Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

TINGKAT SELF-EFFICACY BERHUBUNGAN DENGAN BURNOUT PADA

PERAWAT SELAMA PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

Ni Kadek Konik Damayanti Putri*1, Komang Menik Sri Krisnawati1, Kadek Cahya Utami1

1Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, e-mail: kadekkonik@gmail.com

ABSTRAK

Pandemi Corona Virus Disease 2019 mengharuskan masyarakat, khususnya perawat beradaptasi dengan berbagai perubahan yang dapat menimbulkan stres. Stres yang tidak terkontrol dapat menyebabkan burnout. Burnout dapat diminimalkan dengan memiliki keyakinan diri untuk mampu mencapai hasil yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat self-efficacy dengan burnout pada perawat di Instalasi Gawat Darurat Unit Pelaksana Teknis Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara selama pandemi Corona Virus Disease 2019. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 35 perawat menggunakan teknik total sampling. Analisis hasil penelitian menggunakan uji Pearson Product Moment. Sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki self-efficacy sedang (74,3%) dan burnout sedang (97,1%). Hasil penelitian didapatkan nilai p sebesar 0,000 (p ˂ 0,05). Nilai coefficient correlation didapat sebesar -0,587 menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi kuat. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat self-efficacy dengan burnout pada perawat RSUD Bali Mandara.

Kata kunci: burnout, perawat instalasi gawat darurat, self-efficacy

ABSTRACT

The 2019 Corona Virus Disease pandemic requires the public, especially nurses, to adapt to various changes that can cause stress. Uncontrolled stress can lead to burnout. Burnout can be minimized by having self-confidence to be able to achieve the desired results. This study aims to determine the correlation between the level of selfefficacy and burnout in nurses in the Emergency Installation Unit of the Technical Implementation Unit of the Bali Mandara General Hospital during the 2019 Corona Virus Disease pandemic. The method that used in this research is descriptive correlation with cross sectional design. The number of samples in this study were 35 nurses using a total sampling technique. Pearson Product Moment was used to analyzed data. Most of the respondents in this study had a moderate level of self-efficacy (74,3%) and a moderate level of burnout (97,1%). The results of this study obtained a p value of 0,000 (p < 0,05). The correlation coefficient value obtained at -0,587 showing negative and strong correlation. These results indicate that there is a significant relationship between the level of self-efficacy and burnout of nurses at the Bali Mandara Hospital.

Keywords: burnout, nurse of emergency installation, self-efficacy

PENDAHULUAN

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit yang berimplikasi besar terhadap kesehatan masyarakat secara global. COVID-19 merupakan suatu penyakit yang menginfeksi sistem pernapasan pada manusia yang belum pernah teridentifikasi (World Health Organization, 2020); Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020). Pandemi COVID-19 menyebabkan gangguan terhadap kesehatan pasca pandemi COVID-19 seperti kecemasan, ketakutan, dan stres (Huang et al., 2020). Kondisi ini juga dialami oleh tenaga kesehatan tanpa terkecuali perawat.

Tenaga kesehatan khususnya perawat di IGD adalah salah satu profesi yang berisiko tinggi terpapar COVID-19. Hal ini dikarenakan IGD merupakan tempat awal dilakukannya seleksi pasien COVID-19 dan non COVID-19. Selama melakukan penanganan pasien COVID-19, perawat diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD). Penggunaan APD menimbulkan rasa cemas dan ketidaknyamanan dalam bekerja. Selama menggunakan APD perawat tidak dapat melakukan aktivitas seperti, makan, minum, toileting, dan APD yang digunakan tidak menjamin perawat tidak terpapar COVID-19, sehingga menimbulkan kecemasan, ketakutan tersendiri, beban kerja berlebihan, ketakutan, dan kelelahan yang tentunya berdampak pada tingkat stres perawat.

Studi yang dilakukan oleh Mahastuti dkk (2019) di antara 116 perawat ditemukan bahwa prevalensi stres perawat IGD sebanyak 1,7% yang mengalami stres ringan, 67,2% mengalami stres sedang, dan 31% mengalami stres berat. Apabila keadaan tersebut terjadi terus-menerus akan menyebabkan perawat yang bertugas di IGD mengalami gejala kelelahan emosi dan mental yang disebut dengan gejala burnout (Juniartha & Candra, 2016).

Burnout adalah sindrom psikologis terhadap respon stres dan berkepanjangan yang dapat menyebabkan kelelahan fisik

dan emosi (Santi, 2019). Burnout terjadi dikarenakan munculnya suatu reaksi emosional sesesorang ketika mengalami situasi kerja yang berlebihan. Adapun empat aspek yang berdampak terjadinya burnout, dari aspek biologis perawat mengalami kelelahan fisik karena beban kerja yang berat, dari aspek psikologis kurangnya kepuasan kerja, dari aspek sosial perawat menarik diri dari lingkungan pekerjaan, dan dari aspek spiritual perawat kurang memiliki keyakinan dalam menyelesaikan tuntutan pekerjaan (Harnida, 2015).

Prevalensi perawat di rumah sakit yang mengalami kejadian burnout adalah sebanyak 46% perawat (Prestiana & Purbandini, 2012). Penelitian dari Guillermo et al (2015) tentang burnout terhadap 676 perawat, terdapat hasil yang diperoleh menunjukkan prevalensi burnout pada perawat relatif tinggi. Penelitian Wati, Mirayanti, Juanamasta (2019) menemukan bahwa sebanyak 84,2% perawat mengalami burnout tinggi.

Burnout masih menjadi suatu permasalahan terhadap perawat yang berdampak pada stres dan kelelahan. Burnout menjadi salah satu yang berhubungan dengan stres dan berhubungan dengan pekerjaan, berpotensi buruk terhadap kesehatan fisik, psikologis yang berdampak terhadap efektivitas dalam organisasi (Aristiani, 2015). Menurunnya motivasi perawat dalam bekerja, timbul sikap negatif, timbul perasaan ditolak dari lingkungan, kelelahan fisik, mental, dan emosional karena pekerjaan berlebihan ketika situasi yang menuntut secara emosional (Ambarita, 2020). Perawat dituntut untuk memiliki keyakinan tentang kemampuan agar dapat menyelesaikan tugasnya. Salah satu kemampuan tersebut, yakni self-efficacy (Larengkeng, Gannika, & Kundre, 2019).

Self-efficacy adalah suatu keyakinan dalam kemampuan seseorang ketika menyelesaikan pekerjaan dengan berhasil. Keyakinan individu terhadap kemampuan diri dapat mempengaruhi self-efficacy agar

motivasi dapat meningkat, sehingga individu tersebut berhasil melaksanakan tindakan dalam konteks tertentu (Juniartha & Candra, 2016). Self-efficacy yang tinggi membuat seseorang akan lebih cepat bangkit dari kegagalan (Ambarita, 2020).

Perawat bertugas di IGD lebih banyak bertemu dengan pasien. Hal tersebut membuat perawat memerlukan kecekatan kerja dan kemampuan yang baik, sehingga mampu menghindari terjadinya burnout apabila perawat memiliki self-efficacy yang tinggi (Juniartha & Candra, 2016). Penelitian Larengkeng, Gannika, dan Kundre (2019) menyatakan bahwa terdapat hubungan selfefficacy terhadap kejadian burnout pada perawat.

Studi pendahuluan yang dilakukan pada perawat IGD UPT RSUD Bali

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi korelasional menggunakan pendekatan cross sectional yang dilakukan di UPT RSUD Bali Mandara pada bulan Februari sampai Juni 2021. Populasi penelitian yaitu perawat IGD UPT RSUD Bali Mandara. Sampel penelitian berjumlah 35 perawat dengan menggunakan teknik total sampling. Pengambilan data dalam penelitian dilakukan selama satu minggu dengan menyebarkan google form ke kepala ruangan IGD melalui whatsapp yang nantinya akan disebarkan melalui grup whatsapp oleh kepala ruangan ke perawat IGD. Pada google form berisi persetujuan untuk menjadi responden, data demografi, kuesioner self-efficacy, dan kuesioner burnout. Estimasi waktu pengisian kuesioner sekitar 10-15 menit.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner The Nursing Competence Self-Efficacy Scale (NCSES) yang telah dinyatakan valid dan reliabel

Mandara selama pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa perawat mengalami kelelahan setelah melakukan tugas dengan berbagai keluhan seperti, kurang fokus, nafsu makan berkurang, pusing, sakit pinggang, dan mood berubah-ubah. Selain itu, sebagian perawat IGD UPT RSUD Bali Mandara mampu bekerjasama dengan orang lain, penuh pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, mudah bergaul, dan masih sedikit mempunyai ide dalam menghadapi masalah. Berdasarkan keluhan-keluhan yang ditunjukkan tersebut, telah mengarah pada gejala burnout. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat self-efficacy dengan burnout pada perawat di IGD UPT RSUD Bali Mandara selama pandemi COVID-2019.

dengan nilai cronbach’s alpha adalah 0,762. Kuesioner burnout yang digunakan yaitu Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey (MBI-HSS) yang telah dinyatakan valid dan reliabel dengan nilai cronbach’s alpha untuk MBI-HSS adalah 0,90 untuk aspek kelelahan emosional, 0,79 untuk aspek depersonalisasi, dan 0,71 untuk aspek pencapaian profesional (Fauzia dkk, 2019). Kuesioner The Nursing Competence Self-Efficacy Scale (NCSES) terdiri dari 22 item pertanyaan dan kuesioner Maslach Burnout InventoryHuman Service Survey (MBI-HSS) terdiri dari 22 item pertanyaan. Untuk analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment karena data terdistribusi normal. Penelitian ini telah mendapatkan surat keterangan ethical clearance oleh Komisi Etika Penelitian FK Unud / RSUP Sanglah dengan nomor surat 1246/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Gambaran Karakteristik Responden (n = 35)

Variabel

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Usia                    Masa remaja akhir (17-25 tahun)

9

25,7

Masa dewasa awal (26-35 tahun)

26

74,3

Jenis Kelamin           Laki-laki

18

51,4

Perempuan

17

48,6

Tingkat Pendidikan     D3 Keperawatam

20

57,1

S1 Keperawatan Ners

15

42,9

Status Pernikahan       Menikah

21

60,0

Belum Menikah

14

40,0

Jumlah

35

100

Tabel 1 menunjukkan karakteristik responden mayoritas berusia 26-35 tahun, yaitu sebanyak 26 perawat (74,3%), mayoritas berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 18 perawat (51,4%), mayoritas

pendidikan D3 Keperawatan, yaitu sebanyak 20 perawat (57,1%), dan mayoritas sudah menikah, yaitu sebanyak 21 perawat (60,0%).

Tabel 2. Tingkat Self-Efficacy Responden Penelitian (n =

35)

Variabel       Mean ± SD        CI 95%

Kategori

Frekuensi

Persentase (%)

121,83 ± 20,310    114,85-128,81

Self-Efficacy

Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

1

26

8

35

2,9

74,3

22,9

100

Tabel 2 menunjukkan sebagian besar responden memiliki tingkat self-efficacy sedang dengan jumlah 26 orang (74,3%).

Tabel 3. Burnout Responden Penelitian (n = 35)

Variabel     Mean ± SD      CI 95%

Kategori

Frekuensi

Persentase (%)

Rendah

1

2,9

Burnout     64,54 ± 9,880     61,15-67,94

Sedang

34

97,1

Jumlah

35

100

Tabel 3 menunjukkan sebagian besar responden mengalami burnout sedang dengan jumlah 34 orang (97,1%).


Tabel 4. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment Tingkat Self-Efficacy dengan Burnout

Variabel                   N

Nilai p                    Nilai r

Self-Efficacy                               35

Burnout                               35

0,000                     - 0,587

Tabel  4  menunjukkan  adanya

hubungan yang kuat dan negatif antara

self-efficacy dengan burnout pada perawat RSUD Bali Mandara.


PEMBAHASAN

Burnout merupakan salah satu sindrom psikologis sebagai respon terhadap stres dan berkepanjangan yang mengakibatkan kelelahan emosional, depersonalisasi atau sinisme, dan penurunan pencapaian pribadi (Boni et al., 2018; Opeyemi, 2018). Penelitian ini menunjukkan bahwa skor rata-rata burnout

perawat IGD sebesar 64,54 dan mayoritas perawat IGD mengalami burnout tingkat sedang (97,1%). Pangestu (2017) yang menunjukkan bahwa sebagian perawat mengalami burnout sedang.

Kejadian burnout dapat dipengaruhi oleh faktor situasional. Burnout menjadi permasalahan serius saat pandemi COVID-

19 di rumah sakit karena menimbulkan berbagai dampak negatif bagi perawat. Hal tersebut mengakibatkan individu memiliki keinginan untuk menarik diri dari pekerjaan. Lingkungan pekerjaan menjadi salah satu sumber stressor perawat yang dapat mengembangkan burnout. Stressor ini meliputi tuntutan pekerjaan yang berlebihan dan kualitas perawatan yang kurang baik, sehingga memungkinkan perawat dapat mengalami kelelahan (Juniartha & Candra, 2016). Burnout yang dihadapi perawat selama pandemi COVID-19 dapat disebabkan oleh adanya konflik internal antara ego yang tidak saling berkontribusi dan adanya konflik antara teman sejawat (Pertiwi, Andriany & Pratiwi, 2020). Perawat yang mengalami burnout merasa dirinya lelah baik secara fisik maupun emosional, cemas, merasa tertekan terhadap pekerjaannya, dan tidak nyaman ketika bekerja (Imallah & Kurniasih, 2021). Dapat disimpulkan bahwa kelelahan emosional pada perawat IGD mengacu pada kelelahan yang disebabkan oleh faktor beban kerja yang berlebihan.

Berdasarkan karakteristik usia, mayoritas perawat IGD berusia 27 tahun, dengan rentang usia perawat 22 sampai 35 tahun. Surya dan Adiputra (2017) menjelaskan bahwa mayoritas perawat berusia 25 sampai 45 tahun. Perkembangan saat masa ini terkait fungsi-fungsi psikologis ditandai dengan kekuatan mental yang meningkat (Saputro, 2018). Menjalankan tugasnya, perawat diharapkan mampu memenuhi tuntutan dalam pekerjaan, seperti memberikan pelayanan secara optimal, penyesuaian diri di rumah sakit, dan pemenuhan harapan untuk menyelesaikan tugas dengan mencapai hasil yang diinginkan. Perawat yang tidak mampu menangani masalah tuntutan pekerjaan akan membuat perawat rentan mengalami burnout (Putra & Susilawati, 2018).

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, mayoritas perawat IGD berjenis kelamin laki-laki. Sulistyawati, Purnawati, dan Muliarta (2019) menjelaskan bahwa

mayoritas perawat IGD berjenis kelamin laki-laki. Maslach et al (2001) menyebutkan bahwa seorang laki-laki akan mengalami level burnout lebih rendah daripada perempuan. Perempuan memperlihatkan persentase lebih tinggi mengalami kejadian burnout daripada laki-laki, karena seorang laki-laki jarang mengalami kelelahan emosional. Perbedaan burnout antara laki-laki dan perempuan dikaitkan dengan adanya perbedaan dalam menggunakan sumber daya untuk mengatasi masalah yang muncul dalam kehidupan pekerjaannya. Perbedaan burnout dapat disebabkan karena faktor budaya, sosial, dan agama (Aguayo et al., 2019).

Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan, mayoritas perawat IGD dengan tingkat pendidikan D3 keperawatan. Ganida (2018) menjelaskan bahwa mayoritas perawat IGD memiliki tingkat pendidikan D3 Keperawatan. Latar belakang tingkat pendidikan yang tinggi mampu mendorong individu untuk memiliki tingkat kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang tinggi (Juniartha & Candra, 2016).

Berdasarkan karakteristik status pernikahan, mayoritas perawat IGD sudah menikah. Srihandayani (2016) menjelaskan bahwa mayoritas perawat sudah menikah. Individu yang telah menikah akan meningkatkan kinerja, meningkatkan kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas, dan bijaksana ketika melakukan penerapan asuhan keperawatan (Srihandayani, 2016).

Menurut Putra dan Susilawati (2018), self-efficacy adalah suatu kemampuan individu saat menjalankan tugas terhadap keyakinan agar mencapai hasil yang lebih baik. Analisis penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata skor selfefficacy perawat IGD sebesar 121,83 dan mayoritas perawat IGD dengan selfefficacy sedang (74,3%). Self-efficacy individu berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya seseorang beradaptasi dalam menjalankan tugas untuk mencapai hasil serta berpengaruh dalam menanggulangi

kejadian dan situasi dengan baik (Prestiana & Purbandini, 2012).

Masa pandemi COVID-19 dapat meningkatkan beban kerja perawat yang mengharuskan      perawat      untuk

menyelesaikan setiap tugas dan juga mempengaruhi kondisi psikologis yang disebabkan perubahan kondisi perawatan akibat pandemi COVID-19. Bagi seseorang dengan self-efficacy yang tinggi, kemungkinan akan mampu meningkatkan motivasi serta menjalankan tindakan secara efektif agar berhasil menyelesaikan tugas, sehingga mampu mengurangi perasaan tertekan yang dapat memicu timbulnya stres (Juniartha & Candra, 2016). Pada masa pandemi COVID-19, perawat yang kurang bekerjasama antar tim dapat mempengaruhi beban kerja menjadi berlebihan (Kusumaningsih, Gunawan, Zainaro, & Widiyanti, 2020).

Penelitian ini menemukan terdapat hubungan antara self-efficacy dengan burnout (p=0,000) dengan tingkat keeratan hubungan kuat dan arah korelasi negatif (r=-0,587). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hapsari (2020) yang menjelaskan adanya hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan burnout. Burnout dapat terjadi karena adanya perubahan kondisi yaitu pandemi COVID-19 yang menimbulkan reaksi psikologis dan peningkatan beban kerja pada perawat (Dinah & Rahman, 2020). Faktor yang cukup mempengaruhi terjadinya burnout, yaitu faktor internal meliputi beban kerja, stres kerja, dan

SIMPULAN

Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa self-efficacy dan burnout pada perawat IGD UPT RSUD Bali Mandara selama pandemi corona virus disease 2019 sebagian besar termasuk pada kategori

DAFTAR PUSTAKA

Aguayo, R., Cañadas, G. R., Assbaa-Kaddouri, L., Cañadas-De la Fuente, G. A., Ramírez-Baena, L., & Ortega-Campos, E. (2019). A risk profile of sociodemographic factors in the onset of academic burnout syndrome in a

keyakinan atau self-efficacy (Eliyana, 2016).

Self-efficacy yang rendah mengindikasikan individu mudah putus asa ketika mengalami kesulitan dalam hidupnya. Sebaliknya, self-efficacy yang tinggi akan meningkatkan kepercayaan individu ketika menghadapi kesulitan (Feist, Jess, & Feist, 2010). Perawat yang memiliki self-efficacy rendah akan mengakibatkan reaksi negatif ketika dihadapkan dengan situasi yang penuh tantangan dan tekanan, sehingga seseorang dengan self-efficacy rendah sangat rentan mengalami kejadian burnout.

Self-efficacy yang dimiliki perawat IGD selama pandemi COVID-19 dikaitkan dengan kemampuan dalam mengontrol stabilitas emosional dan mengatasi burnout ketika menghadapi peristiwa yang terjadi di masa pandemi COVID-19 saat ini. Individu mampu mencegah terjadinya burnout, meningkatkan kemampuan dalam bekerja, dan berkomitmen tinggi jika memiliki self-efficacy tinggi, sehingga mampu menyelesaikan masalah dengan baik sebaliknya dengan individu memiliki self-efficacy rendah kurang memiliki keyakinan mengenai self-efficacy, sehingga akan cenderung menghindar ketika mengalami permasalahan (Chwalisz, Altmair, & Russell, 2016). Perawat dengan self-efficacy tinggi akan mampu mengontrol stres yang dialami, sehingga perawat yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan individu yang efektif akan mampu mengatasi tantangan yang sulit serta menghindari terjadinya burnout.

sedang. Adanya korelasi antara selfefficacy dengan burnout pada perawat IGD UPT RSUD Bali Mandara selama pandemi corona virus disease 2019.

sample of university students. International Journal of Environmental Research and Public Health, 16(5), 1–10.

Ambarita, T. F. A. (2020). Korelasi psychological well-being dengan burnout pada perawat

rumah sakit jiwa prof.ildrem pemprovsu medan. Jurnal Psikologi, 6(2), 2686-4908.

Aristiani, E. (2015). hubungan antara dukungan sosial dengan burnout pada perawat. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Boni, R. A., Paiva, C. E., De Oliveira, M. A., Lucchetti, G., Fregnani, J. H. T. G., & Paiva, B. S. R. (2018). Burnout among medical students during the first years of undergraduate school:  Prevalence and

associated factors. PLoS ONE, 13(3), 1–15. https://doi.org/10.1371/journal.pone.019174 6.

Chwalisz, K. E. M., Altmaier., & Russell, D. W. (2016).  Causal  attibutions, self-efficacy

cognitions and coping with stress. Journal of Social and Clinical Psychology,  11(4),

377-400.

https://doi.org/DOI:10.17795/whb-30445.

Dinah., & Rahman, S. (2020). Gambaran tingkat kecemasan perawat saat pandemi COVID-19 di negara berkembang dan negara maju: a literature review. Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, 11(1), 2086-3454.

Eliyana. (2016). Faktor - faktor yang berhubungan dengan burnout perawat pelaksana di ruang rawat inap RSJ Provinsi Kalimantan Barat tahun 2015. Jurnal ARSI, 2(3), 172–182.

Fauzia, L., Erika, K. A., Irwan, A. M. (2019). Literature study: validity and reliability test of maslach instruments burnout inventory human servives survey (MBI-HSS) in nurses in several instruments burnout countries. Jurnal Ilmu Keperawatan, 7(2).

Feist., Jess.,  & Feist, G. J. (2010). Teori

Kepribadian. Terjemahan, Theories of Personality Seventh edtion.

Ganida, A. P. (2018). Gambaran pendidikan pelatihan dan lama kerja   terhadap

pengetahuan perawat di IGD RSUD deli serdang tahun 2017. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Guillermo, Fuente, C., Vargas, C., Luis, C., Garcia, I., Canadas, G., & Fuente, E. (2015). Risk factors and prevalence of burnout syndrome in the nursing  profession  International

Journal of Nursing Studies Risk factors and prevalence of burnout syndrome in the nursing profession. International Journal for Nursing Studies,    52(1),    240–249.

https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2014.07.00 1.

Hapsari, A. R. I. (2020). Hubungan antara selfefficacy dengan burnout pada perawat rumah sakit. Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata.

Harnida, H. (2015). Hubungan efikasi diri dan dukungan sosial dengan burnout pada perawat. Jurnal Psikologi Indonesia, 4(1), 31–43.

Huang, L., Lei, W., Xu, F., Liu, H., & Yu, L. (2020). Emotional responses and coping strategies in nurses and nursing students during Covid-19 outbreak: A comparative study. PLoS ONE,    15(8),    1–12.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.023730 3.

Imallah, R. N.,  & Kurniasih, Y. (2021).

Interprofessional collaboration and burnout nurses in hospital.   Artikel   Media

Keperawatan Indonesia, 4(1), 56-61.

Juniartha, I. G. N., & Candra, I. P. R. (2016). Hubungan tingkat self efficacy dengan tingkat burnout pada perawat di IGD RSUD Badung Mangusada. Artikel Jurnal.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020).      Pedoman      kesiapsiagaan

menghadapi      infeksi      COVID-19.

https://www.kemkes.go.id/resources/downlo ad/info-terkini/Coronavirus/DOKUMEN_RESMI_P edoman_Kesiapsiagaan_nCoV_Indonesia_2 8 Jan 2020.pdf[14 Januari 2021].

Kusumaningsih, D., Gunawan, M. R., Zainaro, M. A., & Widiyanti, T. (2020). Hubungan

beban kerja fisik dan mental perawat dengan penerapan pasien safety pada masa pandemi COVID-19 di UPT puskesmas rawat inap kabupaten pesawaran. Indonesian Journal of Health Development, 2(2).

Larengkeng, T., Gannika, L., & Kundre, R. (2019). Burnout dengan self efficacy pada perawat. Jurnal Keperawatan, 7(2), 1–7.

Mahastuti, P. D. P., Muliarta, I. M., & Adiputra, L. M. I. S. H. (2019). Perbedaan stress kerja pada perawat di ruang unit gawat darurat dengan perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit “ S ” di Kota Denpasar tahun 2017. Intisari  Sains Medis,  10(2),  284–289.

https://doi.org/10.15562/ism.v10i2.21.

Maslach, C., Schaufeli, W. B., & Leiter, M. P. (2001). Job Burnout. Annu. Rev. Psychol. 52:397–422.

Opeyemi, S. M. I. (2018). Emotional Intelligence , Academic Motivation and Self-Efficacy as Predictors of Academic Burnout Among Undergraduates in. Research Advances in Brain Disorders and Therapy,  1,  1–6.

https://doi.org/10.29011/RABDT-102.

Pangestu, T. T. (2017). Hubungan antara efikasi diri dengan burnout pada perawat. Publikasi Ilmiah.    Universitas    Muhammadiyah

Surakarta.

Pertiwi, M., Andriany, A. R., & Pratiwi, A. M. A. (2021). Hubungan antara subjective wellbeing dengan burnout pada tenaga kesehatan medis di masa pandemi covid-19. Syntax Idea,           3(4),           2684-883X.

http://dx.doi.org/10.36418/syntax-idea.1155.

Prestiana, N. D. I., & Purbandini, D. (2012).

Hubungan antara efikasi diri (self efficacy)

dan stres kerja dengan kejenuhan kerja (burnout) pada perawat IGD dan ICU RSUD Kota Bekasi. Jurnal Soul, 5(2).

Prihandhani, I. S., & Hakim, N. R. (2020). Selfefficacy berhubungan dengan burnout perawat. Jurnal Ilmiah Stikes Kendal, 10(2), 149-156.

Putra, P. S. P., & Susilawati, L. K. P. A. (2018). Hubungan antara dukungan sosial dan selfefficacy dengan tingkat stres pada perawat di rumah sakit umum pusat sanglah. Jurnal Psikologi Udayana, 5(1), 145–157.

Santi, K. (2019). Pengaruh Big Five Personality Dengan Kejadian Burnout Pada Mahasiswa Pendidikan Kedokteran. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran, Vol. 8(1), hal. 64– 70.

Saputro, K. Z. (2018). Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja. Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, 17(1), 25. https://doi.org/10.14421/aplikasia.v17i1.136 2.

Srihandayani, I. S. (2016). Hubungan antara selfefficacy dengan kinerja perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan di IGD dan ICU-ICCU RSUD dr soehadi prijonegoro sragen. Skripsi. Stikes Kusuma Husada.

Sulistyawati, N. N. N., Purnawati, S., & Muliarta, I. M. (2019). Gambaran tingkat stres kerja perawat dengan kerja shift di instalasi gawat darurat RSUD karangasem, Jurnal Medika, 8(1),                            2303-1395.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum.

Surya, P. A. A. S., & Adiputra, I. N. (2017). Hubungan antara masa kerja dengan burnout pada perawat di ruang inap anak RSUP sanglah. Jurnal Medika,  6(4),   10-19.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum.

Wati, N. M. N., Mirayanti, N. W., & Juanamasta, I. G. (2019). The effect of emotional freedom technique therapy on nurse burnout. Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah Sakit, 8(3), 173–178.

WHO. (2020). Tatalaksana klinis infeksi saluran pernapasan akut berat (SARI) suspek penyakit COVID-19. World Health Organization.

Volume 10, Nomor 5, Oktober 2022

496