Current Trends in Aquatic Science III(1), 62-68 (2020)

Perbandingan Struktur Komunitas Ophiuroidea pada Zona Intertidal di Perairan Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti, Badung, Bali

Debi Bunga Novitasari a*, I Wayan Arthana a, Endang Wulandari Suryaningtyas a

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-857-397-380-01

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 20 Desember 2019; disetujui (accepted) 24 Februari 2020

Abstract

This research was conducted in Segara Samuh Beach and Melasti Beach waters, Badung, Bali from January to March 2018. The purpose of this study was to determine the comparison of the Ophiuroidea community structure and determine the water physical chemistry we both beaches. The method used was descriptive quantitative method. In Segara Samuh Beach were found 5 species, while in Melasti Beach found 6 species. Ophiocoma schoenlenii is a species found only on Melasti Beach. Based on the calculation results, the total abundance of Segara Samuh Beach is 109.9 ind /m2 while Melasti Beach was 124.133 ind/m2. The diversity index value in Segara Samuh Beach was 1.604 while Melasti Beach was 1.687. Based on the Shannon-wienner diversity index criteria, the diversity of Ophiuroidea in the two coasts was classified as moderate diversity. The uniformity index value in Segara Samuh Beach was 0,997 while Melasti Beach was 0,941. Based on these values, Segara Samuh Beach and Melasti Beach are classified as high uniformity which refers to Odum (1971). The dominance index value in Segara Samuh Beach was 0,202 while in Melasti Beach is 0,194. Based on the criteria using Simpson dominance index (1949), the two coasts have a relatively low dominance value. Water quality measurements in Segara Samuh Beach waters ranged from 7,7 (pH), 29-30oC (temperature), 30 ppt (salinity), and 5,5-5,6 mg/ L (DO). While for Melasti beach waters ranged from 7,6 to 7,8 (pH), 27.8-28 oC (temperature), 28-28,8 ppt (salinity), and 5,4-5,9 mg/L (DO). The waters on both beaches are classified as optimal for Ophiuroidea growth. Substrate in both beaches where Ophiuroidea found are composed by rocky sand, sand, coral and coral fragments.

Keywords: Segara Samuh Beach; Melasti Beach; Community Structure; Ophiuroidea

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti, Badung, Bali pada bulan Januari hingga Maret 2018. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbandingan struktur komunitas Ophiuroidea dan mengetahui kondisi fisika kimia perairan pada kedua pantai tersebut. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Di Pantai Segara Samuh ditemukan 5 spesies, sedangkan di Pantai Melasti ditemukan 6 spesies. Ophiocoma schoenlenii merupakan spesies yang hanya ditemukan pada Pantai Melasti. Berdasarkan hasil perhitungan, Kelimpahan total pada Pantai Segara Samuh sebesar 109,9 ind/m2 sedangkan Pantai Melasti sebesar 124,133 ind/m2. Nilai indeks keanekaragaman pada Pantai Segara Samuh sebesar 1,604 sedangkan Pantai Melasti sebesar 1,687. Keanekaragaman Ophiuroidea kedua pantai tersebut tergolong keanekaragaman sedang. Nilai indeks keseragaman pada Pantai Segara Samuh sebesar 0,997 sedangkan Pantai Melasti sebesar 0,941. Berdasarkan nilai tersebut, Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti tergolong dalam keseragaman tinggi. Nilai indeks dominansi pada Pantai Segara Samuh sebesar 0,202 sedangkan pada Pantai Melasti sebesar 0,194. Kedua pantai tersebut memiliki nilai dominansi tergolong rendah. Hasil pengukuran kualitas air rata-rata di perairan Pantai Segara Samuh yaitu 7,7 (pH); 5,5-56 mg/L (DO); 30-30,8 ppt (salinitas); dan 29,6-30oC (suhu). Sementara untuk perairan pantai Melasti berkisar 7,5-7,7 (pH); 5,6-5,7 mg/L (DO); 29,3-30 ppt (salinitas); dan 29,6-30,5oC (suhu). Perairan pada kedua pantai tersebut tergolong optimal bagi pertumbuhan Ophiuroidea. Substrat pada kedua pantai dimana Ophiuroidea ditemukan berupa pasir berkarang, pasir, karang dan pecahan karang.

Kata Kunci: Pantai Segara Samuh; Pantai Melasti; Struktur Komunitas; Ophiuroidea

  • 1.    Pendahuluan

Bintang mengular (Ophiuroidea) merupakan salah satu filum dari kelompok Echinodermata. Ophiuroidea memiliki bentuk tubuh seperti bintang laut, simetri radial dan memiliki lima lengan seperti cambuk. Lengan-lengan Ophiuroidea bergerak fleksibel dan mudah patah bila dalam keadaan terancam. Hewan ini memiliki peran penting dalam rantai makanan, serta tergolong biota pemakan detritus, deposit feeders, dan suspension feeders (Aziz, 1991). Selain itu memiliki peranan yang lainnya yaitu sebagai pelindung karang dari pertumbuhan alga yang berlebihan. Oleh karena itu, Ophiuroidea merupakan salah satu bioindikator laut yang masih bersih.

Ophiuroidea memiliki sifat fototaksis negatif yang tidak terlalu menyukai cahaya. Hewan ini biasanya dapat ditemukan pada daerah zona intertidal. Zona intertidal adalah daerah pantai yang terletak di antara pasang tertinggi dan surut terendah. Daerah ini mewakili peralihan dari kondisi lautan ke kondisi daratan. Keberadaan Ophiuroidea di daerah ini untuk mencari makanan (feeding ground) dan tempat bersembunyi. Selain itu, zona ini juga ditemukan zonasi batu karang (coral reefs) dan batuan keras (bed rock) yang dimanfaatkan oleh Ophiuroidea sebagai tempat berlindung (Tran and Whited, 2004).

Salah satu perairan di kawasan pulau Bali yang memiliki zona intertidal adalah Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti. Pantai tersebut memiliki beragam jenis biota salah satunya adalah bintang mengular (Ophiuroidea). Akan tetapi kawasan Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti telah mengalami perkembangan dalam berbagai sektor salah satunya sebagai pariwisata. Secara kasat mata, kawasan perairan Pantai Melasti lebih baik dari Pantai Segara Samuh karena belum terdapat aktivitas yang dapat merusak perairan seperti water sport. Pantai Segara Samuh mengalami eksploitasi karena telah dimanfaatkan adanya aktivitas water sport, pembangunan hotel dan penangkapan ikan atau biota lainnya.

Berdasarkan hasil pengamatan dan informasi yang diperoleh di lapangan bahwa di Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti banyak ditemukan bintang mengular (Ophiuroidea). Akan tetapi, publikasi mengenai struktur komunitas Ophiuroidea di kedua wilayah ini belum ada. Oleh

karena itu, maka perlu dilakukan penelitian mengenai perbandingan struktur komunitas Ophiuroidea pada zona intertidal di Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi perairan di kawasan pantai tersebut.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif kuantitatif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan lokasi penelitian secara kuantitatif. Metode yang digunakan dalam pemilihan lokasi sampling adalah metode purposive sampling. Menurut Sugiyono (2010), metode purposive sampling ini merupakan teknik untuk menentukan stasiun penelitian dengan beberapa pertimbangan yang bertujuan agar data yang diperoleh bisa lebih representatif.

  • 2.1    Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di perairan Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari-Maret 2018. Setiap pantai memiliki 3 sub stasiun serta masing-masing sub stasiun memiliki 5 titik pengambilan ke arah tubir. Peta penelitian dan dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Pantai Segara Samuh

Lokasi Penelitian di Pantai Segara Samuh (Stasiun 1) meliputi 3 sub stasiun yaitu:

  • 1.    Sub stasiun 1, terletak pada kawasan padat dengan wisata air.

  • 2.    Sub stasiun 2, terletak pada kawasan pantai yang hanya digunakan sebagai tempat berenang dan jarang ada kapal yang menepi atau melintas pada daerah ini.

  • 3.    Sub stasiun 3, terletak pada bagian selatan yang digunakan sebagai tempat memancing.

    Gambar 2. Lokasi Penelitian di Pantai Melasti


Lokasi Penelitian di Pantai Melasti (Stasiun 2) meliputi 3 sub stasiun yaitu:

  • 1.    Sub stasiun 1, terletak sebelah barat dekat dengan anjungan.

  • 2.    Sub stasiun 2, terletak di tengah yang jarang adanya aktivitas berenang maupun memancing.

  • 3.    Sub stasiun 3, terletak di sebelah barat dengan kawasan yang dapat digunakan sebagai lokasi berenang.

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain yaitu GPS (Global Positioning System) (Garmin 73), pH pen (Lutron PH-222 Meter), DO meter (Lutron DO-5509), thermometer, refraktometer (Master-PM Atago), transek kuadrat 1x1m, meteran gulung, penggaris, pipet tetes, kertas label, kantong plastik, nampan, tissue, botol sampel, kamera, alat tulis, dan buku identifikasi Monograph of Shallow-Water Indo-West Pasific Echinoderm oleh Clark dan Rowe (1971). Sedangkan bahan yang digunakan yaitu alkohol 70%, aquades, sampel kualitas air, dan sampel penelitian Ophiuroidea.

  • 2.3    Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu pengambilan sampel Ophiuroidea dan pengukuran kualitas air. Pengambilan sampel Ophiuroidea menggunakan transek kuadran ukuran 1m x 1m yang diletakkan pada titik yang sudah ditentukan. Selanjutnya diambil Ophiuroidea beberapa untuk identifikasi dan dihitung jumlahnya. Ophiuroidea yang diambil akan diletakkan dalam wadah dan diawetkan dengan alkohol 70%.

Parameter kualitas air yang diukur terdiri dari pH, suhu, salinitas, dan DO (Dissolved Oxygen) diukur secara in-situ. Pengamatan substrat

dilakukan secara visual. Alat dan metode pengukuran kualitas air disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1

Pengukuran parameter kualitas perairan.

Parameter

Satuan

Alat/metode

Lokasi

FISIKA

Suhu

0C

Thermometer

In situ

Salinitas

KIMIA

ppt

Refraktometer

In situ

pH

pH meter

In situ

DO

mg/LDoO meter

In situ

2.4 Analisis Data

  • 2.4.1    Kelimpahan Ophiuroidea

Kelimpahan Ophiuroidea dihitung persamaan (Brower dan Zar, 1977).

dengan



(1)

dimana D adalah kelimpahan individu (ind/ m2); ni adalah jumlah individu jenis ke-i; dan A adalah luas area plot pengamatan contoh (m2).

  • 2.4.2    Indeks Keanekaragaman

Keanekaragaman Ophiuroidea dihitung dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener (Krebs, 1978).

H’ = - ∑ - ln

N N

(2)


dimana H’ adalah indeks keanekaragaman; N adalah jumlah total individu; dan ni adalah jumlah individu.

Kriteria indeks keanekaragaman Shannon

Wiener (Odum, 1993) yaitu sebagai berikut:

H’ < 1         : Keanekaragaman rendah

1 < H’< 3      : Keanekaragaman sedang

H ’> 3         : Keanekaragaman tinggi

  • 2.4.3    Indeks Keseragaman

Keseragaman Ophiuroidea dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1971)

Hmax                             (3)

dimana E adalah Indeks keseragaman; H’ adalah Indeks keanekaragaman; dan Hmax adalah keanekaragaman maksimum.

Nilai tolak ukur indeks keseragaman: E ≤ 0,4         : Keseragaman jenis rendah

0,4 < E < 0,6    : Keseragaman jenis sedang

E ≥ 0,6         : Keseragaman jenis tinggi

  • 2.4.4    Indeks Dominansi

Indeks dominansi berdasarkan jumlah individu jenis digunkan untuk melihat tingkat dominansi kelompok biota tertentu. Rumus yang digunakan yaitu (Simpson, 1949 dalam Odum, 1971):

C = ∑B 2                         (4)

dimana C adalah Indeks Dominansi; ni adalah jumlah individu jenis ke-I; N adalah total individu. Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1 dengan ketentuan:

C mendekati 0  :  tidak ada spesies yang

mendominansi

C mendekati 1 : ada spesies yang mendominansi

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Kelimpahan Jenis Ophiuroidea

Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti memiliki 3 sub stasiun dan pengambilan sampel di masing-masing sub stasiun dilakukan sebanyak empat kali. Kelimpahan jenis Ophiuroidea tertinggi pada Pantai Segara Samuh yaitu Ophiarachna incrassata dan Ophiocoma erinaceus sebesar 24,4 ind/m2. Sedangkan    kelimpahan    terendah    yaitu

Macrophiothrix longipeda sebesar 19,2  ind/m2.

Kelimpahan total Ophiuroidea pada Pantai Segara Samuh sebesar 109,9 ind/m2. Berdasarkan dari spesies yang didapatkan di lapangan, kebanyakan spesies yang ditemukan dari genus Ophiocoma. Hal ini diduga karena genus Ophiocoma yang berkembang biak pada habitat yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Oak and Schiebling (2006) yang menyatakan bahwa spesies dari genus Ophiocoma merupakan spesies yang paling melimpah di antara Ophiuroidea yang lain pada zona intertidal. Spesies Macrophiothrix longipeda ditemukan pada daerah yang mayoritas berpasir dan berbatu atau pecahan karang. Menurut Chinn (2006), spesies Macrophiothrix longipeda banyak ditemukan di wilayah substrat batu berpasir hal itu dipertegas oleh penelitian Setiawan (2018) yang menyatakan

bahwa preferensi habitat Macrophiothrix longipeda adalah di area batu berpasir dan spesies tersebut memiliki lengan yang panjang sehingga dapat berlindung dari arus keras. Kelimpahan jenis Ophiuroidea pada Pantai Segara Samuh dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kelimpahan Jenis Ophiuroidea pada Pantai Segara Samuh

Pada Pantai Melasti kelimpahan tertinggi yaitu Ophiocoma scolopendrina sebesar 28,3 ind/m2. Sedangkan kelimpahan terendah yaitu Ophiocoma schoenleinii sebesar 4,3 ind/m2. Kelimpahan total Ophiuroidea pada Pantai Melasti sebesar 124,133 ind/m2. Rendahnya kelimpahan spesies Ophiocoma schoenleinii karena spesies tersebut ketika ditemukan cenderung individual sehingga spesies tersebut ditemukan sedikit. Kelimpahan jenis Ophiuroidea pada Pantai Melasti dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kelimpahan Jenis Ophiuroidea pada Pantai Melasti

Kelimpahan total Ophiuroidea pada Pantai Segara Samuh lebih rendah dibandingkan dengan Pantai Melasti karena spesies yang ditemukan

pada Pantai Segara Samuh lebih sedikit dibandingan dengan Pantai Melasti. Perubahan nilai pH di suatu perairan akan mempengaruhi kehidupan biota karena tiap biota memiliki batasan tertentu terhadap nilai pH yang bervariasi (Simanjuntak, 2012). Hasil pengukuran nilai rata-rata pH pada Pantai Segara Samuh yaiu 7,7 sedangkan pada Pantai Melasti berkisar antara 7,57.7. Kisaran pH 7-8 masih tergolong baik untuk Ophiuroidea (Ruswahyuni, 2014). Hasil nilai rata-rata pH tersebut sesuai dengan Pergub Bali No. 16 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa pH optimal untuk biota laut yaitu 7-8,5. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti memiliki nilai pH yang tergolong normal bagi kehidupan Ophiuroidea.

  • 3.2    Indeks Keanekaragaman Ophiuroidea

Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengukur kelimpahan komunitas berdasarkan jumlah individu dari setiap spesies pada suatu lokasi. Nilai keanekaragaman pada Pantai Segara Samuh sebesar 1,604, sedangkan nilai keanekaragaman pada Pantai Melasti sebesar 1,687 (Gambar 5). Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-wienner, Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti tergolong dalam keanekaragaman sedang. Akan tetapi nilai indeks keanekaragaman Pantai Segara Samuh lebih rendah dibandingan dengan Pantai Melasti. Tinggi rendahnya indeks keanekaragaman dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah jenis atau individu yang didapatkan, adanya beberapa jenis yang ditemukan dalam jumlah melimpah, homogenitas substrat dan kondisi ekosistem sebagai habitat fauna perairan.

Habitat pada Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti terdiri dari pecahan karang, adanya lamun serta alga. Hal ini mengacu pada pernyataan Susetiono (2007), menyatakan bahwa Ophioroidea dapat berasosiasi dengan lamun, alga, dan ekosistem karang. Nilai rata-rata DO pada Segara Samuh berkisar antara 5,5-5,6 mg/L sedangkan pada Pantai Melasti berkisar antara 5,6-5,7 mg/L. Menurut Effendi (2003), kandungan oksigen terlarut dengan nilai lebih dari 5 mg/L dapat dikatakan baik untuk organisme. Hal ini juga mengacu pada Pergub Bali No. 16 Tahun 2016 nilai DO >5 mg/L masih tergoolong optimal untuk kehidupan biota laut. Kandungan DO yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan oksigen bagi

organisme perairan untuk melakukan metabolisme dan respirasi.

Indeks Keanekaragaman

Gambar 5. Indeks Keanekaragaman Ophiuroidea

  • 3.3    Indeks Keseragaman Ophiuroidea

Nilai keseragaman menunjukkan pola persebaran jumlah individu antar spesies dalam satu komunitas. Nilai keseragaman pada Pantai Segara Samuh sebesar 0,997 dan pada Pantai Melasti sebesar 0,941 (Gambar 6). Berdasarkan indeks keseragaman Odum, pada Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti tergolong dalam keseragaman tinggi. Menurut Nurfajriah (2014), nilai indeks keseragaman jenis menggambarkan keseimbangan suatu komunitas, semakin merata penyebaran individu antar jenis maka keseimbangan ekosistem semakin meningkat. Penyebaran spesies pada kedua pantai hampir sama, akan tetapi spesies Ophiocoma schoenleinii hanya ditemukan pada Pantai Melasti. Hal ini diduga karena adanya perbedaan karakteristik substrat dan spesies Ophiocoma schoenleinii cenderung individual. Menurut Setiawan (2018), Ophiocoma schoenleinii cenderung individual ketika ditemukan dan pemilihan habitat yang spesifik didaerah area yang masih tergenang air pada saat surut sehingga memiliki penyebaran yang sempit.

Nilai rata-rata salinitas pada Pantai Segara Samuh berkisar antara 30-30,8 ppt sedangkan pada Pantai Melasti berkisar antara 29,3-30 ppt. hasil pengukuran tersebut berada dibawah baku mutu untuk biota laut menurut Pergub Bali No. 16 Tahun 2016 akan tetapi hasil penguran tersebut tidak terlalu beda jauh dengan baku mutu sehingga salinitas tersebut masih dapat ditoleransi oleh biota laut. Menurut Ruswahyuni (2014), Ophiuroidea merupakan hewan yang memiliki toleransi salinitas yang sempit (stenohalin).

1.010

1.000

0.990

0.960

0.950

0.940

0.930

0.920

0.910

Gambar 6. Indeks Keseragaman Ophiuroidea


Indeks Dominansi

0.204 -------------------------------------------------

0.202

∩ 7∩∩

U. 170

0 196

∏ IQl .

0.1

94

0 192

I

Pantai Segara Samuh     Fantai Melasti

Gambar 7. Indeks Dominansi Ophiuroidea


  • 3.4    Indeks Dominansi Ophiuroidea

Nilai dominansi pada Pantai Segara Samuh sebesar 0,202 sedangkan Pantai Melasti sebesar 0,194 (Gambar 7). Berdasarkan kriteria Odum (1971) jika nilai dominansi mendekati 0 berarti tidak ada spesies yang mendominasi, jika dilihat nilai dominansi Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti nilainya mendekati 0 yang artinya pada masing-masing pantai tidak ada spesies Ophiuroidea yang mendominasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aziz (2015) bahwa jika dominansi lebih terkonsentrasi pada satu spesies, nilai indeks dominansi akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominansi secara bersama-sama maka nilai indeks dominansi akan rendah. Anggota komunitas Ophiuroidea yang ditemukan pada Pantai Segara Samuh dan Pantai Melasti memiiki strategi berbagai habitat. Menurut Yusron (2010), strategi ini dapat muncul dalam berbagai bentuk pemilihan area yang spesifik yang ditunjukkan melalui sebaran lokal pola makan dan cara untuk bertahan hidup. Ophiocoma erinaceus dan Ophiocoma scolopendrina sering ditemukan didaerah celah-celah karang atau pecahan karang dan bersembunyi di area alga coklat. Nilai rata-rata suhu pada Pantai Segara Samuh berkisar antara 29,6-30 oC sedangkan pada Pantai Melasti berkisar antara 29,6-30,5 oC. kisaran tersebut memiliki kisaran yang tidak terlalu jauh berbeda. Kisaran suhu optimal di perairan tropis yaitu berkisar antara 28-31 oC. Hal ini sesuai dengan Pergub Bali No.16 Tahun 2016, nilai suhu optimal untuk biota laut berkisar antara 28-30 oC.

  • 4.    Simpulan

Kelimpahan jenis tertinggi pada Pantai Segara Samuh adalah Ophiarachna incrassata dan Ophiocoma erinaceus sedangkan kelimpahan terendah    yaitu Macrophiothrix    longipeda.

Kelimpahan tertinggi pada Pantai Melasti yaitu Ophiocoma scolopendrina, sedangkan kelimpahan terendah ialah Ophiocoma schoenleinii. Indeks keanekaragaman pada Pantai Segara Samuh lebih rendah disbanding kan dengan Pantai melasti akan tetapi nilai indeks tersebut menunjukkan bahwa dalam kategori sedang. Indeks keseragaman pada Pantai Segara Samuh lebih tinggi daripada Pantai Melasti akan tetapi kedua pantai tersebut menunjukkan bahwa dalam kategori keseragaman yang tinggi. Indeks dominansi pada Pantai Segara Samuh lebih tinggi dibandingkan dengan Pantai Melasti akan tetapi kedua pantai tersebut tidak menunjukkan bahwa adanya pendominansian.

Ucapan terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Manik, Erna, Habibah dan teman-teman yang telah membantu dalam penelitian salama ini.

Daftar Pstaka

Aziz, D. R. (2015). Perbedaan Kelimpahan Bintang Mengular (Ophiuroidea) pada Daerah Teluk dan Lepas Pantai pada Perairan Pantai Krakal Gunung Kidul. Journal of Maquares, 3(4), 51-57.

Brower, J., & Zar J. H. (1977). Field and laboratory methods for general ecology. Iowa, USA: Wm. C. Brown Publishers.

Chinn, S. (2006). Habitat distribution and comparison of brittle star (Echinodermata:  Ophiuroidea) arm

regeneration on Moorea, French Polynesia. Biology and Geomorphology of Tropical Islands, 12, 1-11.

Clark, A. M., & Rowe, F. W. E. (1971). Monograph of shallow-water Indo West Pasific Echinoderms. London, UK: Trustees of the British Museum.

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.

Krebs. (1978). Ecology the experimental analysis of distribution and abundance (3rd edition). New York, USA: Harper and Row Distribution.

Nurfajriah, D. (2014). Struktur Komunitas Echinodermata di Daerah Budidaya Karang Hias Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Skripsi. Bogor, Indonesia: Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Oak, T., & Scheibling, R. E. (2006). Tidal activity pattern and feeding behavior of the Ophiuroid Ophiocoma scolopendrina on a Kenyan Reef Flat. Coral Reefs, 25, 213–222.

Odum, E.P. (1971). Fundamental of ecology. Philladelphia, USA: W.B Sounders Company.

Odum, E.P. (1993). Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta, Indonesia: Gajah Mada University Press.

Pergub. Bali. (2016). Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria

Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Bali, Indonesia: Pemerintah Provinsi Bali.

Ruswahyuni, W. N. (2014). Kelimpahan Bintang Mengular (Ophiuroidea) di Perairan Pantai Sundak dan Pantai Kukup Kabupaten Gunung kidul Yogyakarta. Journal of Maquares, 3(4), 51-57.

Setiawan, R. (2018). Preferensi Habitat Spesies Ophiuroidea di Zona Intertidal Pantai Pancur Taman Nasional Alas Purwo. Jurnal Kelautan, 11(2), 152-163.

Simanjuntak, M. (2012) Kualitas Air Ditinjau dari Aspek Zat Hara, Oksigen Terlarut dan pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 4, 290-303.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung, Indonesia: Alfabet.

Susetiono. (2007). Lamun dan Fauna Teluk Kuta, Pulau Lombok. Jakarta, Indonesia:  Pusat Penelitian

Oseanografi-LIPI 99 hal.

Tran, J. K., & Whited, B. (2004). Pattern of Distribution of Three Brittle star Species (Echinodermata: Ophiuroidea) on Coral Reefs. Discovery Bay, 1, 177180.

Yusron, E. (2010). Keanekaragaman Jenis Ophiuroidea (Bintang Mengular) di Perairan Wori, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Makara Sains, 14, 75-78.

Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 62-68 (2020)