Current Trends in Aquatic Science IV(1), 26-32 (2021)

Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Ikan Teri (Stolephorus sp.) di Desa Sanggalangit, Kabupaten Buleleng

Lingga Nurmalasari a*, I Wayan Restu a, I Ketut Wija Negara a, I Wayan Sudana b

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali-Indonesia

b APHP Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali

* Penulis koresponden. Tel.: +62-813-3932-9321

Alamat e-mail: lingganurmalasarii@gmail.com

Diterima (received) 14 Mei 2020; disetujui (accepted) 22 Juli 2020; tersedia secara online (available online) 15 Februari 2021

Abstract

Fishery product production needs to be supported by a good marketing so that all business actors in the fishery sector can gain a fair and maximum distribution. The most common fish production that was often caught by fishermen on the coast of Sanggalangit Village, Buleleng Regency was Anchovy. The village was chosen based on the consideration of the number of active fishermen in catching and marketing Anchovy. The purpose of this study was to determine the condition of the marketing channel and also to analyze the level of efficiency of the Anchovy marketing channel in Sanggalangit Village. This research was conducted in December 2019 until January 2020 using descriptive qualitative and quantitative methods by observation and interview. Interviews in this research were conducted with fishermen, marketing institutions such as traders, wholesalers and retailers. Marketing margin analysis and farmer's share are used to determine the efficiency level of marketing channels. The marketing channels discovered during the research in Sanggalangit Village were from fishermen, then to collectors, then to retailers until finally reaches consumers. The marketing margin obtained in the Anchovy marketing channel was Rp. 13.000/kg, which is Rp. 3.800/kg from the fisherman to the traders and Rp.9.200/kg from the traders to the retailers. The farmer’s share earned 56.67%. The efficiency of anchovy marketing was 15.18%, which is classified as efficient.

Keywords: Efficiency; Marketing; Anchovy; Sanggalangit

Abstrak

Produksi hasil perikanan perlu didukung dengan pemasaran yang baik agar semua para pelaku usaha di bidang perikanan mendapat pembagian yang adil dan maksimal. Produksi ikan yang banyak dijumpai ditangkap oleh nelayan di pesisir Desa Sanggalangit, Kabupaten Buleleng adalah ikan teri. Desa tersebut dipilih dengan dasar pertimbangan banyaknya nelayan yang aktif melakukan penangkapan dan pemasaran ikan teri. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kondisi saluran pemasaran serta menganalisa tingkat efisiensi saluran pemasaran ikan teri di Desa Sanggalangit. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019 sampai dengan bulan Januari 2020 menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan cara observasi dan wawancara. Wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan nelayan, lembaga-lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul, pedagang besar maupun pedagang pengecer. Analisis margin pemasaran dan farmer’s share digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi saluran pemasaran. Alur pemasaran yang ditemukan selama penelitian di Desa Sanggalangit ini yaitu dari nelayan, lalu ke pedagang pengumpul, kemudian ke pedagang pengecer hingga akhirnya sampai di tangan konsumen. Margin pemasaran yang diperoleh pada saluran pemasaran ikan teri yaitu sebesar Rp. 13.000/kg dimana margin pemasaran pada nelayan dengan pedagang pengumpul sebesar Rp.3.800 dan margin pada pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer sebesar Rp. 9.200, juga diperoleh nilai farmer’s share sebesar 56,67%. Nilai efisiensi pemasaran ikan teri yang didapatkan sebesar 15,18%, dimana dengan nilai tersebut tingkat efisiensi saluran pemasaran ikan teri di Desa Sanggalangit tergolong efisien.

Kata Kunci: Efisiensi; Pemasaran; Teri; Sanggalangit

  • 1.    Pendahuluan

Indonesia dikenal sebagai negara maritim terbesar di dunia karena memiliki potensi kekayaan sumberdaya perikanan yang relatif besar. Sektor perikanan juga menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari kegiatan penangkapan, budidaya, pengolahan, distribusi dan perdagangan. Hingga saat ini, hasil perikanan dari kegiatan penangkapan khususnya dari laut masih menjadi sumber produksi ikan atau jenis-jenis lainnya yang hidup (Dian, 2016). Saluran pemasaran mempunyai tugas menyalurkan barang dari produsen ke konsumen.

Produksi yang tinggi dapat mendorong terlaksananya kegiatan pemasaran yang melibatkan beberapa lembaga pemasaran (Harifuddin et al., 2011). Produksi akan sia-sia bila harga rendah, maka pemasaran harus baik dan efisien (Sarwanto et al., 2014). Pemasaran dianggap efisien apabila mampu menyampaikan hasil dari produsen ke konsumen dan mampu mengadakan pembagian yang adil. Adanya biaya pada setiap lembaga pemasaran akan mengambil keuntungan atas segala jasa atau peran aktif sebagai penghubung antara produsen dan konsumen. Hal ini akan mendorong terjadinya perbedaan harga pada masing-masing lembaga pemasaran (Kotler, 2002 dalam Apriano et al., 2012).

Ikan teri merupakan satu jenis ikan yang umum ditemukan di Indonesia. Hasil produksi penangkapan ikan teri di Kabupaten Buleleng sejumlah 47 ton pada tahun 2017 (BPS Buleleng, 2018). Ikan teri tersebut juga banyak dijumpai ditangkap oleh nelayan di pesisir Desa Sanggalangit, Buleleng dikarenakan selain memiliki potensi yang melimpah, juga disebabkan karena ikan teri mempunyai arti penting sebagai bahan makanan yang dapat dimanfaatkan sebagai lauk pauk, baik sebagai ikan segar maupun ikan kering. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi saluran pemasaran yang terdapat di Desa Sanggalangit, serta untuk menganalisa tingkat efisiensi saluran pemasaran ikan teri di Desa Sanggalangit.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019 sampai dengan bulan Januari 2020. Lokasi penelitian yaitu di Desa Sanggalangit, Kaupaten Buleleng.

  • 2.2    Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kamera sebagai alat dokumentasi, alat tulis untuk mencatat data dan informasi, serta kuisioner yang digunakan saat wawancara.

  • 2.3    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

  • 2.3.1    Data Primer

Penelitian ini menggunakan data primer berupa catatan hasil wawancara dan observasi hasil pengamatan langsung di lapangan. Menurut Sugiyono (2016), bila populasi relatif kecil dan jumlahnya kurang dari 30, maka semua anggota populasi akan digunakan sebagai sampel. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mengambil semua populasi nelayan yang ada di Desa Sanggalangit, Kabupaten Buleleng yang berjumlah 8  orang,  pedagang pengumpul

sebanyak 5 orang dan pedagang pengecer sebanyak 10 orang.

  • 2.3.2    Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan pada penelitian analisis efisiensi saluran pemasaran ikan teri ini yaitu laporan-laporan mengenai jumlah hasil tangkapan ikan dari Badan Pusat Statistik, penelitian terdahulu dan pustaka lainnya yang datanya berhubungan dan diperlukan dalam penelitian ini, serta informasi mengenai nelayan-nelayan yang berada di Desa Sanggalangit, Buleleng diperlukan pada penelitian ini sebagai data sekunder.

  • 2.4    Analisis Data

    • 2.4.1    Analisis Saluran Pemasaran

Analisis yang digunakan untuk mengetahui saluran pemasaran ikan teri (Stolephorus sp.) yang

berada di Desa Sanggalangit, Buleleng yaitu secara deskriptif dari hasil wawancara dan observasi langsung yang dilakukan. Observasi yang dilakukan selama penelitian ini yaitu dengan mengikuti kegiatan dari penangkapan ikan teri oleh para nelayan, kemudian mengetahui bagaimana jual-beli dengan pedagang pengumpul hingga dijual kembali kepada pedagang pengecer. Saluran pemasaran ikan teri dianalisis tingkatannya dengan mengamati lembaga-lembaga pemasaran. Para lembaga pemasaran tersebut akan membentuk sebuah alur, yakni berupa saluran pemasaran.

  • 2.4.2    Analisis Efisiensi Pemasaran

Nilai margin pemasaran diperoleh dari selisih harga yang diterima oleh setiap lembaga pemasaran (Sazmi, 2017). Menurut Widiastuti dan Harisudin (2013), untuk menghitung margin dari setiap lembaga pemasaran dapat digunakan dengan rumus:

Mp = Pr -Pf (1)

dimana Mp adalah margin pemasaran (Rp/kg); Pr adalah harga di tingkat konsumen (Rp/kg) dan Pf merupakan harga di tingkat nelayan (Rp/kg).

Farmer’s share merupakan perbandingan antara harga yang diterima nelayan ikan teri (Stolephorus sp.) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Farmer’s share memiliki korelasi yang terbalik dibandingkan dengan margin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka farmer’s share akan semakin rendah (Sazmi, 2017). Farmer’s share dirumuskan sebagai berikut:

Fs = ~^ × 100% (2) dimana Fs adalah farmer’s share (%); Pr adalah harga di tingkat konsumen (Rp/kg) dan Pf merupakan harga di tingkat nelayan (Rp/kg).

Menurut Riandi et al. (2017), kriteria pada pengambilan keputusan untuk mengetahui tingkat efisiensi saluran pemasaran yaitu jika 0 - 33 % (efisisen), 34 - 67 % (kurang efisien) dan 68 - 100 % (tidak efisien), dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

sP

Ep=-}- × 100% (3) Np

dimana Ep merupakan efisiensi pemasaran (%); Bp adalah total biaya pemasaran (Rp/kg) dan Np merupakan nilai produk yang dipasarkan (Rp/kg).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Kondisi Saluran Pemasaran

      • 3.1.1    Penangkapan dan Pemasaran

Penangkapan ikan teri di Desa Sanggalangit dilakukan pada malam hari. Nelayan akan melakukan persiapan mulai pukul 5 sore, seperti menyiapkan bahan bakar, pelumas, serta menyiapkan jaring dan jukung. Terdapat 2 buah jukung yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan teri di Desa Sanggalangit, yaitu jukung pengoncor sebagai alat bantu penangkapan yang berfungsi untuk mengumpulkan atau memikat ikan untuk berkumpul dengan menggunakan lampu dan jukung kaping yang digunakan untuk membawa jaring untuk menangkap ikan teri.

Setelah dilakukannya persiapan, armada penangkapan akan mulai melaut sekitar pukul 6 sore dengan jukung pengoncor untuk mengupulkan ikan terlebih dahulu. Kemudian, setelah dirasa ikan yang terkumpul sudah cukup banyak, maka kemudian jukung pengoncor akan mendekati pantai dan jukung kaping yang membawa jaring akan datang untuk menebar jaring mengelilingi ikan-ikan yang telah berkupul. Setelah itu, ikan teri akan masuk ke dalam kantong jaring dan kemudian ditarik oleh tenaga kerja berjumlah 9 orang yang telah bersiap di tepi pantai dan ikan teri yang didapatkan akan dikumpulkan dan dipisahkan dengan hasil tangkapan sampingan lalu dimasukkan kedalam emberember yang berkapasitas 15 kg.

Ikan teri akan sampai di tangan konsumen melalui pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Pedagang pengumpul akan langsung mendatangi nelayan untuk melakukan transaksi jual beli. Ikan-ikan teri yang sudah berada di dalam ember akan segera ditaburi dengan garam untuk mempertahankan keawetannya. Setelah nelayan melakukan penangkapan ikan, pedagang pengumpul yang sudah menunggu akan langsung melakukan transaksi dengan nelayan dan membawa ikan-ikan yang telah dibeli dan diangkut menggunakan mobil pickup yang telah dipersiapkan.

Ikan-ikan teri yang telah dibeli akan segera dibawa ke sekitar pasar-pasar untuk selanjutnya dijual kepada pedagang-pedagang pengecer di daerah Gerokgak, Seririt, hingga kota Singaraja. Pedagang pengecer akan menunggu ikan-ikan datang yang dibawa oleh pedagang pengumpul pada malam hari. Kemudian, pedagang pengecer akan menjual ikan teri di pasar mulai dari dini hari

hingga pagi hari yang akan didatangi langsung oleh konsumen untuk membeli sebagai cara transaksinya.

  • 3.1.2    Saluran Pemasaran

Berdasarkan hasil observasi langsung dan wawancara, adapun saluran pemasaran yang terdapat di Desa Sanggalangit pada bulan Desember sampai dengan bulan Januari membentuk satu pola yang sama yaitu dari nelayan ke pedagang pengumpul, kemudian ke pedagang pengecer dan selanjutnya di tangan konsumen.

Nelayan ikan teri yang berada di Desa Sanggalangit memiliki rata-rata umur yaitu 53 tahun dengan pengalaman berkerja sebagai nelayan ikan teri selama 10 tahun. Di Desa Sanggalangit, nelayan yang melaut setiap malamnya sebanyak 4 sampai 8 orang. Dari hasil produksi selama bulan Desember hingga bulan Januari, nelayan ikan teri di Desa Sanggalangit mendapatkan rata-rata 105 kg untuk satu malamnya. Harga ikan teri hasil tangkapan yang dijual oleh nelayan berkisar antara Rp. 12.000/kg hingga Rp. 20.000/kg, dengan rata-rata harga jual yaitu Rp. 17.000/kg. Harga jual hasil tangkapan ikan teri ditentukan oleh pedagang pengumpul tergantung dari jumlah tangkapan yang dipengaruhi oleh musim dan cuaca. Jika hasil tangkapan ikan teri melimpah, maka harga semakin rendah. Namun, jika hasil tangkapan ikan teri berjumlah sedikit, maka harga ikan teri akan semakin tinggi (Gilarso, 2008).

Rata-rata biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan ikan teri yaitu sebesar Rp. 9.802/kg. Biaya operasional tersebut meliputi bahan bakar, pelumas, tenaga kerja dan biaya lain-lain. Bahan bakar yang diperlukan yaitu sebanyak 5 liter atau sekitar Rp. 40.000 hingga Rp. 50.000 dengan pelumas seharga Rp. 5.000. Upah tenaga kerja akan didapatkan dari hasil jual ikan teri yang dibagi dua dengan nelayan. Biaya lain-lain yang dikeluarkan pada produksi ikan teri meliputi konsumsi dan keperluan lainnya yaitu sejumlah Rp. 50.000 hingga Rp. 100.000. Total biaya produksi oleh nelayan ikan teri di Desa Sanggalangit didapatkan dari jumlah bahan bakar, pelumas, tenaga kerja dan biaya lain-lain yang kemudian dibagi dengan hasil tangkapan pada hari tersebut.

Pedagang pengumpul yang datang berusia dari 35 hingga 50 tahun, dengan pengalaman bekerja sebagai lembaga pemasaran 4 hingga 10 tahun. Rata-rata volume pembelian pedagang pengumpul yang dibeli dari nelayan yaitu 96 kg per malam. Nelayan menjual ikan teri hasil tangkapan kepada pedaggang pengumpul dengan menggunakan ember berkapasitas 15 kg. Pedagang pengumpul akan melakukan tawar-menawar harga dengan nelayan. Dalam satu malam, pedagang pengumpul akan membeli dan mengumpulkan ikan teri hasil tangkapan tidak hanya dari satu nelayan saja. Ikan teri yang telah dibeli oleh pedagang pengumpul kemudian langsung dibawa untuk dijual ke pasar-pasar yang berada di Kabupaten Buleleng. Pedagang pengumpul akan mendatangi pasar dari Kecamatan Gerokgak hingga di Kecamatan Seririt. Jika jumlah ikan teri hasil tangkapan melimpah, pedagang pengumpul akan membawa ikan teri sampai di Kota Singaraja.

Harga beli ikan teri oleh pedagang pengumpul berkisar antara Rp. 14.000/kg hingga Rp. 20.000/kg. Biaya pemasaran oleh pedagang pengumpul untuk melakukan pemasaran ikan teri yaitu sebesar Rp. 1.223/kg yang meliputi bahan bakar, tenaga kerja dan biaya lain-lain. Bahan bakar digunakan untuk transportasi yang memerlukan biaya Rp. 50.000 hingga Rp.100.000. Upah tenaga kerja sekitar Rp. 20.000 hingga Rp. 50.000, biaya lain-lain yaitu garam untuk mengawetkan ikan. Total biaya pemasaran ikan teri oleh pedagang pengumpul didapatkan dari jumlah bahan bakar, tenaga kerja dan biaya lain-lain yang kemudian dibagi dengan volume pembelian pada hari tersebut. Pedagang pengumpul akan membentuk harga jual tergantung dari harga beli dari nelayan dan juga dari jumlah hasil tangkapan. Pedagang pengumpul akan menjual ikan teri dengan harga tinggi jika jumlah hasil tangkapan rendah. Pada bulan Desember sampai dengan bulan Januari, harga jual oleh pedagang pengumpul berkisar antara Rp. 17.000/kg hingga Rp. 25.000/kg.

Pedagang pengecer ikan teri yang berada di pasar akan melakukan transaksi dengan cara didatangi langsung oleh konsumen. Kisaran usia pedagang pengecer yang menjual ikan teri yaitu sekitar 45 tahun hingga 60 tahun, dengan rata-rata pengalaman sebagai pedagang pengecer selama 9 tahun. Pedagang pengecer yang menjual ikan teri juga menjual ikan-ikan jenis lainnya, seperti tongkol, cakalang, nila, hingga udang. Rata-rata volume pembelian ikan teri oleh pedagang

pengecer yaitu 9 kg per harinya dengan harga beli dari pedagang pengepul yaitu Rp. 17.000/kg hingga Rp. 25.000/kg.

Biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengecer ikan teri pada satu harinya yaitu Rp. 3.332/kg yang terdiri dari bahan bakar dan biaya lain-lain yaitu kantong plastik. Total biaya pemasaran pedagang pengecer didapatkan dari jumlah bahan bakar dan biaya lain-lain yang kemudian dibagi dengan volume pembelian ikan teri pada hari tersebut. Pedagang pengecer tidak memerlukan tenaga kerja dalam melakukan pemasaran ikan teri. Selama bulan Desember sampai dengan bulan Januari, harga jual yang ditetapkan oleh pedagang pengecer ikan teri yaitu Rp. 30.000/kg.

Hasil tangkapan ikan teri dari Desa Sanggalangit yang dipasarkan ke seluruh wilayah Kabupaten Buleleng memiliki tingkat kenaikan harga yang berbeda-beda. Kenaikan harga ini disebabkan oleh karena adanya perlakuan pada setiap kegiatan pemasarannya, serta pengambilan keuntungan juga dilakukan saat pendistribusian ikan teri. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Deswindi (2007), dimana distribusi merupakan bagian penting dari pemasaran sebagai perpindahan barang dari suatu tempat untuk ke tempat lainnya yang akan disertai penambahan nilai pada suatu barang.

Terjadinya satu saluran pemasaran saja yang didapat saat penelitian dikarenakan waktu penelitian yaitu pada bulan Desember hingga bulan Januari bukan merupakan musim dari penangkapan ikan teri. Sehingga, sedikitnya produksi hasil tangkapan ikan teri menyebabkan hanya terjadinya satu alur pemasaran saja. Namun, dari hasil wawancara diketahui bahwa jika saat terjadinya musim penangkapan ikan teri yang dimana menyebabkan melimpahnya produksi hasil tangkapan nelayan akan mempengaruhi masyarakat sekitar untuk melakukan pemasaran ikan teri. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya alur pemasaran ikan teri yang lain di Desa Sanggalangit. Dari hasil wawancara ditemukan suatu pola alur pemasaran yang tidak terjadi pada bulan Desember hingga bulan Januari, yaitu dari nelayan kemudian ke pedagang pengecer, lalu sampai di tangan konsumen. Saluran pemasaran yang terdapat di Desa Sanggalangit dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Saluran Pemasaran 1

Gambar 2. Saluran Pemasaran 2

Terdapat dua lembaga pemasaran yang dilalui yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer dalam proses pemasaran, masing-masing lembaga pemasaran memiliki keperluan dan biaya yang dikeluarkan, biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran tentu saja berbeda-beda, hal ini serupa dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Tahir et al. (2011), yaitu pedagang perantara mengeluarkan biaya dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pemasaran hingga ke konsumen. Nelayan akan mengutamakan masyarakat atau pedagang yang berasal dari daerah sekitarnya terlebih dahulu untuk membeli hasil tangkapannya. Kemudian, jika hasil tangkapan melimpah dan melebihi dari 300 ember atau setara dengan 4.500 kg, maka ikan teri akan didistribusikan ke pulau Jawa.

  • 3.2    Efisiensi Saluran Pemasaran

Pemasaran yang baik akan membawa dampak positif terhadap nelayan, pedagang dan konsumen. Hal-hal tersebut dapat diketahui dari penyataan Sobariah dan Ganjar (2013), bahwa salah satu penyebab terjadinya kesenjangan penerimaan keuntungan adalah karena rantai pemasaran yang masih terlalu panjang. Tingkat efisiensi saluran pemasaran dapat diketahui dari panjangnya suatu alur pemasaran tersebut, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Huda et al. (2015), banyaknya pelaku yang berkecimpung dalam alur pemasaran akan membuat semakin membengkaknya harga ikan yang ada di pasaran.

Besar dari total margin pemasaran pada saluran pemasaran ikan teri di Desa Sanggalangit yaitu Rp. 13.000, dengan total biaya pemasaran sebesar Rp. 4.555 dan total keuntungan Rp. 8.445. Margin pemasaran teri di Desa Sanggalangit diperoleh dari biaya-biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran untuk melakukan fungsinya, seperti biaya transportasi hingga biaya tenaga kerja dan keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran tersebut. Menurut Sobariah dan Ganjar (2013), komponen

Tabel 1

Biaya Pemasaran, Margin Pemasaran, dan Farmer’s Share

Kategori

Kriteria Biaya (Rp)                   Margin (Rp)         Farmer’s Share

Nelayan

Harga Jual                         17.000

Biaya Operasional                   9.802                                56.67%

Keuntungan                       7.198

Pedagang Pengumpul

Harga Jual                         20.800

Harga Beli                         17.000

Biaya Pemasaran                    1.223           3.800

Keuntungan                       2.577

Pedagang Pengecer

Harga Jual                         30.000

Harga Beli                         20.800

Biaya Pemasaran                    3.332           9.200

Keuntungan                       5.868

Total Keuntungan

Total Biaya Pemasaran

Total Margin

8.445

4.555

13.000


margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan oleh lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut dengan biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran.

Data harga jual ikan teri di tingkat nelayan sebesar Rp. 17.000/kg dan harga ikan teri di tingkat konsumen yaitu sebesar Rp. 30.000/kg. Besarnya farmer’s share diketahui dari harga jual di tingkat nelayan dibagi dengan harga beli di tingkat konsumen kemudian dikalikan dengan 100 %. Setelah dilakukan perhitungan seperti di bawah ini, maka diperoleh nilai farmer’s share sebesar 56,67 %.

Menurut Iswahyudi dan Sustiyana (2019), farmer’s share merupakan salah satu indikator efisiensi operasional yang menunjukkan bagian yang diterima petani dari aktivitas pemasaran. Farmer’s share pada saluran pemasaran ikan teri di Desa Sanggalangit yaitu sebesar 56,67%, dimana saluran pemasaran tersebut dapat dikatakan efisien. Hal tersebut sesuai dengan penyataan dari Downey (1992) dalam Elpawati et al. (2014), yang menyatakan bahwa apabila nilai farmer’s share ≥ 40 % dapat digolongkan efisien, sedangkan farmer’s share ≤ 40 % nilai tersebut digolongkan tidak efisien. Namun, dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Iswahyudi dan Sustiyana (2019), besarnya nilai farmer’s share tidak selalu menunjukkan bahwa saluran pemasaran tersebut efisien.

Tingkat efisiensi pemasaran ikan teri di Desa Sanggalangit tergolong efisien. Hal ini ditunjukkan dari hasil perhitungan efisiensi pemasaran dimana nilai yang didapatkan sebesar 15,18% yang membuktikan bahwa saluran pemasaran tersebut tergolong efisien. Menurut Riandi et al. (2017), jika nilai efisiensi pemasaran yang diperoleh 0 - 33 % maka hasilnya dapat dikatakan efisien, jika nilai yang didapatkan 34 - 67 % maka dapat dikatakan kurang efisien, sedangkan 68 - 100% maka hasil tersebut dikatakan tidak efisien. Efisiensinya saluran pemasaran ikan teri di Desa Sanggalangit ini disebabkan karena tidak banyaknya pelaku yang ikut serta dalam pendistribusian ikan teri dari nelayan hingga di tangan konsumen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Huda et al. (2015) yang mengatakan bahwa jumlah pelaku yang ada dalam satu alur pemasaran ikan menjadi kunci dari tingkat margin dan efisiensi pemasaran.

  • 4.    Simpulan

Saluran pemasaran ikan teri yang berada di Desa Sanggalangit yaitu terdapat satu pola yang sama, dimulai dari nelayan yang melakukan penangkapan ikan teri, lalu hasil produksi ikan teri tersebut dibeli oleh pedagang pengumpul yang kemudian dijual kembali kepada pedagang pengecer, hingga ikan teri akhirnya sampai di tangan konsumen. Margin pemasaran pada saluran pemasaran ikan teri di Desa Sanggalangit yaitu sebesar Rp. 13.000/kg dan farmer’s share pada saluran pemasaran ini yaitu sebesar 56,67%. Nilai

efisiensi pemasaran ikan teri yang didapatkan sebesar 15,18%, dimana dengan nilai tersebut tingkat efisiensi saluran pemasaran ikan teri di Desa Sanggalangit tergolong efisien.

Ucapan terimakasih

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada masyarakat Desa Sanggalangit yang telah membantu dalam pengambilan data penelitian, serta kepada Dinas Kabupaten Buleleng yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. Terima kasih kepada dosen pembimbing dan seluruh pihak yang telah ikut membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Apriano, D., Dolorosa, E., & Imelda. (2012). Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Ikan Lele Di Desa Rasau Jaya 1 Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 1(3), 29-36.

BPS Kabupaten Buleleng. (2018). Buleleng Dalam Angka 2018. Singaraja, Indonesia: Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng.

Deswindi, L. (2007). Kecepatan Tingkat Penerimaan dan Perilaku Konsumen Terhadap Produk Lama Yang Mengalami Perubahan dan Produk Inovasi Baru dalam Upaya Memasuki dan Merebut Pasar. Business & management Journal Bunda Multa, 3(1), 19-25.

Dian, P. (2016). Peran Ganda Istri Nelayan dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Keluarga. Journal on Social Economic of Agriculture and Agribusiness, 5(8), 2-13.

Elpawati, Budiyanto, B., & Zulmanery. (2014). Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Ikan Bandeng Desa

Tambak  Sari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten

Karawang. Jurnal Agribisnis, 8(1), 83-110.

Gilarso, T.  (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro.

Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.

Harifuddin, Aisyah, & Budiman. (2011). Analisis Margin dan Efisiensi Pemasaran Rumput Laut di Desa Mandalle Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkep. Jurnal Agribisnis, 10(3), 37-48.

Huda, M., Solihin, I., & Lubis, E. (2015). Tingkat Efisien Pemasaran Ikan Laut Segar di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 6(1), 91-104.

Iswahyudi., & Sustiyana. (2019). Pola Saluran Pemasaran dan Farmer’s Share Jambu Air CV Camplong. Jurnal Hexago, 3(2), 33-38.

Riandi, Mustapa, M. B., & Iskandar, S. (2017), Analisis Efisiensi Pemasaran Udang Windu  (Penaeus

monodon) di Desa Sungai Lumpur Kecamatan Cengal Kabupaten Ogan Komering Ilir. Jurnal Societa, 6(2), 81-87.

Sarwanto, C., Wiyono, E.S., Nurani, T.W., & Haluan, J. (2014). Kajian Sistem Pemasaran Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DIY. Jurnal Sosek, 9(2), 207-217.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung, Indonesia: PT Alfabet.

Sobariah, & Ganjar, W.  (2013).  Analisis Margin

Pemasaran Ikan Hias  pada  Enam Pasar di

Kota/Kabupaten Bogor. Jurnal Penyuluhan Perikanan dan Kelautan, 7(1), 53-63

Tahir, A. G., Dwidjono, H. D., Jangkung, H. M., & Jamhari. (2011). Metode Analisis Efisiensi Pemasaran Kedelai di Sulawesi Selatan. Jurnal Informasi Pertanian, 20(1), 47-57.

Widiastuti, N., & Harisudin. (2013). Saluran dan Margin Pemasaran Jagung di Kabupaten Grobogan. SEPA, 9(1), 231-240.

Curr.Trends Aq. Sci. IV(1): 26-32 (2021)