Current Trends in Aquatic Science II(1), 5-8 (2019)

Pengaruh Kadar Protein Pakan Yang Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan Juvenil Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pada Kolam Terpal

I Gede Bayu Sulatika, I Wayan Restu, Endang Wulandari Suryaningtyas

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali- Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-82236338227 Alamat e-mail: bayusenpai10@gmail.com

Diterima (received) 6 November 2018; disetujui (accepted) 8 Februari 2019

Abstract

This research aims to determine the absolute weight growth, specific growth rate (SGR), feed convertion ratio (FCR), feed efficiency, and survival rate (SR) of gouramy juvenile which given by commercial feed, fish meal, and fish meal mix with kale flour. This research was used the experimental method with a completely randomized design consisting of three treatments and three replications by simple random sampling technique. This research consists of 3 treatments. Treatment A was fed by commercial feed, treatment B by artificial feed with feed formulations of fish powder 50%, corn powder 20%, soy powder 10%, and fish oil 20%, and treatment C was fed by artificial feed with formulations of fish powder 5%, corn powder 10%, soy powder 5%, kale powder 50%, and fish oil 30%. The results showed that after 60 days of rearing, the highest value of absolute weight growth was obtained about 0.86 grams, the highest value of specific growth was 3.40%, the best feed conversion ratio was 1 : 2.3, the best feed efficiency was 43.57%, and the highest survival rate value was 79% all obtained in treatment C.

Keywords: Feed; Growth rate; Kale powder; Osphronemus gouramy

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan berat mutlak, laju pertumbuhan spesifik/specific growth rate (SGR) juvenil ikan gurami, rasio konversi pakan/feed convertion ratio (FCR) dan efisiensi pakan, serta tingkat kelangsungan hidup/Survival Rate (SR) juvenil ikan gurami yang diberi pakan komersil, pakan tepung ikan, dan campuran pakan tepung ikan dengan tepung kangkung. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap yang terdiri dari tiga perlakuan dan tiga kali ulangan, sedangkan pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Perlakuan A diberikan pakan komersil, perlakuan B diberikan pakan buatan dengan formulasi pakan tepung ikan 50%, tepung jagung 20%, tepung kedelai 10%, dan minyak ikan 20%, dan perlakuan C diberikan pakan buatan dengan formulasi tepung ikan 5%, tepung jagung 10%, tepung kedelai 5%, tepung kangkung 50%, dan minyak ikan 30%. Hasil penelitian selama 60 hari menunjukkan bahwa nilai pertumbuhan berat mutlak tertinggi diperoleh sebesar 0.86 gram, nilai laju pertumbuhan spesifik tertinggi sebesar 3.40%, nilai rasio konversi pakan terbaik 1 : 2.3, nilai efisiensi pakan terbaik sebesar 43.57%, dan nilai tingkat kelangsungan hidup tertinggi sebesar 79% semuanya pada perlakuan C.

Kata Kunci: Pakan; Laju pertumbuhan; Tepung kangkung; Osphronemus gouramy

  • 1.    Pendahuluan

Sektor perikanan memiliki potensi penggerak perekonomian baik secara makro maupun mikro. Secara makro sektor perikanan menjadi penyumbang devisa dengan kegiatan ekspor. Secara mikro sektor perikanan memberi dampak penyediaan tenaga kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat seiring dengan peningkatan

pendapatan para pelaku usaha di bidang perikanan (Nugroho, 2010).

Kebutuhan akan ikan bagi masyarakat pun semakin meningkat seiring kebutuhan akan pemenuhan gizi. Maka usaha perikanan termasuk perikanan air tawar harus dipacu oleh berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta untuk terus dikembangkan (Khairuman dan Amri, 2003).

Total produksi gurami nasional pada tahun 2011 mencapai 64.525 ton. Ikan gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke seluruh perairan Asia Tenggara dan Cina. Masyarakat Indonesia sudah lama mengenal ikan gurami, karena rasa dagingnya yang gurih dan lezat (Lucas et al., 2015). Ikan gurami (Osphronemus gouramy) termasuk ikan yang diunggulkan dalam budidaya perikanan karena memiliki gizi tinggi dan nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya (Affandi et al., 2005). Ikan gurami banyak terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Barat, dan Sulawesi Utara.

Pertumbuhan ikan gurami cenderung lambat, hal ini dikarenakan ikan gurami mengalami perubahan kebiasaan makan pada tiap fase pertumbuhannya yaitu karnivora pada fase satu bulan kehidupannya, omnivora pada fase satu setengah bulan sampai tiga bulan, dan herbivora pada fase tiga bulan sampai delapan bulan. Saat dewasa Ikan gurami banyak memakan tumbuhan lunak, seperti daun talas, daun sente, daun pepaya, daun kangkung dan daun lamtoro. Kebutuhan makanan tersebut berkaitan erat dengan pertumbuhan ikan (Bachtiar, 2010).

Permasalahan yang sering dihadapi dalam komoditi ikan gurami adalah tingginya tingkat kematian pada tahap benih yaitu 50-70% serta laju pertumbuhannya yang lambat (Khairuman dan Amri, 2003). Pemanfaatan pakan dari protein hewani dan nabati diharapkan dapat menjadi pakan alternatif selain pakan komersil dan menekan biaya penggunaan pakan komersil dalam budidaya ikan gurami. Oleh karena itu penelitian ini dilaksanakan sebagai upaya untuk mengetahui pengaruh tiga perbedaan perlakuan pakan terhadap pertumbuhan juvenil ikan gurami (Osphronemus gouramy).

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan di Desa Manggis Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Penelitian dimulai pada bulan Maret sampai bulan Mei 2018 (Gambar 1).

  • 2.2.    Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Timbangan digital, sesr, baskom,

penggilingan, saringan pakan, selang air, selang shipon, blower, pipa, selang aerasi, batu aerasi, keran aerasi, pH digital (Hanna HI8314), DO meter (HI98190), kamera digital, buku tulis, kabel role. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: juvenil ikan gurami, terpal 5x6m, bambu, kayu usuk 4m, pakan komersil, tepung ikan, tepung kangkung, tepung kedelai, minyak ikan, tepung tapioka, dan tepung jagung.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 2.3.    Metodologi Penelitian

Pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode ekperimen dengan rancangan percobaan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 3 perakuan dengan 3 kali ulangan. Penelitian ini menggunakan sampel juvenil ikan gurami dengan ukuran 4-7 cm, berat 3-6 gram, dan umur sekitar 1,5 bulan. Juvenil ikan gurami diperoleh dari pembelian juvenil ikan yang dibeli pada pengusaha ikan di daerah Denpasar, Bali. Kolam terpal yang digunakan selama penelitian berjumlah 9 buah dengan masing-masing kolam terpal ditebar juvenil ikan gurami sebanyak 50 ekor. Pakan yang diberikan yaitu 5% dari berat biomassa juvenil ikan gurami. Metode penyusunan ransum pakan menggunakan Trial and Error Method dengan menentukan persentase bahan pakan yang berbeda untuk perlakuan yg berbeda.Formulasi pakan buatan dari perlakuan B yaitu 50% tepung ikan, 20% tepung jagung, 10% tepung kedelai, 20% minyak ikan sedangkan formulasi pakan buatan dari perlakuan C yaitu 5% tepung ikan, 10% tepung jagung, 5% tepung

kedelai, 30% tepung kangkung, dan 30% minyak ikan.

  • 2.4.    Pengambilan Data Juvenil Ikan Gurami

Pengambilan data juvenil ikan gurami dilakukan dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. Menurut Kerlinger (2006), Simple Random Sampling adalah teknik penarikan dari sebuah populasi dengan cara tertentu sehingga setiap anggota populasi tadi memiliki peluang yang sama untuk terpilih atau terambil. Pengukuran sampling berat dilakukan sebelum pemberian pakan di pagi hari. Pengukuran berat juvenil ikan gurami menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram (100 miligram). Pengambilan sampel berat juvenil ikan gurami dilakukan setiap 14 hari sekali hingga akhir penelitian (60 hari), sehingga data yang didapat sebanyak 4 kali pengambilan data berat. Selanjutnya pengukuran Survival Rate (SR), Feed Conversion Ratio (FCR), dan kualitas air diukur setelah pengukuran berat selesai. Pengamatan pertumbuhan berat juvenil ikan gurami dilakukan dengan mengambil keseluruhan sampel dari populasi juvenil ikan gurami dalam setiap kolam terpal.

  • 2.5.    Pengukuran Kualitas Air

Kualitas air yang digunakan selama pemeliharaan juvenil ikan gurami dipersiapkan dengan menggunakan sistem aerasi selama 24 jam, selain itu juga dilakukan pembersihan dasar wadah dengan cara siphon. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan setiap 14 hari sekali. Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, oksigen terlarut, dan pH. Semua parameter tersebut diukur secara insitu, dengan menggunakan alat ukur multicheck parameter (untuk pengukuran DO dan Suhu), dan pH meter.

  • 2.6.    Analisis Data

    • 2.6.1    Pertumbuhan Berat Mutlak

Pertumbuhan berat mutlak merupakan selisih antara berat rata-rata ikan di akhir pemeliharaan dikurangi dengan berat rata-rata ikan pada awal pemeliharaan. Rumus pertumbuhan berat mutlak dapat dihitung menggunakan rumus Effendi (2002).

Wm=Wt-Wo

(1)


dimana W adalah pertumbuhan berat mutlak; Wt adalah rata-rata Berat ikan gurami pada akhir penelitian; dan W0 rata-rata berat ikan gurami pada saat awal penelitian.

  • 2.6.2    Laju Pertumbuhan Spesifik/Specific Growth Rate

Laju pertumbuhan Spesifik merupakan perhitungan pertumbuhan harian ikan gurami selama pemeliharaan yaitu 60 hari. Pengambilan data biomassa juvenil ikan gurami dilakuakn setiap 14 hari sekali. Laju pertumbuhan spesifik dihitung menggunakan rumus Ricker, (1975).

SGR=(√(Wo ))x 100% (2)

dimana SGR adalah laju pertumbuhan spesifik; t adalah lama waktu penelitian; Wt adalah berat biomassa di akhir penelitian, dan Wo adalah berat biomassa di awal penelitian.

  • 2.6.3    Rasio Konversi Pakan/ Feed Convertion Ratio

Rasio konversi pakan merupakan perbandingan antara pakan yang habis digunakan dengan pertambahan berat yang dihasilkan pada akhir pemeliharaan. Menurut Djajasewaka (1985), rasio konversi pakan dapat dihitung dengan rumus

FCR=


F (Wt +D)-Wo)


(3)


dimana FCR adalah rasio konversi pakan; F adalah jumlah total pakan yang dikonsumsi; Wt adalah berat biomassa ikan pada akhir penelitian; D adalah berat ikan yang mati; dan Wo adalah berat biomassa ikan di akhir penelitian.

  • 2.6.4    Efisiensi Pakan

Perhitungan efisiensi pakan didasarkan pada rumus NRC, (1993) yaitu besarnya rasio perbandingan antara pertambahan berat ikan yang didapatkan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi ikan.

EP=(Wt +D)-Wo) x100%                            (4)

dimana EP adalah efisiensi pakan; Wt adalah berat biomassa di akhir penelitian; D adalah berat ikan

yang mati; ^o adalah berat biomassa ikan di awal penelitian; dan F adalah jumlah total pakan yang dikonsumsi.

  • 2.6.5    Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup adalah perbandingan jumlah ikan yang hidup hingga akhir penelitian dengan jumlah ikan pada awal penelitian. Untuk menghitung kelangsungan hidup (SR) digunakan rumus Zairin (2002).

SR= Nt x100% (5)

dimana SR adalah tingkat kelangsungan hidup; Nt adalah jumlah ikan diakhir penelitian; No adalah jumlah ikan diawal penelitian.

  • 2.6.7    Analisis ANOVA

Data laju pertumbuhan spesifik/Specific Growth rate (SGR), tingkat kelangsungan hidup/survival rate (SR), dan rasio konversi pakan/feed conversion ratio (FCR) dianalisa dengan menggunakan Microsoft Excel dan hasil data percobaan ditabulasi secara statistik dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA). Analisis tersebut menggunakan program komputer IBM SPSS Statistics 25.0. Apabila terdapat pengaruh nyata maka akan dilakukan uji lanjutan dengan uji Tukey.

  • 3.    Hasil

    • 3.1.    Analisa Proksimat

Perlakuan (A, B, dan C) dianalisa proksimat untuk mengetahui komposisi nutrisinya (Tabel 3.1). Perlakuan A merupakan pakan komersil. perlakuan B merupakan pakan buatan dengan 50% tepung ikan. Perlakuan C adalah pakan buatan dengan 50% tepung kangkung

dan serat yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan A dan B.

  • 3.2.    Pertumbuhan Berat Mutlak

Pertumbuhan berat mutlak juvenil ikan gurami, pada perlakuan C memiliki nilai tertinggi sebesar 0.86 gram/individu, dan perlakuan A memiliki nilai terendah sebesar 0.33 gram/individu (Gambar 2). Hasil perhitungan pertumbuhan berat mutlak dengan analisa ANOVA didapatkan hasil signifikan (p<0.05) yang berarti terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan.

  • 3.3.    Laju Pertumbuhan Spesifik/Specific Growth Rate

Laju pertumbuhan Spesifik pada perlakuan C memiliki nilai yang tertinggi sebesar 3.40% dan yang terendah terdapat pada perlakuan A sebesar 3.06% (Gambar 3). Hasil perhitungan laju pertumbuhan spesifik pada juvenil ikan gurami antar perlakuan dianalisa dengan ANOVA

Gambar 2. Pertumbuhan berat mutlak

mendapatkan hasil signifikan (P<0.05) yang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan.

  • 3.4.    Tingkat Kelangsungan Hidup/ Survival Rate

    Tabel 3.1

    Hasil Analisa Proksimat

    Kandungan

    Perlakuan A

    Perlakuan B

    Perlakuan C

    Air

    12.53

    6.99

    16.00

    Abu

    8.28

    12.70

    10.11

    Protein

    24.25

    24.03

    26.61

    Lemak

    4.90

    20.72

    10.98

    Karbohidrat

    50.21

    36.35

    36.33

    Serat

    8.77

    15.40

    21.60


    Hasil Analisa proksimat memperlihatkan bahwa perlakuan C memiliki kandungan protein


    Gambar 3. Laju pertumbuhan spesifik


Hasil perhitungan tingkat kelangsungan hidup diperoleh pada perlakuan C memiliki nilai yang tertinggi yaitu 79%, sedangkan yang terendah adalah perlakuan A yaitu 74%. Hasil perhitungan tingkat kelangsungan hidup pada masing-masing perlakuan dengan analisa ANOVA didapatkan hasil signifikan (p<0.05) yang menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan gurami terdapat adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan (Gambar 4).

Gambar 4. Tingkat kelangsungan hidup

  • 3.5.    Rasio Konvesi Pakan / Feed Convertion Ratio dan Efisiensi Pakan

Nilai rasio konvesi pakan terbesar terdapat pada perlakuan A dengan nilai sebesar 2.44 dan terkecil terdapat pada perlakuan C dengan nilai sebesar 2.31 (Gambar 5). Hasil perhitungan rasio konversi pakan pada masing-masing perlakuan dengan analisa ANOVA didapatkan hasil yang tidak signifikan (p>0.05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan.

35

8 M

1” § 1.0


OJ

0.0

A        B        I C

Pexkkuan


Gambar 5. Rasio konversi pakan

Nilai efisiensi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan C, 43.57% dan terendah pada perlakuan A 42.17% (Gambar 6). Hasil perhitungan efisiensi pakan dengan analisa ANOVA didapatkan hasil yang signifikan (p>0.05) yang menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan.

Gambar 6. Efisiensi pakan

  • 3.6.    Kualitas Air

Hasil pengukuran parameter kualitas air seperti suhu berkisar antara 25.87-27.09°C, DO berkisar antara 5.83-6.00 mg/L. Dari hasil ini dapat dilihat secara umum bahwa parameter kualitas air masih berada pada kondisi optimal untuk pH yang diperoleh pada masa pemeliharaan masih bersifat basa tetapi tidak terlalu berpengaruh pada pertumbuhan juvenil.

  • 4.    Pembahasan

    • 4.1    Analisa Proksimat

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan hasil analisa proksimat antar perlakuan (A, B, dan C). Hasil analisa proksimat memperlihatkan perlakuan (A, B, dan C) memiliki kandungan protein yang berbeda. Perlakuan C dengan komposisi tepung ikan 5 % mempunyai nilai

prosentase protein yang lebih besar (26.61%) dibandingkan dengan perlakuan B dengan komposisi tepung ikan 50%. Perbedaaan kandungan protein tersebut diduga karena pada perlakuan C ditambahkan minyak ikan yang lebih tinggi prosentasenya (30%) dibandingkan dengan perlakuan B (20%). Selain itu, bahan baku tepung ikan yang digunakan diduga mempunyai kandungan protein yang rendah karena bahan baku berasal dari limbah tulang ikan yang kualitasnya kurang baik. Penggunaan bahan baku yang berbeda menyebabkan adanya perbedaan kandungan protein. Menurut Subagio et al. (2003),

kandungan protein dari tepung ikan dari daging ikan dalam 100 gram adalah 12.14 gram, sedangkan kandungan protein tepung ikan dari

tulang ikan dalam 100 gram adalah 9.2 gram protein (Syahroni, 2008). Dalam 100 gram minyak ikan mengandung 18 gram protein. Maka dari pada itu sesuai degan perlakuan C yang menggunakan minyak ikan sebesar 30% mengandung protein yang tinggi daripada perlakuan lainnya.

Hasil analisa proksimat perlakuan B memiliki kandungan lemak yang tinggi sebesar (20.72%). Hal ini diduga karena pada perlakuan B memiliki komposisi bahan-bahan yang mengandung lemak seperti tepung ikan dan minyak ikan. Hasil analisa proksimat kadar air menunjukkan kadar air perlakuan A sebesar (12.53%), perlakuan B sebesar (6.99%), dan perlakuan C sebesar (16.0%). Nilai tersebut terpaut jauh karena proses pembuatan pakan yang tidak bersamaan dan pengeringan pakan dilakukan secara manual. Menurut Rasyaf (1992), faktor yang mempengaruhi kadar air dalam suatu bahan adalah cara penyimpanan, iklim tempat penyimpanan, dan lama pengeringan.

  • 4.2.    Pertumbuhan Berat Mutlak

Pertumbuhan berat mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan C sebesar (0.86 gram/individu), hal ini kemungkinan disebabkan karena kandungan protein yang tinggi pada pakan. Tingginya kandungan protein pada perlakuan C kemungkinan disebakan karena adanya perbedaan jumlah komposisi bahan baku pada saat pembuatan pakan. Menurut Kim et al. (1991), protein yang tinggi pada pakan umumnya digunakan ikan dalam proses metabolisme dan memenuhi kebutuhan energi, protein yang tinggi dimanfaatkan oleh ikan untuk pertumbuhan. Berdasarkan hasil analisa proksimat pada perlakuan C didapatkan nilai kandungan protein yang tinggi, sehingga menyebabkan pertumbuhan berat pada perlakuan C lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Pertumbuhan berat mutlak terendah yaitu pada perlakuan A sebesar (0.33 gram/individu). Hal ini diduga karena kandungan lemak yang rendah sebesar (4.90%). Lemak adalah salah satu zat makanan utama yang dibutuhkan dalam pertumbuhan ikan, karena lemak memiliki nilai sumber energi yang tinggi yang dapat digunakan sebagai aktifitas ikan seperti berenang, mencari makan, pertumbuhan, dan ketahanan tubuh, Fungsi lemak yaitu untuk melarutkan vitamin A, D, E, dan K yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan tubuh (Sutantyo, 2011). Sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan A memiliki pertumbuhan berat yang rendah dikarenakan kandungan lemak pada pakan perlakuan A sangat rendah.

  • 4.3.    Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)

Berdasarkan hasil penelitian laju pertumbuhan spesifik juvenil ikan gurami menunjukkan bahwa perlakuan C memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar (3,40%), kemudian perlakuan B memiliki nilai tertinggi kedua yaitu sebesar (3,16%), dan pada perlakuan A memiliki nilai terendah sebesar (3,06%). Tingginya laju pertumbuhan spesifik pada perlakuan C diduga karena kandungan protein yang tinggi yaitu sebesar (26.61%). Menurut Akbar (2000), kandungan protein yang optimum dalam pakan ikan adalah di atas 20%. Menurut Mulqan et al. (2017), protein sangat dibutuhkan oleh ikan untuk membentuk dan memperbaiki jaringan dalam tubuh ikan dan pertumbuhan. Sehingga sesuai dengan perlakuan C yang mempunyai kandungan protein yang tinggi, mendapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik yang tinggi.

Laju pertumbuhan spesifik terendah terdapat pada perlakuan A sebesar (3,06%). Hal ini diduga karena kandungan lemak yang rendah pada perlakuan A sebesar (4,90%). Lemak merupakan sumber energi yang paling tinggi dalam pakan ikan. Kualitas lemak yang baik serta yang dapat menunjang dalam pertumbuhan pada ikan yang optimal yaitu terdapat kandungan asam lemak essensial (NRC, 1993). Karena kebutuhan ikan terhadap lemak sangat tinggi, maka kadar lemak yang rendah dapat mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik.

  • 4.4    Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)

Tingkat kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan C (79%), dan terendah pada perlakuan A (74%). Tingkat Kelangsungan Hidup yang rendah ditemukan pada perlakuan A, hal ini disebabkan karena adanya penyakit yang menyerang juvenil ikan gurami. Pada saat penelitian ditemukan bercak-bercak putih pada kulit dan mulut juvenil gurami. Ciri-ciri tersebut mengindikasikan bahwa juvenil ikan gurami tersebut terinfeksi penyakit adalah White Spot. White Spot yaitu penyakit yang disebabkan oleh parasit Ichthyophthyrius sp yang dicirikan dengan

bercak-bercak putih pada kulit ikan (Rahman, 2008). Selain disebabkan karena serangan penyakit nilai SR yang rendah pada perlakuan A diduga karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kualitas air, serta sisa pakan pada kolam terpal yang secara tidak langsung mempengaruhi kualitas air pemeliharaan. Pada penelitian ini suhu air pada perlakuan A rendah (25.9°C).

Menurut Ariati et al. (2001), kematian pada ikan dikarenakan ikan mengalami stres akibat tingkat metabolisme dan pakan yang tidak termanfaatkan dengan baik sehingga mempengaruhi kualitas air yang dapat menyebabkan kematian pada ikan. Menurut Andi (1995), penyebab rendahnya Tingkat Kelangsungan Hidup disebabkan adanya sisa pakan yang mengendap sehingga menjadi amoniak yang merupakan racun bagi ikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi nilai SR adalah kondisi lingkungan kualitas air, jika kondisi lingkungan kualitas air buruk maka dapat mempengaruhi nafsu makan ikan, jika nafsu makan ikan menurun maka sebagian besar pakan yang diberikan akan mengendap di dasar kolam, hal ini menyebabkan timbulnya penyakit pada kolam terpal.

  • 4.5.    Rasio Konversi Pakan (FCR) dan Efisiensi Pakan (EP)

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rasio konversi pakan terendah dan terbaik terdapat pada perlakuan C dengan nilai 1 : 2,3. Hal ini diduga karena respon ikan terhadap pakan dipengaruhi oleh aroma pakan (atraktan) yang dapat mempengaruhi nafsu makan ikan. Menurut Polat dan Beklevik (1999), Penambahan bahan atraktan dapat meningkatkan penyerapan makanan yang lebih cepat, sehingga aroma pakan (atraktan) dapat mendukung ikan dalam merespon pakan yang diberikan. Menurut Susanti (2004) nilai konversi pakan yang rendah berarti kualitas pakan yang diberikan baik. Sedangkan bila nilai konversi pakan tinggi berarti kualitas pakan yang diberikan kurang baik (Susanto, 2002). Sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan C menunjukkan rasio konversi pakan yang terbaik diantara perlakuan lainnya

Hasil perhitungan efisiensi pakan memperlihatkan bahwa perlakuan C memiliki efisiensi pakan yang tertinggi dan terbaik (43.57%). Menurut Kim et al. (1991), kemampuan ikan untuk mencerna pakan yang diberikan akan berpengaruh

terhadap nilai efisiensi pakan. Efisiensi pakan merupakan gambaran mengenai pemanfaatan pakan yang diberikan sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ikan (Nugroho et al., 2010). Maka dari itu sesuai dengan hasil penelitian, perlakuan C menunjukkan pakan yang diberikan lebih efisien dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

  • 4.6.    Kualitas Air

Hasil yang diperoleh dari pengukuran DO air, dapat dijelaskan bahwa variasi nilai DO yang berbeda dengan kisaran 5.83-6.00 mg/L. Nilai DO tertinggi ditemukan pada perlakuan C sebesar 6.00 mg/L sedangkan nilai DO terendah ditemukan pada perlakuan A sebesar 5.83 mg/L. Menurut Sitanggang dan Sarwono (2007), kandungan oksigen terlarut yang baik untuk pemeliharaan gurami yaitu dantara 4-6 mg/L. Hasil pengukuran pH pada air pemeliharaan berkisar antara 8.29-8.34. Menurut Murtidjo (2001), pH yang baik untuk ikan yaitu diantara 6.5-7.5. Berdasarkan hasil pengukuran pH penelitian, dapat dikatakan optimum.

4. Simpulan dan Saran

Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini antara lain: Pertumbuhan berat mutlak juvenil ikan gurami yang diberikan perlakuan jenis pakan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata, dengan kisaran nilai 0.33 gram-0.86 gram. Laju pertumbuhan spesifik juvenil ikan gurami yang diberikan perlakuan jenis pakan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata dengan kisaran nilai 3.06-3.40%, tertinggi dengan nilai 3.40% pada perlakuan C. Rasio konversi pakan juvenil ikan gurami yang diberikan perlakuan jenis pakan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata, terbaik pada perlakuan C dengan nilai 1:2,31. Efisiensi pakan juvenil ikan gurami yang diberikan perlakuan jenis pakan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata, terbaik pada perlakuan C dengan nilai 43.57%. Tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan gurami yang diberikan perlakuan jenis pakan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata, dengan kisaran nilai 74%-79% tertinggi dengan nilai 79% pada perlakuan C.

Penulis menyarankan sebaiknya untuk melakukan penelitian lebih lanjut menggunakan campuran tepung kangkung dengan komposisi

yang berbeda untuk pembesaran gurami, sehingga hasil yang didapatkan maksimal.

Daftar Pustaka

Affandi, R., Sjafei D. S., & Rahardjo M. F., Sulistiono. (2005). Fisiologi Ikan, Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Bogor, Indonesia: IPB Press.

Murtidjo, B. A. (2001). Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.

Akbar, S. (2000). Meramu Pakan Ikan Kerapu. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.

Ariati, R., Haetami, K., & Andriani, Y. (2001). Pengaruh Pemberian Tepung Kepala Udang Terhadap Laju Pertumbuhan dan Konversi Pakan Benih Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus). Jurnal Perikanan dan Kelautan, 4(3), 26-27.

Astawan, M. (2009). Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.

Bachtiar, Y. (2010). Buku Pintar Budi Daya Dan Bisnis Gurami. Jakarta, Indonesia: Agromedia Pustaka.

Djajasewaka, H. Y. (1985). Makanan Ikan. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.

Effendi, M. (2002). Biologi Perikanan. Jakarta, Indonesia: Pustaka Nusantara.

Kerlinger. 2006. Asas-Asas Penelitian   Behavioral.

Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Mada University Press.

Khairuman.,  & Amri, K. (2003). Pembenihan dan

Pembesaran Gurami. Jakarta, Indonesia: Agro Media Pustaka.

Kim, K .I., Kayes, T. B., & Amundson, C. H. (1991). Purified Diet Development and Re-Evaluation of the Dietary Protein Requirement of Fingerling Rainbowtrout (Oncorhynchusmykiss). Aquaculture, 96, 57–67.

Lucas, W. G. F., Kalesaran, O. J., & Lumenta. C. (2015). Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva

Gurami (Osphronemus gouramy Lac.) dengan Pemberian Beberapa Jenis Pakan yang Berbeda. Jurnal Budidaya Perairan, 3(2) 19-28.

Mulqan, M., Rahimi, S. A., & Dewiyanti, I. (2017).

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Gesit (Oreochromis niloticus) pada Sistem Akuaponik dengan Jenis Tanaman yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 2(1), 183-193.

NRC. 1993. Nutrients Rekruitment of Fish. National

Academic of Science. Washington D.C, USA: National Reseach Council.

Nugroho, E., Jojo, S., & Sulhi. M. (2010). Optimasi

Budidaya Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.). Laporan Akhir Kegiatan Riset. Bogor, Indonesia: Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar.

Polat, A., & Beklevik, G. (1999). The Importance of

Betaine and Some Attractive Substances as Fish Feed Additives. In Brufau, J., & Tacon, A. (Eds). Feed

Manufacturing in the Mediterranean Region: Recent Advances in Research and Technology. Spain: CIHEAM, IAMZ, pp. 217-220.

Ricker, W. E, (1975). Computation and Interpretation of Biological statistic of fish population. Bull. Fish Res. Board. Can., 191, 382.

Sitanggang, M., & Sarwono, B. (2007). Budidaya Gurami. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.

Susanti, D. (2004). Pengaruh Penambahan Berbagai Silase Produk Perikanan dalam Ransum Pakan terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Nila Gift. Skripsi.    Semarang,    Indonesia:    Universitas

Diponegoro.

Susanto, H. (2002). Pembenihan dan Pembesaran Patin. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.

Zairin, M. (2002). Sex Reversal Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.

Curr.Trends Aq. Sci. II(1): 5-12 (2019)