Current Trends in Aquatic Science III(1), 69-75 (2020)

Komperatif Studi Pertumbuhan Terumbu Karang Jenis Acropora, Montipora dan Stylophora dengan Teknik Transplantasi di Perairan Pantai Serangan Denpasar, Bali

Pande Adhitya Prabhuwinata Putra a*, I Wayan Restu a, Ni Made Ernawati a

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-857-3745-3882

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 11 Desember 2019; disetujui (accepted) 28 Februari 2020

Abstract

Coral transplantation is one way to rehabilitate corals. Coral transplantation is a new coral planting technique used the fragmentation method. This study aimed to determine the differences in growth of genus Acropora, Montipora and Stylophora. This research was conducted in 3 months, held in April to June 2018 at the coast of Serangan beach, Denpasar, Bali. Coral growth was measured every 2 weeks using a calipers. Observation of growth in coral fragments was done by measuring the growth dimensions which consist of coral width and coral height. The results showed that the coral genus Montipora had the highest growth rate of 1.40 cm, then Acropora with a growth rate of 1.30 cm and Stylophora with growth rate of 1.00 cm. The highest of coral width growth was also the genus Montipora of 1.85 cm, then Stylophora with a value of 1.46 cm and the lowest was the genus Acropora with a value of 1.29 cm. The survival rate of coral during the study showed that corals could survive in the first 4 weeks and it was being declined in 2 weeks subsequent studies. The final results showed that Acropora and Stylophora had the highest survival rate of 90% and Montipora corals had the lowest survival rate of 83.3%.

Keywords: coral transplantation; Acropora; Montipora; Stylophora; growth; Serangan Beach

Abstrak

Transplantasi karang merupakan salah satu cara merehabilitasi karang berupa suatu teknik penanaman karang baru dengan metode fragmentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan karang genus Acropora, Montipora dan Stylophora yang dilakukan selama 3 bulan, yaitu pada bulan April hingga Juni 2018.Pertumbuhan karang diukur setiap 2 minggu sekali dengan menggunakan alat jangka sorong. Pengamatan pertumbuhan pada fragmen karang dilakukan dengan mengukur dimensi pertumbuhan yang terdiri dari pertambahan lebar dan tinggi karang. Hasil penelitian menunjukan bahwa karang genus Montipora memiliki tingkat pertumbuhan paling tinggi sebesar 1,40 cm kemudian Acropora dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,30 cm dan Stylophora sebesar 1,00 cm. Pertumbuhan lebar karang tertinggi adalah dari genus Montipora sebesar 1,85 cm, Stylophora dengan nilai 1,46 cm dan yang terendah genus Acropora dengan nilai 1,29 cm. Tingkat kelangsungan hidup karang selama penelitian menunjukan karang dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan mulai mengalami penurunan pada 2 minggu penelitian berikutnya. Secara keseluruhan karang genus Acropora dan Stylopora memiliki tingkat kelangsungan hidup tertinggi yaitu 90 %, sedangkan karang genus Montipora memiliki tingkat kelangsungan hidup terendah yaitu 83,3%.

Kata Kunci: transplantasi karang; Acropora; Montipora; Stylophora; pertumbuhan; Perairan Pantai Serangan

  • 1.    Pendahuluan

Terumbu karang merupakan struktur dasar dari lautan yang terdiri dari CaCO₃ yang dihasilkan oleh hewan karang, sedangkan hewan karang

adalah hewan yang tidak bertulang belakang termasuk dalam filum Coelenterata. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai

harganya. Kepulauan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia, disebut sebagai ‘center of biodiversity’, dan merupakan ‘key of marine area’ atau ‘the heart of coral triangle’. Namun di balik kebanggaan potensi, nilai dan manfaat ekosistem terumbu karang yang strategis; kuantitas (luasan) dan kualitasnya dari tahun ke tahun merosot tajam (The Nature Conservancy, 2004; Tun et al 2008).

Terumbu karang memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Secara ekologis, terumbu karang berperan dalam melindungi pantai dari hempasan ombak dan arus kuat, terumbu karang juga berfungsi sebagai habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan serta pemijahan bagi biota laut. Terumbu karang dapat dimanfaatkan secara ekonomi sebagai sumber habitat ikan yang menjadi sumber penangkapan nelayan tradisional. Terumbu karang juga memiliki daya tarik untuk wisata bahari sebagai nilai tambah bagi penghasilan masyarakat lokal seperti kegiatan wisata snorkeling dan diving. Ikan hias yang hidup pada habitat terumbu karang memiliki nilai ekonomis tinggi yang dapat dimanfaatkan masyarakat lokal. Terumbu karang di bagian barat Indonesia dengan kondisi yang baik atau sangat baik (tutupan karang lebih dari 50%) hanya sekitar 23%, sementara bagian timur sekitar 45% (Burke et al., 2002 dalam Soedharma dan Subhan, 2007). Penutupan karang keras di Kepulauan Seribu dari tahun 2004 (32,9%) ke 2005 (33,2%). Luasan terumbu karang pada Kepulauan Seribu yaitu sebesar 1,41 km².

Kondisi terumbu karang pada Kepulauan Seribu pada tahun 2017 berdasarkan 4 kepulauan yaitu Pulau Hantu Barat dikategorikan dalam kondisi sedang dengan persentase penutupan karang hidup sebesar 33,62 %. Pada Pulau Hantu Timur kondisi terumubu karangnya termasuk dalam kategori sedang dengan persentase penutupan karang hidup sebesar 31,40 %. Kondisi terumbu karang dengan kategori baik yang memiliki persentase penutupan karang hidup sebesar 50,42 % berada pada Pulau Gosong Hantu Barat. Pulau Papatheo memiliki kondisi terumbu karang dengan kategori rusak yang memiliki persentase penutupan karang hidup sebesar 16,31% (Retno et al., 2017).

Restorasi biologis sebaiknya selalu dipertimbangkan terutama dalam hal pengembalian kondisi lingkungan secara keseluruhan baik aspek fisik, biotik, manusia

hingga pengelolaan, seperti transplantasi karang atau biota lainnya. Contoh untuk yang pertama dapat berupa pengelolaan untuk mengurangi tekanan akibat perikanan, limpasan sedimen, atau masuknya limbah. Dengan demikian restorasi biologis secara pasif dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan pengelolaan pesisir yang dapat mengurangi tekanan antropogenik terhadap ekosistem terumbu karang (Pickering et al., 1999).

Soedharma dan Subhan (2007) menyatakan bahwa banyak metode rehabilitasi yang telah dilakukan untuk memperbaiki kondisi terumbu karang Indonesia, seperti rockpile, biorock, ecoreef, reefball, dan transplantasi karang. Pada saat ini metode yang cukup banyak dilakukan adalah metode transplantasi karang. Transplantasi karang merupakan suatu teknik penanaman karang baru dengan metode fragmentasi, dimana benih karang diambil dari suatu induk koloni tertentu (Soedharma dan Arafat, 2007). Transplantasi karang berperan sebagai katalis untuk pemulihan dengan meningkatkan tutupan karang hidup dan kompleksitas topografi pada terumbu karang (Sabater dan Yap, 2002). Salah satu kegunaan transplantasi karang yang cukup penting adalah dapat menambah karang dewasa ke dalam suatu populasi, sehingga dapat meningkatkan produksi larva di ekosistem terumbu karang yang rusak.

Perairan Pulau Serangan termasuk pada ekosistem pesisir yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas manusia, antara lain kegiatan pariwisata, pemukiman penduduk, dan perikanan budidaya. Salah satu kegiatan perikanan budidaya di Pulau Serangan adalah kegiatan budidaya karang dengan teknik transplantasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan (tinggi dan lebar atau diameter) karang jenis Acropora, Montipora dan Stylophora.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2018 di perairan Pantai Serangan Denpasar, Bali. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan setiap 2 minggu sekali atau sebanyak 5 kali dalam 3 bulan.

Lokasi pengamatan dilakukan di perairan Pantai Serangan, Bali. Stasiun pengamatan berada pada sebelah timur laut pulau. Lokasi penanaman berada sekitar 100 m dari bibir pantai dengan kedalaman ± 1 m saat surut dan ± 2 m ketika pasang. Perairan Pantai Serangan memiliki substrat yang berpasir.

Gambar 1. Peta Penelitian

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat yang digunakan saat penelitian yaitu peralatan snorkeling, kamera, kabak, pensil, GPS, penggaris, jangka sorong, termometer, current meter, refraktometer, secchi disk. Bahan yang diperlukan untuk penelitian adalah fragmen karang dan semen.

  • 2.3    Metode Penelitian

dan Stylophora. Ketiga spesies karang pada penelitian ini memiliki ukuran yang seragam agar dapat membandingkan perbedaan pertumbuhan ketiga jenis karang tersebut. Karang yang sudah di transplantasi nantinya akan diletakan pada meja yang sudah tersedia (Gambar 2). Masing-masing karang akan diletakan pada meja dengan jarak ±15 cm, hal ini dilakukan untuk mencegah karang bersentuhan satu sama lain yang menyebabkan kematian karang. Proses penanaman fragmen karang pada substrat dengan cara menempelkan fragmen karang pada lubang substrat yang telah di isi dengan adukan tersebut.

Gambar 3. Transplantasi Karang

Pengamatan pertumbuhan pada fragmen karang dilakukan dengan mengukur dimensi perubahan yang terdiri dari pertambahan panjang (panjang yang terpanjang) dan pertambahan tinggi (tinggi yang tertinggi) fragmen karang dengan menggunakan jangka sorong (Gambar 4).

Pembuatan substrat menggunakan bahan semen dan air yang diaduk, kemudian diletakan kedalam cetakan diameter untuk menyesuaikan dengan ukuran substrat yang akan dibuat. Meja transplantasi terbuat dari besi berbentuk persegi panjang dengan ukuran 2 x 1 m dengan tinggi 0,5 m. Pada meja tersebut di letakkan rak sebagai tempat untuk meletakkan substrat semen. Pada meja transplantasi di isi 3 jenis karang berbeda yang masing-masing berjumlah 30 buah.

Gambar 4. Pengukuran Fragmen Karang yang ditransplantasikan


Gambar 2. Meja untuk transplantasi karang


2.4 Analisis Data


Pengukuran pertumbuhan tinggi dan lebar karang dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan menggunakan jangka sorong (caliper) dan/atau penggaris di dalam air. Untuk menghitung pencapaian pertumbuhan mutlak tinggi dan lebar karang transplantasi dari data hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan rumus:

Fragmen karang yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Genus Acropora, Montipora

βL = Lt – Lo

(1)




Gambar 5. Pertumbuhan Tinggi Karang


Dimana β adalah pertumbuhan panjang/ tinggi/ cabang fragmen karang, Lt adalah rata-rata panjang/ tinggi/ jumlah cabang fragmen karang pada akhir penelitian, Lo adalah Rata-rata panjang/ tinggi/ jumlah cabang fragmen karang pada awal penelitian.

Untuk mengetahui laju pertumbuhan karang yang ditransplantasikan setiap 2 minggu, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Sadarun, 1999):

a =


^i+ι -^i τi+1-τi


(2)


Dimana A adalah laju pertumbuhan tinggi atau lebar fragmen, Li+1 adalah tinggi atau lebar fragmen pada waktu ke i+1, Li adalah tinggi atau lebar fragmen pada waktu ke I, Ti+1 adalah waktu ke i+1, dan Ti adalah waktu ke i.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Kondisi Lingkungan

Data hasil penelitian kualitas air dilokasi penelitian memiliki karakteristik suhu sebesar 26,6°C-27,8°C, salinitas sebesar 33-35 ppt, kecepatan arus sebesar 0,1-0,2 m/s, pH sebesar 32,22 hingga 34,23, kekeruhan 3,92 hingga 10,04 NTU, dan kecerahan perairan sebesar 100% disetiap penelitiannya.

  • 3.2    Pertumbuhan Total Tinggi dan Lebar Karang

Pengamatan pertumbuhan karang dilakukan 2 pengamatan sekali selama 3 bulan dengan total 5 kali hasil pengamatan. Hasil rata-rata pertumbuhan karang panjang atau tinggi dan lebar atau diameter yang dihitung selama 3 bulan dapat dilihat pada gambar 5 dan gambar 6.

Hasil pengukuran pertambahan tinggi karang transplantasi menunjukan pertambahan setiap pengamatan (Gambar 5). Pertumbuhan tinggi karang yang menunjukan peningkatan pertumbuhan tertinggi yaitu karang dengan genus Montipora dimana pertumbuhan rata-ratanya sebesar 1,40 cm, genus Acropora sebesar 1,30 cm dan 1,00 cm untuk pertumbuhan genus Stylophora.

Hasil pengukuran pertumbuhan lebar karang transplan menunjukan hasil yang sedikit berbeda dimana urutan tertinggi tetap pada karang genus Montipora dimana menunjukan lebar rata-rata sebesar 1,85 cm, lalu Stylophora dengam rata-rata sebesar 1,46 cm dan Acropora sebesar 1,29 cm.

Dimensi pertumbuhan yang diukur adalah tinggi dan lebar fragmen karang yang di transplantasikan. Pertumbuhan yang terjadi baik tinggi dan lebar akan berbeda-beda tergantung pada jenis karang, bentuk koloni dan percabangannya, ukuran fragmen awal, kondisi lingkungan perairan dan sifat pertumbuhan dari masing-masing spesies. Pengaruh dari berbagai faktor tersebut akan memberikan respon yang berbeda terhadap tingkah laku pertumbuhan koloni. Adanya perbedaan pertumbuhan pada karang menyebabkan terjadinya bentuk morfologi yang berbeda-beda. Suatu jenis karang dari genus yang sama dapat mempunyai bentuk pertumbuhan yang berbeda-beda. Satu jenis yang sama tetapi menempati area yang berbeda akan



daerah tranplantasi karang pada daerah yang dangkal. Hal ini sesuai menurut Simanjuntak (2012) pola pertumbuhan karang Acropora dan Montipora yang cenderung melebar diduga karena intensisitas cahaya yang cukup dan lokasi transplantasi karang yang dangkal yang berkisar 3 meter sehingga untuk mendapatkan jumlah asupan cahaya matahari yaitu maksimal, maka karang berusaha untuk memperluas jaringannya.

Lokasi penelitian yang berada pada zona intertidal, yaitu zona perairan yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Diduga bahwa pasang surut dapat mempengaruhi pertumbuhan karang. Daerah yang memiliki gelombang yang cukup kuat bagian ujung sebelah luar terumbu akan membentuk karang massif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang datar. Berdasarkan hal tersebut, maka pengaruh yang diberikan oleh adanya pasang surut air laut serta adanya arus dan gelombang menyebabkan perumbuhan karang cenderung melebar.

3.3 Pertambahan Laju Pertumbuhan

Gambar 6. Pertumbuhan Lebar Karang


mempunyai bentuk morfologi yang berbeda pula (Veron, 1986 in Pratama, 2005).

Pertumbuhan tinggi karang yang menunjukan peningkatan pertumbuhan tertinggi yaitu karang dengan genus Montipora dimana pertumbuhan rata-ratanya sebesar 1,40 cm, genus Acropora sebesar 1,30 cm dan 1,00 cm untuk pertumbuhan genus Stylophora. Sedangkan pertumbuhan lebar karang transplan menunjukan hasil yang sedikit berbeda dimana urutan tertinggi tetap pada karang genus Montipora dimana menunjukan lebar rata-rata sebesar 1,85 cm, lalu Stylophora dengam rata-rata sebesar 1,46 cm dan Acropora sebesar 1,29 cm. Berdasarkan hasil yang diperoleh pertumbuhan lebar fragmen cenderung lebih besar dibandingkan tinggi fragmen. Pertumbuhan yang cenderung melebar diduga disebabkan oleh

Laju pertumbuhan karang yang dihitung 2 minggu sekali memiliki hasil pertumbuhan yang berbeda setiap genusnya. Laju pertumbuhan karang ketiga genus tersebut dapat dilihat pada gambar 7 dan gambar 8

Gambar 7. Laju Perumbuhan Tinggi Karang Genus Acropora(W), Montipora ( ), Stylophora(^)


Pertumbuhan ketiga Genus pada semua pengamatan mengalami peningkatan tiap minggunya. Genus Acropora memiliki nilai tinggi 2,75 cm pada minggu pertama dan 5,79 cm pada pengamatan akhir. Genus Montipora memiliki nilai tinggi awal 3,03 cm dan 6,33 cm pada pengamatan akhir serta merupakan Genus dengan nilai pertumbuhan tinggi tertinggi. Genus Stylophora memiliki nilai 2,39 cm pada minggu

pertama pengamatan dan 4,04 cm pada minggu terakhir pengamatan, dimana Genus ini yang memiliki tingkat pertumbuhan terendah.

Gambar 8. Laju Pertumbuhan Lebar Karang Genus

Acropora(K), Montipora (), Stylophora(K/ )

Pertumbuhan Lebar ketiga Genus mengalami peningkatan pada semua pengamatan. Minggu pertama pengamatan lebar Acropora mendapat nilai sebesar 3,41 cm dan 6,88 cm pada pengamatan minggu terakhir. Genus Montipora memiliki nilai lebar sebesar 4,06 pada pengamatan pertama dan 8,38 cm pada minggu terakhir pengamatan. Genus stylophora memiliki nilai lebar sebesar 3,44 cm pada minggu pertama pengamatan dan 6,94 cm pada minggu terakhir. Pengamatan pertumbuhan lebar tertinggi adalah Genus Montipora dan yang terendah adalah Genus Acropora.

Genus Acropora memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi yaitu sebesar 4,05 cm/minggu, dan 4,90 cm/minggu untuk pertumbuhan lebar sedangkan untuk genus Montipora rata-rata pertumbuhan lebar cenderung lebih besar dari pada tinggi, dimana rata-rata tinggi karang genus Montipora adalah 4,47 cm/minggu dan 5,96 cm/minggu untuk lebar karang. Rata-rata laju pertumbuhan tinggi Stylophora adalah 3,61 cm/minggu dan 4,98 cm/minggu untuk rata-rata laju pertumbuhan lebar karang. Rata-rata laju pertumbuhan karang selama 5 kali pengamatan dapat dilihat pada gambar 9.

Rata-rata laju pertumbuhan untuk lebar dan tinggi karang yaitu tertinggi pada karang jenis Montipora, ini disebabkan karena karakteristik Montipora dengan bentuk pertumbuhan berupa lembaran sehingga intensitas cahaya yang diperoleh menjadi lebih besar (Suharsono, 2008).

Hal ini juga berhubungan dengan laju kalsifikasi karang dimana pertumbuhan kearah atas maka semakin besar intensitas cahaya yang

masuk. Zooxanthellae dalam jaringan karang meningkatkan kemampuan untuk melakukan fotosintesis sehingga kalsifikasi struktur untuk perkembangan semakin cepat. Genus Montipora biasanya ditemukan pada perairan dangkal yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang diperolehnya dengan bentuk koloni berupa lembaran.

Rata-rata laju pertumbuhan untuk tinggi karang terendah yaitu pada karang jenis Stylophora. Hal ini disebabkan karena bentuk pertumbuhan koloni bercabang dengan pencabangan pendek dan ujungnya yang tumpul. Koloni ini biasanya berbentuk submassive yang mempunyai cabang berupa kolom atau lempengan yang tebal (Suharsono, 2008).

Genus Acrpora memiliki rata-rata laju pertumbuhan untuk tinggi dan lebar yang seimbang, hal ini disebabkan karena karang jenis ini biasa tumbuh di perairan yang jernih dengan bentuk koloni bercabang dan tergolong jenis karang yang cepat tumbuh.

  • 4.    Simpulan

Pertumbuhan tinggi karang yang menunjukan peningkatan pertumbuhan tertinggi yaitu karang dengan genus Montipora dimana pertumbuhan rata-ratanya sebesar 1,40 cm, genus Acropora sebesar 1,30 cm dan 1,00 cm untuk pertumbuhan genus Stylophora.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan kepada PT. Agung Aquatic Marine yang telah membantu dalam meminjamkan karangnya kepada penulis dan kepada PT. BTID Serangan yang telah mengijinkan

penulis untuk melakukan penelitian di Perairan Pantai Serangan.

Daftar Pustaka

Burke L. Selig E., M. Spalding. (2002). Terumbu Karang yang Terancam di Asia Tenggara (Ringkasan untuk Indonesia). USA: World Resources Institute.

Coral Reef Rehabilitation & Management Program (Coremap). (2006). Modul Transplantasi Karang Sederhana pada Pelatihan Ekologi Terumbu Karang 22-24 Agustus 2006. Makassar, Indonesia: Yayasan Lanra Link Makassar.

Pickering, H., Whitmarsh, D., & Jensen, A. (1999)

Artificial Reefs as a Tool to Aid Rehabilitation of Coastal Ecosystems: Investigating the Potential. Marine Pollution Bulletin, 37( 8-12), 505-514.

Pratama, J. (2005). Tingkat Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Karang Pocillopora, Seriatopora. Bogor, Indonesia:  Departemen Ilmu dan Teknologi

Kelautan, Fakultas Pertanian dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Retno, A. H., Nirmalasari, I. W., & Gathot, W. (2017). Luasan dan Sebaran Kondisi Terumbu Karang di Perairan Kepulauan Seribu. Skripsi. Surabaya, Indonesia: Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah.

Sabater, M. G., & Yap, H. T. (2002). Growth and survival of coral transplants with and without electrochemical

deposition of CaCO3. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 272, 131-146.

Simanjuntak, L. S. M., (2012). Laju Pertumbuhan dan

Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Acropora Nobilis, dan Montipora Altasepta, Hasil Transplantasi di Pulau Karya, Kepulauan Seribu. Skripsi. Bogor, Indonesia: Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Soedharma, D., & Subhan, B. (2007). Transplantasi Karang Saat ini dan Tantangannya di Masa Depan. Dalam Prosiding Musyawarah Nasional 56 Terumbu Karang I 2007. Jakarta, Indonesia, 8 Januari 2007 (pp. 5-14).

Suharsono. (2008). Jenis-jenis Karang di Indonesia. Jakarta, Indonesia: LIPI Press.

Green, A.L., & Mous, P.J. (2004). Delineating the Coral Triangle, Its Ecoregions and Functional Seascapes. Report from The Nature Conservancy, Southeast Asia Centre for Marine Protected Area. Bali, Indonesia: The Nature Conservancy.

Tun, K., Ming, C. L., Yeemin, T., Phongsuwan, N., Amri, A. Y., Ho, N., Sour, K., Long, N.V., Nanola, C., Lane, D., & Tuti, Y. (2008). Status of Coral Reefs in Southeast Asia. In Wilkinson, C. (Ed). Status of Coral Reefs of the World 2008. Australia: Global Coral Reef Monitoring Network.

Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 69-75 (2020)