Profil Nutrien Nitrat dan Fosfat pada Air di Sungai Jangga, Karangasem, Bali
on
Current Trends in Aquatic Science IV(2), 180-185 (2021)
Profil Nutrien Nitrat dan Fosfat pada Air di Sungai Jangga, Karangasem, Bali
Syahriyani Purbaa, Ima Yudha Perwiraa*, Dewa Ayu Angga Pebriania
aProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Udayana. Bukit Jimbaran. Bali-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-361-702802
Alamat e-mail: ima.yudha@unud.ac.id
Diterima (received) 8 Januari 2018; disetujui (accepted) 29 Juni 2018; tersedia secara online (available online) 4 Juli 2018
Abstract
Jangga river is one of the rivers in the Bali and has important ecological function. On the other hand, the jangga also became a waste-disposal of anthropogenic activities surround the river. That could an affect to increase content of nitrate and phosphate was found in Jangga river. This study was aimed to identify the concentration of nitrate and phosphate in the water of Jangga river. This study was conducted in a descriptive method by taking samples five stations from January to February 2020. The main parameters measured are Nitrate, phosphate and other water quality parameters (turbidity, temperature, pH, TDS, TSS, DO, COD and chromium). The result of this study showed that nitrate levels were high. The value of nitrate ranged from 5.3 mg/L to 7.6 mg/L. Parameter of phosphate was found in the Jangga river is also high. The value of phosphate ranged from 0.7 mg/L to 1.3 mg/L These are affected by the sewage from anthropogenic activities was found around the Jangga river including detergent and waste from agricultural and fisheries activity around the Jangga river.
Keywords: Jangga river; Nitrate; Phosphate
Abstrak
Sungai jangga merupakan salah satu sungai di Propinsi Bali yang memiliki fungsi ekologis penting. Selain itu, sungai Jangga juga menjadi media pembuangan limbah dari berbagai kegiatan antropogenik yang terdapat di sekitar sungai. Hal tersebut dapat mempengaruhi kandungan nitrat dan fosfat yang terdapat di perairan di Sungai Jangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan nitrat dan fosfat yang terdapat di Sungai Jangga. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan pengambilan sampel yang dilakukan di 5 titik pada bulan Januri sampai Februari 2020. Parameter yang diukur yaitu Nitrat dan Fosfat dengan parameter pendukung seperti kekeruhan, suhu, pH, TDS, TSS, DO, COD dan Kromium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan nitrat yang didapatkan pada sungai Jangga tergolong cukup tinggi. Adapun nilai nitrat yang didapatkan berkisar antara 5,3 mg/L sampai dengan 7,6 mg/L. Sedangkan untuk kandungan fosfat yang didapatkan di Sungai Jangga juga tergolong tinggi. Adapun nilai fosfat yang didapatkan berkisar antara 0,7 mg/L sampai dengan 1,3 mg/L. Hal tersebut dipengaruhi oleh limbah dari kegiatan antropogenik yang terdapat di sekitar sungai antara lain limbah deterjen, limbah pertanian dan kegiatan budidaya perikanan.
Kata Kunci: Sungai Jangga; Nitrat; Fosfat
Sungai Jangga merupakan salah satu sungai di Propinsi Bali yang memiliki fungsi ekologis penting. Selain digunakan untuk kebutuhan sehari hari seperti kegiatan MCK, di Sungai Jangga juga
terdapat bak penampungan air yang dialirkan langsung ke rumah penduduk di sekitar sungai. Di sisi lain, Sungai Jangga juga menjadi media pembuangan limbah dari berbagai aktifitas manusia yang ada di sekitarnya. Menurut Syawal et al. (2016), kegiatan antropogenik yang terdapat
di sekitar lingkungan perairan dapat mempengaruhi kualitas perairan tersebut. Beberapa jenis kegiatan antropogenik yang ada di sekitar Sungai Jangga antara lain pemukiman penduduk, budidaya ikan hias, prasarana jalan, pertanian dan kegiatan industri. Hal tersebut dapat menyebabkan adanya perubahan kandungan nitrat dan fosfat pada ekosistem perairan di Sungai Jangga, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas air di Sungai Jangga.
Pencemaran perairan merupakan salah satu permasalahan yang terjadi pada ekosistem Sungai Jangga pada saat ini. Penyebab dari pencemaran perairan tersebut adalah masukan dari bahan pencemar yang berlebihan ke dalam lingkungan perairan yang melebihi daya tampungnya, sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai dengan peruntukannya (Lusiana, 2020). Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan kualitas perairan. Penurunan kualitas perairan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, baik secara alami maupun akibat dari aktifitas antropogenik di sekitar sungai. Beberapa aktifitas antropogenik yang diketahui dapat menurunkan kualitas air tersebut antara lain kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian (Ermawati dan Hartanto, 2017). Limbah dari kegiatan antropogenik tersebut akan terbawa oleh aliran pembuangan dan pada akhirnya akan menuju ke ekosistem sungai (Singer dan Battin, 2017).
Oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui kandungan nitrat dan fosfat yang terdapat di Sungai Jangga, Karangasem, Bali. Dengan mengetahui status perairan Sungai Jangga maka ekosistem sungai tersebut dapat dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya oleh masyarakat yang terdapat di sekitar sungai.
Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan, yaitu dari bulan Januari sampai bulan Februari 2020. Pengambilan sampel dilakukan pada 5 titik di Sungai Jangga yang terdapat di Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Adapun pengukuran kualitas air dilakukan secara insitu dan eksitu. Pengukuran secara eksitu dilakukan di Laboratorium Ilmu Perikanan
Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana.
-
2.2 Pengambilan Sampel
Sampel air diambil dari lokasi penelitian dengan menggunakan water sampler pada bagian kolom air. Pengambilan sampel air dilakukan pada 5 titik yang berbeda yang dimulai dari hulu (titik 1) sampai hilir (titik 5) sungai. Sampel air diambil sebanyak 1,5 liter dan kemudian disimpan pada suhu 4oC sampai proses analisa lebih lanjut yang dilakukan di laboratorium.
-
2.3 Pengukuran Nitrat
Penentuan kadar nitrat yang terdapat pada sampel air dilakukan dengan menggunakan Nitrat KIT (Salifert Nitrat), dengan menggunakan bantuk alat spektrofotometer. Sampel air (1 mL) dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dicampurkan dengan reagen NO3-1 sebanyak 4 tetes dan reagen NO3-2 sebanyak 1 cup. Setelah itu, larutan dihomogenkan dengan menggunakan vortex selama 3 menit hingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi ungu kemerahan. Nilai absorbansi diukur dengan menggunakan spekrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Hasil absorbansi tersebut kemudian disejajarkan dengan absorbansi kurva strandar yang telah dibuat.
-
2.3 Pengukuran Fosfat
Pengukuran kandungan fosfat pada air dilakukan dengan menggunakan Fosfat KIT (HANNA HI713). Sampel air (1 mL) dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dicampurkan dengan reagen HANNA HI713 sebanyak 0,18 g. Setelah itu larutan dihomogenkan dengan menggunakan vortex hingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi biru. Nilai absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Nilai absorbansi tersebut kemudian disejajarkan dengan absorbansi kurva standar yang telah dibuat.
-
2.3 Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan secara insitu dan eksitu. Parameter yang diukur secara insitu yaitu kekeruhan, suhu, pH dan TDS. Sedangkan parameter yang diukur secara eksitu yaitu DO,
COD, TSS dan kromium. Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan menggunakan turbidimeter. Sampel air dimasukkan ke dalam wadah yang terdapat pada turbidimeter. Setelah itu turbidimeter diletakkan di permukaan yang datar kemudian tekan tombol signal average dan monitor akan menunjukkan “sig avg” ketika alat sedang menggunkan mode sinyal rata-rata. Setelah itu tekan Read. Maka monitor akan menunjukkan angka kekeruhan dari air sampel tersebut.
Suhu perairan diukur dengan menggunakan termometer raksa. Thermometer dicelupkan pada air sampai antara 10-15 cm, kemudian akan muncul angka yang ditunjukkan pada skala termometer sebagai data suhu periran. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yaitu dengan cara memasukkan pH meter ke dalam wadah yang berisi sampel air yang akan di uji. Pada saat di celupkan ke dalam air, skala angka akan bergerak acak. Kemudian, tunggu hingga angka tersebut berhenti dan tidak berubah-ubah. Angka yang muncul adalah nilai pH dari sampel perairan tersebut. Sedangkan TDS diukur dengan menggunakan TDS meter yaitu dengan cara mencelupkan TDS meter ke dalam perairan sampai batas garis yang terdapat pada alat. Kemudian akan muncul angka yang merupakan nilai TDS pada perairan tersebut.
DO perairan diukur dengan menggunakan metode titrasi dengan cara winkler. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri (SNI 066989.14-2004). Sampel dimasukkan ke dalam botol winkler. Larutan MnSO4 (1 ml), Alkali Iodida Azida (1 ml) juga dimasukkan ke dalam botol winkler sampai terisi penuh. Setelah itu larutan diendapkan selama sepuluh menit. Selanjutnya larutan diambil sebanyak 50 ml dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Kemudian larutan dititrasi dengan Na2S2O3 sampai berubah warna dari warna biru sampai bening.
Chemical Oxygen Demand (COD) pada sampel air akan diukur berdasarkan cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand) dengan refliks tertutup secara titrimetric (SNI 6989.73:2009). Sampel air (50 ml) dicampur dengan KMnO4 (50 ml) dan asam sulfat (50 ml) di dalam Erlenmeyer. Kemudian, Erlenmeyer dididihkan selama 30 menit. Setelah itu, larutan Natrium Oksalat (50 ml) dicampurkan ke dalam Erlenmeyer sampai berwarna bening. Setelah itu, larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan Asam Sulfat dari bening hingga berwarna merah muda.
Pengukuran Total Suspended Solid (TSS) dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri, berdasarkan SNI 06-6989. 3-2004. Kertas saring ditimbang terlebih dahulu, kemudian sampel sebanyak 50 ml disaring menggunakan kertas saring tersebut. Setelah itu kertas saring dikeringkan dengan oven selama 1 jam. Kemudian ditimbang dan di catat beratnya. Sedangkan untuk Pengukuran Cr-(VI) pada sampel dilakukan dengan menyaring sampel air terlebih dahulu dengan kertas saring, kemudian mengambil 10 ml sampel dan dilarutkan dengan 12 tetes H2SO4, selanjutnya menambahkan 0,5 ml difenil karbazid, didiamkan selama 5 menit dan sampel air diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
-
2.4 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisa secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk data dan rata-rata yang dilakukan dengan menggunakan Software Microsoft Excel 2007.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kandungan nitrat di Sungai Jangga mengalami peningkatan dari titik 1 sampai titik 5. Nilai nitrat yang terendah ditunjukkan pada titik 1 (2,5 - 6,7 mg/L) dengan rata-rata 5,3 ± 0,1 mg/L. Adapun nilai nitrat tertinggi ditunjukkan pada titik 5 (3,5 -11,3 mg/L) dengan rata-rata 7,6 ± 3,8 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai nitrat secara gradual dari bagian hulu hingga ke hilir Sungai Jangga. Peningkatan kandungan nitrat pada air di Sungai Jangga diduga terkait dengan keberadaan berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang ada di sekitar lokasi (Hamuna et al., 2018). Tingginya kandungan nitrat pada bagian hilir Sungai Jangga diduga terkait dengan akumulasi limbah pertanian yang terdapat di sekitar sungai Jangga. Penggunaan pupuk mineral dalam bentuk nitrogen (ammonia dan nitrat) diserap oleh tanaman pada kegiatan pertanian hanya sebesar 10-15%, adapun sisanya akan terlepas ke lingkungan (Gonggo et al., 2006; Bustami et al., 2012). Walaupun nitrat ini memiliki peran yang vital bagi pertumbuhan fitoplankton di lingkungan perairan, tetapi jumlahnya yang
Tabel 1.
Kandungan Nitrat di Sungai Jangga
Periode
Titik |
(10/1/2019) |
(18/1/2019) |
(25/1/2019) |
(1/2/2020) |
Rata-rata ± SD (mg/L) |
1 |
2,5 |
6,5 |
5,6 |
6,7 |
5,3 ± 0,1 |
2 |
3,5 |
8,0 |
6,8 |
5,4 |
5,9 ± 2,3 |
3 |
2,9 |
7,8 |
6,6 |
7,3 |
6,1 ± 4,3 |
4 |
4,0 |
5,8 |
9,2 |
9,9 |
7,2 ± 2,7 |
5 |
5,3 |
3,5 |
10,6 |
11,3 |
7,6 ± 3,8 |
berlebihan dapat menyebabkan munculnya fitoplankton yang berbahaya yang biasa disebut dengan Harmful Algae Blooms (Risamsu dan Prayitno, 2011).
-
3.2 Kandungan Fosfat di Sungai Jangga
Kandungan fosfat pada Sungai Jangga yang ditunjukkan pada hasil penelitian juga mengalami peningkatan secara gradual. Nilai fosfat yang terendah ditunjukkan pada titik 1 (0,4 - 1,0 mg/L) dengan nilai rata-rata 0,7 ± 0,2 mg/L. Sedangkan nilai fosfat yang tertinggi di tunjukkan pada titik 5 (1,0 - 1,7 mg/L) dengan nilai rata-rata 1,3 ± 0,2 mg/L. Menurut Anhwange et al. (2012), batas maksimum kandungan fosfat di lingkungan perairan adalah 0,1 mg/L. Akan tetapi hasil pengukuran fosfat pada penelitian ini sudah melebihi batas tersebut. Hal itu diduga terkait dengan adanya limbah detergen pada badan air. Zairanayati dan Shatriadi (2019), menyatakan bahwa deterjen mengandung kadar fosfat yang berasal dari Sodium Tripolyfosfate (STPP). Oleh karena itu limbah deterjen yang dibuang langsung ke perairan dapat mengubah konsentrasi fosfat pada perairan tersebut. Patricia et al. (2018), mengatakan bahwa penggunaan deterjen oleh Tabel 2.
limbah rumah tangga merupakan salah satu penyumbang kadar fosfat yang signifikan ke perairan.
Selain itu tingginya kandungan fosfat pada Sungai Jangga diduga terkait dengan tingginya kegiatan antropogenik di daerah tersebut. Salah satu kegiatan antropogenik yang terdapat di lingkungan perairan yaitu kegiatan pertanian yang terdapat di sekitar titik 2, 4 dan 5. Limbah dari kegiatan pertanian juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kandungan fosfat yang terdapat pada perairan (Patricia et al., 2018). Selain itu limbah dari kegiatan pertanian juga dapat menyebabkan perairan menjadi keruh dan berlumpur. Onwugbuta et al. (2008), mengatakan bahwa fosfor yang dalam keadaan larut (fosfat) akan lebih cepat terserap di permukaan lumpur dan masuk kembali ke kolom perairan. hal tersebut menyebabkan kandungan fosfat di Sungai Jangga mengalami peningkatan.
Sumber masukan fosfat berikutnya berasal dari kegiatan budidaya perikanan yang terdapat di sekitar sungai. Tingginya kandungan fosfat yang terdapat pada Sungai Jangga diduga karena adanya kegiatan budidaya perikanan yang tedapat pada titik 4. Hal tersebut sesuai dengan
Kandungan Fosfat di Sungai Jangga
Periode
Titik |
(10/1/2019) |
(18/1/2019) |
(25/1/2019) |
(1/2/2020) |
Rata-rata ± SD (mg/L) |
1 |
1,0 |
0,4 |
0,7 |
0,8 |
0,7 ± 0,2 |
2 |
1,0 |
1,0 |
0,8 |
0,8 |
0,9 ± 0,3 |
3 |
0,9 |
1,2 |
0,7 |
1,2 |
1,0 ± 0,3 |
4 |
1,3 |
0,8 |
1,2 |
0,8 |
1,0 ± 0,2 |
5 |
1,7 |
1,2 |
1,0 |
1,3 |
1,3 ± 0,2 |
pernyataan Syawal (2016), yang mengatakan bahwa sumber antropogenik fosfat salah satunya berasal dari sisa pakan ikan oleh adanya kegiatan budidaya perikanan yang terdapat di sekitar sungai. Keberadaan fosfat yang berlebih di perairan dapat menggangu sistem metabolisme organisme perairan sehingga biota perairan tersebut sulit untuk bertahan hidup (Patty et al., 2015).
-
3.3 Kondisi Kualitas Air di Sungai Jangga
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekeruhan air Sungai Jangga meningkat secara gradual dari titik 1 sampai titik 5. Nilai kekeruhan terendah di dapatkan pada titik 1 (0,00 - 0,30 mg/L) dengan rata-rata 0,07 ± 0,15 mg/L. Adapun nilai kekeruhan tertinggi ditunjukkan pada Titik 5 (2,03 - 3,60 mg/L) dengan rata-rata 3,09 ± 0,7 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa input material penyebab kekeruhan semakin meningkat seiring dengan penurunan laju elevasi sungai dari hulu ke hilir. Tingginya nilai kekeruhan pada suatu perairan dapat disebabkan oleh adanya bahan organik dari pembusukan tanaman atau tumbuhan yang berasal dari lingkungan daratan (Hanisa dan Nugraha, 2017).
Nilai suhu yang didapatkan pada titik 1 sampai dengan titik 5 juga mengalami peningkatan. Nilai suhu yang terendah didapatkan pada titik 1 (25 -26°C) dengan rata-rata 25 ± 0,5°C. Sedangkan nilai suhu yang tertinggi didapatkan pada titik 4 dan 5. Pada titik 4 didapatkan nilai suhu (27 - 28°C) dengan rata-rata 30 ± 0,8°C. Adapun nilai suhu yang didapatkan di titik 5 (30 - 31°C) dengan rata-rata 30 ± 0,5°C. Tingginya nilai suhu pada titik tersebut didga karena perairannya sangat terbuka yang menyebabkan cahaya matahari langsung ke permukaan perairan. Sehingga nilai suhu yang didapatkan cukup tinggi jika dibandingan dengan nilai suhu pada titik pengambilan sampel yang lain (Sittadewi, 2008). Sedangkan, nilai pH yang dilaporkan mengalami peningkatan dari titik 1 sampai dengan titik 4 dan mengalami penurunan pada titik 5. Nilai pH terendah didapatkan pada titik 1 (7,2 - 7,6) dengan rata-rata 7,3 ± 0,1. Sedangkan untuk nilai pH tertinggi didapatkan pada titik 4 (7,7 - 8,2) dengan rata-rata 7,9 ± 0,2.
Selaras dengan parameter kekeruhan dan suhu, TDS dan TSS juga mengalami peningkatan dari titik 1 sampai dengan titik 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TDS terendah
ditunjukkan pada titik 1 (152 - 184 mg/L) dengan rata-rata 168 ± 13 mg/L. Sedangkan untuk nilai TDS tertinggi ditunjukkan pada titik 5 (216 - 248 mg/L) dengan rata-rata 232 ± 13 mg/L. Untuk nilai TSS terendah didapatkan pada titik 1 (0,4 - 0,6 mg/L) dengan rata-rata 0,4 ± 0,1 mg/L. Sedangkan nilai TSS tertinggi ditunjukkan pada titik 5 (31,4 -42,4 mg/L) dengan rata-rata 37,8 ± 15,0 mg/L. Adanya peningkatan nilai TSS pada Sungai Jangga diduga karena pengaruh dari kegiatan antropogenik yang terdapat di sekitar sungai. Sofia et al. (2010) mengatakan bahwa kegiatan antropogenik di sekitar sungai dapat mempengaruhi kandungan TSS di sungai tersebut.
Kandungan DO pada Sungai Jangga yang dilaporkan mengalami penurunan dari titik 1 sampai dengan titik 5. Nilai DO terendah ditunjukkan pada titik 5 (3 - 4 mg/L) dengan rata-rata 3,7 ± 0,1 mg/L. Sedangakan nilai DO tertinggi ditunjukkan pada titik 1 (5,2 - 5,6 mg/L) dengan rata-rata 5,4 ± 0,8 mg/L. Hal ini menunjukkan adanya input material yang mempengaruhi konsentrasi DO dari hulu menuju hilir. Alina et al. (2015), mengatakan bahwa suatu perairan yang tercemar memiliki kandungan oksigen yang rendah. Suatu perairan dapat dikatakan dalam kondisi baik jika memiliki kadar konsentrasi DO lebih dari 5 mg/L (Hamuna et al., 2018). Sedangkan perairan alami memiliki nilai DO kurang dari 10 mg/L.
Berkebalikan dengan hasil pengukuran DO, nilai COD yang dilaporkan pada penelitian mengalami peningkatan dari titik 1 sampai dengan titik 5. Nilai COD terendah ditunjukkan pada titik 1 (1 - 5,2 mg/L) dengan rata-rata 2,5 ± 0,6 mg/L. Sedangkan nilai COD tertinggi ditunjukkan pada titik 5 (1,2 - 6,8 mg/L) dengan rata-rata 3,2 ± 0,6 mg/L. Suatu perairan yang konsentrasi COD nya semakin tinggi maka dapat mengindikasikan bahwa tingkat pencemaran pada perairan tersebut semakin tinggi (Yudo, 2010). Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kromium yang terendah didapatkan pada titik 1, 2 dan 3 (0,006 - 0,009 mg/L) denga rata-rata 0,007 ± 0,000 mg/L. Sedangkan nilai kromium yang tertinggi ditunjukkan pada titik 4 (0,008 - 0,01 mg/L) dengan rata-rata 0,009 ± 0,000 mg/L.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kandungan nitrat dan fosfat yang
didapatkan di Sungai Jangga tergolong tinggi. Nilai nitrat yang didapatkan berkisar antara 5,3 -7,6 mg/L, sedangkan kandungan fosfat berkisar antara 0,7 - 1,3 mg/L. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan secara gradual dari hulu sampai dengan hilir sungai. Hal ini diduga adanya peningkatan limbah dari kegiatan antropogenik yang terdapat di sekitar sungai antara lain limbah deterjen, limbah pertanian dan kegiatan budidaya perikanan.
Ucapan terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan kepada rekan Manajemen Sumberdaya Perairan Angkatan 2016 dan rekan satu tim Duta Sunaryoga yang telah membantu dalam proses pengambilan sampel.
Daftar Pustaka
Alina, A. A., Soeprobowati, T. R., & Muhammad, F.
-
(2015) . Kualitas Air Rawa Jombor Klaten, Jawa Tengah Berdasarkan Komunitas Fitoplankton. Jurnal Ilmu Lingkungan, 4(3), 41-52.
Anhwange, B. A., Agbaji, E. B., & Gimba, E. C. (2012). Impact assessment of human activities and seasonal variation on River Benue, within Makurdi Metropolis. Jurnal of Science and Technology, 2(5), 248-254.
Bustami, Sufardi & Bakhtiar. (2012). Serapan Hara dan Efisiensi Pemupukan Phosfat serta Pertumbuhan Padi Varietas Lokal. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan, 1(2), 159-170.
Ermawati, R., & Hartanto, L. (2017). Pemetaan Sumber Pencemar Sungai Lamat Kabupaten Magelang. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, 9(2), 92-104.
Gonggo, B. M., Hasanudin., Indiani, Y. (2006). Peran Pupuk P dan N tehadap Serapan N dan Efisiensi N dan Hasil Tanaman Jahe di Bawah Tegakan Tanaman Karet. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indinesia, 8(1), 61-68.
Hamuna, B., Tanjung, R. H. R., Suwito, & Maury, H. K.
-
(2018) . Konsentrasi Amoniak, Nitrat dan Fosfat di Perairan Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. EnviroScienteae, 14(1), 8-15.
Hamuna, B., Tanjung, R. H. R., Suwito, Maury, H. K., & Alianto. (2018). Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Fisika-Kimia di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. EnviroScienteae, 16(1), 35-43.
Hanisa, E., & Nugraha, W. (2017). Penentuan Status Mutu Air Sungai Berdasarkan Metode Indeks Kualitas Air-National Sanitation Foundation (IKA-NSF) Sebagai Pengendalian Kualitas Lingkungan. Jurnal Teknik Lingkungan, 1(6), 1-14.
Lusiana, N., Widiatmono, B. R., Luthfiyana, H. (2020). Beban Pencemaran BOD dan Karakteristik Oksigen
Terlarut di Sungai Brantas Kota Malang. Jurnal Ilmu Lingkungan, 18(2), 354-366.
Onwugbuta, E., Zabbey N., & Erondu E. S. (2008). Water Quality of Bodo Creek in the Lower Niger Delta Basin. Advances in Enviromental Niology, 2(3), 132-136.
Patricia, C., Astono, W., & Hendrawan D. I. (2018). Kandungan Nitrat dan Fosfat di Sungai Ciliwung. Dalam Prosiding Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018. Jakarta, Indonesia, 1 September 2018 (pp. 179-185).
Patty, I. S., Arfah, H., & Abdul, M. S. (2015). Zat Hara (Fosfat, Nitrat), Oksigen Terlarut dan pH Kaitannya Dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau Buru. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 1(1), 43-50.
Risamsu, F. J. L., & Prayitno, H B. (2011). Kajian Zat Hara Fsfat, Nitrit, Nitrat dan Silikat di Perairan Matasari, Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan, 16(3), 135-142.
Singer, G. A., & Battin J. (2017). Anthropogenic subsidies alter stream consumer-resource, sto-chiometry, biodiversity, and food chains. Ecological Applications, 17(2), 37 6-389.
Sittadewi, E. H. (2008). Identifikasi Vegetasi di Koridor Sungai Siak dan Perannya dalam Penerapan Metode Bioengineering. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 10(2), 112-118.
SNI 06-6989. 14. 2004. Air dan Limbah-Bagian 14: Cara Uji Oksigen Terlarut Secara Yodometri (Modifikasi Azida). Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi
Nasional.
SNI 06-6989. 3. 2004. Air dan Air Limbah Cara Uji Kadar Padatan Tersuspensi Total (TSS) secara Gravimetri. Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi Nasional.
SNI 6989. 73. (2009). Air dan Air Limbah Bagian 73: Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan Refluks Tertutup secara Titrimetri. Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi Nasional.
Sofia, Y., Tontowi, & Rahayu, S. (2010). Penelitian Pengolahan Air Sungai yang Tercemar oleh Bahan Organik. Jurnal Sumber Daya Air, 6(3), 145-160.
Syawal, M. S., Wardiatno, Y., & Hariyadi, S. (2016). Pengaruh Aktivitas Antropogenik terhadap Kualitas Air, Sedimen dan Moluska di Danau Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Tropis, 16(1), 1-14.
Yudo, S. (2010). Kondisi Kualitas Air Sungai Ciliwung di Wilayah DKI Jakarta ditinjau dari Parameter Organik, Amoniak, Fosfat, Detergen dan Bakteri Coli. Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(1), 34-42.
Zairanayati & Shatriadi, H. (2019). Biodegradasi Fosfat pada Limbah Laundry Menggunakan Bakteri Consorsium Pelarut Fosfat. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 18(1), 57-61.
Curr.Trends Aq. Sci. IV(1): 180-185 (2021)
Discussion and feedback