Pertumbuhan Tanaman Pisang-pisang (Heliconia psittacorum) dan Papirus (Cyperus haspan) di Area Keramba Jaring Apung, Danau Batur
on
Current Trends in Aquatic Science II(2), 9-16 (2019)
Pertumbuhan Tanaman Pisang-pisang (Heliconia psittacorum) dan Papirus (Cyperus haspan) di Area Keramba Jaring Apung, Danau Batur
I Gusti Bagus Suputraa, I Wayan Arthanaa*, Gde Raka Angga Kartikaa
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali- Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-123621000
Alamat e-mail: wayan.arthana@unud.ac.id
Diterima (received) 3 Juni 2019; disetujui (accepted) 3 Agustus 2019
Abstract
The research aimed to observe the growth of Heliconia (Heliconia psittacorum) and Papyrus (Cyperus haspan) with different density in floating net cages in Batur Lake. This research was conducted in Trunyan Village in December 2018 to January 2019, the data was taken every week within 2 months. Measuring the height of plants, calculating the number of leaves and flowers was carried out the field. The results showed that Heliconia and Papyrus could live and grow in floating net cages. The Heliconia with density of 4 plants/box showed growth of 5,3 cm/2 months which was better than density of 2 plants/box and density of 8 plants/box, while Papyrus plants with density of 2 plants/box showed growth of 6 cm/ 2 months better than density of 4 plants/box and 8 plants/box. The survival rate of Heliconia with all density was 100%. Survival rate of Papyrus density of 2 plants/box and 8 plants/box was 100% while for density of 4 plants/box was 67%. Heliconia that had a high relative growth rate are density of 4 plants/box which was 0,2%/day and the lowest value at density of 8 plants/box was -0,13%/day, for density of 2 plants/box with a value of 0,14%/day, while for Papyrus with the highest relative growth rate at density of 2 plants/box was 1,32%/day and the lowest value at density of 4 plants/box was 0,71%/day, for density of 8 plants/box with a value of 1,2%/day.
Keywords: aquatic plant; hydroponics; water quality
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan tanaman Pisang-pisang (Heliconia psittacorum) dan tanaman Papirus (Cyperus haspan) dengan kepadatan yang berbeda pada Keramba Jaring Apung di Danau Batur. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Trunyan pada bulan Desember 2018 sampai Januari 2019, pengambilan data dilakukan setiap minggu dalam waktu 2 bulan. Pengukuran tinggi tanaman, jumlah daun dan bunga dilakukan secara insitu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman pisang-pisang dan papirus dapat hidup dan berkembang disekitar area Keramba Jaring Apung. Tanaman pisang-pisang dengan kepadatan 4 tanaman/wadah menunjukkan pertumbuhan 5,3 cm/2bulan yang lebih baik dibandingkan dengan kepadatan 2 tanaman/wadah dan 8 tanaman/wadah, sedangkan tanaman papirus dengan kepadatan 2 tanaman/wadah menunjukkan pertumbuhan 6 cm/2bulan lebih baik dibandingkan dengan kepadatan 4 tanaman/wadah dan 8 tanaman/wadah. Survival rate pisang-pisang pada semua kepadatan adalah 100%, sedangkan survival rate tanaman papirus kepadatan 2 tanaman/wadah dan 8 tanaman/wadah adalah 100% sedangkan untuk kepadatan 4 tanaman/wadah adalah 67%. Tanaman pisang-pisang yang memiliki nilai relative growth rate tinggi adalah kepadatan 4 tanaman/wadah yaitu 0,2 %/hari dan nilai terendah pada kepadatan 8 tanaman/wadah yaitu -0,13%/hari, untuk kepadatan 2 tanaman/wadah dengan nilai 0,14%/hari, sedangkan untuk tanaman papirus dengan nilai relative growth rate tertinggi pada kepadatan 2 tanaman/wadah yaitu 1,32%/hari dan nilai terendah pada kepadatan 4 tanaman/wadah yaitu 0,71%/hari, untuk kepadatan 8 tanaman/wadah dengan nilai relative growth rate 1,2%/hari.
Kata Kunci: tanaman air; hidroponik; kualitas air
Danau Batur memiliki luas 16,05 km2 dengan kedalaman maksimum sekitar 60-70 m serta berada di ketinggian 1.050 m di atas permukaan laut (Wijaya et al., 2012). Secara geografis, Danau Batur terletak di Kintamani Kabupaten Bangli Provinsi Bali. Danau Batur memiliki luas permukaan air yaitu 16,05 km2 dan memiliki volume air 815,38 juta m3 dan kedalaman rata-rata 50,8 m. Danau Batur mempunyai arti strategis dan sangat penting bagi kehidupan masyarakat desa di sekitar kawasan danau. Berbagai aktivitas manusia berbasis sumberdaya alam danau telah berlangsung dengan cukup intensif. Berbagai aktivitas kegitan ini menurunkan kualitas perairan dari Danau Batur. Pencemaran yang masuk adalah hasil dari adanya aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat sekitar seperti limbah permukiman, pertanian atau perkebunan, kegiatan budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung (Gorlach-Lira et al., 2013; Guo et al., 2009).
Sistem budidaya yang banyak digunakan pembudidaya ikan air tawar di sekitar area Danau Batur adalah sistem Keramba Jaring Apung. Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan tempat pemeliharaan ikan yang terbuat dari jaring di bentuk persegi empat atau silindris. Keramba diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu, atau besi, serta sistem penjangkaran. Lokasi yang dipilih bagi usaha pemeliharaan ikan dalam KJA cenderung tenang, terhindar dari badai dan mudah dijangkau (Rismawati, 2010). Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan Keramba Jaring Apung salah satunya adalah pengkayaan nutrien berupa nitrat dan fosfat yang disebabkan adanya sisa pakan yang tidak terserap sempurna (Noor, 2009). Kegiatan budidaya dengan sistem Keramba Jaring Apung banyak menyumbangkan nutrien terutama unsur nitrogen (León-Muñoz et al., 2013; Raini, 2009).
Pengkayaan nutrien di Danau Batur terjadi akibat masukan zat hara dari sisa pakan budidaya ikan air tawar, hal ini dapat dikurangi dengan penggunaan konsep akuaponik atau dengan cara menumbuhkan tanaman air di sekitar area Keramba Jaring Apung. Akuaponik merupakan suatu gabungan sistem akuakultur dan budidaya tanaman hidroponik. Pada sistem ini, ikan dan tanaman tumbuh dalam satu sistem yang terintegrasi, dan menciptakan suatu simbiotik
antara keduanya (Rakocy et al., 2006). Akuaponik adalah sistem produksi makanan multi-trofi terintegrasi yang menggabungkan unsur sistem akuakultur resirkulasi dan hidroponik dalam sistem resirkulasi satu-loop (Knaus dan Palm, 2017). Dalam sistem akuaponik memerlukan tumbuhan air untuk menyerap nutrien berlebih pada perairan.
Tumbuhan air adalah tumbuhan yang hidup di sekitar air dan di dalam air yang berfungsi menyerap nitrat dan fosfat (Kurniawan, 2012). Pada penelitian pendahuluan telah dicobakan 17 jenis tanaman, hasilnya yang dapat bertahan hidup hanya beberapa tanaman. Sebagian tanaman yang mati diakibatkan karena pH perairan di sekitar keramba beriksar 8-9 dan adanya gelombang yang cukup tinggi sehingga membuat tanaman sulit untuk bertahan hidup. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tanaman pisang-pisang (Heliconia psittacorum) dan papirus (Cyperus haspan) merupakan tumbuhan yang dapat ditumbuhkan pada Keramba Jaring Apung dan memiliki nilai lebih karena bentuk dan bunganya yang menarik. Tumbuhan air efektif menyerap nutrien yang terdapat pada perairan untuk membantu dalam proses fotosintesis (Puspitaningrum et al., 2008; Niken et al., 2018).
Penelitian ini menggunakan Metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan mengunakan 2 jenis tanaman yaitu pisang-pisang (Heliconia psittacorum) dan papirus (Cyperus haspan) memakai wadah berukuran 45 cm × 35 cm atau 0,16m2. Masing-masing jenis sebanyak 14 tanaman dan setiap keranjang plastik persegi berisikan 8 tanaman/wadah, 4 tanaman/wadah dan 2 tanaman/wadah. Sebelum tanaman dimasukkan pada pot kecil, pot yang sudah disiapkan diisikan batu kerikil pada bagian bawahnya sebagai substrat serta filter alami pada tanaman.
-
2.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Danau Batur tepatnya pada Keramba Jaring Apung (KJA) yang berada di Desa Trunyan. Pengambilan data dilakukan selama 2 bulan dimulai dari bulan Desember 2018 – Januari 2019. Dilakukan pengamatan tinggi, jumlah daun dan bunga pada setiap tanaman serta pengecekan kualitas air dilakukan setiap seminggu
selama 2 bulan. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
dimana L adalah Pertumbuhan panjang mutlak (cm); L2 adalah panjang akhir (cm); L1 adalah panjang awal (cm);
-
2.3 .3 Laju Pertumbuhan Spesifik
Pada pengukuran biomassa tanaman pisang-pisang dan papirus menggunakan persamaan Brown (1997) sebagai berikut:
% = LtlW t-LtlW o × 100%
(3)
hari t
dimana % — hari
adalah Laju pertumbuhan spesifik;
LnWo adalah Berat basah awal (kg); LnWt adalah Berat basah akhir (kg); t adalah Waktu (hari).
-
2.2 Alat dan Bahan
-
3.1 Hasil
Pada penelitian ini alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut pH pen (VIVOSUN), TDS meter (HM DIGITAL TDS-3), kamera handphone (SAMSUNG S8), reagen nitrat dan fosfat (SERA TEST), meteran berukuran 150 cm, gunting, tali, pot kecil, box plastik berukuran 45 cm × 35 cm sebagai wadah, Styrofoam sebagai pelampung, botol sampel dan worksheet sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya tanaman pisang-pisang (Heliconia psittacorum) dan tanaman papirus (Cyperus haspan) serta batu kerikil sebagai substrat pada pot kecil.
2.3 Analisis Data
2.3.1 SR (Survival Rate)
Survival Rate menggunakan rumus Zonneveld et al., (1991) untuk mengetahui tingkat kelulushidupan adalah sebagai berikut:
SR = — × 100%
WO
diamana SR adalah Kelulushidupan (%); No adalah Jumlah tanaman pada awal; Nt adalah Jumlah tanaman pada akhir;
-
2.3.2 Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan panjang mutlak dihitung
menggunakan rumus Effendi et al., (2006) sebagai berikut:
L = L2 – L1 (2)
-
3.1.1 SR (Survival Rate)
Hasil penelitian yang dilakukan selama 2 bulan tingkat kelulusanhidupan tanaman Pisang-pisang (Heliconia psittacorum) pada semua kepadatan adalah 100%, sedangkan tingkat kelulusan hidup tanaman Papirus (Cyperus haspan) kepadatan 2 tanaman/wadah dan kepadatan 8 tanaman/wadah adalah 100% sedangkan untuk kepadatan 4 tanaman/wadah adalah 67%. (Gambar 2).
(1)

Gambar 2. SR (Survival Rate) tanaman Pisang-pisang dan tanaman Papirus
-
3.1.2 Pertumbuhan Mutlak
Berdasarkan hasil pertumbuhan mutlak yang didapatkan tanaman Pisang-pisang dengan nilai tertinggi pada kepadatan 4 tanaman/wadah yaitu 5,42 cm dan nilai terendah pada kepadatan 2 tanaman/wadah yaitu 5 cm sedangkan untuk
Tabel 1
Pertumbuhan Mutlak Tanaman
Kepadatan /wadah |
PISANG-PISANG (cm) |
Pertumbuhan Mutlak (cm) | ||||||
I |
II |
III |
IV |
V |
VII |
VIII | ||
2 |
36,50 |
39,67 |
41,33 |
42,83 |
43,50 |
41,67 |
41,50 |
5,00a |
4 |
36,67 |
41,00 |
42,25 |
45,50 |
46,92 |
42,17 |
42,08 |
5,42a |
8 |
36,29 |
39,96 |
40,67 |
42,67 |
42,58 |
42,46 |
41,59 |
5,30a |
Kepadatan /wadah |
I |
II |
PAPIRUS (cm) III IV |
V |
VII |
VIII |
Pertumbuhan Mutlak (cm) | |
2 |
43,33 |
51,17 |
54,17 |
56,00 |
57,50 |
52,00 |
49,33 |
6,00b |
4 |
41,08 |
52,08 |
53,42 |
52,75 |
55,00 |
44,00 |
36,00 |
-5,08a |
8 |
46,33 |
52,79 |
53,21 |
54,46 |
55,17 |
50,26 |
47,58 |
1,25ab |
kepadatan 8 tanaman/wadah dengan nilai 5,3 cm dalam waktu 2 bulan. Pertumbuhan mutlak tanaman Papirus dengan nilai tertingi ada pada kepadatan 2 tanaman/wadah yaitu 6 cm dan nilai terendah ada pada kepadatan 4 tanaman/wadah dengan nilai -5,08 cm dalam waktu 2 bulan, sedangkan untuk kepadatan 8 tanaman/wadah dengan nilai 1,25 cm dalam 2 bulan (Tabel 1).
Hasil pengukuran pH (derajat Keasaman) pada tanaman pisang-pisang pada minggu I sampai dengan minggu V berkisar 8,5–8,9 pada minggu VII dan VIII terjadi penurunan pH yang berkisar 6–7,6 (Gambarl 3), sedangkan hasil pengukuran pH pada tanaman papirus minggu pertama sampai dengan minggu lima berkisar 8–8,9 dan pada minggu tujuh dan delapan juga terjadi penurunan pH yang berkisar 6–7,7 (Gambar 4).
-
3.1.3 Pertumbuhan Relative
Berdasarkan hasil analisis RGR (Relative growth rate) yang dilakukan selama 2 bulan menunjukkan pada tanaman Pisang-pisang yang memiliki nilai tertinggi adalah kepadatan 4 tanaman/wadah yaitu 0,21%/hari dan nilai terendah pada kepadatan 8 tanaman/wadah dengan nilai -0,13%/hari, dan untuk kepadatan 2
Tabel 2
RGR (Relative Growth Rate) Pisang-pisang dan papirus RGR ( Relative Growth Rate) %/hari
Tanaman |
Kepadatan 2 |
Kepadatan 4 |
Kepadatan 8 |
Pisang-Pisang |
0,14 % |
0,21 % |
-0,13 % |
Papirus |
1,32 % |
0,71 % |
1,2 % |
Gambar 3. Nilai pH perairan tanaman pisang-pisang
tanaman/wadah dengan nilai 0,14%/hari, sedangkan untuk tanaman Papirus dengan nilai RGR tertinggi pada kepadatan 2 tanaman/wadah yaitu 1,32%/hari dan nilai terendah pada kepadatan 4 tanaman/wadah yaitu 0,71%/hari, untuk kepadatan 8 tanaman/wadah dengan nilai 1,2%/hari (Tabel 2).
-
3.1.4 Kualitas air
Hasil pengukuran pH (derajat Keasaman) pada tanaman pisang-pisang pada minggu I sampai dengan minggu V berkisar 8,5–8,9 pada minggu VII dan VIII terjadi penurunan pH yang berkisar 6–7,6 (Gambarl 3), sedangkan hasil pengukuran pH pada tanaman papirus minggu pertama sampai dengan minggu lima berkisar 8–8,9 dan pada minggu tujuh dan delapan juga terjadi penurunan pH yang berkisar 6–7,7 (Gambar 4).

Gambar 4. Nilai pH perairan tanaman papirus

Gambar 7. Suhu Perairan Keramba Jaring Apung
Hasil pengukuran TDS pada tanaman pisang-pisang berkisar antara 120–350, hasil pengukuran tertinggi pada minggu I yaitu 550-570 ppm dan hasil pengukuran terendah pada minggu VII yaitu 120 ppm (Gambar 5). Hasil pengukuran TDS pada tanaman papirus berkisar antara 130–350 ppm, pengukuran TDS tertinggi ada pada minggu I yaitu 525–750 ppm dan pengukuran terendah pada minggu VII yaitu 120 ppm (Gambar 6).
Gambar 5. Nilai TDS perairan tanaman pisang-pisang
S 700
S TDS Kepadatan 2 |
527 |
121 |
131 |
241 |
266 |
114 |
361 |
0 TDS Kepadatan 4 |
750 |
123 |
128 |
124 |
129 |
117 |
158 |
S TDS Kepadatan 8 |
490 |
121 |
130 |
321 |
337 |
293 |
228 |
■ TDS Kontrol |
117 |
123 |
131 |
125 |
128 |
121 |
152 |
Gambar 6. Nilai TDS perairan tanaman papirus
Hasil Pengukuran Suhu pada Keramba Jaring Apung (KJA) dengan nilai tertinggi ada pada minggu IV yaitu 27 T sedangkan pengukuran dengan hasil terendah ada pada VII yaitu 25,4 T (Gambar 7).
-
3.2 Pembahasan
-
3.2.1 SR (Survival Rate)
-
Nilai SR tanaman Pisang-pisang (Heliconia psittacorum) menunjukkan bahwa pada semua perlakuan kepadatan tidak mengalami perbedaan, yaitu dengan nilai 100%, sedangkan untuk tanaman Papirus (Cyperus haspan) menunjukkan SR pada perlakukan dengan kepadatan 2 tanaman/wadah dan 8 tanaman/wadah yaitu 100%, tetapi kepadatan 4 tanaman/wadah dengan nilai SR 67%. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan seperti cuaca buruk dan gelombang air danau yang tinggi, keberhasilan tumbuh tanaman ini dipengaruhi oleh intensitas cahaya, suhu, air dan nutrisi (Rimando, 2001). Sesuai dengan pernyataan dari Yuliani et al., (2016), bahwa ruang tumbuh mempengaruhi pertumbuhan tanaman, semakin sempit ruang tumbuhnya maka pertumbuhannya semakin lambat dan begitu juga sebaliknya. Hal ini berkaitan dengan perebutan penyerapan unsur hara pada perairan untuk pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian yang dilakukan Purnamawati (2017) tentang pengaruh nitrat dan fosfat dengan pertumbuhan kiambang mendapatkan bahwa semakin tinggi kepadatan kiambang maka semakin rendah pertumbuhannya dan sebaliknya.
Gambar 8. Tanaman Papirus (Cyperus haspan) (a) Kepadatan 2 (b) Kepadatan 4 (c) Kepadatan 8 dan Tanaman Pisang-pisang (Heliconia psittacorum) (d)
Kepadatan 2 (e) Kepadatan 4 dan (f) Kepadatan 8
-
3.2.2 Pertumbuhan Mutlak
Nilai pertumbuhan mutlak pada tanaman Pisang-pisang (Heliconia psittacorum) dengan 3 perlakuan dengan kepadatan yang berbeda mendapatakan hasil tidak berbeda secara signifikan, tetapi dilihat dari pertumbuhan tanaman untuk kepadatan 4 tanaman/wadah memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan kepadatan 2 tanaman/wadah dan 8 tanaman/wadah. Hal ini karena jarak tanam yang terlalu dekat antar individunya, Penanaman komersial pada tanaman Heliconia lebih baik pada jarak tanam 0,5 m × 0,5 m dengan arah tanam dari utara ke selatan seperti halnya pada tanaman perkebunan (Kartika, 2001). Nilai pertumbuhan mutlak pada tanaman Papirus (Cyperus haspan) dengan 3 perlakuan kepadatan yang berbeda menunjukkan pada kepadatan 2 tanaman/wadah memiliki nilai pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan kepadatan 4 tanaman/wadah dan 8 tanaman/wadah, sedangkan pada tanaman Papirus pada kepadatan 4 tanaman/wadah mengalami penurunan pertumbuhan yang dapat dilihat dari pertumbuhan mingguannya, sedangkan kepadatan 8 tanaman/wadah mengalami pertumbuhan tetapi tidak lebih baik daripada tanaman papirus kepadatan 2 tanaman/wadah.
-
3.1.3 Pertumbuhan Spesifik
Nilai RGR tanaman Pisang-pisang dalam waktu 2 bulan menunjukkan bahwa pada kepadatan 4 tanaman/wadah memiliki persentase kenaikan RGR paling tinggi dibandingkan dengan kepadatan 2 tanaman/wadah dan 8 tanaman/wadah. Nilai kepadatan 8
tanaman/wadah merupakan paling terendah dibandingkan kepadatan lainnya, sedangkan untuk nilai RGR tanaman Papirus dalam waktu yang sama yaitu 2 bulan menunjukkan bahwa pada ke-3 perlakuan dengan kepadatan yang berbeda tidak mengalami perubahan nilai pertumbuhan RGR secara signifikan, untuk persetase pertumbuhan RGR tertinggi yaitu pada kepadatan 2 tanaman/wadah, kepadatan 4 tanaman/wadah dan kepadatan 8 tanaman/wadah. Pertumbuhan suatu tanaman dipengaruhi oleh gelombang air danau yang tinggi menyebabkan tanaman tidak tumbuh dengan optimal sesuai dengan pernyataan Rosalia L. (2017) Kondisi angin di daerah danau ketika hujan sangat kencang sehingga menyebabkan kecepatan arus air menjadi lebih tinggi sehingga menyebabkan pertumbuhan tumbuhan air kurang optimal.
-
3.1.4 Kualitas Air
Kualitas air pada suatu perairan berpengaruh terhadap tumbuhan dan biota yang ada pada perairan tersebut. Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu seperti irigasi atau pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, rekreasi dan transportasi. Kualitas air mencakup tiga karakteristik, yaitu fisik, kimia, dan biologi (Effendi, 2003). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kualitas air yaitu pH, suhu dan TDS.
-
a. pH (Derajat Keasaman)
Nilai pH pada tanaman Pisang-pisang (Heliconia psittacorum) dan Papirus (Cyperus haspan) menunjukkan nilai 8,5–8,9 pada minggu I hingga minggu V yang menandakan bahwa perairan pada wadah tanaman bersifat Basa sedangkan pada minggu VII dan VIII pH perairan pada wadah dengan nilai 6–7,6 yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan pH pada 2 minggu terakhir. Minggu VIII menunjukkan perairan bersifat Asam dengan nilai 5,9. Sesuai pendapat Suryono (2010) menyatakan bahwa nilai derajat keasaman yang ideal untuk pertumbuhan tumbuhan air yaitu berkisar antara 6,08 sampai dengan 8,27. Berdasarkan baku mutu air PP No. 82 Tahun 2001, derajat keasaman air pada wadah tanaman berada dalam keadaan alamiah. Nilai pH sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman, pH yang optimal bagi pertumbuhan kebanyakan adalah berkisar 5,6-6. Apabila pH lebih rendah
dari 5,6 pada umumnya pertumbuhan tanaman menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur hara penting. Apabila pH lebih rendah dari 5 dapat berdampak secara fisik yaitu merusak sistem perakaran, terutama akar-akar muda sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Rendahnya pertumbuhan tanaman papirus dikarenakan nilai pH perairan yang tinggi, hal ini sesuai dengan pernyataan P. Han (2013) nilai pH optimum untuk tanaman papirus adalah berkisar 6,5-7,7, papirus dapat menyerap nitrat dari 5 mg/L menjadi 0 mg/l dan menyerap fosfat dari 0,6 mg/L menjadi 0 mg/L dalam waktu 3 hari pada pH perairan 6,5–7,7.
-
b. TDS (Total Dissolved Solids)
Total padatan terlarut (Total Dissolved Solid) merupakan padatan terlarut yang memiliki ukuran lebih kecil daripada padatan tersuspensi dan bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter < 10-6 mm-< 10-3 mm) yang berupa senyawa kimia serta bahan-bahan lain yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm (Vanho, 2010). Nilai TDS tanaman Pisang-pisang dan Papirus pada minggu pertama sangat tinggi dikarenakan masih adanya sisa substrat tanaman yang ditanaman pada seitap keranjang plastik dan minggu kedua dan ketinga mengalami penurunan berkisar 120–135 ppm, kemudian mengalami kenaikann kembali di minggu keempat dan kelima menjadi 241–356 ppm. Nilai TDS mengalami fluktuasi pada setiap pengambilan sampel. Hai ini terjadi akibat adanya hujan dan tanah masuk kedalam peraiaran, sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) menyatakan bahwa nilai TDS sangat dipengaruhi oleh masukan berupa pelapukan batuan, limpasan dari tanah dan pengaruh antropogenik. TDS mempengaruhi ketransparanan dan warna air. TDS dengan konsentrasi tinggi dapat mengurangi kejernihan air, memberikan kontribusi pada penurunan proses fotosintesis, gabungan dengan senyawa beracun dan logam berat, dan menyebabkan peningkatan suhu air, serta sifat transparan air ada hubungannya dengan produktifitas (Sastrawijaya, 2000; Oram 2010).
-
c. Suhu
Suhu perairan pada area sekitar Keramba Jaring Apung selama 2 bulan yaitu 25,4-27 0C. Kisaran suhu selama penelitian mengalami fluktuasi, hal ini dikarenakan kondisi cuaca pada saat
pengukuran. Fluktuasi suhu suatu perairan sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain lokasi suatu daerah, cuaca yang meliputi curah hujan yang tinggi, dan intensitas cahaya matahari yang menembus suatu perairan (Maniagasi et al., 2013). Tanaman ini masih bisa tumbuh di bawah naungan 60%. Suhu optimal untuk
pertumbuhannya adalah 20-28 0C (Rimando, 2001). Pada minggu IV akhir bulan Desember terjadi kenaikan suhu mencapai 27C yang menyebabkan beberapa tanaman pisang-pisang dan papirus pada bagian daun dan bunganya mengalami kekeringan dan layu. Hal ini disebabkan suhu tinggi merusakkan enzim sehingga metabolisme tidak berjalan baik (Firmansyah, 2009).
4. Simpulan
Selama 2 bulan penelitian tanaman pisang-pisang memiliki SR yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman papirus. Kepadatan 4 pada tanaman pisang-pisang merupakan perlakuan terbaik dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya, sedangkan pada tanaman papirus kepadatan 2 papirus merupakan perlakuan terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak I Made Puja selaku pemilik serta pembudidaya ikan air tawar pada Keramba Jaring Apung di Desa Trunyan yang banyak membantu saat dilapangan. Beasiswa PPA Tahun 2017-2018 yang telah membantu dalam proses perkuliahan.
Daftar Pustaka
Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius
Firmansyah, R., Muwardi, A, Riandi, U. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Jakarta, Indonesia: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Gorlach-Lira, K., Pacheco, C., Carvalho, L. C. T., Melo Júnior, H. N., & Crispim, M. C. (2013). The influence of fish culture in floating net cages on microbial indicators of water quality. Brazilian Journal of Biology, 73(3), 457-463.
Guo, L., Li, Z., Xie, P., & Ni, L. (2009). Assessment effects of cage culture on nitrogen and phosphorus dynamics in relation to fallowing in a shallow lake in China. Aquaculture International, 17(3), 229-241.
Han. P, K. Vijayaraghavan, S., Reuben, E. S., Estrada, U. M., & Joshi. (2013). Reduction of nutrient
contaminants into shallow eutrophic waters through vegetated treatment beds. Water Science & Technology. 68(6), 1280-1287.
Kartika, U. (2001). Heliconia tersandung mutu. Trubus, 32(382), 100-101.
Knaus, U., & Palm, H. W. (2017). Effects of fish biology on ebb and flow aquaponical cultured herbs in northern Germany (Mecklenburg Western
Pomerania). Aquaculture, 466, 51-63.
Kurniawan, R. (2012). Keragaman Jenis dan Penutupan Tumbuhan Air di ekosistem Danau Tempe, Sulawesi Selatan. Prosiding pertemuan ilmiah tahunan Masyarakat Limnologi Indonesia. Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Cibinong.
León-Muñoz, J., Echeverría, C., Marcé, R., Riss, W., Sherman, B., & Iriarte, J. L. (2013). The combined impact of land use change and aquaculture on sediment and water quality in oligotrophic Lake Rupanco (North Patagonia, Chile, 40.8 S). Journal of environmental management, 128, 283-291.
Maniagasi, R., Tumembouw, S. S., Mundeg, Y. (2013). Analisis Kualitas Fisika Kimia Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan, 1(2), 29-37.
Niken, T. M. (2018). Keberhasilan Hidup Tumbuhan Air Genjer (Limnocharis flava) dan Kangkung (Ipomoea aquatica) dalam Media Tumbuh dengan Sumber Nutrien Limbah Tahu (Live of Yellow Bur–Head (Limnocharis flava) and Water Spinach (Ipomoea aquatica) in Tofu Waste as Nutrient Source). Jurnal Biologi Indonesia, 14(2), 251-257.
Noor A. (2009). Model pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung (carrying capacity) perairan teluk bagi pengembangan budidaya keramba jaring apung ikan kerapu. Studi kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan. Tesis. Bogor, Indonesia: Institut Pertanian Bogor.
Oram, B. (2010). Total Dissolved Solids. [Online] (http://www.water-research.net.htm), [di akses 21 April 2019].
Purnamawati. (2017). Kandungan Nitrat, Fosfat dan Pertumbuhan Biomassa Basah Kiambang (Salvinia molesta) di Perairan Danau Buyan, Buleleng, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(1), 55-63.
Puspitaningrum, M., M, Izzati, S. Haryanti. (2008). Produksi dan Konsumsi Oksigen Terlarut oleh Beberapa Tumbuhan Air. Skripsi. Semarang, Indonesia: Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro.
Raini, J. A. (2009). Impact of land use changes on water resources and biodiversity of Lake Nakuru catchment basin, Kenya. African Journal of Ecology, 47(1), 39-45.
Rakocy, J. E., Masser, M. P., & Losordo, T. M. (2006). Recirculating Aquaculture Tank Production systems: Aquaponics - Integrating Fish and Plant Culture. USA: SRAC Publication.
Rimando, T. J. (2001). Ornamental Horticulture a Little Giant in the Tropics. Los Banos, Philippines: SEAMEO Regional Center for Graduate Study and Research in Agiculture (SEAMEO SEARCA) University of the Philippines Los Banos (UPLB).
Rismawati. (2010). Analisis Daya Dukung Perairan Danau Toba Terhadap Kegiatan Perikanan Sebagai Dasar Dalam Pengendalian Pencemaran Keramba Jaring Apung. Tesis. Medan, Indonesia: Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Rosalia L. (2017). Pengaruh Nitrat (NO3) Terhadap Pertumbuhan Alami Eceng Gondok (Eichornia crassipes Solms.) Berdasarkan Biomassa Basah Di Danau Batur, Kintamani, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(2), 215-222.
Sastrawijaya, A. T. (2000). Pencemaran Lingkungan.
Jakarta, Indonesia: Rineka Cipta.
Suryono, T., S., Sunanisari, E., Mulyana & Rosidah.
(2010). Tingkat kesuburan dan pencemaran Danau Limboto, Gorontalo. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 36(1), 49-61.
Vanho, S. (2010). Pengujian Mutu Air
dan Limbah. [Online](Http://stevevanhoindblogz.blo gspot.com/2010/05/pengujian-mutu-air-dan-limbah.htm, [diakses: 23 April 2019].
Wijaya, D., Sentosa, A. F., Tjahjo, D. W. H. (2012). Kajian kualitas perairan dan potensi produksi sumberdaya ikan di Danau Batur. Dalam Prosiding Seminar Nasional
Limnologi VI, Institut Pertanian Bogor, International Convention Center Bogor, 16 Juli 2012, 386 – 399.
Yuliani, D. E., Sitorus, S., & Wirawan, T. (2016). Analisis kemampuan kiambang (Salvinia molesta) untuk menurunkan konsentrasi ion logam Cu (II) pada media tumbuh air. Jurnal Kimia Mulawarman, 10(2), 68-73.
Zonneveld, N., Huisman E. A, dan Boon, J. H. (1991). Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta, Indonesia: Gramedia Pustaka Utama.
Curr.Trends Aq. Sci. II(2): 9-16 (2019)
Discussion and feedback