Current Trends in Aquatic Science VII(1), 43-48 (2024)

Kemampuan Akumulasi Kromium Pada Insang Ikan Nila

Siti Rizki Annafia a*, Devi Ulinuha a, Alfi Hermawati Waskita Sari a

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikana, Universitas Udayana, Jalan Raya Kampus Unud Bukit Jimbaran, Badung, Bali- Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-878-122-261-43

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 30 Juni 2023; disetujui (accepted) 22 Agustus 2023; tersedia secara online (available online) 10 Februari 2024

Abstract

Heavy metal contamination has become a crucial problem not only in indonesia but also in the world, where heavy metals can cause pollution in waters which has a negative impact on water quality and the lives of its organisms. One of the dangerous heavy metals is chromium (Cr). Chromium is found in many industrial wastes, including leather tanning, paint mixtures, etc. tilapia has economic value and has the ability to accumulate heavy metals. This study aims to determine the ability of chromium accumulation in the gills of tilapia exposed to Cr at defferent concentrations (0, 30 and 60 ppm) for 96 hours with three replications. The fish used in this study were 10-13 cm in size. Measurement of Cr in tilapia gills was carried out using an Atomic Absorbance Spectrophotometer (AAS) at the Integrated Laboratory of the Faculty of Matthematics and Natural Sciences, Udayana University. The results obtained from this study indicated that there were differences in gill accumulation with chromium exposure of 30 ppm and 60 ppm. The highest accumulation of chromium in the gills was in the gill organs with an exposure of 60 ppm with a value of 13,491 and 6,515 at an exposure of 30 ppm.

Keywords: Chromium; Nile Tilapia; Gills

Abstrak

Kontaminasi logam berat sudah menjadi permasalahan yang krusial tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia, dimana logam berat dapat menyebabkan polusi di perairan yang berdampak kurang baik bagi kualitas air serta kehidupan organismenya. Salah satu logam berat yang berbahaya tersebut adalah Kromium (Cr). Kromium banyak ditemukan dalam limbah industri, antara lain: penyamakan kulit, bahan campuran cat, dll. Ikan Nila memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan memiliki kemampuan mengakumulasi logam berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan akumulasi kromium pada insang ikan nila yang dipapar dengan Cr dengan konsentrasi berbeda (0, 30 dan 60 ppm) selama 96 jam sebanyak tiga kali ulangan. Ikan yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10-13 cm. Pengukuran Cr pada insang ikan nila dilakukan menggunakan Atomic Absorbance Spectrophotometer (AAS) yang dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana. Adapun hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan akumulasi pada insang dengan paparan Cr sebesar 30 dan 60 ppm. Akumulasi Cr pada insang tertinggi terdapat pada organ insang dengan paparan 60 ppm dengan nilai 13,491 ppm dan 6,515 ppm pada paparan 30 ppm.

Kata Kunci: Kromium; Nila; Insang

  • 1.    Pendahuluan

Pencemaran akibat logam berat sudah menjadi isu yang krusial dan dapat membahayakan kehidupan organisme perairan. Menurut penelitian Nuraini (2017) menyatakan masuknya logam berat Kromium di dalam perairan bisa mempengaruhi kualitas air dan keanekaragaman berbagai macam

organisme yang hidup di perairan. Salah satu biota air yang populasinya cukup tinggi diperairan yaitu ikan. Logam berat dapat diartikan sebagai salah satu bahan pencemar toksik yang dapat masuk kedalam tubuh organisme hayati melalui rantai makanan dan dapat menjadi salah satu faktor yang dapat merusak pertumbuhan, tingkah

laku dan karakteristik morfologi berbagai hewan akuatik (Hidayah, 2014).

Zat pencemar Cr merupakan salah satu contoh logam berat yang berbahaya bagi makhluk hidup. Terakumulasinya Cr dalam jumlah yang banyak di dalam ikan yang dikonsumsi bisa menyebabkan terjadi nya gangguan terhadap kesehatan manusia sebab Cr memiliki dampak yang kurang baik terhadap organ hati, ginjal yang sifatnya racun bagi protoplasma makhluk hidup. Selain itu paparan Cr dengan konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada ikan salah satunya ikan nila (Tyas, 2016). Pada umumnya ikan yang hidup pada habitat terbatas akan sulit menghindarkan diri dari bahan pencemar yang terdapat di perairan. Menurut penelitian (Dinata, 2004) adanya logam berat pada perairan akan menyebabkan masuknya unsur pencemar terutama logam berat ke dalam tubuh ikan.

Ikan ialah salah satu biota air yang mempunyai populasinya banyak dan tingkat konsumsinya saat ini sudah banyak di kalangan masyarakat dan efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia (Nurfitriani, 2017). Ikan nila menjadi salah satu ikan konsumsi yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Pada beberapa penelitian menunjukkan adanya pencemaran logam berat Cr yang tidak hanya mencemari perairan akan tetapi terakumulasi juga pada beberapa organ ikan nila seperti hati dan insang melalui 3 cara, yakni: difusi, respirasi dan rantai makanan menurut (Ciftci, 2010). Akumulasi logam berat Cr pada ikan nila juga dapat mempengaruhi histopatologi insang, hati dan daging ikan nila (Azis, 2018). Kemampuan ikan nila dalam mengakumulasi logam berat Cr dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran logam berat Cr pada perairan.

Pemanfaatan ikan nila sebagai bioindikator diperkirakan dapat memenuhi kriteria berdasarkan jenis limbahnya. Menurut (Syafriadiman, 2010) menyatakan ikan nila sebagai bioindikator karena ikan nila salah satu biota air yang tergolong penting dalam budidaya perairan. Ikan nila mudah menyesuaikan diri di semua kondisi lingkungan dan mempunyai nilai komersial yang tinggi sebagai bioindikator untuk studi toksikologi dan monitoring lingkungan perairan (Hani’ah, 2020). Pemanfaatan ikan nila sebagai bioindikator untuk memantau tingkat akumulasi logam berat Cr yang terkandung di dalam organ insang ikan nila. Organ insang dipilih

sebagai bioindikator kualitas lingkungan karena di antara struktur tubuh organ ikan, insang merupakan organ yang paling lembut dan dapat digunakan sebagai alat utama berlangsungnya proses pernafasan ikan di mana insang kontak langsung dengan air yang ada disekitarnya. Adapun syarat ikan nila sebagai bioindikator yakni keberadaan ikan yang melimpah di perairan, dapat sensitif terhadap perubahan lingkungan, adaptasi yang tinggi dan mudah didapatkan. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan organ insang dalam mengakumulasi logam berat Cr yang dilakukan di dalam laboratorium dengan dosis paparan yang berbeda.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November tahun 2022 sampai dengan Februari tahun 2023. Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Benih Ikan Pesiapan, Tabanan, dan di tiga Laboratorium berbeda yakni Laboratorium Fakultas Kelautan dan Perikanan, Laboratorium Analitik Universitas Udayana, dan Laboratorium terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alatnya berupa AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), Dissection set, Toples 5 L, Aerator, Beaker glass, Botol Sampel, Mortar, Labu ukur 10 ml, Hot plate, Corong, Nampan, Ruang asam, Pipet ukur, Kertas label dan Plastik klip. Sedangkan untuk bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa ikan nila ukuran 10-13 cm, Pakan pelet, K2Cr2O7, Air, Aquades dan Larutan kimia HNO3 dan HClO4.

  • 2.3    Metode Penelitian

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan konsentrasi Cr yang berbeda yaitu 0, 30 dan 60 ppm. Setiap perlakuan dengan konsentrasi yang berbeda dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Pengamatan pada organ insang dilakukan setelah 96 jam.

  • 2.4    Uji Paparan Cr

Sebelum dilakukan uji paparan dengan Cr, ikan nila yang telah diambil dari kolam diaklimatisasi selama 7 hari. Kemudian dimasukkan ke dalam toples yang berisi 5 L air dengan konsentrasi Cr 0, 30 dan 60 ppm. Dan dilakukan ulangan sebanyak tiga kali dengan memberikan perlakuan yang sama. Selama masa paparan suhu dan pH air dijaga agar selalu berada pada kisaran optimum. Setelah 96 jam ikan diambil dan dilakukan pembedahan pada ikan untuk diambil organ insang nya.

  • 2.5    Proses Destruksi Sampel

Proses pengukuran ikan nila diawali dengan pembedahan ikan nila untuk diambil organ insangnya menggunakan dissection set. Insang yang sudah dipisahkan dengan organ lain kemudian dilakukan destruksi basah menggunakan hotplate di dalam ruang asam. Sebanyak 1 gr insang ditambahkan dengan 5-10 ml HNO3 65% dan 2 ml H2SO4 95-97%, kemudian dilakukan destruksi di atas hotplate di dalam ruang asam sampai sampel berubah menjadi larutan yang encer dan bening. Hasil destruksi kemudian dipindahkan ke labu ukur 10 ml dan ditambahkan aquades sebanyak 10 ml. setelah itu sampel disaring menggunakan corong yang telah dilengkapi dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam botol sampel yang sudah diberikan label.

  • 2.6    Pengukuran Cr pada insang ikan nila

Pengukuran Cr pada insang ikan dilakukan menggunakan AAS. Sampel dimasukkan kedalam botol sampel. Selanjutnya dilakukan pengukuran Cr menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) dalam hal ini penentuan konsentrasi kromium diperoleh melalui kalibrasi perbandingan nilai pada AAS dengan kurva standar yang telah dibuat. Kemudian sampel dituangkan ke dalam tabung reaksi sesuai konsentrasi yang digunakan. Sampel dalam tabung reaksi kemudian diletakkan berdekatan dengan selang AAS dan selang AAS dicelupkan ke dalam tabung reaksi selanjutnya ditunggu selama beberapa menit sampai sampel terbaca di komputer dan mengeluarkan angka seberapa banyak absorbansi yang terkandung di dalam organ insang ikan nila.

  • 2.7    Analisis dan Pengolahan Data

BCF digunakan untuk mengetahui tingkat akumulasi logam berat Cr yang terkandung di dalam organ insang ikan nila. Biconcentration factor (BCF) dengan rumus sebagai berikut:

BQJJ- Corg (ppm) C (ppm)

(1)


Keterangan:

BCF : Faktor Biokonsentrasi

Corg : Konsentrasi logam berat pada organ ikan (ppm)

C      : Konsentrasi logam berat dalam air (ppm)

Data yang didapatkan disajikan secara deskriptif kuantitatif dalam bentuk diagram, yang di analisa dalam membuat kesimpulan. Data yang diperoleh meliputi jumlah kandungan Cr pada Organ insang ikan nila yang telah dipaparkan Cr dengan konsentrasi 30 ppm dan 60 ppm.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Akumulasi Kromium pada Organ Insang Ikan nila

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel ikan nila diperoleh data tentang rata – rata nilai akumulasi Kromium (Cr) pada organ insang ikan nila pada Gambar 1.

Gambar 1. Rata-rata Akumulasi Logam Berat Kromium pada Organ Insang Ikan nila

Akumulasi logam berat Cr di ikan nila yang dipapar menggunakan logam berat Cr selama 96 jam dapat membahayakan manusia karena ikan nila sudah banyak dikonsumsi manusia. Jika nantinya ikan nila yang terpapar logam berat dikonsumsi terus menerus secara tidak langsung logam berat ikan akan terakumulasi pula pada tubuh manusia (Handayani., 2015). Menurut penelitian (Akbar, 2002 dalam Handayani, 2015) menyatakan akumulasi logam berat Cr di ikan diawali dengan proses pengambilan logam berat

di dalam air melalui insang kemudian terserap kedalam semua jaringan tubuh pada ikan. Adanya tingkat akumulasi logam berat ke dalam jaringan tubuh adalah salah satu fungsi keseimbangan antara tingkat masuknya logam berat dalam tubuh ikan dan tingkat ekskresinya.

Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa akumulasi kromium (Cr) tertinggi terdapat pada Konsentrasi 60 ppm yaitu sebesar 13,491 ppm, sedangkan pada konsentrasi 30 ppm sebesar 6,515 ppm. Kandungan kromium pada insang tidak terlepas dengan adanya logam berat di dalam air yang masuk secara langsung dan tidak langsung. Air yang telah terpapar Kromium secara langsung masuk melalui mulut kemudian dalam beberapa waktu bahan toksik tersebut dapat masuk ke dalam organ insang, sehingga bahan toksik yang tersuspensi dalam air sangat mudah menempel pada insang. Semakin banyak bahan toksik yang menempel maka organ insang dapat mengakumulasi Cr dalam air juga semakin banyak. Menurut penelitian Yilmaz et al. (2011) dalam Aliza et al. (2020) menyatakan insang merupakan salah satu organ yang paling banyak terkena akibat dampak dari berbagai jenis toksikan sebab organ insang menjadi pintu masuk utama suatu zat terlarut dalam air. Oleh karena hal tersebut organ insang dapat mengakumulasi Cr dalam beberapa waktu.

Kromium memiliki sifat yang polar atau mudah terlarut dalam air sehingga mudah masuk ke dalam tubuh ikan. Logam berat yang masuk ke dalam organ ikan berasal dari air yang sudah mengandung logam berat dan konsumsi makanan yang terkontaminasi melalaui saluran pernafasan, saluran pencernaan dan kulit. Organ insang salah satu organ yang berhubungan dengan mekanisme pernafasan dan pengambilan oksigen oleh sel darah sehingga setelah penyerapan, logam berat dalam ikan kemudian dibawa selanjutnya menuju aliran darah ke organ dan jaringan pada tubuh ikan di bagian mereka terakumulasi menurut (Fazio et al., 2014 dalam Muryadi et al., 2020).

Dalam hal ini ikan memerlukan banyak oksigen di dalam air dikarenakan jika oksigen nya rendah maka akan menyebabkan kemampuan pernafasan ikan dapat terganggu. Namun semakin banyak organisme tersebut membutuhkan oksigen semakin banyak pula air yang dibutuhkan untuk memacu O2 masuk sebanyak – banyaknya dan dapat dikatakan jumlah polutannya juga semakin meningkat.

Tinggi dan rendah nya logam berat Cr yang telah terakumulasi di dalam organ insang tergantung dari banyaknya volume air yang masuk ke dalam organ insang (Nurfitriani, 2017). Apabila Logam berat Cr ini secara terus menerus terakumulasi dapat membahayakan organisme tersebut. Tingginya kandungan logam berat pada insang dengan konsentrasi 60 ppm dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi yang dipapar ke dalam air, semakin tinggi konsentrasi paparannya maka akumulasi yang terjadi juga semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya semakin rendah konsentrasi paparan nya maka akumulasi yang terjadi pada ikan juga semakin rendah.

  • 3.2    Nilai BCF Pada Organ Insang Ikan nila

Berdasarkan hasil perhitungan nilai Bioconcentration Factor (BCF) pada organ insang maka nilai BCF logam Cr terdapat pada paparan dengan konsentrasi 60 ppm yaitu 0, 225 ppm dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai BCF pada Organ Insang Ikan nila (Oreochromis niloticus)

Bioakumulasi merupakan pengambilan bahan toksik melalui air dan makanan oleh makhluk hidup dimana di dalam tubuh organisme tersebut ditemukan nya bahan pencemar toksik dengan konsentrasi yang melebihi konsentrasi yang terdapat di lingkungannya (Hidayah, 2014). Proses akumulasi bisa terjadi disebabkan adanya bahan toksik yang ditemukan di suatu perairan masuk ke dalam tubuh organisme air. Akumulasi Kromium di dalam air menjadi dampak negatif yang disebabkan dari masuknya bahan pencemar ke dalam ekosistem menurut (Hidayah et al., 2012).

Hasil perhitungan nilai BCF (Bioconcentration Factor) pada penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui kemampuan akumulasi organ insang ikan nila terhadap paparan Cr di air. Bertambahnya nilai BCF pada organ insang ikan nila dapat dilihat pada Gambar 3.2. Menurut penelitian Amriani et al. (2011) menyatakan bahwa besar kecilnya akumulasi logam berat pada organ insang ikan nila tergantung pada jenis logam berat, organisme, lama paparan serta kondisi suatu lingkungan. Kemampuan organ insang dalam mengakumulasi logam berat Cr yang terkandung dalam organ ikan nila berbanding lurus dengan konsentrasi paparan nya. Semakin besar konsentrasi logam berat Cr di air maka semakin besar pula akumulasi kromium yang terkandung pada organ ikan nila.

Nilai BCF pada organ insang ikan nila memiliki nilai BCF kurang dari 100 yang artinya bahwa logam berat Cr kemampuan akumulatif yang rendah pada organ ikan nila. Sesuai dengan kategori nilai BCF menurut penelitian Esch (1997) dalam Hidayah et al. (2014) mengelompokkan sifat sifat polutan pada tiga urutan yaitu: sangat akumulatif (BCF < 100), akumulatif sedang (BCF 100 – 1000) dan akumulatif rendah (BCF < 100). Hal ini disebabkan lama waktu paparan Cr pada ikan nila hanya 96 jam. Tidak menutup kemungkinan apabila waktu paparan lebih lama maka dapat menyebabkan peningkatan akumulasi Cr pada masing – masing organ ikan nila. Oleh karena itu keberadaan logam berat Cr di perairan perlu diwaspadai, karena sifatnya yang akumulatif.

Penelitian tentang kemampuan akumulasi kromium pada ikan nila yang diukur yakni akumulasi pada organ insang ikan tidak berdasarkan akumulasi masing-masing organ tertentu seperti pada penelitian – penelitian lainnya. Hal ini dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian eksperimental untuk mengetahui kemampuan organ insang ikan nila dalam mengakumulasi logam berat Cr pada waktu paparan yang singkat dalam skala laboratorium.

  • 4.    Simpulan

Pada penelitian ini akumulasi Cr pada organ insang rata – rata meningkat pada konsentrasi 60 ppm yaitu sebesar 13,491 ppm dan pada konsentrasi 30 ppm 6,515 ppm sehingga tergolong cukup rendah. Insang dengan konsentrasi paparan 30 ppm dan 60 ppm memiliki kemampuan mengakumulasi Cr dengan nilai BCF

(Bioconcentration Factor) sebesar 0,225 atau kurang dari 100.

Daftar Pustaka

Akbar, H.S. (2002). Pendugaan Tingkat Akumulasi Logam Berat Cd, Pb, Cu, Zn, dan Ni pada Kerang Hijau (Penna viridis L) Ukuran >5 cm di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi. Bogor, Indonesia: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Amriani., Hendrarto, B.,  & Hadiyarto., A. (2011).

Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Seng (Zn) pada Kerang Darah (Anadara granosa) dan Kerang Bakau (Polymesoda bengalensis L) di Perairan Teluk Kendari. Jurnal Ilmu Lingkungan, 9(2), 45-50.

Fazio, F., G. Piccione, K. Tribulato, V. Ferrantelli, G. Giangrosso, F. Arfuso.,  & C. Faggio. (2014).

Bioaccumulaion of heavy methals in blood and tissue of striped mullet in two Italian La Aquat. Journal of Aquatic Animal Health, 26(4), 278-284.

Hani’ah, U., Hernayanti., Simanjuntak, S.B.I. (2020). Efek Sublethal Limbah Batik terhadap Aktivitas Enzim Serum Glutamat Pyruvat Transaminase pada Serum Ikan Nila (Oreochromis niloticus). BioEksakta: Jurnal Ilmiah Biologi Unsoed, 2(1), 23-38.

Handayani, R.I. (2014). Akumulasi Kromium (Cr) pada Ikan Nila Merah (Oreochromis SP.) dalam Karamba Jaring Apung di Sungai Winongo Yogyakarta. Jurnal MIPA, 37(2), 123-129.

Hidayah, A. M., Purwanto., & Retnaningsih, S.T. (2014). Kandungan Logam Berat pada Air, Sedimen dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Karamba Danau Rawapening. BIOMA, 16(1), 1-9.

Hidayah, N., Deviyani, E., Wicaksono, & Rahmat, D. (2012). Adsorpsi Logam Besi (Fe) Sungai Barito menggunakan Adsorben dari Batang Pisang. Konversi, 1(1), 19-26.

Nuraini, R., Azizah, Tri., Hadi, E., & Ivan R.M. (2017). Analisis Kandungan Logam Berat Kromium (Cr) pada Air, Sedimen dan Kerang Hijau (Perna Vidris) di Perairan Trimulyo Semarang. Jurnal Kelautan Tropis, 20(1), 48 – 55.

Nurfitriani, S. (2017). Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Tambak Sekitar Muara Sungai Pangkajene Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan   (Pangkep).   Skripsi. Makassar,

Indonesia:   Fakultas Kedokteran, Universitas

Hassanudin.

Tyas, N.M., Lumban, B.D.F., & Ridwan, A. (2016). Uji Toksisitas Letal Cr6+ terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), 21(2), 128-132.

Yilmaz, M., Ersan, Y., Koc, E., Ozen, H., & Karaman, M. (2011). Toxic effects of cadmium sulphate on tissue histopathology and serum protein expression in

european chub, leuciscus cephalus (Linnaeus, 1758).

Kafkas Univ Vet Fak Derg, 17(Suppl A): S131-S135.

Curr.Trends Aq. Sci. VII(1): 43-48 (2024)