Current Trends in Aquatic Science II(1), 79-84 (2019)

Fluktuasi Bahan Organik dan Residu Terlarut dalam Budidaya Ikan Koi di Tulungagung, Jawa Timur

Ilham Misbakudin Al Zamzami, Alfi Hermawati Waskita Sari, Ima Yudha Perwira*

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +6285736435655

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 20 November 2018; disetujui (accepted) 22 Februari 2019

Abstract

Water quality management is one of important factors in the koi fish cultivation. This study was aimed to observe the water quality of media during cultivation of Koi Fish. This study was conducted on the cultivation of Koi Fish in Tulungagung for 4 months. The cultivation process was carried out on 3 ponds with a total volume of 130,000 liters. The amount of Koi fish used in this study were 700 fishes/pond. The fish were feed with the fish feed for twice (morning and afternoon) in a day (3% of total weight of the fish). The fish feed were composed of 38% protein, 5% fat, 3% fiber, 12% ash, and 11% moisture content. Water quality (DO, pH, BOT, and TDS) was measured at the begining of cultivation (0 month), midle of cultivation (2nd month), and the end of cultivation (4th month). The value of total organic matter was gradually increased from the beginning to the end of cultivation (nilai 2,6 ppm, 5,1 ppm, and 12,7 ppm). The TDS of water was increased from the beginning until the midle of cultivation (231 ppm, 287 ppm), but decreased at the end of cultivation (285 ppm). DO of water was ranging from 5,5 to 6,9 ppm. The value of pH were 7,7-8,9, respectively.

Keywords: organic material, dissolved solid, Koi Fish, Tulungagung

Abstrak

Manajemen kualitas air adalah faktor penting dalam proses budidaya ikan koi. Tujuan penelitian ini untuk mengamati kondisi faktual kualitas air media selama masa pemeliharaan. Penelitian ini dilakukan pada proses budidaya ikan koi yang ada di Tulungagung selama 4 bulan. Proses pemeliharaan dilakukan pada 3 buah kolam dengan ukuran volume total 130.000 liter. Jumlah ikan Koi yang digunakan adalah 700 ekor/kolam. Proses pemberian pakan ikan dilakukan sebanyak 2 kali (pagi dan sore) dengan jumlah 3% dari bobot ikan. Adapun komposisi pakan yang diberikan selama proses pemeliharaan adalah: protein 38%, lemak 5%, serat 3%, abu 12%, dan tingkat kelembaban 11%. Kualitas air media budidaya (DO, pH, BOT, dan TDS) diukur pada awal pemeliharaan (bulan 0), pertengahan pemeliharaan (bulan 2), dan akhir pemeliharaan (bulan 4). Nilai BOT mengalami kenaikan secara gradual dari awal sampai akhir pemeliharaan (nilai 2,6 ppm, 5,1 ppm, dan 12,7 ppm). TDS air mengalami kenaikan sampai dengan bulan kedua (231 ppm, 287 ppm), tetapi mengalami penurunan pada bulan keempat (285 ppm). DO air berada pada kisaran 5,5- 6,9 ppm. Nilai pH pada kisaran 7,7-8,9.

Kata Kunci: bahan organik, residu terlarut, Ikan Koi, Tulungagung

  • 1.    Pendahuluan

Ikan koi (Cyprinus carpio) adalah salah satu jenis ikan hias dengan nilai ekonomis tinggi (Putriana et al., 2015). Ikan ini menjadi salah satu unggulan sektor perikanan di Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Tulungagung yang merupakan salah

satu wilayah program minapolitan ikan hias. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, total nilai ekspor ikan hias rata-rata tiap tahun mencapai lebih dari USD 25 juta (BPS, 2018). Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Tulungagung masih merupakan pemasok ikan koi terbesar di Indonesia. Dengan demikian, budidaya

ikan koi menjadi salah satu penyumbang pendapatan bagi Kabupaten Tulungagung. Hal ini tentunya selaras dengan tujuan dari minapolitan yang merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan yang didasarkan pada wilayah melalui konsep manajemen kawasan secara terintegrasi, efisien, berkualitas, dan akseleratif.

Tingginya produksi budidaya ikan koi di Kabupaten Tulungagung hendaknya diikuti dengan sistem budidaya yang baik, termasuk salah satunya adalah manajemen kualitas airnya. Kualitas air merupakan salah satu komponen penting bagi budidaya ikan hias, dan khususnya ikan koi (Ulfiana et al., 2019). Menurut Wijayanto et al. (2013), kondisi kualitas air yang buruk mempengaruhi pertumbuhan dan penampakan dari ikan koi tersebut. Input bahan organik yang tinggi dari pakan ikan dapat menyebabkan akumulasi bahan organic dan menurunkan kualitas air di media budidaya (Ghosh et al., 2008). Manajemen kualitas air yang baik akan mengurangi kandungan bahan organic pada air media dengan mengubahnya menjadi bahan anorganik, seperti: ammonia, nitrit dan nitrat (Yuningsih et al., 2014). Proses konversi tersebut terjadi secara aerobic melalui proses nitrifikasi (Hastuti, 2011) yang dapat dilihat hasil konversinya melalui total dissolved solid (TDS) pada air media pemeliharaan (Haryani dan Kartika, 2014; Perwira, 2019).

Proses pembudidayaan ikan koi di beberapa wilayah di Kabupaten Tulungagung telah memiliki prosedur operasional baku yang diterapkan secara kontinyu. Termasuk diantaranya adalah prosedur operasional baku dalam proses manajemen kualitas air media pemeliharaannya. Tetapi, belum ada kajian khusus yang mengamati kondisi faktual kualitas air media pemeliharaan ikan koi berdasarkan prosedur operasional baku tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengamati kondisi faktual kualitas air media selama pemeliharaan dengan menggunakan prosedur operasional baku tersebut.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di kolam budidaya ikan koi yang terletak di Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Pengambilan sampel air dilakukan pada bulan September 2018.

  • 2.2    Pemeliharaan ikan koi

Kegiatan pemeliharaan ikan koi dilakukan selama 4 bulan. Proses pemeliharaan dilakukan pada 3 buah kolam dengan ukuran masing-masing 13 × 10 × 1.5 m (volume total 130.000 liter). Jumlah ikan koi yang digunakan pada penelitian ini adalah 700 ekor. Proses pemberian pakan ikan dilakukan sebanyak 2 kali (pagi dan sore) dengan jumlah 3% dari bobot ikan. Adapun komposisi pakan yang diberikan selama proses pemeliharaan adalah: protein 38%, lemak 5%, serat 3%, abu 12%, dan tingkat kelembaban 11%.

  • 2.3    Pengambilan sampel air

Sampel air diambil dari masing-masing kolam pemeliharaan sebanyak 600 mL. Sampel air tersebut kemudian disimpan dalam botol sampel ukuran 600 ml. Sampel air tersebut kemudian disimpan di dalam mesin pendingin (4oC) sampai proses analisa lebih lanjut. Pengukuran kualitas air dilakukan dua kali pengulangan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

  • 2.4    Pengukuran kualitas air

    • 2.4.1    Pengukuran Dissolved Oxygen (DO)

Pengukuran DO dilakukan dengan metode Winkler (SNI 06-6989.14-2004). Sampel air diambil dengan menggunakan botol Winkler 100 mL. Kemudian ditambahkan MnSO4 dan Alkali Iodida Azida masing-masing 2 mL. Lalu, larutan ditutup dan dikocok hingga muncul endapan. Setelah itu, ditambahkan larutan H2SO4 pekat sebanyak 2 mL dan dikocok hingga endapan larut. Larutan diambil 50 mL dan masukan ke dalam erlenmeyer 125 mL, dan dilanjutkan dengan titrasi Na2S2O3 hingga larutan berwarna kuning muda. Setelah dilakukan penambahan 2 mL amilum (sampai berwarna biru), kemudian dilakukan titrasi lanjutan sampai berwarna bening. Penghitungan DO dilakukan dengan menggunakan formula:

Vt × N N2S2O3 × 8000

Vs


(1)


dimana DO adalah Dissolved Oxygen (mg/L); Vt adalah volume titrasi Na2S2O3 (mg/L); Vs adalah volume sampel titrasi; 8000 adalah faktor oksigen dalam 8 mg/meq

Tabel 1

Kualitas air kolam

Parameter

Kualitas Air

0 Bulan

Rata- rata ±SD

2 Bulan

■ Rata- rata

+ SD

4 Bulan

Rata- rata ±SD

Kolam Kolam Kolam

12  3

Kolam Kolam Kolam

12 3

Kolam Kolam Kolam

1      2      3

DO (ppm)

⅛9

7

⅛,7

6,9 ±0,2

4,9

5,9

5,7

5,5 +0,5

6,2

5,6

5,7

5,8 ±0,3

BOT (ppm)

9,4

9,8

9,5

9,6+ 0,2

14,9

14,2

16,4

15,1 ±1,1

25,1

27,3

26,0

26,4 ±1,7

TDS (ppm)

228

235

230

231 ±3,6

274

303

284

287 ± 14,7

268

307

281

285 ±19,9

pH

7,7

7,8

7,7

7,7+ 0,1

8,5

8

8,4

8,3 ±0,3

8

8,9

8,7

8,5 ±0,5

3. Hasil dan Pembahasan

  • 2.4.2    Pengukuran Bahan Organik Total (BOT)

Pengukuran    BOT    dilakukan    dengan

menggunakan metode titrimetri permanganat (SNI 06-6989.22-2004). Sampel air (100 mL) dimasukan ke dalam erlenmeyer 300 mL, kemudian ditambahkan dengan larutan H2SO4 dan KMnO4, masing-masing 5 mL dan 10 mL. Larutan tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 105 0C ± 2 0C selama 20-30 menit. Larutan didinginkan dan tambahkan Na2C2O4 10 mL. Larutan dikocok sampai berwarna bening dan dilanjutkan dengan titrasi KMnO4 sampai muncul warna merah muda. Nilai BOT kemudian dihitung dengan menggunakan formula:

[(10 -a)b- (10 × c)]1 × 31,6 × 1000

BOT=               d               ×f (2)

dimana a adalah volume KMnO4 yang dibutuhkan pada titrasi; b adalah normalitas KMnO4 yang sebenarnya; c adalah normalitas Natrium oksalat; d adalah volume contoh; dan f adalah faktor pengenceran contoh uji

  • 2.4.3    Pengukuran TDS dan pH

Pengukuran TDS (total dissolved solid) dilakukan dengan menggunakan alat T meter, sedangkan kadar keasaman air media pemeliharaan diukur dengan menggunakan pH meter.

  • 2.5    Analisis data

Data yang sudah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dilakukan dengan cara membandingkan data kualitas air berdasarkan masa pemeliharaan budidaya ikan koi. Adapun lajur kenaikan BOT dan TDS, divisualisasikan dalam bentuk grafik baris.

  • 3.1    Hasil

    • 3.1.1    Kualitas air pada budidaya ikan koi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama pemeliharaan (4 bulan) nilai DO tidak berbeda jauh (5,5 – 6,9 ppm) (Tabel 1). Pengamatan pada BOT menunjukkan adanya peningkatan secara gradual dari bulan pertama sampai dengan bulan keempat (5,1 - 12,7 ppm). Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi akumulasi bahan organik selama proses pemeliharaan ikan koi, yang ditunjukkan dengan nilai BOT tertinggi pada bulan keempat (akhir masa pemeliharaan). Kisaran nilai TDS yaitu 228-307 ppm diseluruh kolam budidaya. Nilai pH cenderung mengalami kenaikan pada masa pemeliharaan empat bulan dengan nilai 7,7-8,9.

  • 3.1.2    Laju kenaikan BOT dan TDS

Hasil pengamatan BOT selama masa pemeliharaan mengalami kenaikan yang cukup tajam (Gambar 1). Pengaruh masa budidaya terhadap BOT menggambarkan konsumsi oksigen kimia pada masa pemeliharaan empat bulan semakin meningkat.

TDS (ppm)

Kenaikan tertinggi terjadi pada bulan keempat dan pada bulan ini mendekati masa panen. Nilai rata-rata BOT awal sebelum ikan koi ditebar yaitu 7,9 ppm. Terjadi kenaikan pada bulan kedua dan keempat dengan nilai rata-rata berturut-turut 15,9 ppm dan 39,3 ppm. Seiring dengan lamanya masa pemeliharaan, nilai BOT semakin meningkat.

Hasil pengamatan TDS mengalami kenaikan dari 231 ppm menjadi 287 ppm selama 2 bulan pemeliharaan. Tetapi, setelah itu, TDS cenderung konstan sampai akhir masa pemeliharaan 285 ppm (Gambar 1). Diduga ini terjadi karena setelah masa pemeliharaan 2 bulan, proses dekomposisi bahan organik berjalan lambat.

  • 3.2    Pembahasan

    • 3.2.1    Tingkat kenaikan bahan organik pada media pemeliharaan

Hasil pengamatan pada BOT menunjukkan bahwa terjadi kenaikan BOT seiring dengan lama waktu pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan Putra et al (2014) bahwa sisa pakan dan kotoran ikan akan terakumulasi di dalam air dalam bentuk bahan organik terlarut. Menurut Jati (2012), akumulasi bahan organic yang ada di dasar perairan dapat mempengaruhi kestabilan oksigen di perairan. Hal itu disebabkan karena tingginya kenaikan kebutuhan konsumsi oksigen dibandingkan dengan ketersediaan oksigen di perairan (Ghosh et al., 2008). Akibatnya, akan terjadi peningkatan lapisan anoksik dalam perairan yang memiliki kandungan oksigen yang sangat rendah. Selain itu, konsumsi oksigen oleh mikroba selama proses oksidasi bahan-bahan organik juga menurunkan ketersediaan oksigen di dalam perairan (Yuliani et al., 2018).

Proses dekomposisi bahan organik terlarut tersebut, bakteri membutuhkan oksigen baik dalam proses amonifikasi maupun nitrifikasi (Hastuti, 2011). Dalam proses amonifikasi, bahan organik yang tersusun atas polisakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak, dan asam amino (Dugan, 1972; Effendi, 2003; Putra, 2014) akan dikonversi menjadi ammonia (NH4) (Samudro dan Mangkoedihardjo, 2010). Dalam proses ini bakteri amonifikasi melibatkan berbagai enzim, seperti proteinase, peptidase, kitinase, kitobiase, lisozim, endonuklease, eksonuklease, urease dan deaminase (Kurniawan, 2018). Kemudian pada proses selanjutnya, ammonia akan diubah menjadi nitrat

melalui serangkaian proses nitrifikasi oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter pada kondisi aerob (Leonanda dan Zolanda, 2018). Bakteri Nitrosomonas menginisiasi perubahan tersebut dengan memanfaatkan enzim nitrogrnase (Nurhuda et al., 2018).

  • 3.2.2    Batas kejenuhan air media pemeliharaan

Analisa batas kejenuhan air media pemeliharaan diamati dengan membandingkan BOT dan TDS yang ada di dalam air. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kenaikan bahan organik dari awal pemeliharaan sampai dengan bulan kedua masih dapat ditolerir oleh lingkungan pada budidaya ikan koi. Akan tetapi, setelah bulan kedua proses mineralisasi tidak berjalan dengan lancar yang diindikasikan dengan stasionernya nilai TDS (Tabel 1). Hal ini diduga karena penurunan tingkat konversi bahan organik menjadi anorganik terjadi karena penumpukan sisa pakan dan kotoran ikan yang mengendap di dasar kolam budidaya ikan koi (Zidni, 2013). Mengingat bahan organik di perairan lebih banyak terdapat dalam bentuk terlarut (TDS) dibandingkan dalam bentuk tersuspensi atau koloid (TSS) (Hynes, 1970; Tamyiz, 2015; Hidayat et al., 2018). Hal ini harus diwaspadai oleh pelaku budidaya ikan koi mengingat pada umur 4 - 5 bulan adalah masa panen, mengingat nilai TDS menggambarkan jumlah padatan yang terlarut di dalam kolam budidaya.

Analisis TDS dilakukan untuk mengetahui besaran jumlah zat terlarut organik maupun anorganik yang ada di dalam suatu perairan (Farida et al.,2017). Tinggi rendahnya nilai TDS tidak menggambarkan kualitas air secara spesifik karena hanya sebagai indikator untuk menentukan kualitas umum dari air (Atima, 2014). Hal ini disebabkan oleh banyaknya ion atau senyawa yang akan mempengaruhi nilai TDS seperti amoniak, nitrit, dan nitrat (Machdar, 2018). Namun, nilai TDS berkaitan erat dengan proses dekomposisi bahan organik menjadi anorganik yang ada pada proses budidayaikan koi (Putri et al., 2013).

4. Simpulan

Masa pemeliharaan ikan koi selama 4 bulan mengalami penurunan kualitas air, seperti naiknya nilai BOT. Kenaikan BOT pada masa pemeliharaan 4 bulan ternyata tidak diikuti dengan kenaikan TDS. Stasionernya nilai TDS terjadi karena

menurunya konversi bahan organik menjadi anorganik pada kotoran dan sisa pakan.

Ucapan terimakasih

Allah SWT dengan segala berkahnya. Kemenristekdikti yang sudah memberikan beasiswa Bidik Misi. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan. Bapak Ima Yudha Perwira dan Ibu Alfi Hermawati Waskita Sari sebagai pembimbing. Petani ikan koi Tulungagung. Seluruh teman seperjuangan yang telah membantu.

Daftar Pustaka

Atima, W. (2015). BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Limbah. Biosel: Biology Science and Education, 4(1), 83-93.

Farida, N. F., Abdullah, S. H., & Priyati, A. (2017). Analisis Kualitas    Air    Pada    Sistem    Pengairan

Akuaponik. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, 5(2), 385-394.

Ghosh, S., Sinha, A., & Sahu, C. (2008). Bioaugmentation in the growth and water quality of livebearing ornamental fishes. Aquaculture International, 16(5), 393-403.

Haryani, Y., & Kartika, G. F. (2014). Penentuan Total Mikroba Indikator, Nitrat, dan Fosfat pada Sungai Tapung Kiri. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 1(2), 306-313.

Hastuti, Y. P. (2011). Nitrifikasi dan Denitrifikasi di Tambak. Jurnal Akuakultur Indonesia, 10(1), 89-98.

Hidayat, N., Aminah, S., & Rahmah, N. L. (2018).

Optimasi Protein dan Total Padatan Terlarut dalam Ekstrak Cacing Tanah (Lumbricus rubellus). Jurnal Teknologi & Industri Hasil Pertanian, 23(1), 13-20.

Hynes, H. B. N. (1970). The ecology of running waters. New Jersey, USA: Blackburn Press.

Jati, O. E. (2012). Analisis Hubungan Parameter Fisika Kimia Air dengan Total Bakteri pada Tambak Udang di BBPBAP Jepara. Skripsi. Semarang, Indonesia:   Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.

Kurniawan, A. P. (2018). Distribusi Vertikal Komunitas Fitoplankton pada Lokasi Inlet dan Outlet di Waduk Saguling, Cianjur, Jawa Barat. Integrated Lab Journal, 4(2), 269-278.

Leonanda, B. D., & Zolanda, Y. (2018). Reaktor Nitrifikasi Biofilter Untuk Air Limbah Sisa Makanan Dan Feses Ikan. METAL: Jurnal Sistem Mekanik dan Termal, 2(1), 9-14.

Lestari, S. E. (2018). Pengembangan Fungsi Mangrove Center Tuban sebagai Laboratorium Alam dalam Mundukung Pendidikan Karakter. In Proceedings of Annual

Conference on Community Engagement (pp. 11091112).

Machdar, I. (2018). Pengantar Pengendalian Pencemaran: Pencemaran Air, Pencemaran Udara, dan Kebisingan. Yogyakarta, Indonesia: Deepublish.

Nurhuda, A. M., Samsundari, S., & Zubaidah, A. (2018). Pengaruh perbedaan interval waktu pemuasaan terhadap pertumbuhan dan rasio efisiensi protein ikan gurame (Osphronemus gouramy). Acta Aquatica Aquatic Sciences Journal, 5(2), 59-63.

Perwira, I.Y. (2019). Tingkat dan laju penurunan kualitas air di DAS Brantas Malang Raya. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(2), 185-191.

Putra, S. J. W., Nitisupardjo, M., & Widyorini, N. (2014). Analisis Hubungan Bahan Organik dengan Total Bakteri pada Tambak Udang Intensif Sistem Semibioflok di Bbpbap Jepara. Management of Aquatic Resources Journal, 3(3), 121-129.

Putri, M. N., Purnomo, P. W., & Soedarsono, P. (2013). Profil Vertikal Bahan Organik Dasar Perairan dengan Latar Belakang Pemanfaatan Berbeda di Rawa Pening. Management of Aquatic Resources Journal, 2(3), 27-36.

Putriana, N., Tjahjaningsih, W., & Alamsjah, M. A. (2019). Pengaruh Penambahan Perasan Paprika Merah (Capsicum annuum) dalam Pakan terhadap Tingkat Kecerahan Warna Ikan Koi (Cyprinus carpio L.). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 7(2), 189-194.

Samudro, G., & Mangkoedihardjo, S. (2010). Review On BOD, COD and BOD/COD Ratio: A Triangle Zone for Toxic, Biodegradable and Stable Levels. International Journal of Academic Research, 2(4), 235-239.

Tamyiz, M. (2016). Perbandingan Rasio BOD/COD pada Area Tambak di Hulu dan Hilir terhadap Biodegradabilitas Bahan Organik. Journal of Research and Technology, 1(01), 9-15.

Ulfiana, R., Mahasri, G., & Suprapto, H. (2019). Tingkat Kejadian Aeromonasis Pada Ikan Koi (Cyprinus carpio) yang Terinfeksi Myxobolus koi pada Derajat Infeksi yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 4(2), 169-174.

Wijayanto, D. S. M., Solichin, A., & Widyorini, N. (2013). Pengaruh Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) dengan Dosis yang Berbeda terhadap Lepasnya Suckers Kutu Ikan (Argulus sp.) pada Ikan Koi (Cyprinus carpio). Management of Aquatic Resources Journal, 2(2), 46-53.

Yuliani, E., Harahap, S., & Purwanto, E. (2018). Efektifitas Biofilter Bermedia Kerikil, Pasir, Ijuk, Botol Plastik dan Tumbuhan Kiapu (Pistia stratiotes) dalam Menurunkan Kadar BOD5, COD pada Limbah Cair Mie Basah. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan, 5(1), 1-9.

Yuningsih, H. D., Anggoro, S., & Soedarsono, P. (2014). Hubungan Bahan Organik dengan Produktivitas

Perairan pada Kawasan Tutupan Eceng Gondok, Perairan Terbuka dan Keramba Jaring Apung di Rawa Pening Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Management of Aquatic Resources Journal, 3(1), 37-43.

Zidni, I. (2013). Pengaruh Padat Tebar terhadap Pertumbuhan Benih Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) dalam Sistem Akuaponik. Skripsi. Bandung, Indonesia: Program Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran.

Curr.Trends Aq. Sci. II(1), 79-84 (2019)