Current Trends in Aquatic Science II(2), 17-24 (2019)

Pemanfaatan Tanaman Seledri (Apium graveolens) dan Mint (Mentha piperita) dalam Sistem Akuaponik di KJA Danau

Batur

Komang Lina Rosita Sugiarnia , I Wayan Arthana a* , Gde Raka Angga Kartika a

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-8123621000

Alamat e-mail: wayan.arthana@unud.ac.id

Diterima (received) 5 Juni 2019; disetujui (accepted) 5 Agustus 2018

Abstract

This study objectives is to determine the benefits of hydroponic plants of Celery (Apium graveolens) and Mint (Mentha piperita) on floating net cages in Batur Lake by using the concept of aquaponics. Data collection was carried out for 2 months from December 2018 until January 2019. Measurements were made for parameters of plant height, number of stems, number of leaves and quality of water. Celery and mint can live on Floating Net Cages with very alkaline lake water that up to 8.5. Celery had a better growth compared to mint. Celery could live up to 8 week, while mint could live until 4 week only. This was perhaps due to bad weather and high waves. The pH value of celery and mint at week 1 to week 5 was 8.4 - 8.9 while at week 7 to week 8 decreased to 6.3 - 7.7 pH value . TDS values in celery did not have a significant fluctuations, while in mint with a density of 4 plant/0,16 m2 TDS values at week 1 were high and at 7 weeks TDS values at density of 2 plant/0,16 m2 increased. In the area around the Floating Cage the water temperature was at the range of 25.4 °C - 27 °C. For 2 months the temperature fluctuates due to weather conditions when water temperature was measured.

Keywords: hydroponics, growth, water quality

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat tanaman hidroponik jenis tanaman Seledri (Apium graveolens) dan tanaman Mint (Mentha piperita) pada Keramba Jaring Apung di Danau Batur mengunakan konsep akuaponik. Pengambilan data pertumbuhan tanaman dilakukan selama 2 bulan dari Bulan Desember 2018 – Januari 2019. Pengukuran dilakukan untuk parameter tinggi tanaman, jumlah batang, jumlah daun dan kualitas air. Tanaman Seledri dan Tanaman Mint dapat hidup pada Keramba Jaring Apung dengan pH air danau sangat basa (8,5). Tanaman seledri memiliki pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan tanaman mint. Tanaman seledri dapat hidup sampai minggu ke 8, sedangkan tanaman mint hanya dapat hidup sampai minggu ke 4. Hal ini mungkin dikarenakan oleh cuaca buruk serta gelombang yang tinggi. Nilai pH pada tanaman seledri dan tanaman mint pada minggu 1 hingga minggu ke 5 sebesar 8,4 – 8,9 sedangkan pada minggu ke 7 dan minggu ke 8 menunjukkan nilai pH sebesar 6,3 – 7,7. Nilai TDS pada tanaman seledri tidak mengalami fluktuasi secara signifikan, sedangkan pada tanaman mint dengan kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 nilai TDS di minggu 1 tinggi dan pada minggu ke 7 nilai TDS pada kepadatan 2 tanaman/0,16 m2 mengalami kenaikan. Pada area sekitar Keramba Jaring Apung memiliki suhu perairan yaitu 25.4 °C – 27 °C. Selama 2 bulan suhu mengalami fluktuasi akibat kondisi cuaca yang berubah-ubah pada saat melakukan pengukuran suhu.

Kata Kunci: hidroponik, pertumbuhan, kualitas air

  • 1.    Pendahuluan

Tanaman seledri merupakan salah satu tanaman sayuran yang memiliki batang pendek yang daunnya berlekuk serta memiliki tangkai daun panjang. Seledri memiliki daun majemuk menyirip, ganjil, pangkal daun runcing serta tepinya beringgit. Masa panennya tergantung dari tipe, dan permintaan pasar, tetapi bervariasi dari 2-3 bulan. Seledri tumbuh dengan baik di tanah lempung berpasir yang sangat lebat serta di bawah kondisi iklim yang ringan (Sowbhagya, H. B, 2014). Tanaman mint (Mentha piperita) merupakan salah satu tanaman herbal aromatik penghasil minyak atsiri yang disebut minyak permen (peppermint oil). Daunnya memiliki panjang antara 4-9 cm dan lebar antara 1,5-4 cm, berwarna hijau gelap dengan pembuluh daun kemerah-merahan, ujungnya tajam dan tepi kasar seperti gigi (Ardisela, 2012). Tanaman seledri dan tanaman mint memiliki nilai ekonomis penting karena tanaman seledri dan tanaman mint termasuk jenis tanaman yang bisa di konsumsi selain itu tanaman seledri dan tanaman mint dapat hidup disekitar area KJA karena tanaman seledri dan tanaman mint merupakan tanaman hidroponik.

Hidroponik merupakan suatu teknik budidaya tanaman dengan menggunakan air sebagai media tanamnya. Menurut Roidah (2014) keunggulan budidaya tanaman secara hidroponik yaitu lebih terjaminnya keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi, berkurangnya serangan hama dan penyakit, produksi tanaman lebih tinggi, hasil panen kontinyu, serta terbebas dari banjir. Akuaponik merupakan suatu kombinasi antara sistem aakuakultur dan budidaya tanaman hidroponik (Knaus dan Palm, 2017). Pada sistem hidroponik, tanaman dan ikan tumbuh dalam satu sistem yang terintegrasi, dan menciptakan suatu simbiotik antara keduanya (Rakocy et al., 2006). Tanaman yang digunakan sebagai konsep akuaponik adalah tanaman seledri dan tanaman mint.

Konsep akuaponik dapat digugunakan pada keramba jaring apung. Keramba Jaring Apung (KJA) bisa digunakan untuk wadah pemeliharaan ikan terbuat dari jaring yang di bentuk segi empat atau silindris dan diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu, atau besi, serta sistem penjangkaran (Abdulkadir, 2010; Gorlach-Lira et al.,  2013; Degefu et al.,  2011). Salah satu

permasalahan pada budidaya ikan nila di Keramba jaring apung adalah sisa pakan yang tidak terurai sempurna pada perairan danau. Sisa pakan yang tidak teurai sempurna pada perairan akan menyebabkan pengkayaan nutrien/zat hara berupa nitrat dan phospat pada perairan (Raini, 2009).

  • 2.    Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan mengunakan 2 jenis tanaman yaitu tanaman seledri (Apium graveolens) dan tanaman mint (Mentha piperita). Mengunakan 3 perlakuan yang berbeda terhadap kepadatan tanaman yang diletakan pada keramba. Masing-masing jenis sebanyak 14 tanaman dan setiap keranjang plastik persegi berukuran 45 cm x 35 cm atau 0,16 m2 berisikan 8 tanaman, 4 tanaman dan 2 tanaman. Pada pot-pot yang akan diisi tanaman diisi batu krikil pada bagian bawahnya bertujuan sebagai substrat tempat tumbuh dan filter alami pada tanaman.

  • 2.1    Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Batur yang berada di Desa Trunyan. Pengambilan data dilakukan selama 2 bulan dari Bulan Desember 2018 – Januari 2019, Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan setiap seminggu selama 2 bulan. Berikut merupakan peta lokasi penelitan (Gambar 1)

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini diantaranya pH meter, TDS meter, Thermometer,

meteran,  gunting,  tali, timbangan,  pot kecil,

keranjang  plastik sebagai wadah  tanaman,

Styrofoam  sebagai  pelampung dan  worksheet,

sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya tanaman seledri (Apium graveolens) dan tanaman mint (Mentha piperita) serta batu kerikil sebagai substrat pada pot kecil.

  • 2.3    Pengumpulan Data

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan secara langsung (insitu) yaitu mengukur tinggi tanaman, jumlah batang dan jumlah daun, hasil pengukuran yang didapat ditulis langsung pada lembar worksheet sesuai dengan kode tanaman, sedangkan untuk parameter kualitas air yang diukur yaitu pH, TDS, dan suhu perairan dilakukan langsung pada perairan disekitar area Keramba Jaring Apung.

  • 2.4    Analisis Data

  • 2.4.1 Survival Rate (SR)

Rumus Survival Rate untuk mengetahui keberhasilan kelangsungan hidup dikemukakan oleh Zonneveld et al. (1991) yaitu:

SR = m x 100%

(1)

dimana SR adalah Kelulusanhidupan (%); No adalah Jumlah tanaman pada awal penelitian; Nt adalah Jumlah tanaman pada akhir penelitan

  • 2.4.1 Pertumbuhan Mutlak

Pertumbuhan   panjang   mutlak   dihitung

menggunakan rumus Effendi et al, (2006) sebagai berikut:

L = L2 – L1                                  (2)

dimana L adalah Pertumbuhan panjang mutlak (cm); L2 adalah Panjang akhir (cm); L1 adalah Panjang awal (cm)

  • 2.4.1 Laju Pertumbuhan Relatif

Pada pengukuran biomassa tanaman seledri dan tanaman mint menggunakan persamaan Brown (1997) sebagai berikut:

θ/ Wt _ Wt-Wo

%   =     x 100%

(3)

dimana % — hari


adalah Laju pertumbuhan relatif;

Wo adalah Berat basah awal (kg); Wt adalah Berat basah akhir (kg); t adalah Waktu (hari)

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Hasil

      • 3.1.1    Survival Rate (SR)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tingkat kelulusan hidup tanaman seledri didapatkan nilai tertinggi pada kepadatan 2 tanaman/0,16 m2 sebesar 67% dan nilai terendah pada kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 sebesar 17%, sedangkan pada kepadatan 8 tanaman/0,16 m2 sebesar 50%. Tingkat kelulusan hidup tanaman mint pada kepadatan 2 tanaman/ 0,16 m2, kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 dan kepadatan 8 tanaman/0,16 m2 didapatkan hasil sebesar 0%. (Gambar 2)

Gambar 2. SR (Survival Rate) Tanaman Seledri

  • 3.1.2    Pertumbuhan Mutlak

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pertumbuhan mutlak pada tanaman Seledri didapatkan nilai tertinggi pada kepadatan 8 tanaman/0,16 m2 sebesar -6.69 cm dan nilai terendah pada kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 sebesar -9.08 cm, sedangkan pada kepadatan 2 tanaman/0,16 m2 sebesar -7.33 cm dalam waktu 2 bulan. Pertumbuhan mutlak pada tanaman mint didapatkan nilai tertinggi pada kepadatan 8 tanaman/0,16 m2 sebesar -16.58 cm dan nilai terendah pada kepadatan 2 tanaman/0,16 m2 sebesar -19.50 cm, sedangkan pada kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 sebesar 16.83 cm dalam waktu 2 bulan (Tabel 1).

Tabel 1

Pertumbuhan Mutlak Tanaman

Kepadatan / 0,16 m2

I

II

SELEDRI (cm)

III          IV

V

VII

VIII

Pertumbuhan Mutlak (cm)

2

26.67

29.17

31.00

31.17

29.17

21.83

19.33

-7.33a

4

26.58

27.42

28.86

29.53

26.96

19.00

17.50

-9.08a

8

26.00

29.50

31.54

29.63

29.42

21.49

19.32

-6.69a

Kepadatan / 0,16 m2

I

II

MINT (cm)

III         IV

V

VII

VIII

Pertumbuhan Mutlak (cm)

2

19.50

20.17

21.67

14.17

-19.50a

4

16.83

17.44

17.78

8.06

-16.83a

8

16.58

18.83

17.53

7.67

-16.58a


  • 3.    1.3 Pertumbuhan Relatif

Berdasarkan hasil dari analisis RGR pada tanaman Seledri didapatkan nilai tertinggi pada kepadatan 2 tanaman/ 0,16 m2 sebesar 1,36%/hari dan nilai terendah pada kepadatan 8 tanaman/0,16 m2 sebesar 0,93%/hari dan pada kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 sebesar -6,42%/hari. Pada tanaman Mint didapatkan nilai tertinggi pada kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 sebesar -0,97%/hari dan nilai terendah pada kepadatan 2 tanaman/0,16 m2 sebesar -0,52%/hari, dan pada kepadatan 8 tanaman/0,16 m2 sebesar -0.68% /hari (Tabel 2).

Tabel 2

RGR (Relative Growth Rate) Tanaman Seledri dan Tanaman Mint

RGR (Relative Growth Rate) % / hari

Tanaman

Kepadatan 2

Kepadatan 4

Kepadatan 8

Seledri

1,36%a

-6,42%a

0,93%a

Mint

-0,52%a

-0,97%a

-0,68%a

  • 3.1.4 Kualitas Air

  • a.    pH (Derajat Keasaman)

Pengukuran pH (Derajat Keasaman) pada tanaman seledri didapatkan hasil pH pada minggu 1 sampai minggu ke 5 berkisar 8,4 – 8,9, sedangkan pada minggu ke 7 dan minggu ke 8 mengalami penuruan bekisar 6,3 – 7,7. Pada tanaman mint didapatkan hasil pH pada minggu 1 sampai

minggu ke 5 berkisar 8,3 – 8,9, sedangkan pada minggu ke 7 dan minggu ke 8 mengalami penurunan berkisar 6,1 - 7,7. Hasil pengukuran pH pada tanaman seledri dan tanaman mint dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4

Gambar 3. Nilai pH Tanaman Seledri

Gambar 4. Nilai pH Tanaman Mint

  • b.    TDS (Total Dissolved Solids)

Hasil pengukuran TDS yang dilakukan setiap minggunnya selama 2 bulan pada tanaman seledri didapatkan nilai berkisar antar 115 – 156 ppm.

Nilai tertinggi terdapat pada minggu ke 8 sebesar 144 – 156 ppm. Pada tanaman mint didapatkan nilai berkisar antara 109 – 618 ppm. Hasil pengukuran TDS (Total Dissolved Solids) dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

□ TDS Kepadatan 2 115  120  130  127  129  123  156

HTDSKepadatanl 130  129  128  124  129  1 23  144

STDSKepadatan 8 122  124  126  126  127  123  144

BTDSKontrol      117  123  131  125  128  121  152

Gambar 5. Nilai TDS Tanaman Seledri

Gambar 6. Nilai TDS Tanaman Mint

Gambar 7. Nilai Suhu Perairan pada (KJA)

  • c.    Suhu

Pengukuran suhu pada Keramba Jaring Apung (KJA) yang dilakukan selama 2 bulan menunjukan nilai suhu yang berfluktuasi didapatkan nilai tertinggi pada minggu ke 4 sebesar 27oC, sedangkan nilai terendah didapatkan pada

minggu ke 7 sebesar 25,4oC. Hasil pengukuran suhu pada Keramba Jaring Apung (KJA) dapat dilihat pada Gambar 7.

  • 3.2 Pembahasan

  • 3.2.1    SR (Survival Rate)

Nilai SR (Survival Rate) pada tanaman Seledri dengan kepadatan 2 tanaman/0,16 m2 dan kepadatan 8 tanaman/0,16 m2 tidak berbeda nyata, sedangkan pada kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 berbeda nyata dengan kepadatan 2 tanaman/0,16 m2 dan kepadatan 8 tanaman/0,16 m2. Hal ini dikarenakan pada kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 banyak tanaman yang mati diakibatkan oleh cuaca yang buruk serta gelombang air danau yang tinggi. Sesuai dengan pernyataan (Haryoto, 2009) tanaman seledri tidak tahan jika terkena air hujan yang tinggi.

Gambar 8 . Kondisi Akhir Tanaman. (a) Kepadatan 2 Seledri, (b) Kepadatan 4 Seledri, (c) Kepadatan 8 Seledri, (d) Kepadatan 2 Mint, (e) Kepadatan 4 Mint, (f) Kepadatan 8 Mint

Penanaman seledri sebaiknya pada akhir musim hujan. Pada tanaman mint dengan kepadatan 2 tanaman/0,16 m2, kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 dan kepadatan 8 tanaman/0,16 m2 menunjukkan nilai SR tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Seto, 2011) tanaman mint kurang tahan bila terkena air berlebih akan mengakibatkan daun mint cepat layu dan busuk. Kondisi akhir tanaman seledri dan tanaman mint dapat diliat pada Gambar 8.

  • 3.2.2    Pertumbuhan Mutlak

Nilai pertumbuhan mutlak pada tanaman Seledri dan tanaman mint mengalami penurunan tinggi

setiap minggunya dan pada akhirnya mati pada minggu ke 5 dan seterusnya, dapat dilihat pada Tabel 1. Pertumbuhan tanaman seledri dan tanaman mint dapat bertahan hidup kurang lebih selama 2 bulan, tetapi kondisi tanaman mengalami perubahan. Dari 3 perlakuan tanaman seledsri dengan kepadatan 2 tanaman/0,16 m2 lebih baik dari pada kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 dan kepadatan 8 tanaman/0,16 m2, sedangkan pada tanaman mint semua perlakuan terjadi hal yang hampir sama yaitu mengalami kematian pada minggu ke 5 sampai dengan minggu ke 8 dengan kondisi daun menjadi kerdil dan batang menjadi mengitam. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Purnamawati, 2017) semakin tinggi kepadatan tumbuhan maka semakin rendah pertumbuhannya dan sebaliknya.

  • 3.2.3    Pertumbuhan Spesifik

Nilai RGR (Relative Growth Rate) pada tanaman seledri menunjukkan bahwa kenaikan RGR paling tinggi terdapat pada kepadatan 2 tanaman/0,16 m2 dibandingkan dengan kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 dan kepadatan 8 tanaman/0,16 m2, sedangkan untuk nilai RGR terendah terdapat pada kepadatan 4 tanaman/0,16 m2. Pada tanaman Mint menunjukkan bahwa nilai RGR tertinggi terdapat pada kepadatan 4 tanaman/0,16 m2 dibandingkan dengan kepadatan 2 tanaman/0,16 m2 dan kepadatan 8 tanaman/0,16 m2, sedangkan nilai RGR terendah terdapat pada kepadatan 2 tanaman/0,16 m2. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sholeh, 2007) jarak tanam yang lebih rapat atau lebih padat akan menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, sehingga mengakibatkan unsur hara, air, cahaya dan CO2 yang diperoleh masing-masing individu berkurang.

  • 3.2.4    Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi maupun perkembangan tumbuhan dan biota yang ada pada suatu perairan. Air memiliki banyak fungsi yaitu, sebagai pelarut umum, air juga dapat digunakan oleh organisme untuk reaksi-reaksi kimia dalam proses metabolisme serta dapat menjadi media transportasi nutrisi dan hasil metabolisme (Wiryono, 2013). Adapun parameter kualitas air yang diukur pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • a.    pH (Derajat Keasaman)

Nilai pH pada tanaman seledri dan tanaman mint pada minggu pertama hingga minggu ke lima sebesar 8,4 – 8,9 yang menunjukkan bahwa perairan pada wadah tanaman bersifat Basa, sedangkan pada minggu ke tujuh dan minggu ke delapan menunjukkan nilai pH sebesar 6,3 – 7,7 yang menunjukkan bahwa perairan pada wadah tanaman bersifat Asam. pH optimal untuk pertumbuhan tanaman seledri berkisar antara 6 – 6,8. pH yang optimal bagi tanaman mint berkisar antara 6 – 7 (Hadipoentyanti, 2010). Tanaman akan mengalami keracunan logam dan kekurangan nutrisi sehingga membuat tanaman layu dan warna daun menjadi pucat yang diakibatkan oleh perairan yang bersifat asam, sedangkan tanaman akan tampak tumbuh normal dengan warna daun hijau tua dan batang yang cukup kokoh tetapi pertumbuhannya tidak optimal yang disesabkan oleh perairan yang bersifat basa (Hanafi ahmad, 2011).

  • b.    TDS (Total Dissolved Solids)

TDS (Total Dissolved Solids) merupakan jumlah material yang terlarut didalam air, dapat berupa karbonat, sulfat, fosfat, nitrat, kalsium, magnesium, natrium, serta ion-ion organik. (WHO, 2003). Nilai TDS pada tanaman seledri tidak mengalami fluktuasi secara signifikan, sedangkan pada tanaman mint dengan kepadatan 4 nilai TDS di minggu pertama tinggi dan pada minggu ke tujuh nilai TDS pada kepadatan 2 mengalami kenaikan. Perubahan yang terjadi pada konsentrasi TDS dapat berbahaya karena akan menyebabkan perubahan salinitas, perubahan komposisi ion-ion, dan toksisitas masing-masing ion. Hal ini dapat menganggu keseimbangan biota air, biodiversitas, menimbulkan spesies yang kurang toleran, dan menyebabkan toksisitas yang tinggi pada tahapan hidup suatu organisme (Weber-Scannel and Duffy, 2007

  • c.    Suhu

Pada area sekitar Keramba Jaring Apung memiliki suhu perairan yaitu 25.4 °C – 27 °C. Selama 2 bulan suhu mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh kondisi cuaca pada saat melakukan pengukuran suhu. Suhu optimal untuk pertumbuhan dan produksi yang tinggi tanaman seledri berkisar antara 15°C–24°C (Haryoto, 2009), sedangkan suhu

optimum yang untuk tanaman mint adalah 15°C – 25°C (Beigy, 2010) .

4. Simpulan

Pertumbuhan tanaman seledri (Apium graveolens) minggu 1 sampai dengan minggu ke 4 mengalami peningkatan, tetapi pada minggu ke 5 sampai minggu ke 8 mengalami penurunan, sedangkan tanaman mint (Mentha piperita) pada minggu 1 sampai dengan minggu ke 3 mengalami peningkatan dan terjadi penurunan pada minggu ke 8. Tanaman mint pada minggu ke 5 sampai minggu ke 8 mati dengan kondisi batang menghitam.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak I Made Puja selaku pemilik serta pembudidaya ikan air tawar pada Keramba Jaring Apung di Desa Trunyan yang banyak membantu saat dilapangan. Serta beasiswa PPA Tahun 2018 yang telah membantu dalam proses perkuliahan.

Daftar Pustaka

Abdulkadir, I. (2010). Keramba Jaring Apung. Jakarta 82 Hal.

Ardisela, D. (2012). Aplikasi Gibberelin Terhadap Induksi Pembungaan Tanaman Mentha spp. Jurnal LPPM: PARADIGMA, 8(1), 17-23.

Beigy O. (2010)). Processing of medicinal plants. Teheran, Iran: Publications Razavi Mashhad.

Brown, S. (1997). Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. Roma, Italia: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Degefu, F., Mengistu, S., & Schagerl, M. (2011). Influence of fish cage farming on water quality and plankton in fish ponds: A case study in the Rift Valley and North Shoa reservoirs, Ethiopia. Aquaculture, 316(1), 129135.

Effendi, I., H.J. Bugri, dan Widanarni. (2006). Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac. Ukuran 2 Cm, Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(2), 127-135.

Gorlach-Lira, K., Pacheco, C., Carvalho, L. C. T., Melo Júnior, H. N., & Crispim, M. C. (2013). The influence of fish culture in floating net cages on microbial indicators of water quality. Brazilian Journal of Biology, 73(3), 457-463.

Hadipoentyanti E. dan Sukamto.  (2010).  Prospek

pengembangan beberapa tanaman penghasil minyak

atsiri baru dan potensi pasar. [online] Program Aromatik, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik,

(https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/prosp ek-minyak-atsiri/prospek-pengembangan-beberapa-tanaman-penghasil-minyak-atsiri-baru-dan-potensi-pasar-oleh-endang-hadipoentyanti-dan-sukamto-program-aromatik-balai-penelitian-tanaman-obat-dan-aromatik-pend/), [diakses: 5 Maret 2018].

Haryoto. 2009. Bertanam Seledri secara Hidroponik. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.

Knaus, U., & Palm, H. W. (2017). Effects of fish biology on ebb and flow aquaponical cultured herbs in northern Germany (Mecklenburg Western Pomerania). Aquaculture, 466, 51-63.

Purnamawati, I. (2017). Kandungan Nitrat, Fosfat dan Pertumbuhan Biomassa basah Kiambang (Salvinia molesta) di Perairan danau Buyan, Buleleng, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(1), 55-63

Rackocy, J. E., Bailey, D. S., Shultz, K. A., & Cole, W. M. (2006). Development of an Aquaponic System for the Intensive Production of Tilapia and Hydroponic Vegetables. Tesis. Kingshill, U.S Virgin Island:   Universitiy of the Virgin Island

Agricultural Experiment Station.

Raini, J. A. (2009). Impact of land use changes on water resources and biodiversity of Lake Nakuru catchment basin, Kenya. African Journal of Ecology, 47(1), 39-45.

Rakocy, J. E., Masser, M.P., & Losordo, T.M. (2006). Recirculating Aquaculture Tank Production systems: Aquaponics - Integrating Fish and Plant Culture. [online] Southern Regional Aquaculture Center, (https://cals.arizona.edu/azaqua/extension/Classroo m/SRAC/454fs.pdf) [diakses: 5 Maret 2018].

Roidah, I. S. (2014). Pemanfaatan Lahan dengan Menggunakan Sistem Hidroponik. Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo 1(2), 43-50.

Seto, M. (2011). Budidaya Daun Mint di Dataran Tinggi Gunung Bromo. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.

Sholeh, M. (2007). Pengaruh Kerapatan Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman  Serat.  Malang,

Indonesia: Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas).

Sowbhagya, H. B. (2014). Chemistry, Technology, and Nutraceutical Functions of Celery (Apium Graveolens L.): An Overview. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 54(3), 389–98.

Weber-Scannell, P. K., & Duffy, L.K. (2007). Effect of Total Dissolved Solids on Aquatic Organisms: A Review of Literature and Rrecommendation for Salmonid Species. American Journal of Environmental Sciences. 3(1), 1-6.

WHO, (2003). Total dissolved solids in Drinking-water. Geneva, Switzerland: World Health Organization.

Wiryono. (2012). Pengantar ilmu lingkungan. Bengkulu, Indonesia: Badan penerbitan Fakultas Pertanian

Universitas Bengkulu.

Zonneveld, N., Huisman E. A, & Boon, J. H. (1991). Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta, Indonesia: Gramedia Pustaka Utama.

Curr.Trends Aq. Sci. II(2): 17-24 (2019)