aquaculture and Fisheries Science. Amsterdam, Nederland: Elsevier Scientific Publishing Company.

Ciptawati, E., Rachman, I. B., Rusdi, H. O., & Alvionita, M. (2021). Analisis Perbandingan Proses Pengolahan Ikan Lele terhadap Kadar Nutrisinya. Indonesian Journal of Chemical Analysis, 4(1), 40-46.

Dhiba, A. A. F., Syam, H., & Ernawati, E. (2020). Analisis Kualitas Air pada Kolam Pendederan Ikan Lele Dumbo (Clarias  gariepinus) dengan Penambahan

Tepung Daun Singkong (Manihot utilissima) sebagai Pakan Buatan. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 5(1), 131-144.

Ebeling, J. M., Timmons, M. B., & Bisogni, J. J. (2006) Engineering analysis of the stoichiometry of photoautotrophic, autotrophic, and heterotrophic removal of  ammonia–nitrogen  in aquaculture

systems. Jurnal Aquaculture, 257(1-4), 346-358.

Ediwarman, E., Hernawati, R., Adianto, W., & Moreau, Y. (2008). Penggunaan Maggot sebagai Substitusi Ikan Rucah dalam Budidaya Ikan Toman (Channa micropeltes CV.). Jurnal Riset Akuakultur, 3(3), 395-400.

Effendi H. (2003). Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.

Fahmi, M. R. 2015. Optimalisasi Proses Biokonversi dengan Menggunakan Mini-Larva Hermetia Illucens untuk Memenuhi Kebutuhan Pakan Ikan. Dalam Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia 2015. Depok, Indonesia, 1 Maret 2015 (pp. 139–144).

Fauzi, R. U. A., & Sari, E. R. N. (2018). Analisis Usaha Budidaya Maggot sebagai Alternatif Pakan Lele. Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri, 7(1), 39-46.

Handjani, H. (2011). Optimalisasi Substitusi Tepung Azolla Terfermentasi pada Pakan Ikan untuk Meningkatkan Produktivitas Ikan Nila Gift. Jurnal Teknik Industri, 12(2), 46-58.

Heltonika, B. (2012). Pengaruh Kombinasi Pakan terhadap Pertumbuhan dan Kelulusan Hidup Larva Ikan Selais (Ompok Hypophthalmus). Berkala Perikanan Terubuk, 38(2), 80-94.

Herliabriyana, D., Kirono, S., & Handaru, H. (2019). Sistem Kontrol Pakan Ikan Lele Jarak Jauh Menggunakan Teknologi Internet of Things (IOT). Jurnal Ilmiah Intech: Information Technology Journal of UMUS, 1(2), 62-74.

Hermawan, T. E. S. A., Sudaryono, A., & Prayitno, S. B. (2014). Pengaruh Padat Tebar Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Lele (Clarias gariepinus)  dalam Media  Bioflok.  Journal of

Aquaculture Management and Technology, 3(3), 35-42.

Kusriani, K., Widjanarko, P., & Rohmawati, N. (2012). Uji Pengaruh Sublethal Pestisida Diazinon 60 EC terhadap Rasio Konversi Pakan (FCR) dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Penelitian Perikanan, 1(1), 36-42.

Madinawati, M., Serdiati, N.,  & Yoel, Y. (2011).

Pemberian Pakan yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Journal Media Litbang Sulteng, 4(2), 83-87.

Muchlisin, Z. A., Arisa, A. A., Muhammadar, A. A., Fadli, N., Arisa, I. I., & Siti-Azizah, M. N. (2016). Growth performance and feed utilization of keureling (Tor tambra) fingerlings fed a formulated diet with different doses of vitamin E (alpha-tocopherol). Journal Fisheries and Aquatic Life, 24(1), 47-52.

Muhajir & Agustini. M. (2019). Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Buatan yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Berat Mutlak Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) mulai Umur 30 Hari sampai Umur 60 Hari. Laporan Penelitian. Surabaya, Jawa Timur, Indonesia: Fakultas Pertanian Jurusan Perikanan Universitas DR. Soetomo.

Nursandi, J. N. J. (2018). Budidaya Ikan dalam Ember Budikdamber dengan Aquaponik di Lahan Sempit. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian. Bandar Lampung, Indonesia, 08 Oktober 2018 (pp. 129-136).

Purwanti, S. C., & Sudaryono, A. (2014). Gambaran

Profil Darah Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Diberi Pakan dengan Kombinasi Pakan Buatan dan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus). Journal of Aquaculture Management and Technology, 3(2), 53-60.

Rachmawati, D., Samidjan, I., & Setyono, H. (2015).

Manajemen Kualitas Air Media Budidaya Ikan Lele Sangkuriang  (Clarias  gariepinus) dengan Teknik

Probiotik pada Kolam Terpal di Desa Vokasi Reksosari, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang. Pena Akuatika: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 12(1), 7-11.

Ratnasari D. (2011). Teknik Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Di Biotech Agro, Kabupaten Jombang.  Skripsi. Surabaya, Indonesia: Fakultas

Perikanan Universitas Airlangga.

Salamah, S., & Zulpikar, Z. (2020). Pemberian Probiotik pada Pakan Komersial dengan Protein yang Berbeda terhadap Kinerja Ikan Lele (Clarias     Sp.)

menggunakan Sistem Bioflok. Acta Aquatica: Aquatic Sciences Journal, 7(1), 21-27.

Stamer, A., Wessels, S., Neidigk, Ralph., & Hoerstgen-Schwark, G. (2014). Black Soldier Fly (Hermetia illucens) larvae-meal as an example for a new feed ingredients’ class in aquaculture diets. Dalam Prosiding Building Organic Bridges, at the Organic World Congress 2014. Istanbul, Turkey, 13-15 October 2015 (pp 90-121).

Stickney, R.R. 2005. Aquaculture: AnIntroductory Text. Massachusetts USA: CABI Publication.

Suciati, R. (2017). Efektivitas Media Pertumbuhan Maggot Hermetia illucens (Lalat Tentara  Hitam)

sebagai Solusi Pemanfaatan Sampah Organik. Biosfer: Jurnal Biologi Dan Pendidikan Biologi, 2(1), 8-13.

Supriyatna, A.,  & Putra, R. E. (2017). Estimasi

Pertumbuhan Larva Lalat Black Soldier Fly (Hermetia illucens) dan Penggunaan Pakan Jerami Padi yang Difermentasi dengan Jamur (P. chrysosporium). Biodjati, 2(2), 159-166.

Tjodi, R., Kalesaran, O. J., & Watung, J. C. (2016).

Kombinasi Pakan terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus). E-Journal Budidaya Perairan, 4(2), 17.

To’bungan, N. (2017). Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan Alami Jentik  Nyamuk,  Cacing Darah (larva

Chironomus sp.) dan Moina sp. terhadap Pertumbuhan Ikan Cupang (Betta splendens). Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, 1(3), 111–116.

Windarto, S., Sri, H., Subandiyono, & Ristiawan, A.N. (2019). Performa Pertumbuhan Ikan Kakap Putih (Lates Calcarifer Bloch, 1790) yang Dibudidayakan dalam Sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Jurnal Sains Akuakultur Tropis, 3(1), 56-60.

Curr.Trends Aq. Sci. IV(2): 152-158 (2021)