Current Trends in Aquatic Science IV(1), 33-40 (2021)

Analisis Kelayakan Usaha Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus sp.) Nelayan Tradisional di Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali

Ni Kadek Dwi Widyanti Putri a*, I Wayan Restu a, I Ketut Wija Negara a, I Gede Wahyu Surya Wirawan b

a Program Studi Manajamen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia b Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluh Perikanan, Gondol, Buleleng, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-8953-6880-6444

Alamat e-mail: dwiwdynti@mail.com

Diterima (received) 14 Mei 2020; disetujui (accepted) 28 Juli 2020; tersedia secara online (available online) 15 Februari 2021

Abstract

Sanggalangit is one of the villages in Gerokgak District, Buleleng Regency, Bali Province that is located at the coastal area. The main catch is anchovy (Stolephorus sp.). The feasibility analysis of anchovy fishing business by traditional fishermen in Sanggalangit aimed to determine the condition of the fishing business and analyze the feasibility of anchovy fishing business based on financial aspect in Sanggalangit. This research took place from December 2019 to January 2020. The primary data was obtained by interview and direct observation in the field. Sampling was done by doing purposive sampling for 30 times fish landing (30 trips). Based on the data obtained, the fishing business classified as small scale (traditional) with a profit sharing system 50% for owner's fishermen and 50% for working fishermen. Investment costs incurred in the amount of Rp 60,000,000. The fixed cost pertrip is Rp 71,005 and the average variable cost pertrip is Rp 425,708. Average revenue pertrip is Rp 706,417 with a profit Rp 209,703. The value of the Production BEP is 2,171 kg and the Sales BEP is Rp 38,233,618 in a year. Analysis of R/C Ratio obtained a value of 1.42 shows that the business is feasible to run and can provide benefits. Payback Period value 1.36 shows that the category of initial capital return is relatively fast.

Keywords: Feasibility Analysis; Sanggalangit Village; Anchovy; Business

Abstrak

Desa Sanggalangit merupakan salah satu desa di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali yang terletak di kawasan pesisir pantai. Hasil tangkapan utama nelayan disana adalah ikan teri (Stolephorus sp.). Analisis kelayakan usaha penangkapan ikan teri nelayan tradisional di Desa Sanggalangit bertujuan untuk mengetahui kondisi usaha penangkapan dan menganalisis kelayakan usaha penangkapan ikan teri berdasarkan aspek finansial di Desa Sanggalangit. Penelitian ini berlangsung dari bulan Desember 2019 sampai Januari 2020. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dan observasi langsung di lapangan. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling selama 30 kali pendaratan ikan (30 trip). Berdasarkan data yang didapat, usaha penangkapan yang dilakukan tergolong skala kecil (tradisional) dengan sistem bagi hasil sebesar 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap. Biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 60.000.000. Biaya tetap pertrip sebesar Rp 71.005 dan biaya variabel yang dikeluarkan pertrip rata-rata sebesar Rp 425.708. Pendapatan rata-rata pertrip sebesar Rp 706.417 dengan keuntungan sebesar Rp 209.703. Nilai BEP Produksi diperoleh sebesar 2.171 kg dan BEP Penjualan sebesar Rp 38.233.618 dalam 1 (satu) tahun. Hasil analisis kelayakan R/C Ratio diperoleh nilai sebesar 1,42 menunjukkan bahwa usaha tergolong layak dijalankan serta dapat memberikan keuntungan. Nilai Payback Period yang diperoleh sebesar 1,36 menunjukkan bahwa kategori pengembalian modal awal tergolong cepat.

Kata Kunci: Ikan Teri; Usaha; Trip; Analisis Kelayakan; Sanggalangit

  • 1.    Pendahuluan

Kabupaten Buleleng merupakan salah satu wilayah yang memiliki kontribusi dalam hasil produksi perikanan tangkap. Kabupaten Buleleng terletak di wilayah pesisir dengan garis pantai terpanjang di Pulau Bali yaitu mencapai 157,05 km. Total produksi tahun 2018 mencapai 17.214,8 ton. Potensi perikanan tangkap di Kabupaten Buleleng yaitu ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar, dan ikan demersal. Komoditi perikanan yang tertangkap di perairan Kabupaten Buleleng beberapa diantaranya ikan tongkol, ikan teri, ikan layang, ikan selar ikan sunglir, ikan madidihang, ikan lemadang, ikan tenggiri, ikan kakap merah, ikan kerapu karang, dan ikan baronang (BPS Kabupaten Buleleng, 2019).

Kecamatan Gerokgak merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Buleleng yang hampir seluruh wilayahnya berada di sepanjang garis pantai dengan panjang 76,89 km. Desa Sanggalangit merupakan salah satu desa di Kecamatan Gerokgak yang terletak di pesisir pantai dengan ketinggian 61 m dari permukaan laut (BPS Kabupaten Buleleng, 2019). Hasil tangkapan utama nelayan di Desa Sanggalangit adalah ikan teri (Stolephorus sp.). Ikan teri merupakan salah satu produksi perikanan tangkap yang banyak memberikan kontribusi bagi perekonomian masyarakat pesisir. Ikan teri adalah produk perikanan pelagis kecil yang mempunyai nilai ekonomis penting karena tergolong dalam 10 komoditas unggulan Indonesia. Harga komoditas unggulan ini berkisar antara Rp 20.261 hingga Rp 61.024 (Sidatik, 2018).

Kondisi usaha penangkapan ikan teri (Stolephorus sp.) yang dilakukan nelayan Desa Sanggalangit masih tergolong skala kecil. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi jumlah produksi dan pendapatan nelayan. Analisis kelayakan usaha perlu dilakukan untuk melihat apakah usaha penangkapan yang dijalankan dapat memberikan keuntungan secara ekonomi serta layak untuk dijalankan. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kondisi serta kelayakan usaha penangkapan ikan teri (Stolephorus sp.) nelayan tradisional di Desa Sanggalangit. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah analisis kelayakan usaha berdasarkan aspek finansial kriteria pendapatan.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2019 sampai dengan Januari 2020. Lokasi penelitian dilakukan di Pesisir Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.

  • 2.2    Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat tulis, kamera, dan data sheet. Alat tersebut digunakan untuk mencatat hasil penelitian serta mendokumentasikan kegiatan selama penelitian.

  • 2.3    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara dan observasi langsung. Sampel yang digunakan yaitu sebanyak 3 nelayan. Sampel dipilih berdasarkan purposive sampling dengan kriteria tertentu. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 30 kali trip dari masing-masing nelayan.

  • 2.4    Analisis Data

    • 2.4.1.    Penyusutan

Menurut Gerba et al. (2015), rumus yang digunakan untuk menghitung penyusutan, yaitu :

Nilai Investasi (Rp)

Penyusutan =  --------—————-(1)

Umur Ekonomis Aset (tahun)' '

  • 2.4.2.    Total Pendapatan

Menurut Wijayanti et al. (2015), perhitungan total pendapatan usaha dapat dilakukan dengan rumus:

TR = Q × P(2)

Dimana TR adalah total pendapatan/total revenue (Rp); Q adalah jumlah hasil tangkapan (kg); dan P adalah harga jual per kg (Rp).

  • 2.4.3.    Total Biaya

Menurut Setiawan et al. (2013), perhitungan total biaya digunakan formulasi rumus sebagai berikut:

TC = FC + VC                                   (3)

Dimana TC adalah total biaya/total cost (Rp); FC adalah biaya tetap/fix cost (Rp); dan VC adalah biaya tidak tetap/variable cost (Rp).

2.4.4. Keuntungan

Menurut Wijayanti et al. (2015), perhitungan keuntungan usaha dapat dilakukan dengan rumus:


2.4.7. Payback Period (PP)


Payback period (PP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi. Gigentika et al. (2013), menyatakan perhitungan PP dapat dilakukan dengan rumus:


PP =


Nilai Investasi

Nilai Keuntungan


x 1 tahun


(8)


π = TR-TC                                    (4)

Dimana π adalah keuntungan (Rp); TR adalah total pendapatan (Rp); dan TC adalah total biaya (Rp).

  • 2.4.5.    Break Even Point (BEP)

Analisis BEP merupakan analisis yang digunakan untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Menurut Riyanto (2010), rumus perhitungan yang digunakan yaitu :

FC BEP Produksi (kgj = -—— P — y

BEP Penjualan (Rpj = ---j^ 1 —:$

(5)

(6)


Dimana FC adalah biaya tetap (Rp); P adalah harga jual per kg (Rp); V adalah biaya variable per kg (Rp); VC adalah biaya variabel (Rp); dan S adalah jumlah pendapatan (Rp). Kriteria BEP Produksi < jumlah produksi(untung/layak), BEP Produksi = jumlah produksi (posisi impas), BEP Produksi > jumlah produksi (rugi/tidak layak) (Asnidar dan Asrida, 2017).

  • 2.4.6.    Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)

Analisis R/C Ratio dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh nilai rupiah biaya yang digunakan dalam usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya (Gerba et al., 2015). Menurut Gigentika et al. (2013), rumus yang digunakan untuk menghitung R/C Ratio yaitu:

R/C Ratio =


TR

TC


(7)


Dimana TR adalah total pendapatan (Rp) dan TC adalah total biaya (Rp). Kriteria yang digunakan yaitu jika nilai > 1 maka usaha layak (untung) dan nilai < 1 maka usaha tidak layak (rugi).

Jika nilai PP lebih kecil dari umur investasi, maka usaha tersebut layak untuk dilanjutkan.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Kondisi Usaha Penangkapan Ikan Teri

Kabupaten Buleleng terdiri dari 9 (sembilan) kecamatan yaitu Gerokgak, Busungbiu, Seririt, Banjar, Sukasada, Buleleng, Sawan, Kubutambahan, dan Tejakula. Terdapat 2 (dua) kecamatan yang tidak memiliki garis pantai atau wilayah pesisir yaitu Kecamatan Busungbiu dan Kecamatan Sukasada. Total jumlah armada dan alat penangkap ikan di Kabupaten Buleleng pada tahun 2019 sebanyak 10.269 unit. Jumlah tersebut mampu menghasilkan tangkapan ikan sebanyak 17.832,0 ton/tahun (BPS Kabupaten Buleleng, 2019)

  • 3.1.1.    Produksi Ikan Teri

Kecamatan Gerokgak merupakan salah satu kecamatan dengan garis pantai terpanjang yaitu 50,66% dari total garis pantai Kabupaten Buleleng. Menurut data DKPP Kabupaten Buleleng (2020), total produksi perikanan tangkap Kecamatan Gerokgak tahun 2019 yaitu sebesar 2.003,9 ton. Total hasil tangkapan tertinggi didominasi oleh ikan tongkol yaitu sebesar 765,8 ton. diikuti oleh ikan madidihang 445,6 ton, ikan lemuru 175,8 ton, ikan kembung 153,9 ton, ikan layang 130,4 ton, ikan ekor kuning 89,3 ton, ikan cendro 55,7 ton, ikan kurisi 45,4 ton, ikan lencam 34,4 ton, ikan teri 33,1 ton, ikan slengseng 27,1 ton, ikan kerapu karang 25,6 ton, ikan sunglir 18,6 ton dan ikan laut lainnya yang tidak terindetifikasi sebesar 3 ton.

Ikan Teri merupakan salah satu jenis ikan hasil tangkapan utama di beberapa wilayah Kabupaten Buleleng. Berdasarkan 7 kecamatan yang memiliki potensi perikanan tangkap, hanya 3 kecamatan yang memiliki potensi tangkapan ikan teri. Kecamatan tersebut diantaranya Gerokgak, Seririt, dan Sawan.

Gambar 1. Grafik Produksi Perikanan Tangkap Kecamatan Gerokgak

Gambar 2. Grafik Produksi Ikan Teri Kabupaten

Buleleng

Hasil tangkapan ikan teri pada tahun 2018 mencapai 186 ton. Hasil tangkapan tertinggi berada di Kecamatan Sawan dengan persentase sebesar 71% atau setara 132,6 ton. Persentase hasil tangkapan Kecamatan Gerokgak sebesar 18% (33,1 ton) dan Kecamatan Seririt sebesar 11% (20,3 ton) (DKKP Kabupaten Buleleng, 2019).

  • 3.1.2.    Sarana Penangkapan

Alat tangkap yang digunakan adalah seine net (jaring kaping). Alat tangkap ini berukuran lebar 5 m dan panjang 135 m. Terdapat sepasang tali penarik dengan panjang 100 m masing masing. Jaring kaping memiliki kantong pada bagian tengah jaring dengan diameter 2 m dan panjang kantong mencapai 13 m. Armada penangkapan yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap adalah jukung kaping (nama lokal). Jukung yang digunakan terbuat dari kayu dengan ukuran panjang 7,4 m dan lebar 80 cm. Jukung memiliki kapasitas 7 orang atau setara 1 ton. Pengoperasian jukung ini hanya menggunakan dayung.

Alat bantu penangkapan ikan yang digunakan yaitu lampu. Lampu berfungsi untuk menarik perhatian ikan teri agar dapat digiring menuju arah tepi pantai. Lampu dioperasikan menggunakan jukung. Nama lokal alat bantu

penangkap ikan ini disebut dengan jukung pengoncor yang dioperasikan oleh seorang pengoncor. Jukung yang digunakan berukuran panjang 4 mdan lebar 50cm dengan kapasitas 2 orang. Lampu yang digunakan adalah lampu LED berwarna putih berjumlah 6-8 lampu. Lampu ini dihidupkan menggunakan genset. Menurut Susanto et al. (2017), penggunaan lampu LED berwarna putih dapat meningkatkan efektivitas untuk menarik perhatian ikan teri agar berkumpul disekitar pencahayaan. Menurut Bubun et al. (2015), kelompok ikan yang langsung mendekati cahaya umumnya spesies ikan yang berfototaksis positif. Penangkapan ikan dengan menggunakan lampu disebut dengan perikanan light fishing.

  • 3.1.3.    Teknik Penangkapan Ikan Teri

Proses pengoperasian alat tangkap biasanya dilakukan oleh 10 orang yang terdiri dari 1 orang juragan, 2 orang pembuang jaring, 4 orang pendayung jukung, 1 orang pemegang tali jaring dan sisanya menunggu di bibir pantai. Jukung didayung menuju ke arah jukung pengoncor sambil menurunkan jaring secara perlahan hingga melingkari jukung pengoncor berbentuk setengah lingkaran. Setelah jaring diturunkan dengan sempurna, jukung menepi untuk menurunkan buruh dan hanya tersisa 1 orang juragan diatas jukung. Juragan berpindah posisi mendekati kantong jaring dengan menyusuri jaring tanpa mendayung untuk memastikan tidak ada bagian jaring yang terlilit. Selanjutnya, juragan menginstruksikan pengoncor untuk menepi secara perlahan hingga kira kira 50 m dari bibir pantai lampu dimatikan. Juragan bertugas mengawasi gerombolan ikan dengan cara mengarahkan senter kearah kantong jaring.

Penarikan jaring dilakukan oleh 9 orang. Pembagian tugas pada saat proses penarikan jaring yaitu 1 orang penarik pemberat jaring, 1 orang penarik pelampung jaring, 1 orang merapatkan ujung-ujung jaring, 1 orang pemegang tali jaring bagian kanan, 1 orang pemegang tali jaring bagian kiri dan sisanya bertugas membantu menarik tali jaring. Proses penarikan dilakukan dari tepi pantai hingga kantong jaring berjarak kira kira 5 m dari tepi pantai.

Waktu yang diperlukan untuk 1 kali trip atau satu kali pengoperasian alat tangkap yaitu sekitar 30-60 menit. Pembagian upah buruh

menggunakan sistem bagi hasil sebesar 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap. Sistem bagi hasil ini sama dengan usaha penangkapan ikan teri dengan alat tangkap bagan perahu yang didaratkan di PPP Morodemak Jawa Tengah yang menggunakan sistem 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap (Mudzakir et al., 2018). Penangkapan ikan teri dengan alat

tangkap payang yang dilakukan oleh nelayan di Desa Bandengan juga menggunakan sistem bagi hasil 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap (Dirja dan Runikawati, 2019). Berbeda halnya dengan penangkapan ikan teri dengan payang di PPP Wonokerto Kabupaten Pekalongan menggunakan sistem bagi hasil sebesar 40% nelayan pemilik dan 60% nelayan penggarap (Ismail et al., 2015).

Dalam satu malam, nelayan bisa melakukan trip sebanyak 1-3 kali trip pada keadaan normal. Pada saat musim puncak penangkapan seperti pada Februari, Maret, Mei dan Agustus nelayan bisa melakukan trip sebanyak 4-6 kali trip dalam satu malam. Menurut Rahmawati et al. (2013), pola musim penangkapan ikan teri di perairan Asemdoyong terjadi pada bulan Maret, Juli, Agustus, dan September yang merupakan puncak musim penangkapan ikan teri.

  • 3.2    Analisis Kelayakan Usaha Penangkapan Ikan Teri

    • 3.2.1.    Penyusutan Investasi

Investasi merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Investasi dalam kegiatan penangkapan ikan teri yaitu jukung, alat tangkap, alat bantu penangkapan ikan, genset dan peralatan penunjang lainnya seperti ember.

Tabel 1

Nilai Investasi dan Penyusutan Usaha Penangkapan Ikan Teri

Uraian

Investasi (Rp)

Umur (th)

Penyusutan (Rp)

Jukung

12.000.000

5

2.400.000

Alat Tangkap

40.000.000

5

8.000.000

Alat Bantu Penangkapan Ikan

4.000.000

10

400.000

Genset

2.000.000

18

111.111

Ember

2.000.000

10

200.000

Total

60.000.000

Total

11.111.111

Investasi

Penyusutan

Umur ekonomis komponen investasi yang dikeluarkan untuk usaha penangkapan ikan teri berkisar antara 5-18 tahun. Pembelian investasi usaha penangkapan ikan teri menghabiskan biaya sebesar Rp 60.000.000 dengan nilai penyusutan sebesar Rp 11.111.111 per tahunnya.

  • 3.2.2.    Total Biaya

Total biaya merupakan biaya keseluruhan yang dikeluarkan selama melakukan usaha. Total biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang dalam periode tertentu jumlahnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi. Biaya tetap berasal dari biaya perawatan sarana penangkapan yang digunakan untuk melakukan usaha penangkapan dan penyusutan nilai investasi. Rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan setiap tripnya yaitu sebesar Rp 71.005 atau setara dengan Rp 14.911.111 per tahunnya.

Tabel 2

Rata-rata Biaya Tetap Usaha Penangkapan Ikan Teri

Jenis Biaya

Nominal

Perawatan Jukung

Rp 1.000.000

Perawatan Alat Tangkap

Rp 2.000.000

Perawatan Alat Bantu

Rp   500.000

Penangkapan Ikan Perawatan Genset

Rp  300.000

Penyusutan

Rp 11.111.111

Total Biaya Tetap (1 tahun)

Rp 14.911.111

Biaya Tetap Pertrip

Rp    71.005

Tabel 3

Rata-rata Biaya Tidak Tetap Usaha Penangkapan

Ikan Teri

Jenis Biaya

Nominal

Operasional

Rp  2.175.000

Bagi Hasil

Rp 10.596.250

Total Biaya Tidak Tetap (30 trip)

Rp 12.771.250

Biaya Tidak Tetap Pertrip

Rp   425.708

Biaya tidak tetap merupakan biaya yang jumlahnya dapat berubah dan tergantung pada tingkat produksi yang dihasilkan. Jenis biaya yang tergolong biaya tidak tetap adalah biaya operasional dan biaya system bagi hasil. Biaya operasional terdiri atas pembelian bahan bakar, pelumas, dan konsumsi. Sistem bagi hasil yang digunakan yaitu 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap dari total pendapatan. Total biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh nelayan

Desa Sanggalangit yaitu sebesar Rp 425.708 per trip atau setara Rp 12.771.250 per bulannya.

Total biaya yang dikeluarkan oleh nelayan Desa Sanggalangit pertahunnya yaitu sebesar Rp 104.209.861. Nilai tersebut diperoleh dari rata-rata biaya selama 30 trip dikali dengan 7 bulan. Dalam hal ini jumlah 30 trip digunakan untuk mewakilkan kondisi penangkapan yang dilakukan nelayan selama 1 bulan karena nelayan harian. Hal ini dikarenakan dalam kurun waktu satu tahun, nelayan rata-rata aktif melakukan penangkapan selama 7 bulan dan 5 bulan tidak melaut.

Tabel 4

Rata-rata Total Biaya Usaha Penangkapan Ikan Teri

Uraian

30 Trip (1 Bulan)

1 Tahun (7 Bulan)

Biaya Tetap (Rp)

2.130.158

14.911.111

Biaya Variabel (Rp)

12.771.250

89.398.750

Total Biaya

14.901.408

104.309.861

3.2.3. Total Pendapatan

Rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan teri yang dilakukan oleh nelayan tradisional Desa Sanggalangit selama 30 kali trip yaitu 1.226 kg. Harga jual ikan per kg selama penelitian berkisar Rp 13.000 hingga Rp 20.000. Rata-rata pendapatan yang diperoleh nelayan yaitu Rp 21.192.500 selama 30 trip atau setara dengan Rp 706.417 per tripnya.

Tabel 5

Rata-rata Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Teri

Uraian

30 Trip (1 Bulan)

1 Tahun

(7 Bulan)

Hasil Tangkapan (kg)

1.226

8.582

Harga per kg (Rp)

17.285

17.285

Total Pendapatan

21.192.500

148.339.870

  • 3.2.4.    Keuntungan

Keuntungan pada suatu usaha diperoleh berdasarkan selisih antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan. Keuntungan rata-rata yang diperoleh selama 30 kali trip yaitu Rp 6.291.092 atau setara dengan Rp 44.037.6444 dalam kurun waktu 1 tahun. Banyaknya trip yang dilakukan dalam satuan bulan tidak selalu memberikan keuntungan bahkan nelayan

mendapatkan kerugian. Namun, pada bulan-bulan tertentu nelayan mendapatkan keuntungan yang tinggi sehingga dapat menutup kerugian pada bulan-bulan sebelumnya.

Tabel 6

Rata-rata Keuntungan Usaha Penangkapan Ikan Teri

Uraian

30 Trip (1 Bulan)

1 Tahun

(7 Bulan)

Total Pendapatan (Rp)

21.192.500

148.339.870

Total Biaya (Rp)

14.901.408

104.309.861

Total Keuntungan

6.291.092

44.037.644

  • 3.2.5.    Break Even Point (BEP)

Analisis BEP digunakan sebagai acuan untuk mengetahui jumlah produksi (BEP Produksi) dan pendapatan (BEP Penjualan) minimal yang harus dicapai agar usaha penangkapan ikan teri tidak mengalami kerugian dalam kurun waktu 1 tahun. Jika total pendapatan sama dengan total biaya, maka usaha dapat dikatakan berada pada titik impas. Jika total pendapatan dibawah total biaya maka dikatakan suatu usaha mengalami kerugian, begitu juga sebaliknya.

Tabel 7

Analisis Break Even Point (BEP)

Uraian

Nominal

Biaya Tetap

Rp

14.911.111

Biaya Variabel

Rp

89.398.750

Biaya Variabel per kg

Rp

10.417

Volume Penjualan

Rp

148.339.870

Harga Jual per kg

Rp

17.285

BEP Produksi (kg)

2.171

BEP Penjualan (Rp)

38.233.618

Analisis BEP Produksi pada usaha penangkapan ikan teri di Desa Sanggalangit memperoleh nilai sebesar 2.171 kg atau BEP Penjualan sebesar Rp 38.233.618. Artinya, dalam 1 (satu) tahun nelayan harus memperoleh hasil tangkapan minimal 2.171 kg atau penjualan sebesar Rp 38.233.618. Menurut Rahmawati et al. (2017), hasil analisis BEP sangat berhubungan dengan biaya tetap, biaya variabel, pendapatan dan volume hasil tangkapan. Berdasarkan nilai BEP Produksi, kriteria usaha ini dapat dikatakan menguntungkan atau layak untuk dilanjutkan (Asnidar dan Asrida, 2017). Jika dibandingkan

dengan usaha penangkapan secara tradisional, usaha penangkapan cumi-cumi di Kelurahan Motto Kota Bitung menunjukkan nilai BEP produksi 123 kg dan BEP penjualan Rp 2.101.724 (Faradizza, 2019). Nilai tersebut menunjukkan bahwa BEP produksi dan BEP penjualan usaha penangkapan di Desa Sanggalangit jauh lebih tinggi.

  • 3.2.6.    Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)

Analisis R/C Ratio menunjukkan sejauh mana nilai biaya yang digunakan dalam suatu usaha dapat memberikan sejumlah penerimaan sebagai manfaatnya. Hasil analisis R/C Ratio diperoleh nilai sebesar 1,42. Artinya, setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan pendapatan sebesar 1,42 rupiah. Nilai tersebut menunjukkan nilai > 1 berarti bahwa usaha yang dilakukan oleh nelayan Desa Sanggalangit layak dilakukan serta kegiatan usaha memperoleh keuntungan. Jika dibandingkan dengan kondisi usaha penangkapan yang tergolong tradisional, nilai R/C usaha penangkapan cumi-cumi di Kelurahan Motto Kota Bitung sebesar 2,31 (Faradizza, 2019) dan nilai R/C usaha penangkapan udang dan rajungan di Desa Pacangaan Kabupaten Pati sebesar 1,55 (Damayanti, 2017). Artinya, nilai R/C usaha penangkapan ikan teri di Desa Sanggalangit lebih rendah dibandingkan dengan usaha penangkapan ikan lainnya yang tergolong ke dalam skala kecil (tradisional).

  • 3.2.7.    Payback Period (PP)

Payback Period (PP) diperlukan untuk mengetahui periode pengembalian investasi serta kategori tingkat pengembalian modal. Tingkat pengembalian modal sangat dipengaruhi oleh nilai investasi serta keuntungan yang diperoleh. Hasil analisis PP pada usaha penangkapan ikan teri diperoleh nilai sebesar 1,36 tahun. Hal ini berarti bahwa pengembalian biaya investasi yang telah dikeluarkan untuk melakukan usaha penangkapan ikan teri akan kembali dalam waktu 1 tahun 3 bulan 6 hari penangkapan. Jangka pengembalian biaya investasi waktu ini tergolong cepat. Hal ini dinyatakan oleh Wismaningrum et al. (2013) bahwa tingkat pengembalian modal dalam suatu usaha dikategorikan cepat jika nilai PP < 3 tahun. Menurut penelitian Dasfordate et al. (2019), nilai PP usaha penangkapan ikan teri dengan pukat pantai yaitu 1,2 tahun. Penelitian Faradizza (2019)

menyatakan bahwa nilai PP usaha penangkapan cumi-cumi secara tradisional di Kelurahan Motto Kota Bitung yaitu 4 bulan 10 hari. Nilai PP usaha penangkapan udang dan rajungan secara tradisional di Desa Pacangaan Kabupaten Pati sebesar 1,1 tahun. Perbandingan nilai PP tersebut menunjukkan bahwa waktu pengembalian modal usaha penangkapan ikan teri di Desa Sanggalangit tergolong lebih lama dibandingkan dengan usaha penangkapan ikan lainnya yang tergolong ke dalam skala kecil (tradisional).

  • 4.    Simpulan

Usaha penangkapan Ikan Teri (Stolephorus sp.) di Desa Sanggalangit tergolong skala kecil atau tradisional. Sarana penangkapan yang digunakan yaitu jukung, jaring kaping, dan alat bantu penangkapan ikan berupa lampu. Pembagian hasil menggunakan sistem bagi hasil sebesar 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap. Berdasarkan analisis kelayakan,      usaha

penangkapan ikan teri oleh nelayan tradisional di Desa Sanggalangit memiliki nilai titik impas BEP penjualan lebih tinggi, nilai R/C ratio lebih rendah dan tingkat pengembalian modal lebih lama dibandingkan dengan usaha penangkapan ikan lainnya yang tergolong tradisional namun masih tergolong layak serta untung untuk dijalankan.

Ucapan terimakasih

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada nelayan Desa Sanggalangit dan keluarga Bapak Suroso yang telah membantu dan mendampingi penulis dalam pengambilan data penelitian serta Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Buleleng yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. Terima kasih kepada dosen pembimbing dan seluruh pihak yang telah membimbing dan membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Asnidar., & Asridar. (2017). Analisis Kelayakan Usaha Home Industry Kerupuk Opak di Desa Paloh Meunasah Dayah Kecamatan Muara Satu Kabupaten Aceh Utara. Jurnal S. Pertanian, 1(1): 39-47.

BPS Kabupaten Buleleng. (2019). Kabupaten Buleleng Dalam Angka 2018. Singaraja, Indonesia: Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng.

Bubun, R.L., Simbolon, D., Nurani, T.W., & Wisudo, S.H. (2015). Terbentuknya Daerah Penangkapan Ikan dengan Light Fishing. Journal Airaha, 4(1), 27-36.

Damayanti, H.O. (2017). Struktur Usaha Penangkapan Ikan oleh Nelayan Tradisional di Desa Pecangaan Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Jurnal Litbang, 13(2), 80-92.

Dasfordate, R. Y., Lefrand M., dan Meta S. S. (2019). Analisis Kelayakan Usaha Pukat Pantai. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap, 4(1), 6-9.

Dirja dan Rincih R. (2019). Analisis Kelayakan Usaha Penangkapan Ikan dengan Payang di Desa Bandengan. Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syari’ah, 11(1), 109-120.

DKPP Kabupaten Buleleng. (2020). Data Perikanan Kabupaten Buleleng Tahun 2019. Singaraja: Dinas Ketahanan  Pangan dan Perikanan Kabupaten

Buleleng

Faradizza, D.M. (2019). Analisis Usaha Perikanan Tangkap Cumi-Cumi Pada Nelayan Tradisional di Kelurahan Motto Kecamatan Lembeh Utara Kota Bitung. Jurnal Ilmiah Agrobisnis Perikanan, 7(1), 11501160.

Gerba, S. V., Agustriani F., & Isnaini. (2015). Analisis Finansial Penangkapan ikan dengan Alat Tangkap Drift Gillnet di Kecamatan Toboali Kabupaten Bangka Selatan Bangka Belitung. MASPARI Journal, 7(2), 19-24.

Gigentika, S., Sugeng H. W., & Mustaruddin. (2013). Kelayakan Finansial Usaha Perikanan Pancing Tonda di PPP Labuhan Lombok Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Buletin PSP, 21(2), 137-148.

Ismail, Jasi R. T., & Sardiyatmo. (2015). Analisis Teknis dan Finansial Usaha Perikanan Tangkap Payang di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Wonokerto Kabupaten Pekalongan. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 4(4), 205-214.

Mudzakir, A. K., Miftahurrahmi, & Dian, W. (2018). Analisis Rantai Nilai Komoditas Ikan Teri (Stolephorus sp.) di PPP Morodemak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 7(2), 106-115.

Rahmawati, E. P., Irnawati, R., & Rahmawati, A. (2017). Kelayakan Usaha Bagan Perahu yang Berbasis di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu Provinsi Banten. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 7(1), 40-49.

Rahmawati, M., Aristi, D. P. F, dan Dian, W. (2013). Analisis Hasil Tangkapan Per Upaya Penangkapan dan Pola Musim Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) di Perairan Pemalang. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 2(3), 213-222.

Riyanto, B. (2010). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. (4th ed.). Yogyakarta, Indonesia: YBPFE UGM.

Setiawan, R., Bambang A.W., & Pramonowibowo.

  • (2013) . Analisis Usaha Perikanan pada Alat Tangkap Bubu   di Perairan Rawapening Desa Lopait

Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 2(3), 131-141.

Sidatik. (2018). Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2017. Jakarta, Indonesia: Satu Data Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Susanto, A., Fitri, A. P. D., Putra, Y., Susanto, H., & Alawiyah, T. (2017). Respons dan Adaptasi Ikan Teri (Stolephorus sp.) terhadap Lampu Light Emitting Diode (LED). Marine Fisheries, 8(1), 39-49.

Wijayanti, A. C. W., Herry B., & Aziz N.B. Bambang A. N. (2015). Analisis Ekonomi Rawai Dasar dengan J Hook dan Circle Hook di PPI Ujungbatu Jepara Jawa Tengah. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 4(4), 179-187.

Wismaningrum, K.E.P., Ismail & Aristi D.P.F. (2013). Analisis Finansial Usaha Penangkapan One Day Fishing Dengan Alat Tangkap Multigear di PPP Tawang Kabupaten Kendal. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 2(3), 263-272.

Curr.Trends Aq. Sci. IV(1): 33-40 (2021)