Pengaruh Perbedaan Warna Wadah Kultur Terhadap Kandungan Karotenoid Ikan Badut (Amphiprion ocellaris)
on
Current Trends in Aquatic Science III(1), 8-14 (2020)
Pengaruh Perbedaan Warna Wadah Kultur terhadap Kandungan Karotenoid Ikan Badut (Amphiprion ocellaris)
Syifa Maria DiazGonzales a*, Pande Gde Sasmita Julyantoro a, Dewa Ayu Angga Pebriani a
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-821-4501-8719
Alamat e-mail: syifamaria16@gmail.com
Diterima (received) 27 November 2019; disetujui (accepted) 20 Februari 2020
Abstract
Ornamental fish, both freshwater and seawater fish, are commodities that are in great demand by the community and have a great opportunity to be developed. Pigmentation in ornamental fish has an important role in the brightness of fish colour. Clown fish (Amphiprion ocellaris) is one of the ornamental fishes that requires carotenoids as a source of nutrition in the formation of body colour. The purpose of this research was to investigate the effect of different colour of culture containers on the quality improvement of the clown fish body colour and on the of growth and survival rate of cultured clown fish. The research method used was an experimental method. The size of clown fish used in this study were 4-5 cm and cultured in black, white, blue, and yellow containers. The results of this study showed that the colour of different maintenance containers has no effect on the total value of carotenoids found in skin or fish fins. However, colour on the different maintenance containers has an influence on each colour of the clown fish. The best value for total carotenoids was shown in white colour container. The growth rate at each treatment showed difference in each week. Clown fish have the ability to live in bright and dark environmental conditions, therefore the treatment of different container colours does not affect the survival of clown fish.
Keywords: carotenoids; growth rate; survival rate; water quality.
Abstrak
Ikan hias baik ikan hias air tawar maupun air laut merupakan komoditas yang banyak diminati oleh masyarakat dan memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Pigmentasi pada ikan hias memiliki peran penting dalam kecerahan warna ikan. Ikan badut (Amphiprion ocellaris) merupakan salah satu ikan hias yang memerlukan karotenoid sebagai sumber nutrisi dalam pembentukan warna pada tubuhnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui warna wadah kultur berbeda mampu meningkatkan kualitas warna, laju pertumbuhan dan kelulushidupan ikan badut. Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Ikan badut yang digunakan ini berukuran 4-5 cm dengan perlakuan warna wadah kultur hitam, putih, biru, dan kuning. Hasil dari penelitian ini menunjukkan warna wadah pemeliharaan berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap nilai total karotenoid yang terdapat di kulit atau sirip ikan. Namun, secara visualisasi warna wadah pemeliharan berbeda memberikan pengaruh terhadap masing-masing warna dari ikan badut. Nilai perlakuan terbaik pada total karotenoid diperoleh menggunakan wadah warna putih. Laju pertumbuhan panjang pada setiap perlakuan menunjukkan perbedaan pada tiap minggunya. Ikan badut memiliki kemampuan hidup pada kondisi lingkungan terang maupun gelap oleh karena itu perlakuan warna wadah berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap kelulushidupan ikan badut.
Kata Kunci: karotenoid; laju pertumbuhan; keluluhidupan; kualitas air
Ikan hias baik ikan hias air tawar maupun air laut merupakan komoditas yang banyak diminati oleh
masyarakat dan memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Ikan badut (Amphiprion ocellaris) adalah ikan hias air laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena memiliki pigmen warna
yang menarik. Kriteria umum pada pemilihan ikan hias yang diminati oleh pasar meliputi ukuran, kualitas warna, dan jenis kelamin (Knop & Moorhead, 2012).
Sembiring et al. (2013) menyatakan bahwa pigmen warna merupakan parameter untuk menentukan nilai ikan hias, yaitu semakin cerah warna, maka semakin tinggi nilai ikan hias tersebut. Faktor lingkungan memiliki pengaruh dalam pembentukan warna ikan, pencahayaan memiliki karakteristik berupa spektrum (panjang gelombang), intensitas dan fotoperiode (lama penyinaran) yang dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap respon fisiologis, reproduksi dan pertumbuhan ikan (Boeuf dan Le Bail1999).
Ikan badut hasil budidaya mengalami degenaratif warna apabila dibandingkan dengan ikan badut yang berasal dari alam, di mana pola ban putih tidak muncul secara sempurna dan beberapa individu berwarna lebih pucat (Setiawati et al., 2011). Menurut McLean et al. (2008), menyebutkan bahwa warna wadah pemeliharaan dapat memberikan stimulus yang memicu timbulnya motivasi dan kondisi tertentu pada ikan, sehingga warna wadah pemeliharaan mempengaruhi kualitas ikan yang dibudidaya. Beberapa aspek hidup ikan yang dipengaruhi oleh warna wadah pemeliharaan meliputi laju pertumbuhan (Imanpoor, 2011), perilaku (Höglund et al., 2002), tingkat stress, dan reproduksi (Volpato, 2004).
Penelitian tentang budidaya ikan badut telah banyak dilakukan salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Novita et al, 2019. Akan tetapi penelitian tentang upaya untuk meningkatkan kualitas warna ikan badut masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh warna wadah yang berbeda terhadap peningkatan kualitas warna ikan badut.
Penelitian ini dilaksanakan selama 53 hari pada bulan Desember 2018 sampai Januari 2019 di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok, Dusun Gili Genting, Desa Sekotong Barat, Lombok Barat.
-
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan meliputi wadah toples plastik bening dengan volume air 10 Liter berjumlah 12 buah. Kemudian untuk kamera, penggaris, cat pilox berjumlah 4 buah dengan warna putih, kuning/oranye, biru gelap dan hitam, spektrofotometer, DO meter, pH meter, Instalansi aerasi, selang sipon, alat tulis, kertas millimeter blok, nampan, komputer/ laptop, timbangan digital, gunting, vortex, saringan masing-masing berjumlah 1 buah serta tabung reaksi berjumlah 12 buah. Bahan yang digunakan terdiri ikan badut ukuran 4-5 cm, air laut, artemia, pelet dan aseton.
-
2.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode eksperimen. Rancangan percobaan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang digunakan pada penelitian terdiri atas:
Perlakuan A : wadah hitam
Perlakuan B : wadah putih
Perlakuan C : wadah biru gelap
Perlakuan D : wadah kuning/oranye
-
2.4 Pelaksanaan Penelitian
-
2.4.1 . Pemeliharaan Ikan
-
Ikan badut dipelihara pada toples plastik berukuran 27,5 cm × 24 cm dengan volume air sebanyak 0,01 m³ (10 liter) dengan ketinggian air 20 cm pada tiap toples plastik. Toples plastik yang digunakan berjumlah 12 buah yang mewakili perbedaan perlakuan dan pengulangan. Ikan badut yang digunakan berjumlah 60 ekor dimana tiap toples plastik akan diisi sebanyak 5 ekor ikan. Permberian pakan berupa rotifer dan pelet yang diberikan sebanyak 3 kali sehari.
-
2.4.2 . Pengukuran Intensitas Warna
Pengukuran intensitas warna dapat diketahui dengan mengukur total karotenoid bagian kulit dan sirip yang diukur menggunakan spektrofotometer. Total karotenoid dilakukan dengan cara penimbangan jaringan sampel (40-50 mg) dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan aseton sebanyak 5 ml, kemudian dihomogenkan hingga larut sempurna. Aseton ditambahkan lagi sampai volume mencapai 10 ml, selama beberapa menit diaduk
sampai merata. Larutan yang sudah homogen, disaring dengan Whatmann. Larutan dianalisis menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 380, 450, 475, dan 500 nm. Hasil yang paling tinggi digunakan dalam perhitungan nilai total karotenoid. Prosedur yang digunakan ini mengacu pada prosedur yang digunakan oleh Sukarman dan Hirnawati (2014).
TK _ A max χ Vp × Fp × 100
K Bobot sampel (mg)
(1)
Dimana TK adalah total Karotenoid; A max adalah absorban maksimum; Fp adalah faktor pengenceran; Vp adalah volume aseton dan K adalah konstanta (250).
-
2.4.3 Pengamatan Tingkat Kelulushidupan
Pengamatan tingkat kelulushidupan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah ikan yang bertahan hidup pada akhir periode dengan jumlah ikan yang hidup pada awal periode. Tingkat kelulushidupan dapat diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut:
SR = Wt Wo × 100%
(2)
Dimana SR adalah kelangsungan hidup hewan Uji (%); Nt adalah jumlah ikan uji pada akhir penelitian (ekor) dan No adalah jumlah ikan uji pada awal penelitian (ekor).
-
2.4.3 Pengukuran Panjang Tubuh
Pengukuran panjang ikan menggunakan penggaris dan kertas milimeter block yang dilakukan seminggu sekali selama penelitian.
-
2.4.4 Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan setiap dua minggu sekali. Adapun parameter yang diukur meliputi pH, DO, Suhu, dan salinitas.
-
2.5 Analisis Data
Analisis yang dilakukan meliputi analisis sidik ragam atau One Way Analysis of Variance (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter. Data total karotenoid dianalisis secara statistik menggunakan metode ANOVA. Jika dari sidik ragam diketahui bahwa warna wadah berbeda memberikan pengaruh yang signifikan atau beda nyata, maka dilakukan
uji Duncan dengan taraf signifikan 5%. Uji Duncan digunakan untuk membandingkan seluruh pasangan rata-rata perlakuan uji setelah analisis ragam ANOVA. Selanjutnya data laju pertumbuhan panjang, kelulushidupan dan kualitas air ditabulasi dalam bentuk tabel dan gambar kemudian dianalisis secara deskriptif.
Selama penelitian nilai total karotenoid menunjukkan peningkatan nilai absorbasi yaitu pada perlakuan wadah hitam 0,041 ± 0,014 mg/L, wadah putih 0,052 ± 0,022 mg/L, wadah biru 0,043 ± 0,016 mg/L, dan warna kuning 0,047 ± 0,018 mg/L. Berikut kandungan total karotenoid di kulit ikan dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 1. Hasil Total Karotenoid
Perlakuan warna wadah berbeda dilakukan uji lanjut Duncan (P<0.05) dengan membandingkan ikan antar perlakuan. Hasil analisis statistik ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan warna wadah berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap total karotenoid ikan badut (P>0,05). Namun, data hasil uji nilai absorbansi pada alat spektrofotometer yang diperoleh dari sirip ikan badut menunjukkan adanya peningkatan nilai total karotenoid.
Hasil uji spektrofotometer pada sirip ikan pada perlakuan wadah putih dan wadah kuning memberikan nilai karotenoid tertinggi sedangkan pada perlakuan wadah hitam dan wadah biru nilai karotenoid pada ikan lebih rendah. Secara visualisasi warna dasar oranye pada tubuh ikan badut pada setiap perlakuan memperlihatkan bahwa adanya perbedaan. Perbedaan warna tubuh ikan pada awal dan akhir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Ikan Pada Awal Penelitian A1 (Hitam), B1 (Putih), C1 (Biru), D1 (Kuning/Oranye) dan Ikan Pada Akhir Penelitian (A2 (Hitam), B2 (Putih), C2 (Biru), D2 (Kuning/Oranye).
-
3.2 Laju Pertumbuhan Panjang Ikan Badut
Selama penelitian panjang ikan badut selalu menunjukkan peningkatan, rata-rata pertumbuhan panjang total pada tiap perlakuan berturut-turut yaitu wadah hitam 0,441 ± 0,072 cm, wadah putih 0,452 ± 0,021 cm, wadah biru 0,463 ± 0,038 cm, wadah kuning 0,445 ± 0,023 cm. Laju pertumbuhan pada ikan badut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hasil Laju Pertumbuhan Panjang Ikan Badut
-
3.3 Kelulushidupan Ikan Badut
Data kelulushidupan ikan badut menunjukkan tingkat kelangsungan hidup ikan badut pada semua perlakuan selama penelitian. Kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh ketersediaan pakan, kesehatan, dan lingkungan budidaya. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tingkat kelangsungan hidup ikan badut pada setiap perlakuan yaitu 100%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan warna wadah berbeda tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan
badut. Berikut hasil kelangsungan hidup ikan badut selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kelangsungan hidup ikan badut selama penelitian.
Perlakuan |
Kelangsungan Hidup (%) |
Hitam |
100 |
Putih |
100 |
Biru |
100 |
Kuning |
100 |
Parameter kualitas air secara khusus dapat mendukung tingkat kelangsungan hidup ikan badut. Pengukuran kualitas air dilakukan selama dua minggu sekali. Data hasil pengukuran kualitas air media selama penelitian masih dalam batas kelayakan untuk kehidupan ikan badut. Berikut data hasil pengukuran kualitas air yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.
Nilai kualitas air ikan badut selama penelitian.
Standar
Parameter |
Satuan |
Hasil |
Mutu (BPBL Lombok, 2018) |
Suhu |
ºC |
28 |
27-30 |
pH |
- |
8,40-8,95 |
7,8-8,6 |
DO |
mg/L |
4,76-5,80 |
>4 |
Salinitas |
ppt |
33-35 |
30-35 |
Perbedaan masing-masing karotenoid pada setiap perlakuan diduga pada pakan yang dimakan oleh ikan, pakan yang diberikan sama dan diberikan secara adlibitum (sekenyang-kenyangnya) namun sumber karotenoid yang terdapat di pakan sebagai sumber pembentuk pigmen warna atau sel kromatofor yang tidak mampu disintesis oleh tubuh ikan dan digunakan untuk aktifitas lainnya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Sukarman dan Chumaidi (2010), bahwa warna yang tampak pada tubuh ikan dipengaruhi oleh kandungan
serta kemampuan atau daya serap ikan terhadap sumber pigmen yang diberikan.
Penampakan ikan badut secara visual atau secara lansung pada awal dan akhir penelitian menunjukkan adanya perubahan. Hal tersebut dapat dilihat pada perlakuan wadah warna hitam dan wadah biru memiliki persamaan diantaranya ban atau garis hitam yang terdapat di tubuh ikan badut lebih cerah atau lebih gelap diikuti dengan warna dasar ikan juga lebih oranye gelap daripada ban atau garis putihnya. Perlakuan wadah warna putih dan kuning memiliki persamaan diantaranya menunjukkan ban atau garis putih dan warna dasar ikan lebih cerah daripada ban atau garis hitam memudar. Perubahan warna tersebut terjadi karena pada masa pemeliharaan ikan badut melakukan adaptasi terhadap lingkungannya. Penampakan ikan badut pada wadah pemeliharaan hitam dan biru memberikan nilai karotenoid yang lebih rendah diduga terjadinya penumpukan sel pigmen atau agregasi yang menyebabkan rendahnya nilai karotenoid sedangkan pada wadah putih dan kuning pigmen kromatofor cenderung terdispersi hal tersebut dikarenakan ikan badut merupakan ikan dengan pigmen eritrofor dan xantofor sehingga ikan dengan pigmen tersebut tidak efektif pada wadah putih dan kuning (Oshima, 2001)
Menurut Tume et al. (2009) bahwa setiap spesies memiliki kapasitas warna yang mampu berubah dengan beberapa kombinasi sel kromatofor serta proporsi yang bertujuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Cahaya adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya migrasi pola pigmen ikan (Kusumawati, 2011). Hal serupa juga diutarakan oleh Evans et al. (2014), bahwa terjadinya perubahan sel pigmen yang disebabkan oleh spektrum cahaya pada wadah pemeliharaan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan warna pada ikan.
-
4.2 Laju Pertumbuhan Panjang Ikan Badut
Data pertumbuhan menunjukkan pada wadah warna biru memberikan hasil yang terbaik. Menurut penelitian Susanto dan Hermawan (2013), bahwa, respon ikan terhadap warna biru yaitu ikan lebih aktif dan sering berkumpul sehingga memberikan pengaruh pada laju pertumbuhan memberikan nilai yang lebih tinggi. Sedangkan pada wadah hitam pertumbuhan ikan badut
mengalami pertumbuhan yang paling lambat. Hal tersebut diduga ikan badut tidak tertarik untuk makan karena keadaan lingkungan ikan yang gelap namun, hal tersebut tidak mempengaruhi ikan dalam mendapatkan makanannya. Pada wadah putih dan kuning pertumbuhan ikan badut cenderung lambat hal tersebut diduga bahwa terjadinya pembiasan pada mata ikan yang menyebabkan ikan cenderung tidak melihat pakan yang diberikan. Hal ini sama dengan penelitian Zulfikar et al. (2018), bahwa wadah pemeliharaan memberikan respon ikan terhadap warna dari artemia yang diberikan, hal tersebut disebabkan oleh warna artemia yang sama dengan warna wadah kuning menyebabkan ikan tidak dapat mengenali artemia sehingga ikan tidak mendapatkan asupan nutrisi. Menurut penelitian Nurhidayat et al. (2017), bahwa perbedaan tingkat rangsangan warna cahaya dapat mempengaruhi respon fisiologis dan biologis yang berbeda pada ikan. Perbedaan laju pertumbuhan panjang selama penelitian yang dialami ikan disebabkan oleh kemampuan masing-masing ikan dalam menyerap nutrisi dari pakan yang diberikan.
-
4.3 Kelulushidupan Ikan Badut
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kelulushidupan ikan pada setiap wadah masing-masing sebesar 100%. Tingginya nilai sintasan tersebut menunjukkan kemampuan ikan dalam beradaptasi dan bertahan hidup pada setiap perlakuan. Dari hasil pengamatan selama penelitian warna wadah berbeda tidak memberikan respon yang negatif pada saat ikan mengenali pakan yang diberikan sehingga ikan mendapatkan makanannya. Menurut Sari et al. (2014), bahwa kematian ikan terjadi apabila ikan tidak berhasil atau tidak mendapatkan makanan dan terjadinya perubahan lingkungan yang signifikan mengakibatkan ikan menjadi stres.
-
4.4 Kualitas Air
Hasil pengukuran suhu yang diperoleh pada setiap perlakuan berada pada kisaran 28oC, kondisi ini menunjukan bahwa suhu pada media penelitian memiliki suhu yang optimal dan mendukung kehidupan ikan badut selama penelitian. Menurut BPBL Lombok (2018) bahwa ikan badut dapat bertahan hidup pada suhu dengan kisaran 27-30oC. Menurut BPBL Ambon (2014) bahwa, pH pada kisaran 7,8-8,6 merupakan
pH optimal untuk pemeliharaan ikan badut. Selama penelitian pH air dalam media pemeliharaan dalam kisaran 8,4-8,9. Nilai pH tersebut berada di atas normal diduga pada saat pengambilan data terdapat bahan organik yaitu sisa pakan yang masih ada dan menempel menjadi lumut namun, pada kondisi tersebut ikan badut masih bertahan hidup. Menurut BPBL Lombok (2018) bahwa, ikan badut dapat bertahan hidup pada kandungan oksigen dengan kisaran >4 mg/L. Kandungan oksigen terlarut dalam media pemeliharaan selama penelitian berada pada kisaran 4,7-5,8 mg/L, hal ini menunjukkan bahwa kandungan oksigen telarut selama penelitian sudah tercukupi. Menurut BPBL Lombok (2018) bahwa, ikan badut dapat bertahan hidup pada kisaran 30-35 ppt. Salinitas air berada pada kisaran 33-35 ppt, hal ini menunjukkan bahwa salinitas yang optimal untuk pemeliharaan ikan badut. Menurut Lubis et al. (2013), nilai tersebut merupakan nilai salinitas yang optimal untuk pemeliharaan ikan badut.
Nilai karotenoid tertinggi terdapat pada wadah warna kultur putih yaitu sebesar 0,052 mg/L dan nilai karotenoid terendah pada wadah kultur hitam yaitu sebesar 0,041 mg/L. Namun, pengamatan yang dilakukan secara visualisasi warna wadah pemeliharaan yang berbeda memberikan memberikan nilai total kurva yang berbeda pada masing-masing warna ikan badut.
Warna wadah kultur berbeda memberikan hasil pertumbuhan panjang berbeda pada setiap perlakuan. Sedangkan, warna wadah berbeda tidak mempengaruhi kelulushidupan ikan badut.
Ucapan terimakasih
Ucapan terimakasih diberikan kepada Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok yang sudah memberikan sarana dan prasarana selama penelitian dan para staf yang sudah membimbing selama penelitian berlangsung
Daftar Pustaka
BPBL Lombok. (2018). Budidaya Ikan Nemo (Amphiprion sp.). Lombok Barat, Indonesia: Balai Perikanan
Budidaya Laut Lombok.
BPBL Ambon. (2014). Budidaya Ikan Hias Clown. mbon, Indonesia: Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon.
Boeuf, G & Le Bail, P. Y. (1999). Does light have an influence on fish growth?. Aquaculture, 177(1-4), 129152.
Evans, D. H., Claiborne, J. B., & Currie, S. (2014). The physiology of fishes 4ed. New York, USA: CRC Press.
Höglund, E., Balm, P. H., & Winberg, S. (2002).
Behavioural and neuroendocrine effects of environmental background colour and social
interaction in Arctic Charr (Salvelinus alpinus). Journal of Experimental Biology, 205(16), 2535-2543.
Imanpoor, M. R.., & Abdollahi, M. (2011). Effects of tank colour on growth, stress response and skin colour of juvenile caspian kutum Rtillus frisii Kutum. Global veterinaria, 6(2), 118-125.
Knop, D., & Moorhead, J. (2012). Ornamentals. In: Lucas, J. S., & Southgate, P. C. (Eds.). Aquaculture: Farming aquatic animal and plants (2nd ed.). New York, USA: Blackwell Publishing Ltd.
Kusumawati, D. (2011). Kajian Gen Pengkode Pola Pigmen dan Profil Protein pada Ikan Badut Hitam (Amphiprion percula). Tesis. Malang, Indonesia: Universitas
Brawijaya.
Lubis, M. Z., Pujiyati, S., & Mujahid, M. (2013).
Pengaruh Anemon (Heteractis Magnifica) Terhadap Vitalitas Ikan Badut (Amphiprion ocellaris) untuk Meminimalisasi Penggunaan Karang Hidup pada Akuarium Laut Buatan. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 4(2), 149-154.
McLean, E., Cotter, P., Thain, C., & King, N. (2008). Tank colour impacts performance of cultured fish. Ribartsvo 66(2), 43--54.
Novita, R. D., Kukuh, N., Supriyono, E., & Idil, A. (2019). Efektivitas Paparan Spektrum Cahaya Lampu Light Emitting Diode (LED) terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Warna Ikan Badut, Amphiprion percula (Lacèpède, 1802). Jurnal Ikhtiologi Indonesia, 19(1), 127141.
Nurhidayat., Koswawati, R., & Ardi, I. (2017).
Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan Cardinal Tetra (Paracheirodon axelrodi) pada Warna Wadah Pemeliharaan yang Berbeda. Limnotek perairan darat tropis di Indonesia, 24(1), 15-25.
Oshima, N. (2001). Direct reception of light by
chromatophores of lower vertebrates. Pigment Cell Research, 14(5), 312-319.
Sari, O. V., Hendrarto, B., & Soedarsono, P. (2014).
Pengaruh Variasi Jenis Makanan terhadap Ikan Karang Nemo (Amphiprion ocellaris Cuvier, 1830) ditinjau dari Perubahan Warna, Pertumbuhan dan Tingkat Kelulushidupan. Diponegoro journal of maquares, 3(3), 134-143.
Sembiring, S. B., Setiawati, K. M., Hutapea, J. H., & Subamia, W. (2013). Pewarisan Pola Warna Ikan Klon Biak, Amphiprion percula. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 5(2), 343-351.
Setiawati, K. M., Gunawan., Yudha, H. T., Hutapea, J. H., & Suarsana, K. (2011). Pengaruh shelter pada pemeliharaan benih ikan klon biak (Amphiprion Percula) di keramba jaring apung. Dalam Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011. (pp. 79-85).
Sukarman., & Chumaidi. (2010). Bunga Tai Kotok (Tagetas sp.) Sebagai Sumber Karotenoid pada Ikan Hias. Dalam Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Jakarta, Indonesia, 2010. (pp. 803-807).
Sukarman., & Hirnawati, R. (2014). Alternatif
Karotenoid Sintesis (Astaxantin untuk Meningkatkan Kualitas Warna Ikan Mas Koki (Carassius auratus). Widyariset. 3(17), 333-342.
Susanto, A., & Hermawan, D. (2013). Tingkah Laku Ikan Nila terhadap Warna Cahaya Lampu yang Berbeda. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan, 2(1), 47-53.
Tume, R. K., Sikes, A. L., Tabrett, S., & Smith, D. M. (2009). Effect of background colour on the distribution of astaxanthin in black tiger prawn (Penaeus monodon): Effective method for improvement of cooked colour. Aquaculture, 296(1-2),129-135.
Volpato, G. L., Duarte C. R. A., & Luchiari A.C. (2004). Environmental colour affects nile tilapia reproduction. Brazilian Journal of Medical and Biological Research, 37(4), 479-483.
Zulfikar., Marzuki, E., & Erlangga., (2018). Pengaruh Warna Wadah terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Badut (Amphiprion ocellaris) Universitas Malikussaleh. Journal aquatic Sciencis, 5(2), 88-92.
Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 8-14 (2020)
Discussion and feedback