Hubungan Keanekaragaman Makrozoobentos dengan Kerapatan Lamun di Pantai Semawang Sanur Bali
on
Current Trends in Aquatic Science III(1), 1-7 (2020)
Hubungan Keanekaragaman Makrozoobentos dengan Kerapatan Lamun di Pantai Semawang Sanur Bali
Habibatus Sholihah a*, I Wayan Arthana a, Rani Ekawaty a
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-822-472-333-40
Alamat e-mail: habibazaens@gmail.com
Diterima (received) 28 November 2019; disetujui (accepted) 20 Februari 2020
Abstract
Semawang Beach Sanur Bali has a seagrass bed ecosystem with a sloping and a vast land, vast expanse of seagrass, and diverse of macrozoobenthos biota. Excessive tourism and fisherman activities are thought to be able to disrupt seagrass bed ecosystem sustainability. The purpose of this research to know the relationship of macrozoobenthos diversity with seagrass density. The research was conducted in February to March 2018. Taking macrozoobenthos and seagrass samples using a transect squared of 1×1 m at 5 stations (25 spots) with a distance between spot is 50 m. Macrozoobenthos samples in the transect area were taken using shovels and seagrass samples were counted for stands. In this beach was founded 58 species macrozoobenthos consisting of 4 phylum and 8 class. The class most commonly found is gastropod. Then, 6 species of seagrass is found with the highest density is Thalassia hemprichii. The diversity index value of macrozoobentos in Semawang Beach is 1,76. It’s classified medium category. The uniformity index value of macrozoobentos is 0,96. It’s classified high category. The dominance index value of macrozoobentos is 0,20. It’s classified low category. While, the result of seagrass density is 362 stands/m2, its means seagrass in this beach is classified very tight. Based on the result has been analyzed that the relationship of macrozoobenthos diversity with seagrass density is inversely proportional.
Keywords: Diversity; Density; Macrozoobenthoss; Seagrass; Semawang Beach.
Abstrak
Pantai Semawang Sanur Bali memiliki ekosistem padang lamun dengan dataran yang landai, hamparan lamun yang cukup luas dan biota makrozoobentos yang beranekaragam. Kegiatan pariwisata dan nelayan yang berlebihan diduga dapat mengganggu kelestarian ekosistem padang lamun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan keanekaragaman makrozoobentos dengan kerapatan lamun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2018. Pengambilan sampel makrozoobentos dan lamun menggunakan transek kuadrat 1×1 m di 25 titik (5 stasiun) dengan jarak antar titik 50 m. Sampel makrozoobentos dalam luasan transek diambil menggunakan sekop dan sampel lamun dihitung tegakannya. Di Pantai ini ditemukan 4 filum, 8 kelas dan 58 spesies makrozoobentos. Kelas yang paling banyak ditemukan adalah kelas gastropoda. Kemudian ditemukan 6 spesies lamun dengan kerapatan jenis tertinggi yaitu Thalassia hemprichii. Nilai indeks keanekaragaman makrozoobentos di Pantai Semawang sebesar 1,76 yang tergolong dalam kategori sedang. Nilai indeks keseragaman makrozoobentos sebesar 0,96 yang termasuk dalam kategori tinggi. Nilai indeks dominansi makrozoobentos sebesar 0,20 yang tergolong dalam kategori rendah. Sedangkan hasil kerapatan lamun sebesar 362 tegakan/m2 yang berarti tumbuhan lamun di Pantai ini tergolong sangat rapat. Berdasarkan hasil analisis bahwa hubungan keanekaragaman makrozoobentos dan kerapatan lamun berbanding terbalik.
Kata Kunci: Keanekaragaman; Kerapatan; Makrozoobentos; Lamun; Pantai Semawang.
1. Pendahuluan
Makrozoobentos adalah kelompok biota yang mendiami daerah dasar perairan dan memegang
peranan utama dalam siklus rantai makanan, baik sebagai konsumen yang menjaga keseimbangan populasi dalam ekosistem maupun sebagai dekomposer yang merombak sampah organik menjadi unsur yang lebih sederhana dan siap dimanfaatkan kembali oleh berbagai macam organisme (Dahuri et al., 2001; Hemminga dan Duarte, 2000). Makrozoobentos relatif bersifat menetap pada dasar perairan seperti, merayap atau terbenam di dasar perairan. Kehidupan organisme ini juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya baik fisik, kimia maupun biologi (suhu, salinitas, pH, tekstur sedimen dan kandungan bahan organik pada sedimen).
Salah satu lingkungan yang mampu memberikan dukungan kehidupan bagi makrozoobentos adalah padang lamun. Lamun merupakan komunitas yang memberikan habitat bagi keberadaan dan keanekaragaman biota makrozoobentos. Secara fisik lamun juga mampu menstabilkan substrat (sedimen), menahan ombak dan menyerap bahan pencemar. Habitat padang lamun memiliki produktifitas yang sangat tinggi di laut (Litaay et al., 2007). Ira (2011) menyatakan bahwa total bahan organik dan kepadatan tutupan lamun dapat mempengaruhi keberadaan struktur makrozoobentos, kepadatan tutupan lamun yang tinggi memiliki kelimpahan makrozoobentos yang tinggi dibandingkan dengan kepadatan tutupan lamun yang rendah. Degradasi dan kehilangan padang lamun akan menyebabkan kerusakan bagi ekosistem di laut secara keseluruhan (Fortes, 1990). Hamparan padang lamun yang cukup luas dapat ditemukan di pantai Semawang, Sanur-Bali. Jika dibandingkan dengan pantai-pantai lain di Bali, hamparan padang lamun di pantai ini memiliki gelombang yang kecil, dataran yang landai dan biota yang beranekaragam. Pantai Semawang merupakan salah satu destinasi pariwisata di Bali yang banyak dikunjungi masyarakat.
Kegiatan yang biasa dilakukan yaitu berenang, diving, snorkeling, berjemur, dan bersepeda. Selain aktivitas pariwisata kawasan ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk kegiatan mencari ikan, udang dan kerang-kerangan yang dipanen langsung dari area padang lamun. Beragamnya aktivitas masyarakat yang ada dapat mempengaruhi kehidupan ekosistem padang lamun dan biota yang berasosiasi didalamnya seperti makrozoobentos. Informasi tentang biota asosiasi di padang lamun masih belum banyak diteliti. Beberapa penelitian yang
telah dilakukan diantaranya penelitian Istiqal et al. (2013) tentang distribusi moluska di padang lamun, dan penelitian Indrawan et al. (2013) tentang asosiasi makrozoobentos pada padang lamun yang dilakukan di Pantai Merta Segara disekitar kawasan perairan Pantai Sanur. Namun di Perairan Pantai Semawang sendiri belum ada penelitian tentang makrozoobentos dengan padang lamun. Oleh sebab itu perlu mengetahui keberadaan dan keanekaragaman makrozoobentos yang hidup pada ekosistem padang lamun di Pantai Semawang, Sanur-Bali dalam pelestarian ekosistem.
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan pada bulan Februari 2018 sampai dengan Maret 2018 pada perairan pantai Semawang, Sanur-Bali. Pengambilan sampel dilakukan 2 minggu sekali, sehingga jumlah pengambilan sampel sebanyak 4 kali. Peta penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Pantai Segara Samuh
-
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan meliputi sekop, saringan ukuran 1 mm, plastik, rafia, kamera, kertas label, alat tulis, nampan, pH pen (Lutron PH-222 Meter), DO meter (Lutron DO-5509), refraktometer (Master-PM Atago), meteran, transek kuadrat, dan GPS (Garmin 73). Sedangkan bahan yang digunakan yaitu makrozoobentos, lamun, formalin 70%, dan aquades.
-
2.3 Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif yaitu metode dengan susunan kegiatan mengumpulkan data, menganalisis data, dan mengkorelasikan antara keanekaragaman makrozoobentos terhadap penutupan lamun. Kemudian dalam kegiatan pengumpulan data menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Metode observasi yaitu pengambilan sampel secara langsung dan metode dokumentasi yaitu memotret atau mendokumentasikan sampel-sampel penelitian di lapangan.
-
2.3.1 Pengambilan Data Sampel Makrozoobentos dan Lamun
Pengambilan sampel makrozoobentos dan lamun dilakukan pada lima stasiun. Setiap stasiun memiliki 5 titik dengan jarak 50 m antar titik ke arah laut dan penempatan titik tersebut berada di bagian tengah ekosistem padang lamun dengan panjang 200 m. Pengambilan sampel menggunakan transek kuadrat ukuran 1×1 m. Untuk identifikasi lamun dan pengukuran kerapatan lamun dilakukan di lapangan berupa menghitung setiap spesies yang terdapat dalam transek kuadrat 1×1 m. Kemudian
makrozoobentos yang telah didapatkan
diidentifikasi di Laboratorium Perikanan, Fakultas Kelautan Dan Perikanan, Universitas Udayana. Data makrozoobentos diidentifikasi menggunakan acuan dari Robin (2008) dan Coleman (1994). Data Jenis lamun diidentifikasi dengan melihat bentuk daun dan rhizoma (Lanyon 1968).
-
2.3.2 Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran parameter lingkungan perairan diukur disetiap stasiun sebanyak 4 kali dalam 2 bulan. Parameter yang diukur meliputi suhu, pH, salinitas, dan DO.
-
2.4 Analisis Data
-
2.4.1 Indeks Keanekaragaman
-
Keanekaragaman dihitung menggunakan Indeks Shannon-Wiener, 1963.
H’ = - ∑ V ln V (1)
dimana H’ adalah indeks keanekaragaman; N adalah jumlah total individu; dan ni adalah jumlah individu.
Kategori indeks keanekaragaman :
H’ < 1 : Keanekaragaman rendah
1 < H’< 3 : Keanekaragaman sedang
H ’> 3 : Keanekaragaman tinggi
-
2.4.2 Indeks Keseragaman Makrozoobentos
Keseragaman dihitung menggunakan rumus
indeks Shannon-Wiener (1963):
Hmax
dimana E adalah Indeks keseragaman; H’ adalah Indeks keanekaragaman; dan Hmax adalah keanekaragaman maksimum.
Kategori indeks keseragaman:
E ≤ 0,4 : Keseragaman jenis rendah
0,4 < E < 0,6 : Keseragaman jenis sedang
E ≥ 0,6 : Keseragaman jenis tinggi
-
2.4.3 Indeks Dominansi Makrozoobentos
Rumus yang digunakan menurut Odum 1993 yaitu:
C = ∑ φ2 (4)
dimana C adalah Indeks Dominansi; ni adalah jumlah individu jenis ke-I; N adalah total individu. Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1 dengan ketentuan:
C mendekati 0 : tidak ada spesies yang
mendominansi
C mendekati 1 : ada spesies yang mendominansi
-
2.4.4 Kerapatan Lamun
Kerapatan lamun dihitung menggunakan (Putra, 2014):
K = V (5)
dimana K adalah kerapatan jenis ke-i (tegakan/m²);
∑ni adalah jumlah total dari jenis ke-i; A adalah luas pengambilan sampel (m2)
-
2.4.5 Hubungan Keanekaragaman Lamun dengan
Kerapatan Lamun
Rumus yang digunakan yaitu (Woodbury, 2002):
y = a+bx
(6)
dimana y adalah kepadatan makrofauna; x adalah kerapatan lamun; a adalah titik potong; b adalah Slope
Hasil pengamatan makrozoobentos di Perairan Pantai Semawang Sanur Bali ditemukan 4 filum, 8 kelas, dan 58 spesies (Tabel 1). Stasiun 1 ditemukan 30 Spesies, stasiun 2 ditemukan 20 spesies, stasiun 3 ditemukan 24 spesies, stasiun 4 ditemukan 20 spesies, dan stasiun 5 ditemukan 16 spesies. Dari keseluruhan stasiun, spesies yang memiliki jumlah individu tertinggi adalah kelas gastropoda sebanyak 219 ind/m2. Gastropoda memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi untuk hidup diberbagai tipe variasi substrat. Gastropoda merupakan biota herbivor, pemakan detritus, dan berperan sebagai penghubung rantai makanan (Wahab et al., 2018). Keberadaan kelas Gastropoda yang melimpah kemungkinan menyukai daerah padang lamun yang memiliki arus tenang. Amalia (2018) mengemukakan bahwa kelas Gastropoda dari filum Moluska menyukai daerah pasir berlumpur dengan arus yang lambat.
Tabel 1
Kelimpahan Makrozoobentos di Pantai Semawang Sanur Bali
Filum |
Stasiun |
Jumlah | ||||
I |
II |
III |
IV |
V | ||
Moluska |
67 |
58 |
58 |
20 |
34 |
236 |
Echinodermata |
11 |
9 |
29 |
27 |
16 |
92 |
Arthropoda |
22 |
14 |
36 |
11 |
7 |
90 |
Annelida |
2 |
2 |
- |
2 |
- |
5 |
Kelimpahan Stasiun ind/m2 |
101 |
83 |
122 |
59 |
58 |
-
3.2 Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Makrozoobentos
Secara keseluruhan nilai indeks keanekaragaman makrozoobentos di pantai Semawang memiliki kisaran nilai 1,48-2,08. Penelitian yang dilakukan
oleh Riniatsih et al. (2018) tentang Keanekaragaman Makrozoobentos di perairan padang lamun Teluk Awur dan Bandengan Jepara didapatkan data indeks keanekaragaman di Teluk Awur 0,5-0,87 yang tergolong dalam kategori rendah dan di Bandengan 0,52-1,05 yang tergolong dalam kategori rendah hingga sedang. Meisaroh et al. (2019) melakukan penelitian di Pantai Serangan Provinsi Bali mengenai Struktur Makrozoobentos mendapatkan nilai indeks keanekaragaman 0,662,14 tergolong dalam kategori rendah hingga sedang. Sehingga cenderung indeks keanekaragaman yang didapatkan pada penelitian di Pantai Semawang Sanur Bali tergolong dalam kategori rendah hingga sedang.
Kondisi perairan dengan nilai indeks keanekaragaman sedang menunjukkan bahwa ekosistem pantai Semawang mengalami tekanan ekologis sedang. Akan tetapi kondisi tersebut cukup seimbang untuk mendukung kehidupan biota makrozoobentos. Kategori tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukawati et al. 2018 di Pantai Mertasari Kota Denpasar Bali yang memiliki nilai indeks keanekaragaman 2,292,58 yang tergolong dalam kategori sedang yang berarti kondisi perairan pantai tersebut cukup seimbang dan baik.
Nilai indeks keanekaragaman makrozoobentos tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 2,08 dan jumlah jenis biota sebanyak 30 spesies dengan jumlah individu yang merata. Sedangkan nilai indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 5 dengan nilai 1,48 dengan jumlah jenis biota sebanyak 16 spesies dengan jumlah tiap individu tidak merata. Menurut penelitian Meisaroh et al. (2019) tingkat keanekaragaman yang rendah mengindikasikan ekosistem yang tercemar berat dengan jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah.
Nilai Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan 5 dengan nilai yang sama yaitu 0,97 dan nilai indeks keseragaman terendah terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 0,93. Di Pantai Mertasari Kota Denpasar Bali memiliki nilai indeks keseragaman makrozoobentos sebesar 0,830,87 yang tergolong dalam kategori tinggi (Sukawati et al., 2018). Herawati et al. (2017) menyatakan nilai kategori indeks keseragaman yang mendekati 1 berarti bahwa dalam area pengamatan tidak terdapat individu yang jumlahnya lebih banyak dari pada jumlah individu yang lainnya.
Nilai indeks keseragaman di Pantai Semawang Sanur Bali sebesar 0,96. Nilai tersebut mendekati 1 artinya jumlah biota yang terdapat di seluruh stasiun tidak ditemukan individu dengan jumlah yang mendominasi. Selain itu, nilai indeks keseragaman yang mendekati 1 diduga karena kondisi kualitas perairan masih tergolong baik menurut baku mutu perairan kehidupan biota laut pada Pergub Bali No 16 Tahun 2016 lampiran ke XVI. Sehingga berbagai jenis makrozoobentos mampu untuk hidup di perairan tersebut dan tidak terjadi dominansi.
Nilai indeks dominansi dari seluruh stasiun yang telah dilakukan pengamatan diperoleh hasil nilai berkisar antara 0,14-0,25 dengan nilai rata-rata indeks dominansi sebesar 0,20. Meisaroh et al. (2019) memperoleh hasil indeks dominansi makrozoobentos 0,17-0,23 yang tergolong dalam kategori rendah. Di Pantai Mertasari Kota Denpasar Bali diperoleh nilai indeks dominansi makrozoobentos sebesar 0,09 dan 0,19 yang tergolong dalam kategori rendah (Sukawati et al., 2018).
Pantai Semawang, Pantai Mertasari dan Pantai Serangan merupakan deretan pantai yang terdapat di bagian selatan kota Denpasar Bali. Ketiga pantai tersebut masih memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Sesuai dengan pernyataan Sukawati et al. (2018) bahwa rendahnya indeks dominansi dapat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan yang melimpah. Nilai indeks dominansi terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,14, nilai ini didukung dengan nilai indeks keanekaragaman yang tinggi di stasiun 1 dengan nilai 2,08.
Tabel 2
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Makrozoobentos Di Pantai Semawang Sanur Bali
Jenis Indeks |
St-1 |
St-2 |
St-3 |
St-4 |
St-5 |
Keanekaragaman |
2.08 |
1.64 |
2.04 |
1.55 |
1.48 |
Keseragaman |
0.96 |
0.96 |
0.93 |
0.96 |
0.97 |
Dominansi |
0.11 |
0.11 |
0.16 |
0.16 |
0.38 |
Tingginya nilai indeks keanekaragaman diduga karena faktor parameter lingkungan yang baik dan mendukung untuk kehidupan makrozoobentos. Menurut Meisaroh et al. (2019) tingginya nilai indeks keseragaman dapat dipengaruhi oleh kondisi ekologi yang bagus dengan tidak adanya penurunan nilai kualitas air yang berpengaruh terhadap kehidupan makrozoobentos.
-
3.3 Kerapatan Lamun
Ekosistem lamun merupakan salah satu habitat yang mendukung keberlangsungan kehidupan biota laut. Berdasarkan hasil pengamatan tumbuhan lamun didapatkan 6 spesies lamun yaitu Enhalus acoroides, Halodule pinifolia, Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, Cymodocea rotundata. Ekosistem lamun yang terdapat di Pantai Semawang Sanur Bali memiliki nilai kerapatan total sebesar 362 ind/m2 itu.
Martha et al. (2019) yang melakukan penelitian tentang Kondisi dan Keanekaragaman Jenis Lamun di perairan Pulau Serangan Provinsi Bali mendapatkan hasil total kerapatan lamun sebesar >175 ind/m2 tergolong skala 5 yang menunjukkan bahwa ekosistem lamun di perairan tersebut tergolong sangat rapat. Hal ini berarti kerapatan lamun pada penelitian di Pantai Semawang Sanur Bali yang memiliki nilai total kerapatan >175 ind/m2 juga memiliki kondisi lamun ekosistem lamun yang sangat rapat.
Kerapatan lamun tertinggi adalah jenis lamun Thalassia hemprichii dengan nilai 82 ind/m2. Hal ini diduga kondisi substrat yang mendukung untuk kehidupan lamun Thalassia hemprichii dan kondisi kualitas perairan yang baik untuk keberlangsungan perkembangbiakan dan pertumbuhan lamun. Hasil yang didapatkan berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Martha et al. (2019) yang menemukan bahwa jenis lamun Thalassia hemprichii memiliki nilai kerapatan yang rendah yaitu 4 ind/m2. Hal ini diduga penyebaran distribusi spesies Thalassia hemprichii yang sempit.
Gambar 2. Kerapatan Lamun di Pantai Semawang Sanur Bali
-
3.4 Hubungan Keanekaragaman Makrozoobentos dengan Kerapatan Lamun
Makrozoobentos adalah salah satu biota laut yang mendiami ekosistem lamun. Berdasarkan hasil yang telah dianalisis diperoleh data bahwa hubungan antara biota makrozoobentos dan tumbuhan lamun adalah berbanding terbalik. Semakin tinggi nilai kerapatan lamun, maka keanekaragaman biota makrozoobentos semakin kecil. Sebaliknya semakin rendah nilai kerapatan lamun, maka semakin tinggi nilai keanekaragaman makrozoobentos. Hubungan tersebut memiliki persamaan y=-0,0167x+3,0195 dengan nilai korelasi (R2) sebesar 0,5638.
O 20 40 60 30 IOO 120
Kerapatan Iamun ind∕m2
Gambar 3. Hubungan Kerapatan lamun dengan Keanekaragaman Makrozoobentos di Pantai Semawang Sanur Bali
Terinbali (2015) melakukan penelitian di di Calon Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) di Perairan Kabupaten Luwu Utara mendapatkan persamaan y=0,052x+2,508 dengan nilai korelasi (R2) sebesar 0,202. Nilai tersebut memiliki hubungan yaitu semakin tinggi jumlah jenis makrozoobentos maka semakin tinggi pula persentase penutupan lamunnya. Sebaliknya semakin rendah jumlah jenisnya, maka semakin rendah persentase penutupan lamunnya.
Hubungan keanekaragaman makrozoobentos dan kerapatan lamun yang berbanding terbalik menurut Junaidi (2017) semakin tingginya kerapatan lamun sehingga bahan organik melimpah. Hal ini diduga terjadinya perebutan oksigen antara makrozoobentos dalam beraktivitas dan bakteri aerob dalam perombakan bahan organik menjadi anorganik baik didalam perairan maupun didalam substrat. Menurut Wahab et al. (2018) keberadaan makrozoobentos tidak hanya dipengaruhi oleh lamun, tetapi terdapat faktor lain seperti parameter lingkungan dan substrat. Kerapatan lamun yang tinggi dapat menghambat pergerakan makrozoobentos tertentu dalam bergerak terutama yang bersifat mobile. Selain itu, rendahnya keanekaragaman makrozoobentos kemungkinan dipengaruhi oleh pengambilan sampel yang dilakukan saat surut terendah dan
substrat langsung terpapar oleh cahaya matahari. Sehingga banyak jenis makrozoobentos berpindah menuju ke tempat yang lebih dalam untuk bersembunyi (Litaay et al., 2007).
Hubungan keanekaragaman makrozoobentos dan kerapatan lamun memiliki hubungan negatif. Semakin tinggi nilai kerapatan lamun semakin rendah nilai keanekaragaman makrozoobentos, begitu pun sebaliknya. Pantai Semawang Sanur Bali memiliki nilai kualitas perairan yang cukup optimal untuk kehidupan biota makrozoobentos dan tumbuhan lamun. Keanekaragaman yang didapatkan di Pantai Semawang Sanur Bali tergolong dalam kategori sedang yang menunjukkan bahwa ekosistem pantai Semawang mengalami tekanan ekologis sedang. Akan tetapi kondisi tersebut cukup seimbang untuk mendukung kehidupan biota makrozoobentos. Kerapatan total lamun sebesar 362 ind/m2 menunjukkan padang lamun di Pantai Semawang Sanur Bali tergolong sangat rapat.
Daftar Pustaka
Amalia, I. (2018). Kelimpahan dan Keanekaragaman Epifauna di Area Padang Lamun Pulau Serangan Bali. Skripsi. Badung, Indonesia: Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.
Coleman, N. (1994). Sea Stars of Autralasia and their relatives. Singapore: Neville Coleman.
Dahuri, R., Rais, J., & Sitepu, M. J. (2001). Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Peisisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta, Indonesia: PT. Pradnya
Paramita
Fortes, M. D. (1990). Seagrass: a resource unknown in ASEAN region. ICLARM Education Series 6. Manila, Philippines: ICLARM
Hemminga, M. A., & Duarte, C. M. (2000). Seagrass ecology. Cambridge, Inggris: Cambridge
University Press
Herawati, P., Barus, T.A,, & Wahyuningsih, H. (2017). Keanekaragaman Makrozoobentos dan
Hubungannya dengan Penutupan Padang Lamun (Seagrass) Di Perairan Mandailing Natal. Jurnal Biosains, 3(2), 66-72.
Indrawan, G. S., Yusup, D. S., & Ulinuha, D. (2016). Asosiasi Makrozoobentos pada Padang Lamun di Pantai Merta Segara Sanur, Bali. Jurnal Biologi, 20(1), 11-16.
Istiqal, B. A., Yusup, D. S., & Suartini, N. M. (2013). Distribusi Horizontal Moluska di Kawasan Padang Lamun Pantai Merta Segara Sanur, Denpasar. Jurnal Biologi, 17(1), 10-14.
Ira. (2011). Keterkaitan Padang Lamun Sebagai Pemerangkap dan Penghasil Bahan Organik dengan Struktur Komunitas Makrozoobentos Di Perairan Pulau Barrang Lompo. Tesis. Bogor, Indonesia: Program Studi Ilmu Kelautan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Lanyon, J. (1968). Guide to the identification of Seagrasses in the Great Barier Reef Region. Queens-land, Australia: Great Barrier Reef Marine Park
Authority Townsville.
Junaidi. (2017). Analisis Hubungan Kerapatan Lamun terhadap Kelimpahan Makrozoobentos di Perairan Selat Bintan Desa Pengujan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau.
Litaay, M., Priosambodo, D., Asmus, H., & Saleh, A. (2007). Makrozoobentos yang Berasosiasi dengan Padang Lamun di Perairan Pulau Barrang Lompo, Makassar, Sulawesi Selatan. Berita Biologi, 8(4), 298-305.
Martha, L. G. M. R., Julyantoro, P. G. S., & Sari, A. H. W. (2019). Kondisi dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Perairan Pulau Serangan, Provinsi Bali. Journal of Marine and Aquatic Sains, 5(1), 131-134.
Meisaroh, Y., Restu, I.W., & Pebriani, D. A. A. (2019). Struktur Komunitas Makrozoobenthos sebagai Indikator Kualitas Perairan di Pantai Serangan Provinsi Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(1), 36-43.
Odum, E. P. (1993). Dasar-Dasar Ekologi. (3rd ed).
Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Mada University press.
Putra, I. P. (2014). Kajian Kerapatan Lamun terhadap Kepadatan Siput Gonggong (Strombus canarium) di Peraiaran Pulau Penyengat Kepulauan Riau. Kelautan dan Perikanan, 3(12), 25-67.
Riniatsih, I., Hartati, R., Rejeki, S., & Endrawati, H.
(2018). Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Pada Habitat Lamun Hasil Transplantasi dengan Metode Ramah Lingkungan. Jurnal Kelautan Tropis, 21(1), 29-36.
Robin, A. (2008). Encyclopedia of marine gastropods. Germany: ConchBooks
Shannon, C. E. & Wiener, W. (1963). The mathematical theory of communication. Urbana, USA: University Illinois Press.
Sukawati, N. K. A., Restu, I. W., & Saraswati, S. A. (2018). Sebaran dan Struktur Komunitas Moluska di Pantai Mertasari Kota Denpasar, Provinsi Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1), 78-85.
Terinbali. (2015). Sebaran dan Keragaman Makrozoobentos serta Keterkaitannya dengan Komunitas Lamun di Calon Kawasan Konservasi Perairan Daerah (Kkpd) di Perairan Kabupaten Luwu Utara. Skripsi. Makassar, Indonesia: Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
Wahab, I., Kawaroe, M., & Madduppa, H. (2018).
Perbandingan Kelimpahan Makrozoobentos di Ekosistem Lamun pada Saat Bulan Purnama dan Perbani di Pulau Panggang Kepulauan Seribu Jakarta. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 10(1), 217-229.
Woodburry, G. (2002). Introduction to statistic. Canada: Duxbury.
Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 1-7 (2020)
Discussion and feedback