Tingkat Dekomposisi Bahan Organik Pada Substrat Dasar Tambak Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Desa Patas Bagian Timur, Buleleng, Bali
on
Current Trends in Aquatic Science II(2), 79-86 (2019)
Tingkat Dekomposisi Bahan Organik Pada Substrat Dasar Tambak Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Desa Patas Bagian Timur, Buleleng, Bali
Yuli Andriani Situngkir a, Alfi Hermawati Waskita Sari a, Ima Yudha Perwira a*
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia
*Penulis koresponden. Tel.: +62-85338368208
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 17 Juni 2019; disetujui (accepted) 11 Agustus 2019
Abstract
Intensive cultivation of white shrimp (Litopenaeus vannamei) contributes to the increase of organic materials regarding to the remained unconsumed feed and feses. This study aimed to know the decomposition rate of organic materials in the substrate of intensive white shrimp ponds located in around Patas Village, East of Buleleng. Sample of substrate was collected from 8 ponds, and analyzed for C-organic, total nitrogen, and total bacterial number. Organic carbon was analyzed using Walkey and Black method, total nitrogen was analyzed using Indophenol method, and total bacterial number was analyzed by using total plate count method. The results showed that the average of organic carbon, total nitrogen, and total bacterial number were 29,4%, 1,6%, dan 5,8×105 CFU/ml. This results indicate a balance decomposition rate in the substrate of the pond. There was correlation between C/N ratio and total bacterial number (R2=0,7237). The water quality of the pond was present in the optimal condition based on Republic of Indonesia Minister of Maritime Affairs and Fisheries Regulations Number 75/2016 about general instructions for enlarging tiger shrimp (Penaeus monodon) and white shrimp (Litopenaeus vannamei).
Keywords: decomposition organic matter; Litopenaeus vannamei; pond bottom substrate; Patas Village, Buleleng
Abstrak
Budidaya udang vannamei secara intensif memberikan konsekuensi peningkatan bahan organik yang diakibatkan oleh sisa pakan dan kotoran udang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat dekomposisi bahan organik substrat dasar tambak udang vannamei intensif yang ada di Desa Patas Bagian Timur Buleleng. Sampel substrat dasar tambak diambil dari 8 petak tambak yang ada di Desa Patas Bagian Timur Buleleng. Sampel tersebut kemudian dianalisa kandungan C-organik, nitrogen total dan jumlah total bakterinya. Kandungan C-organik dianalisa dengan menggunakan metode Walkley and Black, kandungan nitrogen total dianalisa menggunakan metode Indophenol dan jumlah total bakteri dianalisa dengan menggunakan metode Total Plate Count. Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa rata-rata C-organik, nitrogen total dan jumlah total bakteri masing-masing sebesar 29,4%, 1,6%, dan 5,8×105 CFU/ml. Dari hasil tersebut diketahui nilai rasio C/N sebesar 20,33 dengan kata lain tingkat dekomposisi pada substrat dasar tambak dalam kondisi seimbang. Analisa korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara rasio C/N dengan jumlah total bakteri (R2=0,7237). Kondisi kualitas air berada dalam kondisi yang optimal sesuai dengan baku mutu kualitas air menurut PERMEN-KP RI Nomor 75 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon) dan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei).
Kata Kunci:. dekomposisi bahan organik; Desa Patas, Buleleng; Litopenaeus vannamei; substrat dasar tambak.
usaha pemanfaatan, sumberdaya kelautan berupa peningkatan dan pengembangan pada sektor perikanan budidaya tambak. Perikanan budidaya tambak merupakan salah satu kegiatan alternatif dalam meningkatkan produksi perikanan (Karuppasamy et al., 2013; Hikmayani et al., 2012).
Perekonomian masyarakat terus ditingkatkan melalui upaya pemanfaatan sumberdaya pada sektor budidaya. Pemanfaatan sektor budidaya ditingkatkan melalui pendekatan pada peningkatan teknologi yang diterapkan pada tambak udang intensif.
Budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dilakukan dengan sistem intensif, dicirikan dengan penggunaan probiotik, pakan komersil dengan kandungan protein yang tinggi dan tingkat penebaran tinggi yang berkisar 100-300 ekor/m2 (Nababan et al., 2015). Pada tambak intensif diketahui bahwa 15% dari pakan yang diberikan akan larut dalam air, sementara 85% yang dimakan sebagian besar dikembalikan ke lingkungan dalam bentuk limbah. Sekitar 17% dari jumlah pakan yang diberikan dikonversi menjadi daging udang, 48% terbuang dalam bentuk ekskresi (metabolisme dan kelebihan nutrien), ecdysis (moulting) dan pemeliharaan (energi), 20% dari pakan yang diberikan dikembalikan ke lingkungan dalam bentuk limbah padat berupa feses (Paena et al., 2017; Primavera, 1994). Padat penebaran udang yang tinggi memberikan konsekuensi peningkatan bahan organik yang diakibatkan oleh sisa pakan yang tidak habis dimakan dan kotoran udang sebagian akan larut dan sebagian lagi mengendap di dasar tambak.
Menurut Barg (1992), pakan udang pada sistem budidaya udang secara intensif menjadi sumber utama penghasil bahan organik dan dapat overnutrient dan peningkatan sedimentasi pada substrat dasar. Substrat dasar adalah salah satu sumber utama nutrien terlarut ditambak udang. Avnimelech dan Rivto (2003) menyatakan bahwa, substrat dasar tambak yang kaya akan nutrien dan bahan organik dapat mengakibatkan pertumbuhan mikroorganisme menjadi sangat pesat, sehingga konsumsi oksigen di substrat dasar tambak mengalami peningkatan yang mengakibatkan daerah dasar tambak menjadi daerah yang tercemar. Tingginya kandungan bahan organik berpotensi untuk dikonversi menjadi bahan anorganik seperti nitrat yang dapat menyebabkan blooming alga.
Bahan organik yang terus menerus terbuang ke suatu perairan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Menurut Siaka (2008), penurunan kualitas air diakibatkan oleh masuknya zat pencemar, baik bahan organik maupun anorganik. Kandungan bahan organik yang mengendap pada substrat dasar apabila di atas ambang batas akan
mempengaruhi kualitas air serta memberikan dampak pencemaran terhadap lingkungan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2018-April 2019 di Desa Patas Bagian Timur, Kabupaten Buleleng, Bali. Pengambilan sampel dilakukan pada 8 petak tambak. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pengambilan sampel di lapangan dan analisis sampel di Laboratorium. Pengambilan sampel substrat dasar dilakukan pada sore hari pukul 15.30 WITA setelah melakukan penyifonan pada tambak. Proses analisis sampel air dilakukan di Laboratorium Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana dan analisis sampel substrat dasar tambak dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Peta lokasi pengambilan sampel ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel
-
2.2 Metode Pengambilan Sampel Air dan Substrat Dasar Tambak
Pengambilan sampel air dan substrat dasar dilakukan dengan menentukan 8 petak tambak sebagai representasi dari tambak yang ada di Desa Patas Bagian Timur. Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan swing sampler dan dimasukkan ke dalam botol yang berukuran 600 ml (sampel untuk mengukur COD dan DO). Setelah itu sampel dimasukkan kedalam coolbox yang sudah berisi es. Sedangkan untuk sampel substrat dasar diambil melalui outlet tambak dan dimasukkan ke dalam plastik yang berukuran 1 kg. Sampel
dimasukkan kedalam coolbox yang sudah berisi es kemudian langsung dibawa ke Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Udayana untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
-
2.2.1. Metode Pengukuran Kandungan C-organik
Kandungan C-organik pada substrat diukur dengan metode distilasi Walkley and Black. Sampel substrat ditimbang sebanyak 1,0 g dan dimasukkan ke dalam erlemenyer 50 ml. Kemudian ditambahkan 10 ml potasium dichromat (K2Cr2O7) dengan menggunakan pipet sambil digoyangkan perlahan agar bercampur dengan sampel uji. Setelah itu, ditambahkan 10 ml asam sulfat (H2SO4) pekat dengan pipet sambil diputar sampai mengalami perubahan warna menjadi jingga. Jika larutan tersebut mengalami perubahan warna menjadi biru/hijau maka ditambahkan K2Cr2O7 dan H2SO4 pekat secukupnya (jumlah penambahannya dicatat). Larutan tersebut kemudian didiamkan dalam ruang asam selama 30 menit sampai larutan menjadi dingin. Lalu, ditambahkan 5 ml H3PO4 85% dan 1 ml indikator Diphenylamine (C6H5)2NH. Larutan tersebut kemudian dikocok dengan cara membolak-balik sampai homogen, dan dibiarkan sampai mengendap. Bagian larutan yang berwarna bening kemudian diambil (5 ml) dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 50 ml. Setelah itu ditambahkan akuades sebanyak 15 ml. Setelah itu dilakukan titrasi dengan menggunakan FeSO4 1N hingga warna berubah menjadi kehijau-hijauan. Kandungan C-organik dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(1)
mula nyala kecil selama 15 menit dan nyala besar sampai larutan menjadi jernih selama 15 menit. Kemudian larutan didinginkan hingga benar-benar dingin. Setelah didinginkan, ditambahkan 100 ml akuades dan 20 ml NaOH 30% serta beberapa butir batu didih. Larutan diletakkan di atas kompor macro Kjeldahl set untuk didestilisasi dan hasil destilisasi ditampung dengan erlemenyer yang berisi 15 ml H3BO3 1% dan 1 tetes indikator N. Sebelumnya air pendingin telah dihubungkan dengan macro Kjeldahl set dan kompor listrik dinyalakan mula-mula pada angka 2 kira-kira 10 menit dan diteruskan pada angka 2,5. Kemudian destilasi dihentikan kira-kira setelah 10 menit dari tetesan pertama (volume menjadi >50ml). Setelah itu dilakukan titrasi dengan larutan H2SO4 sebanyak 0,05 N, larutan diamati sampai ada perubahan warna menjadi merah. Kandungan nitrogen kemudian dihitung dengan menggunakan formula:
Kadar Nitrogen (%) = tt°1^a2)x n x 14} × 100 (3)
dimana a1 adalah standar 0,1 N H2SO4 rata-rata yang digunakan dalam titrasi contoh (ml); a2 adalah standar 0,1 N H2SO4 rata-rata yang digunakan dalamtitrasi blanko (ml); n adalah normalitas H2SO4 (grek/l); c adalah berat rata-rata contoh kering mutlak yang dikeringkan pada suhu 105oC (mg); 14 adalah nilai berat atom Nitrogen.
-
2.2.3. Metode Pengukuran Jumlah Total Bakteri
Jumlah bakteri pada substrat dasar tambak dihitung dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC) (SNI 2897:2008). Penghitungan jumlah total bakteri dilakukan dengan menghitung jumlah koloni bakteri berhasil tumbuh pada media agar. Media agar yang digunakan adalah Plate Count Agar (PCA). Media PCA sebanyak 22,5 g (Merck) dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer dan dilarutkan dengan akuades sebanyak 1000 ml. Media tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate pada suhu 95oC sampai mendidih. Sampel substrat kemudian diencerkan satu kali dengan memasukkan 1,0 g sampel ke dalam tabung reaksi, dan ditambahkan dengan larutan NaFis sebanyak 9 ml (10-1). Setelah itu dilanjutkan dengan pengenceran secara seri dari 10-2 sampai 10-5. Selama pengenceran, dilakukan proses homogenisasi dengan menggunakan vortex. Media PCA didiamkan sekitar 10-15 menit hingga media menjadi padat. Kemudian, masing-masing
pengenceran (10-2 sampai dengan 10-5) dimasukkan ke dalam cawan petri. Cawan petri yang sudah berisi pengenceran 10-2 sampai dengan 10-5 dimasukkan ke dalam inkubator, dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah proses inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan menggunakan hand tally counter. Cawan petri yang dipilih adalah yang mempunyai jumlah koloni 25 sampai dengan 250 (PPOMN, 2006). Untuk menentukan banyaknya jumlah bakteri yang tumbuh dalam media dapat dilihat secara langsung tanpa menggunakan mikroskop.
-
2.2.4. Pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand)
Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam sampel air tambak di ukur berdasarkan cara uji kebutuhan oksigen kimiawi secara permanganat (Japan Industrial Standard). Sampel air pada tambak udang (100 ml) dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan KMnO4 dan H2SO4 masing-masing sebanyak 10 ml. Kemudian dididihkan pada suhu ± 95oC selama 30 menit diatas hot plate. Sampel kemudian didinginkan selama 30 menit, sebelum ditambahkan larutan Na2C2O4 sebanyak 10 ml. Titrasi dilakukan dengan menggunakan larutan KMnO4 sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand) pada sampel air tambak udang vannamei dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
-
2.2.5. Pengukuran DO dan Suhu
Kadar DO diukur secara in-situ dengan menggunakan DO meter yang telah terkalibrasi. Sampel air dimasukkan kedalam gelas beaker dan diaduk sampai rata. Setelah proses pengadukan selesai, DO meter dimasukkan ke dalam sampel uji sampai angka pada DO meter stabil. Pengukuran suhu menggunakan alat termometer yang sudah terdapat pada alat DO meter. Pengukuran suhu dan DO pada sampel air tambak udang vannamei dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
-
2.2.6. Pengukuran pH
Kadar pH diukur secara in-situ dengan menggunakan pH meter yang telah terkalibrasi. Sampel air dimasukkan kedalam gelas beaker dan diaduk sampai rata. Setelah proses pengadukan
selesai, pH meter dimasukkan ke dalam sampel uji sampai angka pada pH meter stabil. Pengukuran pH pada sampel air tambak udang vannamei dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
-
2.3 . Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat di informasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2009). Kandungan substrat dasar dan air pada tambak dianalisis secara statistik deskriptif. Analisa rasio C/N dari nitrogen total, total karbon organik dan jumlah total bakteri akan menghasilkan kesimpulan suatu kondisi dan kandungan kimiawi terhadap substrat dasar tambak udang vannamei di Desa Patas Bagian Timur. Kriteria dari nilai Rasio C:N disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1
Nilai rasio C/N
No |
Nilai |
Kategori |
1 |
> 30 |
Dekomposisi rendah/ tahap awal |
2 |
20 < rasio C:N < 30 |
Seimbang |
3 |
< 20 |
Dekomposisi terlalu cepat |
Sumber: Pratiwi (2013)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi total C-organik di tambak udang berkisar antara 20,62–38,8% dengan rata-rata nilai 29,4%. Kemudian untuk nilai nitrogen total hasil analisis berkisar antara 1,02–2,31% dengan rata-rata nilai 1,6% (Tabel 2). Nilai dari rasio C/N menunjukkan adanya perbedaan nilai pada delapan stasiun yang berkisar antara 10,73–37,72 dengan rata-rata nilai 20,33. Pengamatan pada total bakteri menunjukkan kisaran 4,4–7,5×105 CFU/ml dengan rata-rata nilai 5,8×105 CFU/ml. Rendahnya nilai rasio C/N pada substrat dasar tambak mengindikasikan adanya input sumber nitrogen yang cukup tinggi.
Tabel 2
Karakteristik Kimiawi Substrat Dasar Tambak
Stasiun |
C-Org (%) |
TN (%) |
Rasio C/N |
TB (CFU/ml) |
1 |
20,62 |
1,22 |
16,9 |
4,4 × 105 |
2 |
23,60 |
2,20 |
10,73 |
4,5 × 105 |
3 |
33,57 |
2,31 |
14,53 |
5,9 × 105 |
4 |
27,14 |
1,02 |
26,60 |
6,6 × 105 |
5 |
33,46 |
1,34 |
24,97 |
6,5 × 105 |
6 |
35,01 |
2,06 |
17,00 |
5,2 ×105 |
7 |
23,61 |
1,66 |
14,22 |
5,8 × 105 |
8 |
38,85 |
1,03 |
37,72 |
7,5 × 105 |
Rata-Rata |
29,48 |
1,60 |
20,33 |
5,8 × 105 |
-
3.2 Hubungan antara Rasio C/N dengan Jumlah Total Bakteri pada Substrat Dasar Tambak Udang Vannamei
Hasil analisis pada 8 stasiun substrat dasar tambak yang ada di Desa Patas Bagian Timur Buleleng menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara rasio C/N dengan jumlah total bakteri (R2=0,7237) (Gambar 2). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang jelas antara rasio C/N dengan jumlah total bakteri.
60 -
50 -
40 -
30 -
20 -
10 -
0
• y = 10292x + 370711 R2 = 0,7237
10 20 30 40
Rasio C/N
Gambar 2. Hubungan Total Bakteri dengan rasio C/N `
-
3.3 Kualitas Air pada Tambak Udang Vannamei di Desa Patas Bagian Timur, Buleleng
Hasil pengukuran kualitas air pada tambak Desa Patas Bagian Timur, Buleleng ditunjukkan pada Tabel 3. Nilai masing-masing parameter yang diukur menunjukkan hasil yang tidak berbeda jauh pada masing-masing kolam tambak yang diteliti. Kisaran nilai oksigen terlarut yang didapatkan pada saat penelitian yaitu 4,00–4,54 mg/l dengan nilai rata-rata 4,32 mg/l. Kisaran nilai suhu berkisar antara 28,7–30,2oC dengan nilai suhu rata-rata yang diperoleh 29oC, nilai ini menunjukkan bahwa suhu
pada masing-masing kolam tidak jauh berbeda. Konsentrasi pH yang berkisar antara 7,6–7,8 dengan nilai rata-rata 7,8. Nilai pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand) berkisar 19,6–20,4 mg/l dengan nilai COD rata-rata yang diperoleh 20,1 mg/l.
Tabel 3 Parameter Kualitas Air Tambak Udang Vannamei | ||||
Stasiun |
DO (mg/l) |
Suhu (°C) |
pH |
COD (mg/l) |
1 |
4,10 |
30,2 |
7,7 |
20,4 |
2 |
4,54 |
28,7 |
7,6 |
20,4 |
3 |
4,50 |
29,6 |
7,7 |
19,6 |
4 |
4,54 |
28,5 |
7,9 |
19,6 |
5 |
4,00 |
30,2 |
8,0 |
20,4 |
6 |
4,34 |
29,1 |
7,9 |
20,4 |
7 |
4,54 |
29,7 |
7,6 |
19,6 |
8 |
4,00 |
30,0 |
7,8 |
20,4 |
Rata-rata |
4,32 |
29,4 |
7,8 |
20,1 |
Baku Mutu (PERMEN-KP No.75 Tahun 2016 |
≥4 |
>27 |
7,5 8,5 |
Tambak Udang Vannamei
Hasil pengamatan pada 8 titik stasiun tambak yang ada di Desa Patas Bagian Timur Buleleng menunjukkan nilai rasio C/N=20,33. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat input nitrogen yang cukup tinggi, tetapi tidak diikuti dengan kenaikan kandungan karbon. Hal ini tidak mengejutkan karena selama proses pemeliharaan udang vannamei, pakan diberikan dua kali sehari secara terus menerus. Pakan udang vannamei diketahui memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (52,7%) (Briggs et al., 2004) yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhannya. Akan tetapi, nilai kandungan karbon pada pakan tidak terlalu tinggi sehingga tidak terjadi peningkatan nilai karbon. Walaupun terjadi kenaikan kandungan nitrogen selama proses pemeliharaan, tetapi tingkat dekomposisi bahan organik pada tambak cukup seimbang. Menurut Pratiwi (2013), nilai rasio C/N 20-30 terjadi proses mineralisasi dan imobilisasi yang seimbang. Tingkat dekomposisi bahan organik dengan rasio C/N yang melebihi 30
menunjukkan dekomposisi tahap awal, sedangkan rasio C/N lebih kecil dari pada 20 menunjukkan terjadinya proses mineralisasi N.
Pada proses dekomposisi akan terjadi pelepasan karbondioksida (CO2) sebagai hasil dari respirasi. Semakin tinggi aktivitas mikroorganisme, maka akan semakin mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Oleh karena itu, akan terjadi penurunan kandungan karbon sebagai akibat dari pelepasan karbondioksida dan dekomposisi bahan organik. Berkebalikan dengan karbon, kandungan nitrogen akan meningkat sehingga menyebabkan penurunan rasio C/N. Semakin tinggi kandungan nitrogen yang terbentuk akan menyebabkan penurunan rasio C/N, dengan kata lain terjadi proses mineralisasi. Akumulasi bahan organik di suatu lingkungan perairan ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor produksi dan faktor dekomposisi (Purnomo et al., 2016). Tingginya kandungan nitrogen pada substrat dasar tambak yang disebabkan dari faktor produksi terjadi karena beberapa hal, seperti sisa pakan dan feses udang vannamei. Sedangkan faktor dekomposisi diduga berasal dari bakteri dekomposisi oleh mikroorganisme yang terdapat di kolam tambak. Proses dekomposisi ini melibatkan bahan karbon organik dan nitrogen yang tersedia di suatu perairan.
-
4.2 Hubungan antara Rasio C/N dengan Jumlah Total Bakteri pada Substrat Dasar Tambak Udang Vannamei
Hasil analisa menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara rasio C/N dengan jumlah total bakteri yang ada di substrat dasar tambak (Gambar 2). Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian lainnya yang menunjukkan adanya hubungan diantara keduanya (Purnomo et al., 2016; Putra, 2014). Nitrogen merupakan nutrien yang penting untuk budidaya tambak yang sebagian bersumber dari sisa pakan, feses dan jasad yang mati dan terikat dalam materi organik. Nilai nitrogen yang diperoleh pada 8 stasiun tambak udang vannamei di Desa Patas Bagian Timur Buleleng menunjukkan nilai nitrogen total = 1,6%. Menurut Mustafa dan Admi (2014); Khartik et al. (2005) kandungan
nitrogen total pada substrat dasar tambak yang lebih besar dari 0,05% tergolong baik untuk budidaya tambak. Selain nitrogen, karbon merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan berbagai
aktivitas, termasuk proses dekomposisi (Barnum, 2005). Dalam proses tersebut, karbon organik yang ada di dalam substrat dasar tambak akan dikonversi menjadi CO2 melalui proses respirasi (Purnobasuki, 2012). Salah satu jenis bakteri yang mengkonversi bahan organik menjadi bahan anorganik adalah bakteri amonifikasi, dimana bahan organik tersebut akan diubah menjadi ammonia dan ammonium melalui proses amonifikasi (Rosmarkam dan Yuwono, 2005). Analisis konsentrasi nitrogen total dan karbon organik dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara karbon dengan nitrogen (rasio C/N).
Menurut Maulina (2009), perbandingan karbon dengan nitrogen sangat berpengaruh terhadap kerja bakteri. Jika rasio C/N sangat tinggi, seperti halnya pada sistem perairan alami, maka N akan menjadi sangat terbatas sebagai nutrien bagi bakteri untuk membentuk jaringan biomassa bakteri. Total bakteri dengan rasio C/N menunjukkan hubungan yang sangat erat, dimana rasio C/N mempengaruhi pertumbuhan bakteri sebanyak 72,37% sementara sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti bakteri yang tidak berpotensi sebagai dekomposer hal ini didukung oleh Vrananta et al. (2013) bahwa perbedaan angka rasio C/N juga dipengaruhi oleh bakteri-bakteri yang memerlukan unsur N dalam proses nitrifikasi dan denitrifikasi contohnya Bacillus, Paracoccus dan Pseudomonas.
-
4.3 Kualitas Air pada Tambak Udang Vannamei di Desa Patas Bagian Timur, Buleleng
Hasil analisa kualitas air menunjukkan bahwa DO (Dissolved Oxygen) air di tambak udang vannamei yang ada di Desa Patas Bagian Timur Buleleng masih dalam kondisi yang optimal (4 mg/l) (Tabel 3). Menurut PERMEN-KP RI No. 75 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon) dan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), kisaran DO yang dapat ditolerir oleh udang vannamei yaitu ≥4 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa tambak-tambak tersebut mendapatkan suplai oksigen yang mencukupi. Parameter lain yang juga dibutuhkan oleh udang vannamei yaitu oksigen untuk proses metabolisme tubuhnya (Kordi dan Tancung, 2007). Selain mensuplai kebutuhan untuk udang vannamei, oksigen juga dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam tambak yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik (Breure, 2004).
Menurut Effendi (2003), menyatakan bahwa adanya bahan organik di perairan juga dipengaruhi oleh DO (Dissolved Oxygen), suhu, dan pH.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berperan dalam mengendalikan budidaya tambak. Berdasarkan hasil pengukuran suhu pada kedelapan kolam tambak diperoleh nilai rata-rata 29oC (Tabel 3.2), hasil data tersebut menunjukkan bahwa suhu berada pada keadaan optimal bagi biota udang vannamei. Kondisi perairan dengan suhu tersebut dapat membantu mikroorganisme dalam kegiatan penguraian bahan organik menjadi unsur yang tidak berbahaya pada suatu perairan tambak. Menurut Suprapto (2005), bahwa suhu optimum untuk budidaya udang vannamei berkisar antara 27-32oC. Haliman dan Adijaya (2005) menambahkan bahwa suhu optimum pertumbuhan udang vannamei berkisar antara 26-32oC, jika suhu melebihi dari angka optimum akan menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme, respirasi organisme dan akan mengakibatkan peningkatan komsumsi oksigen.
Parameter kualitas air selanjutnya yang dianggap penting adalah pH air tambak. Nilai pH air tambak masih berada pada nilai optimal (Tabel 3), hal ini sesuai dengan PERMEN-KP RI No. 75 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon) dan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), bahwa kondisi pH air yang optimal untuk budidaya udang vannamei berkisar 7,5–8,5. Menurut Boyd (1992) konsentrasi pH berpengaruh secara langsung dengan aktivitas mikroorganisme sehingga akan mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik. pH juga berpengaruh terhadap metabolisme dari organisme, semakin baik proses metabolisme maka semakin cepat terjadinya proses dekomposisi.
Nilai COD (Chemical Oxygen Demand) dapat menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Berdasarkan hasil pengukuran pada seluruh stasiun tambak penelitian diperoleh nilai rata-rata 20,1 mg/l (Tabel 3). Menurut Barus (2002) tingginya nilai COD dikarenakan adanya senyawa kompleks anorganik di perairan yang dapat teroksidasi juga akan ikut dalam reaksi pengujian. Chemical oxygen demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990).
5. Simpulan
Dari hasil tersebut diketahui nilai rasio C/N sebesar 20,33 dengan kata lain tingkat dekomposisi pada substrat dasar tambak dalam kondisi seimbang. Analisa korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara rasio C/N dengan jumlah total bakteri (R2=0,7237). Kondisi kualitas air berada dalam kondisi yang optimal sesuai dengan baku mutu kualitas air menurut PERMEN-KP RI No. 75 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon) dan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei).
Ucapan terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pengelola tambak yang mengizinkan kepada penulis untuk melakukan penelitian di tambak Desa Patas Bagian Timur, Buleleng, Bali. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
Laboratorium Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana dan Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
Daftar Pustaka
Avnimelech, Y., & Rivto, G. (2003). Shrimp and Fish Pond Soil: Process and Management. Aquaculture, 220 (1-4), 549-567.
Badan Standardisasi Nasional. (2008). Cara Uji Total Bakteri dengan metode Total Plate Count (TPC) (SNI 012897-2008). Jakarta-Indonesia: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2013). Cara Uji Kadar Nitrogen Total Sedimen dengan Distilasi Kjeldahl secara Titrasi (SNI 4146:2013). Jakarta-Indonesia: Badan Standardisasi Nasional.
Barg, U. C. (1992). Guidelines for the promotion of environmental management of coastal aquaculture development. Rome, Italia: Food Agriculture
Organization of the United Nation.
Barnum, R. S. (2005). Biotechnology an Introduction. (2nd ed.). New York, USA: Thomson Brooks Cole.
Barus, T. A. (2002). Pengantar Limnologi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, pp. 193.
Boyd, C. E. (1990). Water Quality In Pond for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Alabama, USA: Auburn University.
Boyd, C. E. (1992). Shrimp pond bottom soil and sediment management. In: Wyban, J. (Ed.), In Proceedings of the Special Session on Shrimp Farming. World Aquaculture Society. Baton Rouge, Louisiana, pp. 166-181.
Breure, A. M. (2004). Soil Biodiversity: Measurements, Indicators, Threats and Soil Functions. Leon Spain. (www.intl’conf/soilcompost), [diakses: 15 Mei 2019].
DSKB. (2017). Buleleng Dalam Angka 2017. Buleleng, Indonesia: Dinas Statistik Kabupaten Buleleng.
Briggs, M., Smith, S. F., Subasinghe, R., & Phillips, M. (2004). Introduction and Movement of Panaeus vannamei and Panaeus stylirostris in Asia and The Pacific. Rome, Italia: Food Agriculture Organization of the United Nation.
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Haliman, R. W., & Adijaya, D. (2005). Udang vannamei. Seri Agribisnis. Pembudidayaan dan Prospek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hikmayani, Y., Yulisti, M., & Hikmah. (2012). Evaluasi Kebijakan Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 2 (2), 85-102.
Karthik, M., Suri, J., Saharan, N., & Biradar, R. S. (2005). Brackish Water Aquaculture Site Selection in Palghar Taluk, Thane District of Maharashtra. India, Using The Techniques of Remote Sensing and Geographical Information System. Aquacultural Engineering, 32 (2), 285-302.
Karuppasamy, A., Mathivanan, V., & Selvisabhanayakam. (2013). Comparative Growth Analysis of Litopenaeus vannamei in Different Stocking Density at Different Farms of the Kottakudi Estuay, South East Coast of India. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies, 1 (2), 40-44.
Kordi, M. G. H., & Tancung, A. B. (2007). Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. PT Rineka Cipta. Jakarta. 208 hlm.
Maulina, N. (2009). Aplikasi Teknologi Bioflok dalam Budidaya Udang Putih (Litopenaeus vannamei Boone). Tesis School of Life Science and Technology. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Mustafa, A., & Admi, A. (2014). Aplikasi Analisis Jalur Dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Dalam Prosiding Jurnal Kelautan Nasional 2014. Jakarta, Indonesia, Agustus 2014 (pp. 65-70).
Nababan, E., Putra, I., & Rusliadi. (2015). Pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei) dengan persentase pemberian pakan yang berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 2 (2), 1-9.
Paena, M., Suhaimi, R. A., & Undu, C. M. (2017).
Karakteristik Sedimen Perairan Sekitar Tambak Udang Intensif saat Musim Hujan di Teluk Punduh Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9 (1), 221-234.
PPOMN. (2006). Metode Analisis Uji Angka Kapang/Khamir dalam Obat Tradisional. Jakarta, Indonesia: Pusat
Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. hlm 128.
Pratiwi, I. G. A. P. (2013). Analisis Kualitas Kompos Limbah Persawahan dengan Mol Sebagai Dekomposer. Skripsi. Denpasar, Indonesia: Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Primavera, J. H. (1994). Environmental and Socioeconomic Effect of Shirmp Farming: The Philippine Experience. INFOFISH International. Kuala Lumpur, (1), 44-49.
Purnobasuki, H. (2012). Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon. Buletin PSL Universitas Surabaya, 28 (3-5), 1-6.
Purnomo, W. P., Widyorini, N., & Ain, C. (2016). Analisis C/N rasio dan Total Bakteri pada Sedimen Kawasan Konservasi Mangrove Sempadan Sungai Betahwalang dan Sungai jajar Demak. Dalam Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan 2016. Universitas Diponegoro, Semarang, Juni 2016 (pp. 519-530).
Putra, S. J. W. (2014). Analisis Hubungan Bahan Organik dengan Total Bakteri pada Tambak Udang Intensif Sistem Semibioflok di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara. Diponegoro Journal of Maquares Management of Aquatic Resources, 3 (3), 121129.
Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 75 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon) dan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 75. Jakarta, Indonesia: Menteri Kelautan dan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Rosmarkam, A & Yuwono, H. W. (2005). Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Jakarta.
Siaka, I. M. (2008). Korelasi antara Kedalaman Sedimen di Perairan Benoa dan Konsentrasi Logam Berat Pb dan Cu. Journal Kimia, 2 (2), 61-70.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Suprapto. (2005). Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). CV. Biotirta. Bandar Lampung.
Vrananta, S. D., Soedarsono, P., & Afiati, N. (2013). Hubungan Nisbah C/N dengan Jumlah Total Bakteri pada Sedimen Tambak di Areal Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara. Journal of Management of Aquatic Resources, 2 (3), 265-272.
Curr.Trends Aq. Sci. II(2): 79-86 (2019)
Discussion and feedback