Keanekaragaman Jenis Burung Air di Hutan Mangrove Karang Sewu, Gilimanuk, Bali.
on
Current Trends in Aquatic Science III(2), 45-51 (2020)
Keanekaragaman Jenis Burung Air di Hutan Mangrove Karang Sewu, Gilimanuk, Bali
Dhira Alfiah R. Pettaloloa*,Ni Luh Watiniasihb,Alfi Hermawati Waskita Saric
aProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali-Indonesia
*Penulis koresponden. Tel.: +6285299892712
Alamat e-mail: dhirapettalolo@gmail.com
Diterima (received) 07 Juli 2020; disetujui (accepted) 11 Agustus 2020
Abstract
Water bird is a bird species that most of their lives depend on water for their habitat. The purpose of this research was to find out the types of water birds that are often encountered, the diversity of water bird species and the types of water birds that are protected based on the IUCN Red List that found in Karang Sewu Mangrove Forest, Bali. The birds are identified and counted twice a day, from 07.00-09.00 am and from 04.00-06.00 pm. There were 11 species of water birds were found belong to 7 families, with a total of 181 individuals. The species of water bird whcih often found was the Trinil Bedaran (Xenus cinereus), followed by the Trinil Ekor Kelabu (Tringa brevipes) and the Cekakak Sungai (Todiramphus chloris). The species diversity index (H’) on Burung Island and Kalong Island was classified as medium, while in Gadung Island it was classified as low. All species of water birds found in Karang Sewu Mangrove Forest are included in the IUCN Red List, there are eight species of birds in Least Concern (LC) category consisting of Cangak Laut (Ardea sumatrana), Cangak Australia (Ardea novaehollandae), Cekakak Sungai (Todiramphus chloris), Cerek Asia (Charadrius veredus), Dara Laut Jambul Besar (Thalasseus bergii), Kokokan Laut (Butorides striata), Kowak Malam Merah (Nycticorax caledonicus) and Trinil Bedaran (Xenus cinereus), one species in Near Threatened (NT) category is Bangau Tong-Tong (Leptoptilos javanicus) and two species are in the Vulnerable (VU) category, namely Trinil Ekor Kelabu (Tringa brevipes) and Wili-Wili (Esacus neglectus).
Keywords: Karang Sewu; species diversity; water bird
Abstrak
Burung air adalah jenis burung yang seluruh hidupnya berkaitan dengan daerah perairan sebagai habitatnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis burung air yang sering dijumpai, keanekaragaman jenis burung air serta untuk mengetahui jenis burung air yang dilindungi berdasarkan IUCN Red List yang terdapat pada hutan mangrove Karang Sewu, Bali. Burung air diamati dan dihitung dua kali sehari dari jam 07.00-09.00 pagi dan jam 16.00-18.00 sore. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 11 jenis burung air dari 7 famili yang dijumpai dengan total individu sebanyak 181 ekor. Burung air yang sering dijumpai adalah Trinil Bedaran (Xenus cinereus), diikuti dengan Trinil Ekor Kelabu (Tringa brevipes), Cekakak Sungai (Todiramphus chloris). Indeks keanekaragaman jenis (H’) di Pulau Burung dan Pulau Kalong tergolong sedang, sedangkan di Pulau Gadung tergolong rendah. Semua jenis burung air yang terdapat di Hutan Mangrove Karang Sewu termasuk ke dalam IUCN Red List, tercatat ada delapan jenis burung dengan status Least Concern (LC) yang terdiri dari Cangak Laut (Ardea sumatrana), Cangak Australia (Ardea novaehollandae), Cekakak Sungai (Todiramphus chloris), Cerek Asia (Charadrius veredus), Dara Laut Jambul Besar (Thalasseus bergii), Kokokan Laut (Butorides striata), Kowak Malam Merah (Nycticorax caledonicus) dan Trinil Bedaran (Xenus cinereus), satu jenis termasuk kategori Near Threatened (NT) yaitu Bangau Tong-Tong (Leptoptilos javanicus) dan dua jenis termasuk dalam kategori Vulnerable (VU) yaitu Trinil Ekor Kelabu (Tringa brevipes) dan Wili-Wili (Esacus neglectus).
Kata Kunci: Karang Sewu; keanekaragaman jenis; burung air
Pantai Karang Sewu merupakan salah satu pantai yang terletak di daerah Bali bagian barat yang berlokasi di Banjar Arum, Desa Gilimanuk, Kec. Melaya, Kab. Jembrana, Bali. Pantai Karang Sewu termasuk dalam wilayah Taman Nasional Bali Barat dan menjadi bagian dari zona pemanfaatan. Qiptiyah et al., (2013) mendeskripsikan burung air adalah jenis burung yang seluruh hidupnya berkaitan dengan daerah perairan sehingga dapat diartikan sebagai jenis burung yang secara ekologis bergantung pada lahan basah. Sebagian besar burung air adalah penghuni tetap daerah tropis dan subtropis. Burung air menjadikan daerah perairan atau lahan basah dan sekitarnya sebagai habitat, seluruh aktivitas hidup bergantung pada keberadaan daerah tersebut (Siregar, 2018).
Kehadiran suatu burung pada suatu habitat merupakan hasil pemilihan karena habitat tersebut sesuai untuk kehidupannya. Pemilihan habitat ini akan menentukan burung pada lingkungan tertentu (Hamzati, 2013). Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas di daerah pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove (Suriansyah, 2016).
Hutan mangrove juga sebagai habitat beberapa jenis burung yang dilindungi seperti Pecuk Ular (Anhinga melanogaster), Bintayung (Freagata
andrewsi), Kuntul Perak Kecil (Egretta garzetta), Kowak Merah (Nycticorax caledonicus), Bangau Tongtong (Leptoptilos javanicus), Ibis Hitam (Plegadis falcinellus), Bangau Hitam (Ciconia episcopus), Burung Duit (Vanellus indicus), Trinil Tutul (Tringa guitifer), Blekek Asia (Limnodromus semipalmatus), Gajah Besar (Numenius arquata), dan Trulek Lidi (Himantopus himantopus) (Sutedja et al., 1992).
Lokasi pengamatan adalah di Pulau Burung, Pulau Gadung dan Pulau Kalong yang berada di wilayah
Karang Sewu. Pengamatan dilakukan pada bulan Januari-Februari 2019. Waktu pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 pagi dan sore hari pada pukul 16.00. Menurut Widyasari (2013), pada waktu-waktu tersebut burung-burung lebih aktif bergerak, dan mencari mangsa sehingga frekuensi dan peluang perjumpaan dengan jenis-jenis burung tersebut lebih besar.
-
2.2 Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera Canon EOS 50D, teropong binokuler Tamron dengan spesifikasi 18-200mm F/3.5-6.3 ϕ62, alat tulis, buku A Field Guide to The Birds of Borneo, Sumatra, Java and Bali oleh MacKinnon, tally sheet dan GPS Garmin eTrex 30. Bahan yang digunakan dalam penelitian penelitian ini adalah burung air.
-
2.3 Pengambilan data burung air
Pengambilan data burung air dilakukan dengan menggunakan metode titik hitung (Point Count) yaitu dengan menentukan beberapa titik pengamatan dan pengamatan dilakukan dengan diam pada titik tertentu kemudian mencatat perjumpaan terhadap burung. Radius pengamatan sejauh 50m serta rentang waktu pengamatandilakukan selama ± 30 menit, 25 menit untuk pengamatan disetiap titik dan ± 5 menit adalah waktu untuk berjalan ke titik pengamatan selanjutnya.
Parameter yang diukur yaitu jenis, jumlah, waktu, dan aktivitas burung. Identifikasi dilakukan dengan cara melihat ukuran, warna bulu, bentuk paruh, bentuk kaki, serta ciri-ciri lainnya dengan mengacu pada buku panduan lapangan A Field Guide to The Birds of Borneo, Sumatra, Java and Bali oleh MacKinnon dan mencatat burung yang teridentifikasi pada daftar. Setiap jenis hanya dicatat 1x untuk setiap daftar, setiap daftar terdiri dari maksimal 10 jenis (Mackinnon., 2010). Ketika ditemukan jenis baru lagi (jenis ke 11), maka dicatat di daftar baru selanjutnya. Sedangkan untuk mengetahui jenis burung air yang dilindungi yaitu dengan menginput data yang di peroleh berupa nama ilmiah burung air di website www.iucnredlist.org.
-
2.4 Analisis data
Data hasil pengamatan dibuat dalam bentuk grafik dan tabel dan dilakukan analisis indeks dominansi
menggunakan rumus Indeks Keanekaragaman Jenis yaitu Shannon-Wiener’s Diversity Index (Odum, 1994):
H’ = - Σ *1pi ln Pi (1)
dimana H’ adalah indeks keanekaragaman jenis; pi adalah proporsi individu suatu spesies terhadap keseluruhan individu yang dijumpai; dan ln adalah logaritma natural. Indeks Dominansi yang digunakan adalah Simpson’s Index (Odum, 1983) dan indeks keanekaragaman jenis dengan menggunakan rumus Indeks Keanekaragaman Jenis yaitu Shannon-Wiener’s Diversity Index).
c = ∑Q (3)
dimana C adalah indeks dominansi; ni adalah jumlah individu suatu jenis; dan N adalah jumlah individu seluruh jenis.
Selama 21 hari pengamatan, tercatat 11 jenis burung air dari 7 famili yang dijumpai dengan total individu sebanyak 181 ekor. Pada Lokasi I terdapat 3 jenis burung yang sering dijumpai, yaitu Trinil Bedaran (Xenus cereus), Cekakak Sungai
(Todiramphus chloris), dan Trinil Ekor Kelabu (Tringa brevipes). Selain itu, burung Wili-Wili (Esacus neglectus) ditemukan hanya pada Lokasi I. Burung Trinil Bedaran (Xenus cereus), Trinil Ekor Kelabu (Tringa brevipes) dan Kokokan Laut (Butorides striata) banyak dijumpai pada Lokasi II, sedangkan burung Cangak Australia (Ardea novaehollandae), Bangau Tong-Tong (Leptoptilos javanicus) dan Dara Laut Jambul Besar (Thalasseus bergii) tidak dijumpai pada Lokasi III. Hasil inventarisasi
keanekaragaman jenis burung air ditampilkan pada Tabel 1.
-
3.1.2 Indeks Keanekaragaman Jenis
Lokasi I memiliki tingkat keanekaragaman jenis burung air yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya. Total individu pada Lokasi I berjumlah 68 ekor dengan H’ sebesar 1,19, total individu pada Lokasi II berjumlah 78 ekor dengan H’ sebesar 1,17, sedangkan total individu pada Lokasi III berjumlah 35 ekor dengan H’ sebesar 0,65.
Hasil analisis indeks keanekaragaman jenis burung air di hutan mangrove Karang Sewu ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1.Indeks keanekaragaman jenis burung air di ketiga lokasi di hutan mangrove Karang Sewu.
-
3.1.3 Indeks Dominansi
Tingkat dominansi burung air tertinggi di hutan mangrove Karang Sewu ditemukan di Lokasi II dan terendah di Lokasi III. Hasil analisis indeks dominansi burung air di hutan mangrove Karang Sewu ditampilkan pada Gambar 2.
Gambar 2.Indeks dominansi burung air di ketiga lokasi di hutan mangrove Karang Sewu.
Pada Lokasi II nilai indeks dominansi burung air yaitu 0,29, sedangkan burung air yang sering dijumpai pada lokasi ini yaitu burung Trinil Bedaran (Xenus cinereus) dari famili Charadriidae. Pada Lokasi I nilai indeks dominansi burung air dengan nilai 0,14 juga sering dijumpai burung Trinil Bedaran (Xenus cinereus), sedangkan Lokasi III dengan nilai indeks dominansi paling rendah dengan nilai 0,06 sering dijumpai burung Cekakak Sungai (Todiramphus chloris) dari famili Alcedinidae.
-
3.1.4 Status IUCN
Status konservasi burung air yang ditemukan di Hutan Mangrove Karang Sewu berdasarkan IUCN Red List ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel2
Status konservasi burung air di hutan mangrove Karang
Sewu dibandingkan dengan IUCN Red List
No |
Nama Daerah |
Nama Ilmiah |
Status IUCN |
1 |
Bangau TongTong |
Leptoptilos javanicus |
VU |
2 |
Cangak Australia |
Ardea novaehollandae |
LC |
3 |
Cangak Laut |
Ardea Sumatrana |
LC |
4 |
Cekakak Sungai |
Todiramphus chloris |
LC |
5 |
Cerek Asia |
Charadrius veredus |
LC |
6 |
Dara Laut Jambul Besar |
Thalasseus bergii |
LC |
7 |
Kokokan Laut |
Butorides striata |
LC |
8 |
Kowak Malam Merah |
Nycticorax caledonicus |
LC |
9 |
Trinil Bedaran |
Xenus cinereus |
LC |
10 |
Trinil Ekor Kelabu |
Tringa brevipes |
NT |
11 |
Wili-Wili |
Esacus neglectus |
NT |
Keterangan: VU (Vulnerable); LC (Least Concern); NT (Near Threatended).
-
3.2 Pembahasan
-
3.2.1 Kondisi Habitat
-
Lokasi I (Pulau Kalong) dan lokasi II (Pulau Burung) memiliki substrat berpasir dengan sedikit lumpur, sehingga ketika air surut pengamatan dapat dilakukan dengan berjalan mengitari pulau, sedangkan lokasi III (Pulau Gadung) memiliki substrat berlumpur dan memiliki kedalaman 30 cm – 2 m sehingga mengharuskan melakukan pengamatan dari atas perahu. Areal hutan mangrove pada lokasi penelitian didominasi oleh jenis mangrove dari famili Rhizophoraceae, diantaranya adalah bakau putih (Rhizophora apiculata) dan bakau hitam (Rhizophora mucronata). Jenis mangrove lainnya yang ditemukan yaitu api-api (Avicenia marina), akar lutut (Bruguiera gymnorrhiza) dan tengar (Ceriops tagal).
Aktivitas burung dipengaruhi oleh faktor suhu yaitu pagi hari yang suhunya lebih rendah daripada siang hari, sehingga lebih banyak melakukan aktifitas, sehingga kondisi ini cukup ideal untuk dilakukannya pengamatan. Hal ini merupakan efek burung setelah lama melakukan istirahat pada malam hari, sedangkan sore hari
merupakan aktifitas untuk mengumpulkan energi persiapan menjelang istirahat (Tambunan, 2016).
Habitat burung di kawasan mangrove Karang Sewu tergolong baik. Hal ini ditunjukkan dengan dijumpainya beberapa jenis burung air yang berperan sebagai indikator lingkungan sebuah ekosistem, seperti Cekakak Sungai (Todiramphus chloris) yang berasal dari famili Alcedinidae. Swastikaningrum (2012) menyatakan bahwa suku Alcedinidae memiliki ketergantungan yang besar dengan kawasan perairan sebagai lokasi bersarang (nesting sites), lokasi mencari makan (feeding sites) dan lokasi istirahat (resting sites).
-
3.2.2 Indeks Keanekaragaman Jenis
Berdasarkan hasil penelitian, indeks keanekaragaman jenis burung air di Lokasi I yaitu 1,19 dan lokasi II yaitu 1,17 termasuk kategori sedang, sedangkan lokasi III yaitu 0,65 termasuk kategori rendah berdasarkan kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon – Wienner oleh Odum, 1994. Kondisi lingkungan yang terdapat di Hutan Mangrove Karang Sewu dari segi biotik seperti struktur vegetasi yang masih baik, terlihat dengan masih banyaknya tumbuhan mangrove jenis bakau putih (Rhizophora apiculata), bakau hitam (Rhizophora mucronata), api-api (Avicenia marina), akar lutut (Bruguiera gymnorrhiza) dan tengar (Ceriops tagal). Menurut Firdaus et al., (2014), daya dukung variasi vegetasi merupakan salah satu faktor yang menghubungkan antara keanekaragaman spesies burung dan keseimbangan komunitas, yaitu jika keanekaragaman tinggi, maka keseimbangan komunitasnya juga tinggi.
Lokasi I dan II menunjukkan kategori keanekaragaman sedang, berbeda halnya dengan lokasi III yang menunjukkan kategori keanekaragaman rendah. Lokasi I merupakan lokasi dengan nilai indeks keanekaragaman jenis yaitu 1,19 dengan kategori keanekaragaman jenis sedang, namun lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi II dengan kategori yang sama. Burung air yang ditemukan berjumlah 11 spesies dengan total individu sebanyak 68 ekor. Berdasarkan dari segi vegetasi tumbuhan dan sumber makanan, lokasi I memiliki vegetasi dan sumber makanan yang cukup beragam dibandingkan dengan dua lokasi lainnya, hal ini didukung dengan pendapat dari Swastikaningrum (2012) yang menyatakan bahwa indeks keanekaragaman jenis suatu individu
didukung secara penuh oleh kondisi ekologis dalam suatu kawasan. Selain itu lokasi I memiliki kondisi aktivitas manusia yang sangat sedikit dibandingkan dengan lokasi pengamatan lainnya.
Lokasi II memiliki nilai indeks keanekargaaman jenis yaitu 1,17. Spesies burung yang tercatat pada lokasi ini sebanyak 10 jenis, dengan total individu sebanyak 78 ekor. Pada lokasi II dijumpai satu spesies yang jarang ditemukan dan hanya tercatat satu kali selama periode pengamatan, yaitu burung Cangak Australia (Ardea novaehollandiae), menurut MacKinnon (2010) penyebaran global dari burung Cangak Australia (Ardea novaehollandiae) yaitu di kawasan Australia dan Indonesia bagian timur, sedangkan penyebaran lokal dan statusnya sebagai pengunjung tidak teratur, tercatat di pesisir Bali dan Nusa Penida. Hal ini menjelaskan bahwa burung Cangak Australia (Ardea novaehollandiae) merupakan burung migran, sehingga hanya dijumpai sekali selama periode pengamatan.
Lokasi III merupakan lokasi yang memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis yang sangat rendah dibandingkan dengan lokasi pengamatan lainnya. Indeks keanekaragaman jenis pada lokasi III yaitu 0,65. Jumlah spesies yang tercatat pada lokasi ini yaitu sebanyak 7 spesies dengan total individu sebanyak 35 ekor. Indeks keanekaragaman burung yang rendah pada lokasi III diduga karena tingginya aktivitas manusia, hal ini didukung oleh pernyataan Adelina et al., (2016) bahwa aktivitas manusia dapat mengganggu habitat atau keberadaan dari burung pada kawasan tersebut. Selain aktivitas manusia yang tinggi, lokasi III juga memiliki vegetasi yang kurang beragam, didominasi oleh pohon bakau api-api (Avicenia marina).
-
3.2.3 Indeks Dominansi
Setiap lokasi diketahui memiliki nilai indeks dominansi yang berbeda-beda dengan nilai yang tertinggi terdapat pada lokasi II dengan yaitu 0,28, hal ini dikarenakan kondisi ekologis lokasi yang memiliki vegetasi yang beragam dibandingkan dengan lokasi lain serta minim aktivitas manusia. Menurut Hadinoto et al., (2012) bahwa indeks kemerataan jenis burung yang memiliki nilai kurang dari satu menunjukkan bahwa terdapat dominasi satu atau beberapa spesies, artinya satu atau beberapa spesies memiliki jumlah individu yang lebih banyak dibandingkan dengan spesies
yang lain. Nilai indeks dominansi burung air di lokasi II yaitu 0,28 dengan burung air yang sering dijumpai yaitu burung Trinil Bedaran (Xenus cinereus) dari family Charadriidae sebanyak 28 ekor, sedangkan yang jarang dijumpai adalah Cangak Australia (Ardea novaehollandiae) dan Cangak Laut (Ardea sumatrana) masing-masing sebanyak satu ekor. Burung Trinil Bedaran (Xenus cinereus)
merupakan jenis burung air migran, menurut MacKinnon (2010) penyebaran global dari Trinil Bedaran (Xenus cinereus) yaitu berbiak di Erasia utara, tetapi bermigrasi ke selatan pada musim dingin sejauh Australia dan Selandia Baru.
Lokasi II memiliki tipe substrat yang berpasir dan berlumpur halus, hal ini sangat terkait dengan kondisi substrat yang lebih lunak yang sangat cocok sebagai habitat jenis-jenis dari kelompok Bivalvia dan Gastropoda. Potensi pakan yang berada di hamparan lumpur lebih banyak pada lapisan substrat atas sehingga lebih memudahkan bagi burung pantai untuk mendapatkan mangsa tersebut. Khususnya bagi jenis-jenis burung air dengan perilaku makannya mencari mangsa di dalam substrat seperti Trinil Bedaran (Xenus cinereus) (Winara, 2015).
Nilai indeks dominansi burung air di lokasi I dengan yaitu 0,14 dan sering dijumpainya burung Trinil Bedaran (Xenus cinereus) dari famili Charadriidae sebanyak 15 ekor. Selain itu burung Wili-Wili (Esacus neglectus) ditemukan hanya pada lokasi I sebanyak 3 ekor. Menurut MacKinnon (2010), burung Wili-Wili (Esacus neglectus) umumnya berpasangan, memburu kepiting dan mangsa lain, serta takut terhadap manusia yang sedang berjalan. Apabila dibandingkan dengan lokasi II dan III, aktivitas manusia pada lokasi I terbilang sangat minim, sehingga membuat burung Wili-Wili (Esacus neglectus) hanya ditemukan pada lokasi I.
Lokasi III dengan nilai indeks dominansi paling rendah yaitu 0,06 dan burung air yang sering dijumpai pada lokasi ini yaitu burung Cekakak Sungai (Todiramphus chloris) dari famili Alcedinidae sebanyak 10 ekor, sedangkan burung air yang jarang dijumpai yaitu burung Kokokan Laut (Butorides striata) sebanyak satu ekor. Anggriana (2018) mengatakan bahwa burung yang hanya ditemukan pada satu atau beberapa habitat saja dimungkinkan karena jenis tersebut hanya mampu menempati tipe habitat tertentu atau dikarenakan jenis tersebut memiliki populasi yang cukup rendah. Selama periode penelitian, burung
Cekakak Sungai (Todiramphus chloris) sering dijumpai di tajuk atas vegetasi mangrove, hal ini sejalan dengan penelitian dari Kaban (2013), dimana burung Cekakak Sungai (Todiramphus chloris) memanfaatkan tajuk atas dengan aktivitas tertinggi yaitu bersuara. Selama periode penelitian tidak dijumpai burung air yang melakukan aktivitas mencari makan di lokasi III, melainkan hanya hinggap sementara di ranting mangrove lalu berpindah tempat. Hal ini disebabkan oleh air pasang selama periode penelitian yang menyebabkan lokasi III tergenang.
Sebagian kecil burung air yang terdapat di lokasi penelitian merupakan burung migran dan hampir seluruhnya berasal dari bumi bagian utara. Menurut Warmetan (2015), sebagian besar burung air melakukan migrasi dari lokasi berkembang biaknya di belahan bumi utara menuju belahan bumi selatan. Hal tersebut sebagai bentuk adaptasi untuk bertahan hidup saat di belahan bumi utara mengalami musim dingin yang ekstrim. Penyebaran burung migran pada beberapa rawa yang menjadi habitat burung air dapat dilakukan melalui bantuan air dan burung air (Reynolds et al., 2015).
-
3.2.3 Status Konservasi
Berdasarkan status konservasinya menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature) Red List, tercatat ada delapan jenis burung dengan status LC (Least Concern) yaitu Cangak Laut (Ardea sumatrana), Cangak Australia (Ardea novaehollandae), Cekakak Sungai (Todiramphuschloris), Cerek Asia (Charadrius veredus), Dara Laut Jambul Besar
(Thalasseus bergii), Kokokan Laut (Butorides striata), Kowak Malam Merah (Nycticorax caledonicus) dan Trinil Bedaran (Xenus cinereus). Pada kategori VU (Vulnerable) terdapat satu ekor dari famili
Ciconiidae yaitu Bangau Tong-Tong (Leptoptilos javanicus) dan pada kategori NT (Near Threatened) terdapat dua jenis yaitu Trinil Ekor Kelabu (Tringa brevipes) dari famili Scolopacidae dan Wili-Wili (Esacus neglectus) dari famili Burhinidae.
Burung air yang ditemukan di hutan mangrove Karang Sewu berjumlah 11 spesies, dari 7 famili dengan total individu sebanyak 181 ekor. Burung air yang sering dijumpai di hutan mangrove Karang Sewu adalah Trinil Bedaran (Xenus cinereus)
yang berasal dari famili Charadriidae, sedangkan burung air yang jarang dijumpai adalah burung Cangak Australia (Ardea novaehollandiae) dari famili Ardeidae.
Indeks keanekaragaman jenis di lokasi I yaitu 1,18 yang masuk pada kategori sedang dan lokasi II dengan kategori yang sama memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis 1,16, sedangkan pada lokasi III yaitu 0,64 masuk pada kategori rendah.
Semua jenis burung air yang ditemukan selama penelitian di hutan mangrove Karang Sewu termasuk dalam IUCN Red List dengan rincian 8 jenis di kategori Least Concern (LC) yaitu Cangak Laut (Ardea sumatrana), Cangak Australia (Ardea novaehollandae), Cekakak Sungai (Todiramphus chloris), Cerek Asia (Charadrius veredus), Dara Laut Jambul Besar (Thalasseus bergii), Kokokan Laut (Butorides striata), Kowak Malam Merah (Nycticorax caledonicus) dan Trinil Bedaran (Xenus cinereus). Satu jenis termasuk kategori Near Threatened (NT) yaitu Bangau Tong-Tong (Leptoptilos javanicus) dan dua jenis termasuk dalam kategori Vulnerable (VU) yaitu Trinil Ekor Kelabu (Tringa brevipes) dan Wili-Wili (Esacus neglectus). Hal ini menunjukkan bahwa Karang Sewu merupakan salah satu lokasi penting di Taman Nasional Bali Barat sebagai habitat burung air yang dilindungi, sehingga pengelolaannya perlu ditingkatkan sehingga tidak terjadinya penurunan kualitas habitat.
Ucapan terimakasih
Taman Nasional Bali Barat (TNBB) sebagai penyedia tempat penelitian, Pak Kuat Wahyudi sebagai pembimbing lapangan, dan Pak Bejan Adiyono sebagai pemandu lapangan.
Daftar Pustaka
Adelina, M., Harianto, S. P., dan Nurcahyani, N. (2016). Keanekaragaman jenis burung di hutan rakyat Pekon Kelungu Kecamatan Kotaagung Kabupaten Tanggamus. Jurnal Sylva Lestari, 4(2), 51-60.
Anggriana, P., Dewi, B. S., dan Winarno, G. D. (2018). Populasi dan pola sebaran burung Kuntul Besar (Egretta alba) di Lampung Mangrove Center. Jurnal Sylva Lestari, 6(3), 73-80
Firdaus, A. B., Setiawan, A. & Rustiati, E. L. (2014). Keanekaragaman spesies burung di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Sylva Lestari, 2(2), 1-6.
Hadinoto., Mulyadi, A. dan Siregar, Y. I. (2012). Keanekaragaman jenis burung di Hutan Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Lingkungan, 6(1), 25-42.
Hamzati, N. S., dan Aunurohim. (2013). Keanekaragaman burung di beberapa tipe habitat di Bentang Alam Mbeliling bagian barat, Flores. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2(2), 121-126.
Kaban, A., (2013). Keanekaragaman jenis burung air pada beberapa tipe tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Sains dan Teknologi, 1(1), 84-91.
MacKinnon, J. Philllips K, van Balen B. (2010). Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam). Bogor, Indonesia: Burung Indonesia.
Odum, E. P. (1983). Basic Ecology. Tokyo, Japan: Sounders College Publishing.
Odum, E. P. (1994). Basic ecology (3rd edition). Dalam Samingan, T., Srigandono, B., S. (Terj.), Yogyakarta, Indonesia: Universitas Gadjah Mada Press. (Buku asli diterbitkan 1993).
Reynolds, C., Miranda, N. A. & Cumming, G. S. 2015. The role of waterbirds in the dispersal of aquatic alien and invasive species. Journal Diversity and Distributions, 21, 744–754
Siregar, N. H., Perwitasari-Farajallah, D., dan Mulyani, Y. A. (2018). Pengaruh kehadiran burung pantai migran terhadap keberadaan burung pantai penetap di kawasan Tambak Wonorejo, Surabaya. Jurnal Education and Development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan, 6(2), 37-40.
Suriansyah, M., Setyawati, T. R., dan Yanti, A. H. (2016). Jenis-jenis burung air di hutan mangrove Kecamatan
Paloh, Kabupaten Sambas. Jurnal Protobiont, 5(3), 7781.
Sutedja, I.G.N.N., & Indrabrata, M. Y. (1992). Mengenal Lebih Dekat Satwa yang Dilindungi: Burung. Jakarta, Indonesia: Biro Hubungan Masyarakat, Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan.
Swastikaningrum, H., Hariyanto, S., & Irawan, B. (2012). Keanekaragaman jenis burung pada berbagai tipe pemanfaatan lahan di kawasan Muara Kali Lamong, perbatasan Surabaya-Gresik. Jurnal Hayati, 17, 131– 138.
Qiptiyah, M., Broto, B. W., dan Setiawan, H. (2013). Keragaman jenis burung pada kawasan mangrove di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 2(1), 41-50.
Tambunan, M. F., Nurdjali, B., dan Siahaan, S. (2016). Identifikasi jenis-jenis burung pantai yang bermigrasi di Tanjung Bunga Kecamatan Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Hutan Lestari, 4(4), 394400.
Warmetan, H., Kesaulija, F. F., dan Sadsoeitoeboen, B. M. G. (2015). Keragaman dan status konservasi jenis burung air di Danau Yamor. Jurnal Kehutanan Papuasia, 1(2), 99-107.
Widyasari, K. (2013). Kajian jenis-jenis burung di Desa Ngadas sebagai dasar perencanaan jalur pengamatan burung (Birdwatching). Journal of Indonesian Tourism and Developments Studies, 1(3), 108-114.
Winara, A. (2015). Keragaman jenis burung air di Taman Nasional Wasur, Merauke. Jurnal Hutan Tropis, 4(1), 8592.
Curr.Trends Aq. Sci. III(2): 45-51 (2020)
Discussion and feedback