Struktur Komunitas Epifauna di Area Pasca Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Badung Bali
on
Current Trends in Aquatic Science IV(1), 41-48 (2021)
Struktur Komunitas Epifauna di Area Pasca Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Badung Bali
Mohammad Rizqia*, I Wayan Arthanaa, Alfi Hermawati Waskita Saria
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +6282338796513
Alamat e-mail: rizqi.0820@gmail.com
Diterima (received) 17 Mei 2020; disetujui (accepted) 9Agustus 2020; tersedia secara online (available online) 15 Februari 2021
Abstract
Pandawa and Geger Beaches used to be seaweed farming areas, later became tourist attractions which resulted in changes in the structure of the epifauna community. This study aims to determine the community structure and water quality at both beaches. The study was conducted from December 2018 to January 2019. Descriptive method was used and the determination of stations used purposive sampling. The sample was taken by the line transect method. The highest abundance of Pandawa Beach epifauna was Diadema setosum (0.444 ind / m2). The highest diversity at the seaweed cultivation area station with a value of 1.105 which belongs to the medium category. The highest uniformity was also in the same station with a value of 0.797 which indicate a stable epifauna community. The highest dominance in the tourist area station with a value of 0.861 which indicates high dominance. At Geger Beach the highest abundance of epifauna was Cerithidea obtusa species and Tripneustes gratilla with the same abundance (0.144 ind / m2). The highest diversity at the station adjacent to the coral pool with a value of 1,944 included in the medium category. The highest uniformity at the same station with a value of 0.935 which indicates a stable epifauna community. The highest dominance was obtained at the station near the pier with a value of 0.229 which showed low dominance. Pandawa and Geger Beaches water quality was still relatively optimal with an average temperature, dissolved oxygen, salinity, currents, and pH of 30.5oC; 5.4 ppm; 30.3 ppt; 0.1 m/s; and 8.6 respectively. At Geger Beach, the average temperature, dissolved oxygen, salinity, current and pH were 30.6oC; 5.1 ppm; 30.1 ppt; 0.1 m/s; and 8.7 respectively.
Keywords: Community structure, Epifauna, Pandawa Beach, Geger Beach
Abstrak
Pantai Pandawa dan Geger dulunya merupakan area budidaya rumput laut, belakangan menjadi tempat wisata yang mengakibatkan berubahnya struktur komunitas epifauna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas dan kualitas air pada kedua pantai. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2018 sampai bulan Januari 2019. Metode deskriptif digunakan dan penentuan stasiun menggunakan purposive sampling. Sampelnya diambil dengan metode line transect. Kelimpahan epifauna tertinggi Pantai Pandawa adalah Diadema setosum (0,444 ind/m2). Keanekaragaman tertinggi di stasiun areal budidaya rumput laut dengan nilai 1,105 yang termasuk kategori sedang. Keseragaman tertinggi juga di stasiun yang sama dengan nilai 0,797 yang menunjukkan komunitas epifauna stabil. Dominansi tertinggi di stasiun areal wisata dengan nilai 0,861 yang menunjukkan dominansi tinggi. Di Pantai Geger kelimpahan epifauna tertinggi adalah spesies Cerithidea obtusa dan Tripneustes gratilla dengan kelimpahan yang sama (0,144 ind/m2). Keanekaragaman tertinggi di stasiun yang berdekatan dengan kumpulan karang dengan nilai 1,944 yang masuk dalam kategori sedang. Keseragaman tertinggi di stasiun yang sama dengan nilai 0,935 yang menunjukkan komunitas epifauna stabil. Dominansi tertinggi didapatkan di stasiun dekat dermaga dengan nilai 0,229 yang menunjukkan dominansi rendah. Kualitas air Pantai Pandawa dan Geger masih tergolong optimal dengan rata-rata suhu, oksigen terlarut, salinitas, arus, dan pH masing-masing 30,5 oC; 5,4 ppm; 30,3 ppt; 0,1 m/s; dan 8,6. Di Pantai Geger didapatkan rata-rata suhu, oksigen terlarut, salinitas, arus, dan pH masing-masing 30,6 oC; 5,1 ppm; 30,1 ppt; 0,1 m/s; dan 8,7. Hasil penelitian menunjukkan Pantai Geger memiliki keanekaragaman epifauna yang lebih tinggi dibandingkan Pantai Pandawa, begitupun dengan dominansi yang berbanding terbalik.
Kata Kunci: Struktur komunitas, Epifauna, Pantai Pandawa, Pantai Geger
Pantai Kutuh atau yang biasa dikenal dengan Pantai Pandawa merupakan pantai yang dulunya memiliki potensi perikanan yang bagus di bidang budidaya rumput laut. Pantainya yang berbentuk melengkung seperti piring dan terdapat karang mati sekitar 200 meter dari bibir pantai yang berperan sebagai penahan dari kuatnya arus dan ombak yang besar yang datang pada saat air pasang yang sangat cocok untuk dijadikan area budidaya rumput laut. Kegiatan budidaya rumput laut di pantai pandawa memang sudah dilakukan sejak 25 tahun yang lalu (Meirejeki et al., 2017). Namun sejak 3 tahun yang lalu kegiatan budidaya rumput laut di pantai pandawa sudah terhenti. Begitu pula dengan Pantai Geger yang terletak di Desa Adat Peminge, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Pantai Geger dahulunya merupakan area budidaya rumput laut, namun sejak 5 tahun yang lalu kegiatan budidaya rumput laut di Pantai Geger sudah perlahan-lahan bergeser menjadi tempat wisata (Artadana et al., 2018).
Hilangnya keberadaan rumput laut di Pantai Pandawa dan Pantai Geger yang merupakan flora yang paling dominan di kedua ekosistem pantai mengakibatkan perubahan ekosistem yang selayaknya terjadi perubahan struktur komunitas. Struktur komunitas berkaitan erat dengan kondisi habitat. Perubahan pada habitat dapat mempengaruhi tingkat spesies sebagai komponen terkecil penyusunan populasi yang membentuk komunitas. Struktur komunitas merupakan kesatuan dari hubungan fungsional yang saling mempengaruhi populasi, dimana komunitas berperan pada posisinya masing-masing (Odum, 1993). Salah satu struktur komunitas tersebut adalah makrozoobenthos.
Makroozoobentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Makroozoobentos dalam ekosistem berperan penting sebagai pendaurulang bahan organik. Makrozoobentos merupakan organisme yang memiliki mobilitas yang rendah, sehingga dengan sifatnya yang tidak mudah berpindah pindah tersebut makrozoobentos dapat digunakan sebagai indikator perubahan lingkungan. Makrozoobentos sendiri terbagi menjadi beberapa kelompok lagi, berdasarkan letak habitatnya makrozoobentos dibagi menjadi infauna dan epifauna (Putro, 2014).
Epifauna merupakan kelompok kecil dari makrozoobentos dan merupakan salah satu organisme perairan yang sangat peka dengan perubahan lingkungan. Epifauna sering digunakan sebagai bioindikator kualitas suatu perairan. Perairan yang masih baik dapat menunjang keragaman jenis epifauna yang hidup pada perairan tersebut. Sebaliknya perairan dengan kualitas yang tidak baik keragaman epifauna akan menurun atau sedikit. Suatu perairan yang baik akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari semua jenis makrozoobentos yang ada, sebaliknya suatu perairan yang tercemar jumlah individu tidak sama dan ada kecenderungan satu jenis makrozoobentos yang mendominasi (Odum, 1993).
Dengan mengetahui struktur komunitas epifauna pada area pasca budidaya rumput laut kita dapat mengetahui biota epifauna apa saja yang masih tetap bertahan meskipun vegetasi rumput laut di area tersebut sudah hilang. Dari hasil penelitian dapat dilakukan pendugaan bagaimana kondisi dasar perairan terutama kondisi sisa bahan organik yang akan berbahaya bila terakumulasi dalam jumlah yang banyak, sehingga pihak pengelola pantai dapat melakukan upaya antisipasi. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai data penunjang evaluasi pencemaran perairan mengingat epifauna dapat dijadikan sebagai bioindikator. Dengan demikian, penelitian tentang struktur komunitas epifauna di area pasca budidaya rumput laut ini menjadi penting untuk dilakukan untuk mengetahui kondisi struktur komunitas epifauna.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2018 sampai bulan Januari 2019. Pengambilan sampel dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di Pantai Pandawa yang terletak di Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung dan Pantai Geger yang terletak di Desa Adat Peminge, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Pantai Pandawa dan Pantai Geger merupakan 2 dari 3 pantai penghasil rumput laut terbesar di Kabupaten Badung selain Pantai Sawangan (Mahayana, 2013). Selain itu kedua pantai ini juga memiliki karakteristik tipe substrat yang berbeda. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: roll meter, kamera waterproof, alat
snorkeling, GPS, pH meter, do meter, refraktometer, coolbox, kantong plastik, current meter, penjepit, buku identifikasi epifauna, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain: sampel epifauna, sampel substrat, akuades, dan tisu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan keadaan dan kondisi yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Pengambilan sampel epifauna menggunakan metode Line Transect. Pengambilan sampel epifauna menggunakan kamera waterproof untuk mempermudah identifikasi epifauna tanpa harus membawanya ke laboratorium. Dari masing-masing pantai ditentukan sebanyak 3 stasiun. Sehingga jumlah stasiun pada penelitian ini berjumlah 6 stasiun yaitu 3 stasiun di Pantai Pandawa dan 3 stasiun di Pantai Geger. Di setiap stasiun dilakukan pengamatan ulang sebanyak 3 kali dengan jarak waktu pengamatan 2 minggu sekali. Dari setiap stasiun pada masing - masing pantai dibentangkan 50 transek dengan ukuran 1 x 1 m2, namun pada setiap transek hanya 5/9 luas transek yang diamati untuk mempermudah pengamatan foto yang diambil dari setiap transek. Epifauna yang ditemukan didalam transek dihitung dan dilakukan identifikasi jenisnya.
Pengukuran kualitas air dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel epifauna epifauna. Parameter kualitas air yang diamati antara lain: salinitas, DO, suhu, arus, dan pH. Sedangkan untuk pengamatan tipe substrat dilakukan dengan cara mengamati langsung substrat yang ada pada tiap transek di setiap stasiun. Setelah diketahui jenis dan jumlah epifauna yang ditemukan, kemudian dilakukan analisis data struktur komunitas. Kelimpahan epifauna dihitung menggunakan rumus (Brower & Zar, 1977).

(1)
Dimana D adalah kelimpahan jenis ke-i (ind/m2); ni adalah jumlah individu spesies ke-i; dan A adalah luas transek pengamatan sampel (m2).
Indeks Keanekaragaman (Odum, 1993):

(1)

(1)
Dimana H’ adalah indeks keanekaragaman; Pi adalah proporsi spesies ke-i; ni adalah jumlah individu spesies ke-i; dan N adalah jumlah total individu.
Indeks Keseragaman (Odum, 1993):
H’
e (1)
∏ TYlCLX v '
H max = LnS
(1)
Dimana E adalah indeks keseragaman; H’ adalah indeks keanekaragaman; dan S adalah jumlah jenis individu.
Indeks Dominansi (Odum, 1993):
S
D= ∑ (Pi)*
(1)
Dimana D adalah indeks dominansi; dan Pi adalah proporsi spesies ke-i.
Epifauna yang ditemukan di Pantai Pandawa sebanyak 4 spesies. Spesies epifauna yang ditemukan terdiri dari 2 kelas yang terbagi menjadi 4 famili yaitu: Diadematidae, Toxopneustidae, Potamididae, dan Strombidae. Famili Diadematidae dan Toxopneustidae merupakan famili yang ada di setiap stasiun, sedangkan Potamididae dan Strombidae hanya ditemukan pada stasiun I saja. Berikut merupakan diagram yang menggambarkan persentase jumlah spesies yang ditemukan berdasarkan famili.

Gambar 1. Persentase famili epifauna yang ditemukan di Pantai Pandawa.
Bila dibandingkan dengan Pantai Pandawa, epifauna yang ditemukan di Pantai Geger lebih banyak. Epifauna yang ditemukan di Pantai Geger sebanyak 12 spesies. Spesies yang ditemukan terdiri dari 5 kelas yang terbagi menjadi 12 famili yaitu: Diadematidae, Toxopneustidae, Potamididae, Strombidae, Nassariidae, Echinasteridae, Synaptidae, Columbellidae, Cerithiidae, Pisaniidae, Nassariidae, dan Portunidae. Dari 12 famili tersebut, Diadematidae, Toxopneustidae, Synaptidae, dan Columbellidae merupakan famili yang ditemukan di semua stasiun. Berikut merupakan diagram yang menggambarkan persentase jumlah spesies yang ditemukan berdasarkan famili.
Gambar 2. Persentase famili epifauna yang ditemukan di Pantai Geger.
Pada Pantai Pandawa famili Diadematidae memiliki kelimpahan tertinggi, dimana famili tersebut merupakan famili dari spesies Diadema setosum. Landak laut yang ditemukan di Pantai Pandawa berjumlah 46 individu. Sedangkan pada Pantai Geger Toxopneustidae menempati persentase kelimpahan tertinggi, famili tersebut merupakan famili dari spesies Tripneustes gratilla, dimana pada Pantai Geger ditemukan sebanyak 13 individu.
Diadema setosum memiliki kelimpahan tertinggi di Pantai Pandawa dengan kelimpahan 0,90 ind/m2. Sedangkan pada Pantai Geger spesies Tripneustes gratilla menempati kelimpahan tertinggi dengan kelimpahan 0,25 ind/m2. Kedua spesies ini tergolong kedalam kelas yang sama yaitu kelas Echinoidea, dimana epifauna pada kelas ini memiliki habitat tempat tinggal di celah - celah karang, cekungan pasir, atau padang lamun (Lubis et al, 2016). Habitat tersebut dapat ditemui pada kedua pantai, dimana pada stasiun I dan stasiun II
Pantai Pandawa terdapat pecahan karang yang menjadi habitat dari kedua spesies ini, sedangkan pada stasiun III dan stasiun I, II, III Pantai Geger didominasi oleh substrat yang ditumbuhi lamun yang juga merupakan habitat dari kedua spesies ini. Selain itu, kedua spesies ini juga dapat ditemukan pada setiap stasiun di kedua pantai.
Tabel 1
Kelimpahan epifauna pada kedua pantai.
Pantai |
Kelas |
Famili |
Spesies |
Ke limpahan |
Pandawa |
Echinoidea Gastropoda |
Diadematidae |
Diadema setosum |
0,90 |
Toxopneustidae Potamididae |
Tripneustes gratilla Cerithidea obtusa |
0,20 0,04 | ||
Strombidae |
Lambis truncata |
0,04 | ||
Geger |
Echinoidea |
Toxopneustidae |
Tripneustes gratilla |
0,25 |
Diadematidae |
Diadema setosum |
0,24 | ||
Gastropoda |
Potamididae |
Cerithidea obtusa |
0,14 | |
Strombidae |
Lambis truncata |
0,04 | ||
Nassariidae |
Nassarius livescens |
0,04 | ||
Columbellidae |
Columbella scripta |
0,11 | ||
Cerithiidae |
Pseudovertagus nobilis |
0,04 | ||
Pisaniidae |
Cantharus fumosus |
0,05 | ||
Nassariidae |
Phos senticosus |
0,07 | ||
Malacostraca |
Portunidae |
Portunus pelagicus |
0,04 | |
Asteroidea |
Echinasteridae |
Echinaster luzonicus |
0,07 | |
Holothuroidea |
Synaptidae |
Synapta maculata |
0,14 |
Tabel 2
Persebaran epifauna pada setiap stasiun.
Spesies |
Pantai Pandawa |
Pantai Geger | ||||
Stasiun 1 |
Stasiun 2 |
Stasiun 3 |
Stasiun 1 |
Stasiun 2 |
Stasiun 3 | |
Tripneustes gratilla |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Diadema setosum |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
√ |
Cerithidea obtusa |
√ |
- |
- |
- |
√ |
- |
Lambis truncata |
√ |
- |
- |
√ |
- |
- |
Nassarius livescens |
- |
- |
- |
√ |
- |
- |
Echinaster luzonicus |
- |
- |
- |
√ |
- |
- |
Synapta maculata |
- |
- |
- |
√ |
√ |
√ |
Columbella scripta |
- |
- |
- |
√ |
√ |
√ |
Pseudovertagus nobilis |
- |
- |
- |
√ |
- |
- |
Cantharus fumosus |
- |
- |
- |
- |
√ |
- |
Phos senticosus |
- |
- |
- |
- |
- |
√ |
Portunus pelagicus |
- |
- |
- |
- |
- |
√ |
Nilai indeks keanekaragaman pada Pantai Pandawa berbeda dengan Pantai Geger. Pada Pantai Pandawa indeks keanekaragaman stasiun I, 2, dan 3 antara lain: 1,105; 0,266; dan 0,477. Menurut Odum (1993) indeks keanekaragaman stasiun I termasuk dalam keanekaragaman, penyebaran, dan kestabilan komunitas epifauna yang sedang, sedangkan pada stasiun II dan 3 nilai indeks yang didapatkan masuk dalam klasifikasi keanekaragaman, penyebaran, dan kestabilan komunitas epifauna yang rendah, hal tersebut dikarenakan pada Pantai Pandawa terdapat jenis epifauna yang mendominasi perairan. Salah satu
jenis epifauna yang mendominasi dan dapat ditemui di semua stasiun adalah Diadema setosum. Stasiun II memiliki nilai indeks keanekaragaman yang paling rendah, hal tersebut diduga karena pada stasiun II memiliki tipe substrat yang berbatu yang merupakan habitat dari Diadema setosum untuk berlindung dari gelombang, sehingga mengakibatkan spesies tersebut mendominasi pada stasiun II.
Indeks keanekaragaman yang didapatkan pada Pantai Geger stasiun I, 2, dan 3 antara lain: 1,944; 1,651; dan 1,633. Bila diklasifikasikan menurut pernyataan Odum (1993) ketiga stasiun tersebut masuk dalam kategori keanekaragaman, penyebaran, dan kestabilan komunitas epifauna yang sedang. Hal ini disebabkan karena substrat pada stasiun III memiliki tutupan lamun yang paling sedikit dibandingkan dengan stasiun lainnya sehingga mengakibatkan keanekaragaman epifauna rendah.
Indeks Keanekaragaman (H')
Gambar 3. Indeks keanekaragaman Pantai Pandawa dan
Pantai Geger
Nilai indeks keseragaman yang didapatkan pada stasiun I, 2, dan 3 Pantai Pandawa antara lain: 0,797; 0,384; dan 0,688. Menurut Odum (1993) stasiun I masuk dalam kategori komunitas epifauna yang stabil, stasiun II masuk dalam kategori komunitas epifauna yang tertekan, sedangkan stasiun III masuk dalam kategori komunitas epifauna yang labil. Indeks keseragaman tinggi menggambarkan terjadinya suatu kondisi keseimbangan ekologis pada suatu komunitas, dimana semakin tinggi nilai keseragaman menggambarkan bahwa kualitas lingkungan semakin baik dan cocok untuk kehidupan epifauna, meskipun sering terjadi persaingan antar spesies untuk mendapatkan makanan (Zarkaysi, 2016).
Pada Pantai Geger didapatkan nilai indeks keseragaman stasiun I, 2, dan 3 antara lain: 0,935;
0,922; 0,912. Dari hasil nilai indeks yang didapatkan tersebut bila diklasifikasikan menurut tabel klasifikasi Odum (1993) ketiga stasiun tersebut masuk dalam kategori komunitas epifauna yang stabil. Dari hasil indeks keseragaman yang tinggi tersebut menunjukkan adanya jumlah individu yang terkonsentrasi pada satu atau beberapa jenis yang memiliki jumlah relatif banyak, sementara beberapa jenis lainnya memiliki jumlah individu yang sedikit.
Gambar 4. Indeks keseragaman Pantai Pandawa dan Pantai Geger
Nilai indeks dominasi yang didapatkan pada stasiun I, 2, dan 3 Pantai Pandawa antara lain: 0,398; 0,861 dan 0,700. Menurut Odum (1971) indeks yang didapatkan pada stasiun I masuk dalam kategori dominansi rendah, stasiun II masuk dalam kategori tinggi, sedangkan stasiun III masuk dalam kategori sedang. Indeks dominansi berbanding terbalik dengan indeks keanekaragaman. Semakin tinggi indeks dominasi menunjukkan bahwa habitat tersebut sangat mendukung bagi kehidupan spesies tertentu.
Gambar 5. Indeks dominansi Pantai Pandawa dan Pantai
Geger
Nilai indeks dominasi yang didapatkan pada stasiun I, 2, dan 3 Pantai Geger antara lain: 0,165;
0,222 dan 0,229. Dari ketiga nilai indeks dominansi tersebut dapat dikatakan bahwa dominansi epifauna yang ada di Pantai Geger masuk dalam kategori rendah. Indeks dominasi yang didapatkan pada ketiga stasiun merupakan indeks dominasi rendah yang menunjukkan bahwa pada ketiga stasiun tidak ada spesies yang mendominasi, hal tersebut didukung dengan nilai indeks keanekaragaman yang tinggi.
Hasil pengukuran kualitas air dari setiap stasiun pada setiap pantai memiliki hasil yang tidak berbeda jauh, hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Hasil pengukuran parameter kualitas perairan.
Pantai Stasiun |
Pengulangan |
Suhu (°C) |
pH |
DO (ppm) |
Salinitas (ppt) |
Arus (m/s) |
1 |
1 |
30,5 |
8,6 |
5,2 |
30,5 |
0,10 |
2 |
30,5 |
8,5 |
5,3 |
30,5 |
0,10 | |
3 |
30,2 |
8,7 |
5,5 |
30,0 |
0,10 | |
Rerata |
30,4 |
8,6 |
5,3 |
30,3 |
0,10 | |
St. Dev |
0,2 |
0,1 |
0,2 |
0,3 |
0 | |
Pandawa 2 |
1 |
30,6 |
8,6 |
5,6 |
30,3 |
0,10 |
2 |
30,6 |
8,7 |
5,4 |
30,5 |
0,10 | |
3 |
30,3 |
8,7 |
5,6 |
30,2 |
0,10 | |
Rerata |
30,5 |
8,7 |
5,5 |
30,3 |
0,10 | |
St. Dev |
0,2 |
0 |
0,1 |
0,2 |
0 | |
3 |
1 |
30,5 |
8,6 |
5,6 |
30,5 |
0,10 |
2 |
30,5 |
8,7 |
5,3 |
30,5 |
0,20 | |
3 |
30,7 |
8,7 |
5,6 |
30,0 |
0,10 | |
Rerata |
30,6 |
8,7 |
5,5 |
30,3 |
0,13 | |
St. Dev |
0,1 |
0 |
0,1 |
0,3 |
0,06 | |
1 |
1 2 |
30,7 30,7 |
8,6 8,7 |
5,1 4,8 |
29,7 30,0 |
0,10 0,10 |
3 |
30,5 |
8,8 |
5,6 |
30,0 |
0,10 | |
Rerata |
30,6 |
8,7 |
5,2 |
29,9 |
0,10 | |
St. Dev |
0,1 |
0,1 |
0,4 |
0,2 |
0 | |
Geger 2 |
1 |
30,8 |
8,8 |
5,4 |
30,3 |
0,10 |
2 |
30,7 |
8,5 |
4,7 |
30,0 |
0,10 | |
3 |
30,5 |
8,8 |
5,1 |
30,3 |
0,10 | |
Rerata |
30,7 |
8,7 |
5,1 |
30,2 |
0,10 | |
St. Dev |
0,2 |
0,2 |
0,3 |
0,2 |
0 | |
3 |
1 |
30,5 |
8,7 |
5,4 |
30,5 |
0,10 |
2 |
30,6 |
8,6 |
4,6 |
30,0 |
0,10 | |
3 |
30,2 |
8,8 |
5,5 |
30,0 |
0,10 | |
Rerata |
30,4 |
8,7 |
5,2 |
30,2 |
0,10 | |
St. Dev |
0,2 |
0,1 |
0,5 |
0,3 |
0 |
Rata - rata suhu perairan yang terukur pada Pantai Pandawa berkisar antara 30,4 - 30,6 oC. Sedangkan pada Pantai Geger rata - rata suhu perairan yang terukur berkisar antara 30,4 - 30,7. Kisaran suhu yang terukur pada kedua pantai masih tergolong suhu perairan normal. Menurut Ulfah (2017) kisaran suhu yang mendukung kehidupan epifauna dan biota perairan lainnya berada antara 28 - 31 oC .
Pada Pantai Pandawa rata - rata pH yang terukur berkisar antara 8,6 - 8,7, sedangkan pada Pantai Geger rata - rata pH yang terukur adalah 8,7. Kisaran pH tersebut kurang mendukung untuk kehidupan epifauna, karena menurut Effendi (2003) dalam Prabawa (2017) sebagian besar epifauna sensitif terhadap perubahan pH, derajat keasaman yang mendukung kehidupan epifauna berkisar antara 7 - 8,5. Namun beberapa jenis epifauna masih mentolerir kisaran pH tersebut.
Kandungan DO yang terukur pada Pantai Pandawa dan Pantai Geger tidak jauh berbeda. Pada Pantai Pandawa rata -rata DO yang terukur berkisar antara 5,3 - 5,5 ppm, sedangkan pada Pantai Geger berkisar antara 5,1 - 5,2 ppm. DO yang terukur pada kedua pantai tergolong DO yang rendah, menurut Sutamihardja (1978) dalam Patty (2013) nilai DO yang mendukung kehidupan biota perairan berkisar antara 5,7 – 8,5 ppm. Semakin rendah nilai DO di suatu perairan menandakan semakin tidak stabil ekosistem pada perairan tersebut. DO pada perairan dipengaruhi oleh proses dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik (Effendi, 2003).
Salinitas rata - rata yang terukur pada Pantai Pandawa adalah 30,33 ppt, sedangkan pada Pantai Geger berkisar antara 29,9 - 30,2 ppt. Menurut Sese (2017) salinitas yang terukur pada kedua pantai tersebut masih tergolong salinitas normal bagi kehidupan Echinodermata. Salinitas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan epifauna terutama dari kelas Echinodermata. Menurut Al Rashdi et al (2013) larva Echinodermata (teripang) dapat tumbuh optimal pada salinitas 32 - 36 ppt.
Kecepatan arus yang terukur pada kedua pantai tidak jauh berbeda. Pada Pantai Pandawa kecepatan arus yang terukur berkisar antara 0,10 -0,13 m/s, sedangkan pada Pantai Geger rata-rata kecepatan arus yang terukur adalah 0,10 m/s. Kecepatan arus tersebut masih dapat ditolerir untuk kehidupan epifauna. Menurut Aslan (2010) dalam Putra (2019) kecepatan arus merupakan parameter kualitas air yang sangat mempengaruhi keberadaan epifauna, kecepatan arus yang dapat di toleransi Diadema setosum adalah kurang dari 0,1 m/detik.
Tipe substrat dari kedua pantai memiliki beberapa perbedaan. Pada Pantai Pandawa substrat yang paling dominan adalah pasir kasar yang merupakan habitat dari Echinoidea (Suryanti & Ruswahyuni, 2014), namun dibeberapa lokasi juga
ditemukan substrat berpasir halus, berbatu, dan pecahan karang. Sedangkan pada Pantai Geger didominasi oleh substrat berpasir halus yang ditumbuhi lamun yang merupakan habitat dari Tripneustes gratilla (Lubis et al, 2016), namun dibeberapa lokasi juga ditemukan substrat berpasir kasar, kerikil, dan pecahan karang. Tipe substrat dari tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Tipe substrat kedua pantai.
Pantai |
Stasiun |
Ka rakte ris tik Sub Stra t |
Pandawa |
1 |
Didominaa oleh substrat berpasir kasar detκan cainpuranpecahan karang |
H |
Didominaa oleh substrat betpasir kasar, berbatu, dan pecahan kaiang | |
J |
Didominaa substrat berpasir kasar dan beipasir halus ws ditumbuhi lamun | |
Geger |
1 |
Didominaa oleh substrat berpasir halus, berb atu deraan Cainpuian kerikil hampir Seluruli stasiun ini ditutupi oleh lamun |
7 J |
Didominaa Siibstrat berpasir halus dengan ditumbulu lamun Didominasi oleh Siibstrat berpasir halus, dan beberapa tempat juga ditemukan pasir kasar dengan campuran pecahan kaiang dan cangkang, lamun sang ditemukan pada stasiun hansa ada di beberapa tempat saja |
Bila di rata-ratakan nilai indeks dari ketiga stasiun pada Pantai Pandawa didapatkan rata-rata indeks keanekaragaman 0,276 yang menandakan keanekaragaman epifauna rendah, rata-rata indeks keseragaman didapatkan 0,717 yang menandakan komunitas epifauna labil, rata-rata indeks dominansi didapatkan 0,837 yang menandakan dominansi epifauna tinggi, sedangkan kelimpahan epifauna tertinggi adalah dari spesies Diadema setosum dengan nilai kelimpahan 0,444 ind/m2.
Bila di rata-ratakan nilai indeks dari ketiga stasiun pada Pantai Geger didapatkan rata-rata indeks keanekaragaman 0,948 yang menandakan keanekaragaman epifauna rendah, rata-rata indeks keseragaman adalah 0,946 yang menandakan komunitas epifauna stabil, nilai rata-rata indeks dominansi adalah 0,508 yang menandakan dominansi sedang, sedangkan Cerithidea obtusa dan Tripneustes gratilla merupakan epifauna yang
memiliki kelimpahan tertinggi dengan nilai indeks 0,144 ind/m2.
Kualitas air pada Pantai Pandawa masih tergolong optimal untuk kehidupan epifauna dengan rata-rata suhu, oksigen terlarut, salinitas, arus, dan pH yang terukur pada setiap stasiun antara lain: 30,5 oC; 5,4 ppm; 30,3 ppt; 0,1 m/s; dan 8,6. Sedangkan pada ketiga stasiun Pantai Pandawa didominasi oleh substrat pasir kasar.
Kualitas air pada Pantai Geger masih tergolong optimal untuk kehidupan epifauna dengan rata-rata suhu, oksigen terlarut, salinitas, arus, dan pH yang terukur pada setiap stasiun antara lain: 30,6 oC; 5,1 ppm; 30,1 ppt; 0,1 m/s; dan 8,7. Sedangkan pada ketiga stasiun Pantai Geger didominasi oleh substrat yang ditumbuhi lamun.
Daftar Pustaka
Al Rashdi, K. M., Eeckhaut, I., & Claereboudt, M. R. (2012). A manual on hatchery of Sea cucumber Holothuria scabra in the Sultanate of Oman. Muscat, Oman: Ministry of Agriculture and Fisheries Wealth.
Artadana, I. W., As-syakur, A. R., Karima, W., &
Dirgayusa, I. G. N. P. (2018). Modifikasi Nilai Luas Area dan Waktu Kunjungan Dalam Penghitungan Daya Dukung Kawasan Wisata di Provinsi Bali: Studi Kasus Pantai Geger. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(2), 225-235.
Mahayana, N. P. A W. P., & Winandi, R. (2013). Tataniaga Rumput Laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Jurnal Aplikasi Bisnis dan Manajemen, 5(1), 55-72.
Brower, J. E., Zar, J. H. (1977). Field and Laboratory Methods for Genusl Ecology. (2nd ed.). Dubuque, USA: WmC Brown Publishers.
Lubis, S. A., Purnama, A. A., Yolanda, R. (2016). Spesies Bulu Babi (Echinoidea) di Perairan Pulau Panjang Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Bangka Belitung. Skripsi. Riau, Indonesia: Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pasir Pengaraian.
Meirejeki, I. N., Sadia, I. K., & Elistyawati, I. A. (2017). Pemberdayaan Petani Rumput Laut di Pantai Pandawa Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan Badung - Bali. Bhakti Persada Jurnal Aplikasi IPTEKS, 1(1), 11.
Odum, E. P. (1971). Fundamental of Ecology. Philadelphia, USA: WB Sounders Company.
Odum, E.P. (1993). Fundamental of Ecology. (3rd ed.). Philadelphia, USA: WB Sounders Company.
Patty, S. I. (2013). Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen Terlarut di Perairan Kema, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 1(3), 148-157.
Prabawa, I. B. L., Arthana, I. W., & Suryaningtyas, E. W. (2017). Struktur Komunitas Epifauna di Areal Pasca Budidaya Rumput Laut Perairan Kutuh Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung Bali. Jurnal Metamorfosa, 4(2), 171-177.
Putra, N., Adi, W., & Yusuf, M. (2019). Struktur
Komunitas Makrozoobenthos (Epifauna) pada Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Bedukang Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka. Jurnal Riset Kelautan Tropis, 1(1), 1-15.
Putro, S. P. (2014). Metode Sampling Penelitian Makrobenthos dan Aplikasinya. Yogyakarta, Indonesia: Graha Ilmu.
Sese, M. R., Annawaty, & Yusron, E. (2017). Keanekaragaman Echinodermata (Echinoidea dan
Holothuroidea) di Pulau Bakalan, Banggai, Sulawesi Tengah. Scripta Biologica, 5(2), 73-77.
Suryanti & Ruswahyuni (2014). Perbedaan Kelimpahan Bulu Babi (Echinoidea) pada Ekosistem Karang dan Lamun di Pancuran Belakang, Karimunjawa Jepara. Jurnal Saintek Perikanan, 10(1), 62-67.
Ulfah, S. M. (2017). Perbandingan Struktur Komunitas Makrozoobenthos Pantai Karang dan Padang Lamun di Pantai Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi. Bandung, Indonesia: Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pasundan.
Zarkaysi (2016). Diversitas dan Pola Sebaran Distribusi Bivalvia di Zona Intertidal Daerah Pesisir Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik. Jurnal Ilmiah Biosaintropis (Biocience-Tropic), 2(1), 1-10.
Curr.Trends Aq. Sci. IV(1): 41-48 (2021)
Discussion and feedback