Current Trends in Aquatic Science VII(1), 35-42 (2024)

Pengaruh Padat Tebar Berbeda terhadap Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup, dan Efisiensi Pakan Juvenil Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)

Kadek Bayu Candra Gotama a*, Pande Gde Sasmita Julyantoro a, Ni Putu Putri Wijayantia

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-881-037-666-320

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 14 Juli 2023; disetujui (accepted) 24 November 2023; tersedia secara online (available online) 10 Februari 2024

Abstract

Vaname shrimp (Litopenaeus vannamei) has advantages, such as being more responsive to feed, resistant to diseases and poor environmental conditions, fast growth, high survival rate, and high stocking density. This study aims to examine the effects of different stocking densities on the growth, survival rate, and feed efficiency of vaname shrimp. Vaname shrimp (±0.6 g/shrimp). were stocked in fiber tanks with a volume of 500 liters and filled with seawater with a salinity of 35 ppt. This study used an experimental method with 3 different stocking density treatments: 200 individual/m3 (A), 400 individual/m3 (B), and 600 individual/m3 (C), repeated three times per treatment. The shrimps were cultivated for 60 days and fed at a rate of 5% of their body weight/day four times a day. The results showed that average growth shrimp in treatment A, B, and C were 12.10 g, 10.14 g, and 7.37 g, respectively. The survival rate of shrimp in the treatmen A. B, and C were: 72%, 46,3%, and 56%, respectively. The FCR in the treatment A, B, and C were 0.95; 1.4; and 1.26. One Way ANOVA statistical analysis indicated significant differences (P<0,05) between treatments A dan C in terms of mean body weight growth, as well as between treatments A and B in terms of FCR. This study indicated that different stocking densities affect the growth, survival rates, feed efficiency, and water quality of vaname shrimp.

Keywords: Feed efficiency; growth; stock density; survival rate; Vaname shrimp

Abstrak

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) memiliki keunggulan seperti lebih responsif terhadap pakan, tahan terhadap penyakit dan kualitas lingkungan yang buruk, pertumbuhan yang lebih cepat, tingkat kelangsungan hidup yang tinggi, dan padat penebaran yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh padat tebar yang berbeda terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan udang vaname. Udang vaname (± 0,6 g/ekor) ditebar dalam bak fiber dengan volume air 500 liter bersalinitas 35 ppt. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan 3 perlakuan: 200 ekor/m3 (A), perlakuan B 400 ekor/m3 (B), dan 600 ekor/m3 (C) dengan 3 kali pengulangan per perlakuan. Udang dipelihara selama 60 hari dan diberi pakan sebesar 5% bobot tubuh/hari sebanyak 4 kali/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C menunjukkan pertumbuhan rata-rata sebesar 12,10 g, 10,14 g, dan 7,37 g. Kelangsungan hidup udang pada perlakuan A, B, dan C adalah sebesar: 72%, 46,3%, dan 56%. FCR udang pada perlakuan A, B, dan C adalah: 0,95; 1,4 ; dan 1,26. Uji statistik One Way ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara perlakuan A dan C pada berat rata-rata udang per ekor (MBW), serta perlakuan A dan B pada FCR. Penelitian ini mengindikasikan bahwa padat penebaran yang berbeda mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup, efisiensi pakan, dan kualitas air budidaya udang vaname.

Kata Kunci: Efisiensi Pakan; kelangsungan hidup; padat penebaran; pertumbuhan; udang vaname

  • 1.    Pendahuluan

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) mempunyai keunggulan yaitu responsif terhadap pakan/nafsu makan yang tinggi, lebih tahan terhadap serangan penyakit dan kualitas lingkungan yang buruk, pertumbuhan lebih cepat, tingkat kelangsungan hidup tinggi, padat tebar cukup tinggi, serta waktu pemeliharaan yang singkat, hanya berkisar 90-100 hari per siklus (Panjaitan et al., 2014).

Padat tebar berperan penting dalam kegiatan budidaya untuk menentukan jumlah benur yang akan ditebar dan luas tambak yang akan digunakan. Perbedaan kepadatan yang ditebar pada setiap petak tambak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vaname yang dihasilkan. Namun, Samadan et al. (2018) yang melakukan pemeliharaan udang vaname di kolam pasir dan dilapisi mulsa dengan tiga kepadatan berbeda, yaitu 100, 200, 300 ekor/m2, menunjukkan adanya tren penurunan laju pertumbuhan dan tingkat kelulushidupan ketika padat tebar udang vaname semakin ditingkatkan. Padat tebar berbanding terbalik dengan pertumbuhan, sehingga perlu dioptimalkan dengan kepadatan tebar yang sesuai pada tiap budidaya (Yunarty dan Renitasari, 2022). Menurut Cohen et al. (2005) penggunaan padat tebar tinggi yang juga linear dengan jumlah penggunaan pakan, akan berdampak negatif terhadap kondisi kesehatan udang dan kualitas lingkungan media pemeliharaan. Maka dari itu, pemberian pakan akan semakin bertambah dan sisa pakan juga akan bertambah. Apabila hal ini terus berlangsung maka limbah bahan organik yang mengendap didasar akan mengalami proses penguraian (dekomposisi) yang menghasilkan nitrat, nitrit, amoniak, karbondioksida dan hidrogen sulfida. Jika hal ini tidak ditangani dengan cepat dan benar, maka kondisi ini akan mengakibatkan meningkatnya konsentrasi amoniak dan nitrit (Hidayah et al., 2020). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara padat tebar dan laju pertumbuhan udang vaname (Arnold et al., 2009).

Pada sistem produksi biofloc, Krummenauer et al. (2011) melaporkan bahwa penggunaan padat tebar 300 udang/m2 memiliki laju pertumbuhan yang baik dibandingkan dengan performa udang yang dipelihara di padat tebar 450 udang/m2. Perlakuan padat tebar tinggi juga dapat mempengaruhi keberadaan oksigen terlarut atau Dissolved oxygen (DO) dalam media pemeliharaan. Riset yang dilakukan oleh Krummenauer et al.

(2011) menunjukkan bahwa konsentrasi rata-rata DO yang paling rendah tercatat pada sistem pemeliharaan dengan padat tebar 450 udang/m2 yang berada di level 1,32 mg/L, dibandingkan dengan nilai DO rata-rata 2,02 mg/L yang diperoleh pada sistem pemeliharaan dengan padat tebar lebih rendah 300 udang/m2. Oleh karena itu, kajian padat penebaran merupakan hal yang penting dalam sistem budidaya, sehingga kajian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dalam upaya optimalisasai padat penebaran udang vaname.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2022 - Januari 2023 selama 2 bulan di Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) Desa Bugbug, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

  • 2.2    Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahapan. Persiapan media pemeliharaan yang meliputi air bersalinitas, bak fiber 500L yang sudah steril dan siap pakai, alat penambah oksigen, alat pengukur parameter pertumbuhan dan kualitas air, dan alat tulis. Persiapan hewan uji yaitu juvenil udang vaname (PL 25) sebagai objek yang diteliti. Pemberian pakan menggunakan pakan pelet dari PT Grobest Indomakmur. Pengambilan data yaitu dengan melakukan sampling pertumbuhan setiap 10 hari sekali dan kualitas air setiap 5 hari sekali.

  • 2.3    Analisis Data

Analisis data secara statistik dilakukan menggunakan one way ANOVA. One Way ANOVA merupakan salah satu teknik analisis yang berfungsi untuk membedakan rerata lebih dari dua kelompok data dengan cara membandingkan variasinya (Miftakhurrizal, 2018). Parameter kualitas air khususnya DO, pH, salinitas, dan suhu diukur di BPIU2K Karangasem dengan TDS meter dan diolah menggunakan Microsoft Excel, sedangkan analisis konsentrasi amoniak, nitrat, dan nitrit dilakukan di Laboratorium Ilmu Perikanan FKP Unud.

  • 2.3.1    Berat Rata-rata Udang per Ekor (Mean Body Weight/MBW)

Berat rata-rata udang per ekor/MBW yaitu berat rata-rata udang dalam satu populasi yang terdapat dalam satu media pemeliharaan. MBW diperoleh dengan cara menghitung berat total dari udang dibagi jumlah udang yang ditangkap. (Haliman dan Adijaya, 2005)

MBW=


Berat total sampel Jumlah Sampel

(1)


Keterangan:

MBW

Berat total sampel

Jumlah sampel


= Berat rata-rata total (g)

= Berat keseluruhan sampel yang ditimbang saat panen(g)

= Jumlah individu yang tersisa saat panen (ekor)

  • 2.3.2    Pertumbuhan Bobot Rata-rata harian (Average Daily Growth/ADG)

Pertumbuhan bobot rata-rata harian diukur dengan membandingkan MBW sampling ini dikurangi dengan MBW sampling sebelumnya kemudian dibagi dengan interval sampling. (Haliman dan Adijaya, 2005).

ADG =


MBW Sekarang - MBW Sebelumnya Interval Sampling

(2)


Keterangan:

ADG

MBW sampling

Interval sampling


= Bobot rata-rata Harian (g)

= Berat rata-rata total udang saat di sampling (g)

= Periode sampling yang dilakukan (t)

  • 2.3.3    Pertumbuhan Bobot Mutlak

Pertumbuhan   berat   mutlak   merupakan

pertumbuhan yang dihitung berdasarkan bobot rata-rata udang di akhir percobaan (Wt) dikurangi dengan bobot rata-rata pada awal percobaan (W0) (Hu et al., 2008).

PM = Wt-W0                          (3)

Keterangan:

PM    = Pertumbuhan mutlak rata-rata (g)

Wt    = Bobot rata-rata individu pada akhir

percobaan (g)

Wo    = Bobot rata-rata individu pada awal

percobaan (g)

  • 2.3.4    Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertambahan panjang mutlak adalah pertambahan ukuran panjang udang setiap harinya selama pemeliharaan. Pertambahan panjang mutlak ditunjukan dalam satuan cm. Rumus yang digunakan dalam mengukur panjang mutlak menurut Hu et al. (2008) yaitu.

LM = Lt - L0 (4)

Keterangan:

Lt   = Panjang Akhir (cm)

L0   = Panjang Awal (cm)

Lm  = Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm)

  • 2.3.5    Kelangsungan Hidup (Survival Rate/SR)

Kelangsungan hidup/Survival Rate (SR) adalah persentase dari jumlah udang yang hidup pada awal pemeliharaan dan jumlah udang pada akhir pemeliharaan Rakhmanda et al. (2021). Tingkat kelangsungan hidup (Survival rate) dihitung dengan menggunakan rumus.

SR = Nt × 100% N0

(5)


Keterangan:

SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah hewan uji pada akhir pengamatan

(ekor)

No    =Jumlah hewan uji pada awal pengamatan

(ekor)

  • 2.3.6    Rasio Konvensi pakan  (Feed Conversion

Ratio/FCR)

Feed conversion ratio (FCR) merupakan satuan yang dipakai untuk menghitung jumlah pakan yang sudah diberikan dalam siklus tertentu, dengan berat total yang dihasilkan (Rachmansyah et al., 2017). Adapun rumus yang untuk menghitung FCR adalah sebagai berikut.

F

FCR = ------------

FCR = (      )

(5)


Keterangan:

FCR     = Tingkat konversi pakan

F        = Jumlah pakan yang diberikan selama

penelitian (g)

Wt       = Bobot total ikan pada akhir penelitian

(g)

Wo       = Bobot total ikan pada awal penelitian

(g)

D        = Bobot total ikan yang mati selama

penelitian (g)

  • 2.3.7    Amoniak

Kadar amoniak diukur menggunakan spektofotometer untuk mendapatkan kurva kalibrasinya, kemudian dihitung melalui perhitungan berdasarkan (SNI 06-2479-1991).

  • 2.3.8    Nitrit

Kadar nitrit diukur menggunakan spektofotometer untuk mendapatkan kurva kalibrasinya, kemudian dihitung melalui perhitungan berdasarkan (SNI 06-2479-1991).

  • 2.3.8    Nitrat

Kadar nitrat diukur menggunakan spektofotometer untuk mendapatkan kurva kalibrasinya, kemudian dihitung melalui perhitungan berdasarkan (SNI 06-2479-1991).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Bobot rata-rata udang per ekor

Hasil perhitungan data bobot rata rata total Udang vaname (L. vannamei) dari tiga perlakuan disajikan pada gambar 2. Berdasarkan data sampling pertumbuhan bobot rata-rata udang per ekor (MBW) yang dipelihara selama 6 minggu atau DOC 60 didapatkan perlakuan tertinggi yaitu pada perlakuan A dengan nilai sebesar 16,78 g dan perlakuan C sebagai perlakuan dengan hasil MBW terendah yaitu 10,1 g. Adapun grafik bobot rata-rata udang terdapat pada Gambar 2.

Pertumbuhan bobot rata-rata udang per ekor (MBW) berdasarkan hasil diatas tergolong ideal jika ditinjau dari tabel pakan udang dari PT Grobest Indomakmur, dengan bobot rata-rata

Gambar 2. Bobot rata-rata udang vaname dengan padat tebar berbeda selama 60 hari masa pemeliharaan.

Gambar 3. Bobot Rata-rata harian udang vaname dengan padat tebar berbeda selama 60 hari masa pemeliharaan.

udang vaname pada saat DOC 51-60 dengan ukuran 124-98 pcs/kg umumnya adalah 8,2-10,3 g. Meskipun demikian, hasil yang didapat oleh penulis masih lebih rendah Jika ditinjau dari penelitian yang dilakukan oleh Witoko et al. (2018) pada studi budidaya udang vaname (L. vannamei) di keramba jaring apung laut dengan padat tebar 111 ekor/m3 dengan DOC 60 yang menghasilkan bobot rata-rata sebesar 13,66 g. Bobot rata-rata udang vaname meningkat setiap minggunya jika pakan yang diberikan memenuhi kebutuhan protein sebesar 18-35% (Rakhmanda et al., 2021). Padat penebaran mempengaruhi pertumbuhan, sesuai dengan pernyataan Rakhmanda et al. (2021) yang menyatakan bahwa peningkatan padat penebaran dapat menurunkan pertumbuhan. Hasil pertumbuhan bobot rata-rata harian (ADG) yang disampling setiap 10 hari sekali pada masing-masing perlakuan didapatkan hasil tertinggi yaitu pada perlakuan A sebesar 1,71 g dan perlakuan C sebagai perlakuan terendah sebesar 1,09 g. Grafik rata-rata harian (ADG) terdapat pada Gambar 3.

Jika ditinjau dari hasil bobot rata-rata harian (ADG) udang vaname di atas, perlakuan A, B, dan C berbanding terbalik dengan padat penebaran, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam bobot rata-rata harian udang vaname. Perlakuan A memberikan hasil ADG tertinggi yaitu 1,71 g/hari. Hal ini menandakan bahwa udang vaname pada perlakuan A memiliki tingkat pertumbuhan harian tercepat diantara kedua perlakuan lainnya. Perlakuan B memberikan hasil ADG sebesar 1,48 g/hari yang menandakan pertumbuhan yang sedikit lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan A. Sementara itu, perlakuan C memberikan hasil ADG sebesar 1,09 g/hari. Hasil penelitian Witoko et al. (2018) mengenai studi budidaya udang vaname di keramba jaring apung laut menunjukkan bahwa

pada minggu ke-4 atau DOC 30, berat rata-rata pertumbuhan harian (ADG) yang diperoleh adalah 1,4 g. Hal ini lebih rendah dibandingkan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya udang vaname PT Central Pertiwi Bahari, di mana pada minggu ke-4 atau DOC 30, berat rata-rata yang diperoleh mencapai 2,8 g. Selanjutnya, pada minggu ke-5 atau DOC 40, berat yang diperoleh sebesar 0,08 g, sementara pada minggu ke-6 beratnya adalah 0,19 g. Maka jika ditinjau dari kedua penelitian diatas, angka ADG nya masih lebih tinggi daripada penelitian yang dilakukan penulis yang mana pada minggu ke-4 berat rata-rata (ADG) dari ketiga perlakuan yang didapat adalah 0,66 g, pada minggu ke-5 sebesar 0,54 g, dan pada minggu ke-6 sebesar 0,6 g.

  • 3.2    Pertumbuhan Bobot Mutlak

Hasil perhitungan pertumbuhan bobot mutlak udang vaname (L. vannamei) dari tiga perlakuan dapat disajikan pada Gambar 4. Perlakuan A memberikan angka pertumbuhan berat mutlak tertinggi sebesar 17,8 g, sedangkan pertumbuhan berat mutlak terendah tercatat pada perlakuan C dengan padat penebaran yaitu sebesar 10,91 g. Grafik pertumbuhan bobot mutlak terdapat pada Gambar 4.

Pertumbuhan bobot mutlak berdasarkan hasil diatas sejalan dengan penelitian pertumbuhan bobot mutlak udang vaname yang dilakukan oleh Pratiwi et al. (2021) mengenai studi pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vaname Litopenaeus vannamei PL – 10 dengan padat tebar berbeda bahwa tingginya padat tebar menyebabkan pergerakan udang yang sempit dan

hal ini menyebabkan persaingan pakan serta oksigen yang lebih ketat, yang kemungkinan dapat menjelaskan mengapa pertumbuhan berat mutlak cenderung lebih kecil pada padat tebar yang lebih tinggi.

  • 3.3 . Pertumbuhan Panjang Mutlak

Hasil penelitian pertumbuhan panjang mutlak menunjukkan bahwa perlakuan A mencapai pertumbuhan panjang mutlak tertinggi dengan nilai rata-rata sebesar 8,95 cm, sedangkan perlakuan C memiliki pertumbuhan panjang mutlak terendah dengan nilai rata-rata yaitu 8,60 cm. Grafik laju pertumbuhan panjang mutlak terdapat pada Gambar 5.

Pertumbuhan panjang mutlak berdasarkan hasil diatas masih lebih rendah dari penelitian yang dilakukan oleh Witoko et al. (2018) mengenai pertumbuhan panjang udang vaname yang didapatkan dengan kisaran 10,55 cm hingga 12,3 cm. Menurut Purnama (2003), pertambahan panjang udang disebabkan oleh pakan yang diberikan memenuhi kebutuhan protein udang, namun disisi lain peningkatan padat penebaran akan menurunkan pertumbuhan. Petumbuhan yang lambat disebabkan persaingan untuk mendapatkan ruang dan penggunaan energi yang tinggi (Cokrowati et al., 2012). Pertumbuhan udang vaname dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah padat tebar udang yang dipelihara, keberhasilan dan efektivitas waktu pemeliharaan dalam usaha budidaya diperoleh dengan melihat periode laju pertumbuhan udang tersebut.

Gambar 4. Pertumbuhan bobot mutlak udang vaname dengan padat tebar berbeda selama 60 hari masa pemeliharaan.


Gambar 5. Pertumbuhan Panjang Mutlak udang vaname dengan padat tebar berbeda selama 60 hari masa pemeliharaan.


  • 3.4    Kelangsungan Hidup (SR)

Hasil perhitungan kelangsungan hidup Udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada tiga perlakuan disajikan pada Gambar 6. Kelangsungan hidup udang vaname yang dipelihara selama 60 hari diperoleh nilai tertinggi pada perlakuan A dengan persentase SR sebesar 72%, persentase terendah diperoleh pada perlakuan B yaitu 46,3%, dan perlakuan C dengan persentase SR 56%. Grafik kelangsungan hidup pada udang terdapat pada Gambar 6.

Berdasarkan hasil penelitian kelangsungan hidup udang vaname yang dipaparkan dari hasil diatas adalah perlakuan B mendapatkan hasil yang terendah dari ketiga perlakuan meskipun secara padat penebaran, perlakuan B lebih kecil dari perlakuan C. Ini tidak sejalan dengan definisi semakin tinggi padat penebaran, semakin rendah potensi kelangsungan hidup udang vaname itu sendiri (Batubara dan Gustianty, 2017). Selain

Gambar 6. Kelangsungan Hidup udang vaname dengan padat tebar berbeda selama 60 hari masa pemeliharaan.

lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis. Selain itu, sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada tahun 2014, yang memelihara udang vaname dalam KJA dengan ukuran 3x3 m di perairan teluk selama 100 hari, mencapai tingkat kelangsungan hidup/SR sebesar 42%.

  • 3.5    Rasio Konversi Pakan (Feed Convesion Ratio/FCR)

Hasil perhitungan rasio konversi pakan Udang vaname (L. vannamei) pada tiga perlakuan dapat disajikan pada Gambar 7. Hasil perhitungan FCR pada budidaya Udang vaname didapatkan berdasarkan perhitungan total jumlah pakan yang diberikan dengan bobot udang dengan masa pemeliharaan 60 hari/ DOC 60 berdasarkan perlakuan A yaitu 0,95, Perlakuan B 1,4 dan perlakuan C 1,26. Berdasarkan hasil rasio konversi pakan tersebut terlihat bahwa nilai FCR pada percobaan ini lebih rendah daripada penelitian yang dilakukan oleh Paquotte et al., (1998) yang mendapatkan 2,6-3,2 pada budidaya udang di KJA dengan padat penebaran 72 ekor/m2. Selain itu, penelitian Fendjalang et al. (2016) memperoleh nilai FCR 1,35 – 2,53. Adapun demikian, hasil penelitian yang diperoleh Witoko et al. (2018) mengenai FCR yang dilakukan selama 90 hari atau DOC 90 adalah 1,9. Dari ketiga penelitian tersebut hasil penelitian ini masih tergolong kecil daripada ketiga penelitian diatas karena menghasilskan nilai FCR 0,95 – 1,4. Grafik nilai FCR disajikan pada Gambar 7.

  • 3.6    Kualitas Air

    padat penebaran, perbedaan tingkat kelangsungan hidup dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain seperti kualitas air, kemampuan udang untuk beradaptasi dengan lingkungan, ketersediaan oksigen, nutrisi, kualitas lingkungan media pemeliharaan, overfeeding dan genetika daripada udang itu sendiri (Rakhfid et al., 2017). Hal ini dikarenakan pada kultivasi terdapat perbedaan kemampuan bertahan hidup antara satu udang dan udang lainnya yang mempengaruhi nilai kelangsungan hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Witoko et al., (2018) menunjukkan nilai kelangsungan hidup udang vaname yang diperoleh sebesar 33%, yang mana angka ini masih


    Gambar 7. Rasio Konversi Pakan udang vaname dengan padat tebar berbeda selama 60 hari masa pemeliharaan.


    Tabel 1

    Hasil Pengukuran Kualitas Air Ikan Lele Dumbo

    Parameter

    Periode

    A

    Perlakuan B

    C

    Nilai Baku Mutu*

    DO (mg/L)

    Pagi

    6.2

    4.8

    5.9

    > 4 *

    Suhu (°C)

    Pagi

    28.2

    27.2

    28.2

    28 - 33 *

    Salinitas (g/L)

    Pagi

    33.7

    34.0

    34.1

    30 - 33 *

    pH

    Pagi

    8.3

    8.4

    8.3

    7,5 - 8,5 *

    Amoniak (mg/L)

    Pagi

    0.06

    1.17

    0.10

    < 0,1 *

    Nitrat (mg/L)

    Pagi

    0.05

    1.07

    0.09

    < 220 #

    Nitrit (mg/L)

    Pagi

    0.05

    0.11

    0.01

    Max 1 **

    SNI8037.1:2014 = *

    SNI 8008:2014 = **

    Ariadi et al. (2020) = #


Perlakuan A pada parameter DO menghasilkan 6,2 mg/l sebagai hasil tertinggi dan perlakuan B menghasilkan 4,8 mg/l sebagai hasil terendah. Perlakuan A pada parameter suhu menghasilkan 28,20C dan perlakuan B menghasilkan 27,20C sebagai hasil terendah diantara perlakuan A dan perlakuan C. Perlakuan A pada parameter salinitas sebagai perlakuan dengan hasil terendah yaitu 33,7 g/l dan perlakuan C sebagai perlakuan dengan hasil tertinggi yaitu 34,1 g/l. Perlakuan B pada parameter pH menghasilkan 8,4 sebagai hasil tertinggi daripada perlakuan A dan perlakuan C. Perlakuan B pada parameter Amoniak, Nitrat, dan Nitrit mendapatkan hasil tertinggi dibandingkan dengan perlakuan A maupun perlakuan B. Pengukuran parameter kualitas air disajikan pada tabel 3.4 parameter kualitas air juvenil udang vaname (L. vannamei) di BPIU2K Karangasem. Suhu memainkan peran penting dalam kegiatan budidaya udang karena mempengaruhi berbagai aspek, yaitu metabolisme, pertumbuhan, konsumsi oksigen, siklus molting, respons imun, dan kelangsungan hidup (Effendi dan Irzal, 2016). Suhu yang optimal untuk pertumbuhan udang berkisar antara 26°C - 32°C dan pada kisaran suhu tersebut, konsumsi oksigen udang meningkat sehingga nafsu makannya juga meningkat. Oleh karena itu, hasil pengukuran suhu di media pemeliharaan bak fiber BPIU2K memenuhi standar untuk pertumbuhan budidaya udang vaname. Adapun nilai kualitas air disajikan pada Tabel 1.

  • 4.    Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi padat tebar semakin menurunkan pertumbuhan, dan kelangsungan

hidup. Akan tetapi, semakin tinggi padat tebar kebutuhan pakan udang semakin meningkat. Sehingga diperlukan manajemen pemeliharaan yang baik agar pakan yang diberikan efisien.

Daftar Pustaka

Ariadi, H., Wafi, A., & Supriatna. (2020). Water Quality Relationship with FCR Value in Intensive Shrimp Culture of Vannamei (Litopenaeus vannamei). Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 11(1), 44–50.

Arnold, S.J., Coman, F.E., Jackson, C.J., & Groves, S.A. (2009).    High-intensity,   zero water-exchange

production of juvenile tiger shrimp, Penaeus monodon: an evaluation of artificial substrates and stocking density. Aquaculture, 293(1-2), 42–48.

Badan Standarisasi Nasional. (1991). Metode Pengujian Kadar Amonium Dalam Air dengan Alat Spektrofotometer secara Nessler. SNI No. 062479:1991. Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi Nasional.

Badan Standarisasi Nasional. (2014). Produksi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei, Boone, 1931) Intensif di Tambak Lining. SNI No.8008:2014. Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi Nasional.

Badan Standarisasi Nasional. (2014). Udang Vaname (Litopenaeus vannamei, Boone 1931) Bagian 1: Produksi Induk Model Indoor. SNI No.8037.1:2014. Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi Nasional.

Batubara, J.P.,  & Gustianty, L.R. (2017). Laju

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Udang Galah (Macrobranchium Rosenbergii De Man) Skala Laboratorium. Universitas Asaha, 1, 1–10.

Cohen, J.M., Samocha, T.M., Fox, J.M., Gandy, R.L., & Lawrence, A.L. (2005). Characterization of water quality factors during intensive raceway production of juvenile Litopenaeus vannamei using limited discharge and biosecure management tools. Aquacultural Engineering, 32(3-4), 425-442.

Cokrowati, N., Utami, P., & Sarifin. (2012). Perbedaan Padat Tebar terhadap Tingkat Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Post Peurulus Lobster Pasir (Panulirus homarus)  pada Bak Terkontrol. Jurnal

Kelautan, 5(2), 156–166.

Effendi, I. (2016). Budidaya Intensif Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Laut: Kajian Lokasi, Fisiologis, dan Biokimia. Disertasi. Bogor, Indonesia:   Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.

Fendjalang, S.N.M., Budiardi, T., Supriyono, E., &

Effendi, I.  (2016). Produksi  Udang Vannamei

(Litopenaeus vannamei) pada Karamba Jaring Apung dengan Padat Tebar Berbeda di Selat Kepulauan Seribu. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 8(1), 201-214.

Haliman, R.W.,  & Adijaya,  D.S.,  (2005).  Udang

Vannamei, Pembudidayaan dan Prospek Pasar

Udang Putih yang Tahan Penyakit. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.

Hidayah, Z., Nuzula, N.I., & Wiyanto, D.B. (2020).

Analisa Keberlanjutan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan di Perairan Selat Madura Jawa Timur. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 22(2), 101111.

Hu, Y., Tan, B., Mai, K., Ai, Q.S., & Cheng, K. (2008). Growth and Body Composition of Juvenil White Shrimp, (Litopenaeus vannamei) Fed Different Ratios of Dietary Protein to Energy. Journal Aquaculture Nutrition, 14(6), 499-506.

Krummenauer, D., Peixoto, S., Cavalli, R.O., Poersch, L.H., and Wasielesky, W. (2011). Superintensive

culture of white shrimp, (Litopenaeus vannamei), in a biofloc technology system in southern Brazil at different stocking densities. Journal of the World Aquaculture Society, 42(5), 726-733.

Miftakhurrizal.      2018.      Pengantar     Analisis

Multivariat.http://miftakhurrizal.lecture.ub.ac.id/files /2018/02/Pengantar-Analisis-Multivariat.pdf. [Diakses pada tanggal 06 Juli 2023].

Panjaitan, S.A., Hadie, W.,  & Harijati,  S.  (2014).

Pemeliharaan Larva Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dengan Pemberian Jenis Fitoplankton yang Berbeda. Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan, 1(1), 1-10.

Paquotte, P., Chim, L., Martin, J.L.M., Lemos, E., Stern, M., & Tosta, G. (1998). Intensive culture of shrimp Penaeus Íannamei in floating cages: zootechnical, economic and environmental aspects. Aquaculture, 164, 151– 166.

Pratiwi, P., Marzuki, M., & Setyono, B.D.H. (2021).

Growth and Survival Rate of Vaname Shrimp (Litopenaeus Vannamei) Pl-10 on Different Stocking

Density. Aquasains, 9(2), 903-912.

Purnama, R. S. (2003). Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Botia (Botia macracanthus Bleeker) pada Berbagai Padat Penebaran. Skripsi. Bogor, Indonesia: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Rachmansyah, R., Makmur, M., & Fahrur, M. (2017). Budidaya Udang Vaname dengan Padat Penebaran Tinggi. Media Akuakultur, 12(1), 19-26.

Rakhfid, A., Baya, N., Bakri, M., & Fendi, F. (2017). Growth and survival rate of white shrimp (Litopenaeus vannamei) at different densities. Akuatikisle: Jurnal Akuakultur, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 1(2), 1–6.

Rakhmanda, A., Pribadi, A., Parjiyo, P., & Wibisono, B. I. G. (2021). Production performance of white shrimp (Litopenaeus vannamei) with super-intensive culture on different rearing densities. Jurnal Akuakultur Indonesia, 20(1), 56–64.

Samadan, G.M., Rustadi, D., & Murwantoko. (2018). Production performance of white leg shrimp (Litopenaeus vannamei) at different stocking densities reared in sand ponds using shrimpastic mulch. Aquaculture, Aquarium, Conservation & Legislation, 11(4), 1213-1221.

Witoko, P., Purbosari, N., Noor, N.M., Hartono, D.P., Barades, E., & Bokau, R.J. (2018). Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Keramba Jaring Apung Laut. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian, 410-418.

Yunarty., dan Renitasari, D.P. (2022). Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) secara Intensif dengan Padat Tebar Berbeda. Journal of Fisheries and Marine Research, 6(3), 1-5.

Curr.Trends Aq. Sci. VII(1): 35-42 (2024)