Current Trends in Aquatic Science II(2), 87-93 (2019)

Fitoremediasi Logam Berat Timbal (Pb) oleh Tanaman Kiapu (Pistia stratiotes) Berdasarkan Analisis Mass Balance

Nita Hayani Br Tarigan Sibero a, Ni Putu Putri Wijayanti a, Ima Yudha Perwira a

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia

*Penulis koresponden. Tel.: +62-85338368208

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 20 Juni 2019; disetujui (accepted) 12 Agustus 2019

Abstract

This study was aimed to investigate the phytoremediation capacity and mechanism of Pb by Kiapu plants (Pistiastratiotes) based on the mass balance analysis. This study used 2 treatments, Pb exposure at 10 and 20 ppm. The phytoremediation capacity of Kiapu plants was represented by the absorption/adsorption rate of Pb by the plants during 20 days of cultivation. The mechanism of Pb phytoremediation by Kiapu plants was estimated in mass balance analysis (the mass of Pb in leaves and roots). The value of Pb mass accumulation (in leaves and roots) was used as the basis of phytoremediation mechanism determination. The results showed that Kiapu plants could absorp/adsorp Pb from the water up to 0,71% in leaves and 0,79% in roots out of 50,5 mg in the 10 ppm treatment and that of 0,50% in leaves and 0,52% in roots out of 100,25 mg in the 20 ppm treatment. These result showed that the highest absorption/adsorption was in the root of the plants indicating a rhyzofiltration mechanism during the phytoremediation process. The water quality was not effected by phytoremediation using Kiapu plants.

Keywords: phytoremediation, capacity, mechanism, Kiapu (Pistia stratiotes), mass balance.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan dan mekanisme fitoremediasi logam berat Pb oleh tanaman Kiapu berdasarkan analisa mass balance. Penelitian ini menggunakan 2 macam perlakuan, yaitu paparan Pb pada konsentrasi 10 dan 20 ppm. Tingkat kemampuan fitoremediasi tanaman Kiapu direpresentasikan oleh tingkat penyerapan Pb oleh tanaman Kiapu selama 20 hari. Mekanisme fitoremediasi Pb oleh tanaman Kiapu dianalisa dengan menggunakan analisa mass balance, yang merepresentasikan jumlah massa Pb pada media (air) dan tanaman Kiapu (akar dan daun). Besarnya akumulasi massa Pb (pada akar atau daun) tersebut yang digunakan sebagai dasar penentuan mekanisme fitoremediasi Pb oleh tanaman Kiapu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman Kiapu memiliki kemampuan menyerap Pb dari media (air) dengan akumulasi di daun dan akar sebanyak 0,71% dan 0,79% dari total 50,5 mg di air pada perlakuan 10 ppm serta 0,50% dan 0,52% dari total 100,25 mg pada perlakuan 20 ppm. Hasil analisa mass balance menunjukkan bahwa tingkat penyerapan paling tinggi terdapat pada bagian akar dari tanaman Kiapu, yang mengindikasikan mekanisme rhyzofiltration pada proses fitoremediasi. Kualitas air tidak berpengaruh pada proses fitoremediasi tanaman Kiapu.

Kata Kunci: fitoremediasi, tingkat kemampuan, mekanisme, tanaman Kiapu (Pistia stratiotes), massbalance

  • 1.    Pendahuluan

Pemanfaatan sumberdaya alam terhadap kebutuhan manusia saat ini semakin tinggi, hal ini berdampak juga pada tingginya penggunaan bahan yang sulit terdegradasi oleh alam. Kegiatan manusia lainnya seperti kegiatan industri dan

transportasi juga berpotensi untuk pencemaran dan kerusakan lingkungan (Adhikari et al., 2016). Salah satu cara untuk menurunkan konsentrasi bahan pencemar pada perairan yaitu dengan melakukan fitoremediasi (Salamah et al., 2019). Fitoremediasi merupakan pengolahan limbah dengan menggunakan tanaman beserta bagian-bagiannya

yang berfungsi untuk menurunkan bahan pencemar yang terdapat pada lingkungan yang terkontaminasi limbah. Beberapa contoh tanaman air yang mampu menyerap logam berat adalah Kiapu, tanaman Kiapu disebut tanamanan hiperakumulator yang merupakan tanaman air yang tahan terhadap unsur logam dalam konsentrasi tinggi. Tanaman Kiapu memiliki fitokelatin yang memiliki enzim yang digunakan untuk mengikat logam berat (Widaningrum, 2007). Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui kemampuan Kiapu dalam penyerapan logam berat timbal (Pb) di perairan, sehingga dampak pencemaran logam berat di perairan dapat tertanggulangi dengan adanya fitoremediasi.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Lokasi dan Waktu

Penelitian eksperimen ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Perikanan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana. Proses ekstraksi tanaman Kiapu dilakukan di Laboratorium Analitik Universitas Udayana, sedangkan analisa kandungan Pb dilakukan di UPT. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali. Sampel tanaman Kiapu didapatkan dari Subak Desa Bangli, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Penelitian ini dilakukan selama 20 hari pada bulan Desember 2018 sampai dengan Januari 2019.

  • 2.2    Persiapan Penelitian

Proses persiapan penelitian diawali dengan pengambilan sampel tanaman Kiapu. Tanaman Kiapu di aklimatisasi terlebih dahulu selama 5 hari sebelum percobaan. Selain itu, disiapkan media yang akan digunakan pada proses fitoremediasi, yaitu media dengan paparan Pb 10 dan 20 ppm. Pb(NO3)2 ditimbang sebanyak 0,01 gram (10 ppm) dan 0,25 gram (20 ppm) untuk dicampurkan ke dalam 5 liter air, yang kemudian ditempatkan ke dalam sebuah kontainer plastik. Tanaman Kiapu yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman Kiapu dengan berat rata-rata 300 gram.

  • 2.4    Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL). Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah perlakuan 10 ppm dan perlakuan 20 ppm dengan 2 ulangan. Pengukuran kandungan logam berat Pb dilakukan pada sampel air dan tanaman Kiapu (akar dan daun). Pengukuran kandungan Pb pada air dan tanaman Kiapu (akar dan daun) dilakukan pada hari ke-1 dan hari ke-20 untuk mendapatkan gambaran mass balance Pb selama penelitian.

  • 2.5    Fitoremediasi Logam Berat Pb oleh tanaman Kiapu

Proses fitoremediasi logam berat Pb oleh tanaman Kiapu dilakukan dengan mengkultur tanaman Kiapu pada media dengan konsentrasi berbeda, 10 dan 20 ppm. Fitoremediasi yang dilakukan adalah fitoremediasi statis (air yang di fitoremediasi dalam keadaan diam dan tidak bergerak). Sampel tanaman Kiapu sebanyak 300 gram dimasukkan ke dalam kontainer plastik yang telah berisi media tersebut, setelah melalui proses aklimatisasi. Selama proses fitoremediasi tersebut dilakukan pengadukan 1 hari sekali yang bertujuan untuk meratakan proses penyerapan logam berat oleh tanaman Kiapu.

  • 2.6    Ekstraksi Pb dari Tanaman Kiapu

Proses ekstraksi logam berat Pb dari sampel akar dan daun tanaman Kiapu dilakukan dengan cara pengabuan basah. Sampel akar dan daun tanaman Kiapu dipotong kecil-kecil (untuk mempermudah proses pengeringan dan pengabuan). Sampel tersebut kemudian dikeringkan pada suhu 70-80°C selama 4-5 jam dengan menggunakan oven. Setelah proses pengeringan, sampel (akar dan daun) digerus dan ditimbang masing-masing sebanyak 0,25 gram dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl untuk proses destruksi. Proses destruksi dilakukan dengan cara menambahkan 10 ml asam sulfat (H2SO4) dan 5 ml asam nitrat (HNO3) dan dilanjutkan dengan proses pemanasan (sampai mendidih) pada suhu 200°C selama 45 menit. Setelah itu larutan hasil destruksi didinginkan selama 30 menit dan ditambah aquades sebanyak 20 ml. Selanjutnya hasil destruksi tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring whatman nomor 1 ukuran 10 cm. Filtrat kemudian diencerkan menggunakan aquades hingga tanda batas 100 ml.

  • 2.7    Pengukuran KandunganPb

Prosedur analisis kandungan Pb di dalam media (air) dan tanaman Kiapu (akar dan daun)

dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS) mengacu pada SNI 6989.8.2009 dan SNI 0-6992.3-2004.

  • 2.8    Perhitungan Mass Balance Pb pada Air, dan

Tanaman Kiapu

Analisis mass balance dilakukan dengan cara menghitung jumlah massa Pb yang ada pada media (air), tanaman Kiapu (akar dan daun) di awal dan akhir percobaan. Jumlah massa Pb pada media didapatkan melalui rumus:

Massa Pb dalam air=


Massa Pb akhir di air Total massa Pb akhir

× 100


(1)


Sedangkan jumlah massa Pb pada tanaman Kiapu (akar dan daun) didapatkan melalui rumus:

,,         i i    .           MassaPbakhirditanaman

Massa Pb dalam tanaman=------------------× 100

Total massa Pb akhir

(2)


Data kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel untuk menunjukkan persentase massa pada air, dan tanaman Kiapu (akar dan daun) di awal (hari 1) dan akhir penelitian (hari 20). Persentase massa pada air dan tanaman Kiapu (akar dan daun) diketahui dengan menggunakan rumus:

Persentase massa Pb (Xi) = Massa pb (xi) × 100 %

Total massa Pb

(3)


dimana X(i) adalah sampel air dan tanaman Kiapu (akar dan daun), sedangkan total massa Pb adalah jumlah total massa Pb pada air dan tanaman kiapu (akar dan daun). Hasil tersebut menunjukkan mass balance logam berat Pb selama proses fitoremediasi selama 20 hari. Analisis mass balance ini digunakan untuk menentukan bagian dari tanaman Kiapu yang menyerap logam berat Pb paling banyak. Hal itu digunakan untuk menduga mekanisme fitoremediasi Pb yang terjadi pada tanaman Kiapu.

  • 2.9    Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Seluruh data pada penelitian ini ditampilkan dalam bentuk rata-rata ± standar deviasi untuk mendapatkan gambaran mass balance Pb selama proses fitoremediasi. Data tingkat reduksi Pb oleh tanaman Kiapu ditampilkan dalam sebuah tabel, sedangkan data mass balance ditampilkan dalam bentuk diagram lingkaran.

  • 3.    Hasil

    • 3.1    Tingkat Penyerapan Logam Berat Pb Tanaman

Kiapu

Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi Pb di akhir penelitian lebih rendah dibandingkan di awal penelitian (Tabel 1). Pada perlakuan 10 ppm, terjadi penurunan dari 10,1 ppm menjadi 9,9 ppm. Pada perlakuan 20 ppm terjadi penurunan dari 20,1 ppm menjadi 19,8 ppm. Penurunan konsentrasi Pb di air tersebut diikuti dengan peningkatan konsentrasi Pb pada tanaman Kiapu (baik pada akar maupun daun) di akhir penelitian. Pada perlakuan A akar tanaman Kiapu memiliki konsentrasi Pb di awal penelitian sebesar 1,72 ppm sedangkan pada akhir penelitian menjadi 5,93 ppm, sedangkan pada daun tanaman Kipau di awal penelitian konsentrasi Pb sebesar 0,00 ppm, pada akhir penelitian menjadi 2,00 ppm. Perlakuan B konsentrasi Pb pada akar di awal penelitian adalah 1,72 ppm, kemudian pada akhir penelitian menjadi 4,04 ppm, sedangkan konsentrasi Pb di daun tanaman Kiapu di awal penelitian sebesar 0,00 ppm kemudian pada akhir penelitian naik menjadi 6,79 ppm. Hasil ini mengindikasikan bahwa tanaman Kiapu memiliki kemampuan untuk menyerap logam berat Pb. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa baik perlakuan 10 ppm maupun 20 ppm, peningkatan Pb pada akar tanaman Kiapu tidak melebihi 6 ppm, mengindikasikan adanya batas penyerapan logam berat Pb oleh tanaman Kiapu.

  • 3.2    Jumlah Massa Pb pada Media (air) dan Tanaman Kiapu (Akar dan Daun)

Perubahan kandungan Pb pada air dan tanaman Kiapu selama proses fitoremediasi mengakibatkan perubahan jumlah massa pada masing-masing elemen tersebut. Pada perlakuan 10 ppm, terjadi penurunan jumlah massa Pb di air dari 50,5 mg menjadi 49,6 mg (Tabel 1). Di sisi lain terjadi peningkatan massa Pb di daun (dari 0,0 mg menjadi 0,36 mg) dan akar tanaman Kiapu (0,17 mg menjadi 0,57 mg). Pola yang sama juga terlihat pada perlakuan 20 ppm, peningkatan massa Pb di daun tanaman Kiapu (dari 0,00 mg menjadi 0,50 mg) dan pada akar tanaman Kiapu (dari 1,18 mg menjadi 0,70 mg). Perubahan jumlah massa Pb ini menunjukkan adanya perpindahan massa Pb dari air (media) ke tanaman kiapu (akar dan daun).

Tabel 1

Perhitungan Konsentrasi dan Massa Pb

Sampel

Vol

Hari 1

Vol

Hari 20

Akumulas massa dar media (%

K (ppm)

M (mg)

Massa (%)

K (ppm)

M (mg)

Massa (%)

Perlakuan

Air

5 L

10,1±0

50,5

99,66

5 L

9,9±0,02

49,60

97,88

A

Daun

0,2 kg

0,0±0

0,00

0,00

0,18 kg

2,0±1,00

0,36

0,71

0,71

Akar

0,1 kg

1,72±0

0,17

0,33

0,08 kg

7,7±1,49

0,57

1,13

0,79

T.D

0,14

0,27

Total

50,67

100,00

50,67

100,00

Hari 1

Hari 20

Sampel

Vol

K

M

Massa

Vol

K (ppm)

M

Massa

(ppm)

(mg)

(%)

(mg)

(%)

Perlakuan

Air

5 L

20,1±0

100,25

99,82

5 L

19,8±0,09

99,00

98,57

B

Daun

0,2 kg

0,0±0

0,00

0

0,18 kg

4,04±0,24

0,50

0,50

0,50

Akar

0,1 kg

1,76±0

0,18

0.17

0,08 kg

6,8±0,73

0,70

0,70

0,52

T.D

0,21

0,20

Total

100,42

100,00

100,42

100,00

Keterangan: T.D (Tidak Diketahui); K (Konsentrasi); M (Massa)


Tabel 2

Kadar serapan logam berat Pb pada tanaman Kiapu

Perlakuan             Bagian

Konsentrasi (ppm)

Serapan (ppm)

Awal          Akhir

Daun A

Akar

0,00               2,00                      2,00

1,72                7,65                      5,93

Daun B

Akar

0,00               4,04                      4,04

1,76                6,79                      5,03


  • 3.3    Mass balance logam Pb dalam Air, Akar dan Daun Tanaman Kiapu (akar dan daun) selama proses pemeliharaan

Hasil analisa mass balance pada media (air) dan tanaman Kiapu (akar dan daun) selama proses pemeliharaan menunjukkan bahwa tingkat persentase massa Pb paling tinggi di tanaman Kiapu adalah pada bagian akar, baik pada perlakuan 10 ppm (1,13%) maupun pada perlakuan 20 ppm (0,70%) (Tabel 1). Persentase massa ini lebih tinggi dibandingkan di bagian daun baik pada perlakuan 10 ppm (0,71%) maupun perlakuan 20 ppm (0,50%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penyerapan logam berat Pb lebih dominan pada bagian akar dibandingkan pada bagian daun tanaman Kiapu.

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa persentase massa Pb di media (air) pada hari-1 dengan konsentrasi 10 ppm yakni 99,66%, sedangkan pada hari ke-20 terjadi penurunan

persentase massa logam berat Pb di media (air) menjadi 97,88% (Tabel 1).

Tabel 3

Parameter Kualitas air

Parameter

Perlakuan

Hari

pH

Suhu (°C)

DO (ppm)

0

6,44

34,2

8,3

5

6,56

34,5

8,5

10 ppm

10

6,78

34,8

8,9

15

7,89

35,7

9,7

20

7,90

36,0

10,2

0

6,45

34,2

8,3

5

6,55

34,3

8,7

20 ppm

10

6,78

34,8

8,9

15

7,90

35,7

9,8

20

7,92

36,0

10,4

Sedangkan persentase massa Pb di media (air) pada 20 ppm hari ke-1 adalah 99,82%, kemudian pada

hari ke-20 mengalami penurunan persentase massa Pb menjadi 98,57%. Dari hasil analisa mass balance ini terdapat persentase massa Pb yang tidak diketahui adalah 0,27% (perlakuan 10 ppm) dan 0,20% (perlakuan 20 ppm).

  • 3.4    Kualitas Air

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pH air selama penelitian berada pada kisaran 6,44-7,92. Kisaran suhu air selama penelitian sebagai media tanaman Kiapu adalah 34,2°C-36°C. Sedangkan kadar oksigen terlarut (DO) dalam air untuk tanaman Kiapu selama 20 hari masih cukup baik yaitu berkisar antara 8,3-10,4 ppm.

  • 4.    Pembahasan

    • 4.1    Kemampuan Fitoremediasi Pb oleh Tanaman Kiapu

Penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan penyerapan logam berat Pb oleh tanaman Kiapu selama 20 hari lebih dari 5 ppm, tetapi tidak lebih dari 6 ppm. Hasil yang serupa ditunjukkan oleh Paramitasari (2014) yang melakukan proses fitoremediasi Pb dosis rendah (7 ppm) dengan menggunakan tanaman yang sama selama 15 hari. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat penyerapan Pb pada paparan 7 ppm berada pada kisaran 5,8 ppm. Hal ini menunjukkan adanya batas penyerapan Pb oleh tanaman Kiapu (terjadi kejenuhan). Akibat dari adanya kejenuhan akumulasi Pb di dalam tanaman Kiapu, maka terjadi pelepasan ion Pb sebagai respon keseimbangan (Paramitasari, 2014).

Menurut Paramitasari (2014) bahwa, perpindahan logam berat dari lingkungan perairan yang tercemar ke dalam tanaman merupakan bagian dari konsep perpindahan energi, selain itu tanaman juga memiliki tingkat kejenuhan dalam mengakumulasi logam berat pada setiap bagian organnya. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Dede (2013) menunjukkan bahwa tingkat kemampuan penyerapan logam berat Pb oleh tanaman Kiapu masih lebih baik dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya. Tingkat penyerapan Pb oleh tanaman Kiapu pada penelitian ini (5 ppm) masih lebih baik dibandingkan dengan tanaman genjer (Limnocharis flava) (4 ppm) (Maharani, 2012) dan ganggang rantai (Hydrilla verticiullata) (5 ppm).

  • 4.2    Mekanisme Fitoremediasi Pb oleh Tanaman Kiapu Berdasarkan Mass Balance

Pengamatan pada analisa mass balance logam berat Pb di media (air) dan tanaman Kiapu (akar dan daun) menunjukkan bahwa Pb lebih banyak terakumulasi di akar, dibandingkan di bagian daun. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat penyerapan logam berat Pb lebih dominan pada bagian akar dibandingkan pada bagian daun tanaman Kiapu.Hal ini mengindikasikan adanya mekanisme penyerapan logam berat di bagian akar. Penyerapan Pb yang tinggi dibagian akar tanaman Kiapu diduga karena adanya proses absorbsi di zona akar tanaman tetapi tidak mampu melewati bagian endodermis pada tanaman Kiapu (Tung et al., 1996). Menurut Caroline et al. (2015) salah satu mekanisme penyerapan logam berat oleh tanaman pada bagian akar adalah rhizofiltration. Rhizofiltration adalah proses penyerapan zat kontaminan logam berat atau zat hara yang berlebih yang mengelilingi zona akar tanaman. Ulfin (2015) mengemukakan bahwa tanaman Kiapu mengandung banyak fitokelatin pada akarnya yang berfungsi untuk mengakumulasi logam berat pada lingkungan yang tercemar. Hal tersebut mempengaruhi pengikatan logam berat oleh organ lain pada tanaman, karena fitokelatin merupakan enzim yang digunakan untuk mengikat logam berat yang banyak terdapat pada akar dibandingkan pada bagian tanaman lainnya. Proses penyerapan terjadi di akar tanaman Kiapu, karena logam berat Pb yang banyak terkandung dalam akar berikatan langsung dengan elektron bebas terdekat.

Tanaman Kiapu memiliki sifat mekanisme tersendiri untuk mencegah tubuhnya dari keracunan logam berat dan bahan tercemar lainnya yang ada pada lingkungan. Menurut Panjaitan (2009) terdapat dua mekanisme yang mungkin dilakukan tanaman dalam menghadapi konsentrasi toksik logam berat, yakni toleransi dan ameliorasi. Toleransi dilakukan dengan pendekatan lokalisasi dalam akar tanaman, yang dimana dilakukan dengan dua cara yaitu ekskresi secara aktif dan pasif. Ekskresi secara aktif melalui kelenjar tajuk sedangkan secara pasif melalui akumulasi pada daun yang sudah tua lalu terjadi absisi daun, pengenceran, dan inaktivasi secara kimia. Ameliorasi dilakukan oleh tanaman yaitu dengan mengembangkan sistem metabolik pada organnya pada konsentrasi toksik logam berat tertentu.

Mekanisme yang dilakukan tanaman Kiapu untuk menghadapi kondisi tersebut adalah toleransi, dimana adanya perubahan morfologi pada daun dan akar tanaman Kiapu. Rontoknya beberapa daun menjadi efek dari respon toksisitas logam berat Pb karena adanya penurunan ekspansi sel dalam sel daun tanaman Kiapu (Neuenschwander et al., 2009).

Mekanisme rhizofiltration ini sedikit berbeda dengan proses rhizodegradation meskipun keduanya melakukan proses penyerapan di akar tanaman. Pada rhizofiltration, akar tanaman akan mengadsorbsi logam berat dan kemudian masuk ke dalam bagian akar tersebut. Sedangkan pada rhizodegradation, terdapat peran mikroorganisme dalam tanah atau air dalam menguraikan logam berat disekitar akar tanaman (Yuli et al., 2013). Selain rhizofiltration dan rhizoegradation, ada beberapa jenis mekanisme remediasi oleh tanaman air. Beberapa di antaranya adalah phytoacumulation, phytostabilization, phytodegradation, dan phytovoltization (Alfia et al., 2010).

  • 4.3    Kondisi Kualitas Air Selama Fitoremediasi Pb dengan Menggunakan Tanaman Kiapu

Akumulasi (tingkat penyerapan) logam berat pada tanaman juga di pengaruhi oleh banyak faktor antara lain, karakteristik fisika, kimia dan media pertumbuhan yang digunakan. Faktor tersebut meliputi: pH, DO, suhu, kapasitas tukar ion, kejenuhan basa, pertukaran kation, dan lain-lain (Ika et al., 2015). Nilai pH perairan mencirikan keseimbangan antar asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan (Cech, 2005). Perairan tawar memiliki pH 6,0-9,0. Selama pengamatan, pH air sebagai media tanaman Kiapu diperoleh kisaran nilai pH sebesar 6,44-7,92. Nilai pH tersebut masih berada dalam kisaran pH optimum untuk pertumbuhan tanaman Kiapu.

Kisaran suhu air selama penelitian sebagai media tanaman Kiapu adalah 34,2-36,0°C. Nilai tersebut sedikit diatas kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman Kiapu. Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman Kiapu adalah 20-30°C. Sedangkan Oksigen terlarut (DO) merupakan zat kunci dalam menentukan macam dan keberadaan kehidupan air. Secara keseluruhan, kadar oksigen terlarut (DO) dalam air untuk tanaman Kiapu selama 20 hari masih cukup baik yaitu berkisar antara 8,3-10,4 ppm. Nilai ini

termasuk baik untuk mendukung kehidupan organisme perairan. Dwi et al. (2015) yang menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut < 3 ppm akan membahayakan organisme perairan kerena dapat mengakibatkan kematian.

  • 5.    Simpulan

Tingkat penyerapan logam berat Pb paling tinggi pada fitoremediasi dengam menggunakan tanaman Kiapu terdapat pada bagian akar, yang mengindikasikan     terjadinya     mekanisme

rhizofiltration. Tingkat penyerapan logam berat Pb oleh akar tanaman Kiapu lebih dari 5 ppm, tetapi tidak lebih dari 6 ppm. Kualitas air pada penelitian ini diketahui tidak berpengaruh terhadap proses fitoremediasi.

Ucapan Terima Kasih

Penulis    ucapkan    terimakasih    kepada

Kemenristekdikti yang telah memberikan beasiswa Bidikmisi selama masa studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Penulis juga mengucapkanterimakasih kepada Laboratorium Perikanan, Laboratorium Analitik UniversitasUdayana, dan UPT. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali dalam proses analisa sampel selama penelitian.

Daftar Pustaka

Adhikari, D., Perwira., I.Y., Araki, K.S., & Kubo, M. (2016). Stimulation of soil microorganisms in pesticide-contaminated soil using organic materials. AIMS Bioengineering, 3(3), 379-388.

Alfi, P., Syamsidar, H. S., & Aisyah (2010). Fitoremediasi Tanaman Akar Wangi (Vertiver zizanioides) terhadap Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd) pada Lahan TPA Tamangapa Antang Makasar. Jurnal UIN Alauddin, 4(2), 1-14.

Caroline, J., & Moa, A.G., (2015). Fitoremediasi Logam Timbal (Pb) menggunakan Tanaman Melati Air (Echinodorus palaefolius) pada Limbah Industri Peleburan Tembaga dan Kuningan, dalam Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015. Surabaya, Indonesia, 29 Oktober 2015 (pp. 468-481).

Cech. (2005). Kajian Air Limbah Domestik di Perumnas Bantar Kemang, Kota Bogor dan Pengaruhnya Pada Sungai Ciliwung. Skripsi. Bogor, Indonesia: Program Studi Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Dede. (2013). Evaluasi Kandungan Logam Berat Pb dan Cd dalam Tanaman Kangkung (Ipomoea aquatica) di Sekitar Sungai Bengawan Solo di Kawasan Industri Karanganyar. Skripsi. Surakarta, Indonesia: Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dwi, R., Winiat, P., Rahayu, Hanifa, N. L., Dian, H., Wisnu, B., & Santi, A. (2015). Pengaruh Suhu dan Kelembaban Terhadap Pertumbuhan  (Fusarium

verticillioides) Bio 957 dan Produksi Fumonisin B1. Jurnal Agritech, 35(2), 1-8.

Herlambang, P., & Hendriyanto, O. (2013). Fitoremediasi Limbah Detergen menggunakan Kayu Apu (Pistia stratiotes) dan Genjer (Limnocharis flava). Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 7(2), 100-114.

Ika, S. S., Wawan, & Amrul K. (2015).Sifat Kimia Tanah Dystrudepts dan Pertumbuhan Akar Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) yang di Aplikasi Mulsa Organik Mucuna Bracteata. JOM Faperta, 2(2), 111.

Maharani, H., & Setiawati. (2012). Pengaruh Pemberian Larutan Ekstrak Siwak (Salvadora Persica) pada Berbagai Konsentrasi terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Karya Tulis Ilmiah. Semarang, Indonesia: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponorogo.

Neuenschwander, P., Julien, Mic. H., Center, Ted. D., & Hill, Martin, P. (2009). Pistia stratiotes L. (Araceae). In Muniappan, R., Reddy, G.P., & Raman, G.P (Eds). Biological Control of Tropical Weeds using Arthropods. USA: Cambridge University Press, pp. 332-352.

Panjaitan, G. Y. (2009). Akumulasi logam berat tembaga (Cu) dan timbal (Pb) pada Pohon Avicennia marina di Hutan Mangrove. Skripsi. Medan, Indonesia: Program Studi Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Paramitasari A. (2014). Kemampuan Tumbuhan Air Kiapu Pistia stratiotes dan Tanaman Kiambang dalam Fitoremediasi  Timbal.  Skripsi. Bogor, Indonesia:

Program Studi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Salamah, L.N., Perwira, I.Y., & Kurniawan, K. (2019). The effect of Phragmites australisand Eichhornia crassipesin the removal of high total phosphorusconcentrations from water. In IOP Conference Series: Materials Science and Engineering 2019. Malang, Indonesia, 20-21 Maret 2019 (pp. 1-5).

Tangahu, B. V., Siti, R. S. A., Hassan, B., Mushrifah, I., Nurina, A., & Muhammad, M. (2011). A review on heavy metals (As, Pb, and Hg) uptake by plants through phytoremediation. International Journal of Chemical Engineering,2011(2011), 1-31.

Tung G., & Temple P. J. (1996). Uptake and localization of lead in corn (Zea mays L.) seedling, a study by histochemical and electron microscopy. The Science of the total Environment, 188(3), 71-85.

Vesely, T., Marek, N., Lukas, T., Jirina, S., & Pavel, T. (2011). Fitoremediasi Air Tercemar Tembaga (Cu) menggunakan Salvinia Molesta dan Pistia Stratiotes serta Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Brassica Rapa. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 5(1), 1-12.

Widaningrum.,  Miskiyah.,  & Suismono. (2007).

Kandungan Logam Berat dalam Bahan Pangan di Kawasan Industri Kilang Minyak, Dumai. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian, 19(1), 1-7.

Yuli, A. Y., Indrawati., & Refilda. (2013). Penentuan Kandungan Unsur Hara Mikro (Zn, Cu, dan Pb) di dalam Kompos yang dibuat dari Sampah Tanaman Pekarangan dan Aplikasinya pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum Mill). Jurnal Kimia Unand, 2(1), 2303-3401.

Curr.Trends Aq. Sci. II(2): 87-93 (2019)