Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

PERILAKU CARING PERAWAT DI RUANG ISOLASI COVID-19 RSUP SANGLAH DENPASAR: SEBUAH STUDI MIXED METHODS

Luh Gede Lisnawati*1, Rai Dewi Damayanthi Pande1, Ni Made Adi Yudari1

1RSUP Sanglah Denpasar

*korespondensi penulis, email: [email protected]

ABSTRAK

Caring adalah inti dari profesi keperawatan yang dibutuhkan dalam pelayanan keperawatan. Penerapan nilai-nilai caring dalam pelayanan keperawatan menjadi tantangan tersendiri di saat terjadinya pandemi COVID-19. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran perilaku caring perawat, hubungan faktor individu perawat dengan perilaku caring dan mengeksplorasi secara mendalam mengenai implementasi caring di Ruang Isolasi COVID-19. Penelitian menggunakan desain sequential explanatory mixed methods dimana penelitian kuantitatif dilakukan menggunakan instrumen kuesioner kepada subjek penelitian yang dipilih menggunakan total sampling. Sementara itu, penelitian kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 6 partisipan yang dipilih dari masing-masing 2 orang dari perawat dengan perilaku caring kurang baik dan baik ditambah 2 orang penanggung jawab ruang dari ruang dengan nilai caring baik tertinggi dan ruang dengan perilaku caring baik terendah. Hasil penelitian mendapatkan bahwa tingkat caring perawat diketahui baik yakni 93 orang (80,2%). Hasil uji chi square test menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara ruangan bekerja atau tempat bertugas terhadap perilaku caring perawat (p=0,033, α<0,05). Akan tetapi, tidak terdapat hubungan antara usia (p=0,539), jenis kelamin (p=0,931), tingkat pendidikan (p=0,474), lama bekerja di RSUP Sanglah Denpasar (p=0,430), lama bekerja di ruangan isolasi COVID-19 (p=0,456), dan pelatihan isolasi dan infeksi (p=0,083) terhadap perilaku caring perawat. Hasil wawancara mengenai implementasi caring perawat mendapatkan beberapa tema yang berhasil diidentifikasi seperti pengalaman, perasaan positif dan negatif, gambaran pelaksanaan caring, pemahaman caring dan faktor demografi yang mempengaruhi.

Kata kunci: caring, faktor individu, perawat, ruang isolasi COVID-19

ABSTRACT

Caring is the nursing profession’s core that is needed in nursing services. The caring implementation in nursing services is a challenge by itself during the COVID-19 pandemic. This study aims to determine the description of the nurses’ caring behavior, the relationship of individual factors to caring behavior and to do the deep exploration regarding the caring implementation in the COVID-19 Isolation room. This study employed a sequential explanatory mixed methods design where quantitative strand was conducted using a questionnaire to the selected research subjects by using total sampling. Meanwhile, qualitative strand was conducted by in-depth interviews with 6 participants selected from each of 2 nurses added by 2 people in charge of the room that showing the highest and the lowest score of caring behavior. The results of this study found that the level of caring among nurses was known to be good, namely 93 people (80,2%). The chi square test showed that there was a significant relationship between the place of duty to the nurses’ caring behavior (p=0,033, <0,05). However, there was no relationship was found between age (p=0,539), gender (p=0,931), education level (p=0,474), length of work at Sanglah Hospital Denpasar (p=0,430), length of work in the COVID-19 isolation room (p=0,456), and isolation and infection training (p=0,083) on nurses' caring behavior. The results of the interviews regarding the implementation of caring for nurses got several themes that were identified, such as experiences, positive and negative feelings, the descriptions of caring implementation, the caring understanding and influencing demographic factors.

Keywords: caring, covid-19 isolation room, individual factor, nurses

PENDAHULUAN

Kualitas pelayanan keperawatan ditentukan oleh empat domain yakni kompetensi, caring, profesionalisme dan demeanor atau cara bertindak. Caring adalah inti dari profesi keperawatan dan dianggap sebagai jantung dari praktik keperawatan klinis humanistik, yang membedakan perawat dari profesional kesehatan lainnya (Inocian et al., 2021). Implementasi nilai-nilai caring membutuhkan kontak langsung antara perawat dengan kliennya. Sikap perawat dalam praktik keperawatan yang berkaitan dengan caring adalah dengan kehadiran, sentuhan kasih sayang, selalu mendengarkan dan memahami klien. Kehadiran perawat meliputi hadir secara fisik, berkomunikasi dengan pengertian untuk memberikan dukungan, dorongan, menenangkan hati klien, mengurangi rasa cemas dan takut klien karena situasi tertentu, serta selalu ada untuk klien (Potter et al., 2016).

Situasi pandemi COVID-19 merupakan tantangan dalam pelayanan keperawatan khususnya pelayanan di ruang isolasi dalam penerapan nilai-nilai caring. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan langsung ke pasien sangat berpotensi terpapar COVID-19 (Pesulima & Hetharie, 2020). Penularan virus COVID-19 merupakan ancaman yang sangat besar bagi petugas layanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan (Huang et al., 2020). Pelaksanaan layanan kesehatan oleh perawat menimbulkan terjadinya kontak yang sangat erat antara perawat dengan pasien. Perawat di ruang rawat inap melakukan kontak dengan pasien selama 24 jam dan beberapa kegiatan yang menimbulkan aerosol seperti nebulezer akan berdampak terjadinya penularan COVID-19 pada perawat (Nugroho et al., 2020).

Penularan COVID-19 yang sangat cepat hingga berdampak kematian menjadi pemicu menurunnya caring perawat dan berdampak terhadap mutu pelayanan. Penurunan caring perawat terjadi karena perawat mengalami kecemasan, ketakutan akan paparan dan terinfeksi COVID-19. Pemakaian APD level tinggi untuk mencegah

penularan dapat membatasi kehadiran perawat di samping pasien karena tidak nyaman dipakai dalam jangka waktu lebih dari 2 jam. Perawat akan menjadwalkan diri dalam memberikan pelayanan ke pasien untuk mengurangi kontak dan sentuhan dengan pasien, perawat akan berbicara seperlunya, dan mengerjakan tindakan keperawatan secara terburu-buru. Hal ini sesuai dengan pernyataan pada penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kontak tenaga kesehatan dengan pasien dibatasi oleh waktu sehingga semua kegiatan diselesaikan dengan terburu-buru (Ambarika & Wardani, 2021).

RSUP Sanglah merupakan rumah sakit yang ditunjuk sebagai pusat rujukan pasien COVID-19. Selama pandemi COVID-19, RSUP Sanglah telah melakukan upaya maksimal termasuk dengan mengalihfungsikan ruang perawatan biasa menjadi ruang isolasi COVID-19, mobilisasi tenaga keperawatan dan perekrutan relawan COVID-19 dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang mendesak. Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti terhadap seorang perawat yang bertugas di ruang perawatan isolasi COVID-19, didapatkan data bahwa perawat bertugas di ruangan tersebut dengan mempergunakan APD lengkap, berusaha mengatur jadwal pelayanan keperawatan ke pasien untuk meminimalisasi paparan COVID-19. Perawat yang melayani pasien berusaha mengerjakan pelayanan keperawatan sesegera mungkin, membatasi jarak dengan pasien sehingga tidak banyak komunikasi yang bisa dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti perilaku caring di ruang isolasi COVID-19 serta hubungannya dengan faktor individu perawat serta menggali lebih jauh implementasi caring di ruang isolasi COVID-19 RSUP Sanglah Denpasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain sequential explanatory mixed methods yang dilakukan pada 28 Maret 2022 - 16 April 2022. Penelitian kuantitatif dilakukan

menggunakan instrumen kuesioner kepada subjek penelitian yang dipilih menggunakan total sampling terhadap 117 perawat yang bertugas di unit isolasi COVID-19.

Sementara itu, penelitian kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 6 partisipan yang dipilih, meliputi masing-masing 2 orang dari perawat dengan perilaku caring kurang baik dan baik ditambah 2 orang penanggung jawab ruang dari ruang dengan nilai caring baik tertinggi dan ruang dengan perilaku caring baik terendah. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner yang terdiri dari instrumen data demografi dan kuesioner Caring Behaviours Inventory (CBI) (Wolf, 1994 dalam Murphy et al., 2009) yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen penelitian kualitatif adalah tim peneliti sendiri dengan menggunakan pedoman wawancara. Selama proses wawancara, selain mempergunakan alat perekam dan buku catatan, peneliti mempergunakan pedoman wawancara yang mengacu kepada jenis-jenis pertanyaan dalam wawancara.

Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan menyebarkan instrumen

penelitian melalui google form kepada seluruh responden. Sementara itu, pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan metode wawancara mendalam terhadap 6 informan yang telah dipilih yang prosesnya dilakukan secara bertahap dengan masing-masing partisipan sekitar 30-60 menit oleh tim peneliti, dibantu pedoman wawancara, alat tulis, dan alat perekam. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi ke dalam matriks pengumpulan data yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti dan kemudian dilakukan analisa data.

Uji analisis yang digunakan untuk menganalisis data kuantitatif adalah uji chi square, sedangkan analisis data kualitatif dilakukan dengan teknik thematic analysis berdasarkan rekaman saat wawancara mendalam. Analis tematik dari Clarke dan Braun (2017) terdiri dari 6 langkah, yakni mengenali data, menginisialkan kode, mencari tema, meninjau tema, mendefinisikan tema dan nama tema, serta penulisan laporan. Penelitian ini telah mendapatkan surat keterangan laik etik dari Komisi Etik Penelitian FK Unud/RSUP Sanglah nomor 741/UN14.2.2.VII.14/LT/ 2022 tanggal 1 April 2022.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian

Variabel

Jumlah n = 116

Persentase %

Usia (Median ± IQR, Min - Max) ≥ 32 Tahun

64

(32 ± 8, 22 - 55)

55,2

< 32 Tahun

52

44,8

Jenis Kelamin

Laki-laki

26

22,4

Perempuan

90

77,6

Pendidikan

Ners

2

1,7

S1

37

31,9

Diploma

77

66,4

Ruangan Bekerja di RSUP Sanglah

Flamboyan

31

26,7

Lely

15

12,9

Mawar

29

25,0

Nusa Indah

41

35,3

Lama Bekerja di RSUP Sanglah

Kurang dari 1 Tahun

5

4,3

1 hingga 3 tahun

21

18,1

3 hingga 6 tahun

12

10,3

Lebih dari 6 tahun

78

67,2

Lama Bekerja di Ruang Isolasi

COVID-19

Kurang dari 1 tahun

1 hingga 2 tahun

Lebih dari 2 tahun

6

58

52

5,2 50,0 44,8

Pelatihan tentang Ruang Isolasi dan Infeksi

Ya

Tidak

105

11

90,5

9,5

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 116 responden penelitian yang bertugas di ruang isolasi COVID-19 RSUP Sanglah Denpasar, ditemukan usia tertua yakni 55 tahun, dengan proporsi 90 orang (77,6%) berjenis kelamin perempuan, dan 77 orang (66,4%) memiliki latar belakang pendidikan Diploma. Selain itu, diketahui bahwa lama bekerja di RSUP Sanglah adalah lebih dari 6 tahun, yakni 78

orang (67,2%), dengan sebagian besar bekerja di Ruang Nusa Indah 41 orang (35,3%), dan sebagian besar 58 orang (50,0%) responden memiliki lama bekerja di ruang isolasi COVID-19 adalah 1 hingga 2 tahun dan sebagian besar atau 105 orang (90,5%) pernah mengikuti pelatihan mengenai ruang isolasi dan infeksi.

Tabel 2. Gambaran Caring Responden Penelitian

Variabel

Jumlah n = 116

Persentase %

Caring (Median ± IQR, Min - Max)

Baik

Kurang Baik

(162 ± 21, 121 - 168) 93

23

80,2

19,8

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 116 responden, 93 orang (80,2%) responden memiliki tingkat caring yang baik. Hasil analisis deskriptif mengenai pengisian instrumen penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan sangat setuju dengan beberapa pernyataan yang tertuang dalam instrumen, seperti menunjukkan rasa hormat kepada pasien 90

orang (77,6%), memenuhi kebutuhan dasar pasien, baik yang diungkapkan secara verbal maupun non verbal yakni 90 orang (77,6%), memberikan dukungan kepada pasien yakni 94 orang (81,0%), menghormati pasien sebagai sesama 91 orang (78,4%), hingga menjaga kerahasiaan informasi pasien sebesar 93 orang (80,2%).

Tabel 3. Hasil Analisis Hubungan Faktor Individu Perawat dengan Perilaku Caring di Ruang Isolasi COVID-19

No

Variabel

Caring

Sig. p

Kurang Baik

Baik

n

%

n

%

1.

Usia

≥ 32 Tahun

14

12,1

50

43,1

0,539

< 32 Tahun

9

7,8

43

37,1

2.

Jenis Kelamin

Laki-Laki

5

4,3

21

18,1

0,931

Perempuan

18

15,5

72

62,1

3.

Tingkat Pendidikan Ners

1

0,9

1

0,9

0,474

S1

6

5,2

31

26,7

Diploma

16

13,8

61

52,6

4.

Ruangan Kerja

Flamboyan

5

4,3

26

22,4

Mawar

3

2,6

26

22,4

0,033

Nusa Indah

8

6,9

33

28,4

Lely

7

6,0

8

6,9

5.

Lama Bekerja di RSUP Sanglah Denpasar

0,430

Kurang dari 1 tahun

0

0,0

5

4,3

1 hingga 3 tahun

4

3,4

17

14,7

3 hingga 6 tahun

1

0,9

11

9,5

lebih dari 6 tahun

18

15,5

60

51,7

6.

Lama Bekerja di Ruang Isolasi COVID-19 Kurang dari 1 tahun

0

0,0

6

5,2

0,456

1 hingga 2 tahun

12

10,3

46

39,7

Lebih dari 2 tahun

11

9,5

41

35,3

7.

Pelatihan Isolasi dan Infeksi

Ya

23

19,8

82

70,7

0,083

Tidak

0

0,0

11

9,5

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ruangan bekerja terhadap perilaku caring perawat di unit isolasi COVID-19 RSUP Sanglah Denpasar (p=0,033, α<0,05). Hasil penelitian kemudian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara faktor demografi lainnya terhadap perilaku caring perawat di ruang Isolasi COVID-19 RSUP Sanglah Denpasar seperti usia (p=0,539), jenis kelamin (p=0,931), tingkat pendidikan (p=0,474), lama bekerja di RSUP Sanglah Denpasar (p=0,430), lama bekerja di ruangan isolasi COVID-19 (p=0,456), dan pelatihan isolasi dan infeksi (p=0,083).

Hasil wawancara mendalam pada staf dan kepala ruangan mendukung hasil penelitian di atas. Sebagian besar responden menyatakan bahwa kaitan antara faktor demografi dengan perilaku caring tidak dapat dianalisa secara signifikan. Perilaku caring yang diberikan oleh perawat bergantung pada beberapa faktor lainnya dan tidak sepenuhnya bergantung pada karakteristik perawat itu sendiri. Informan menyatakan bahwa diperlukan berbagai faktor yang dapat mendukung tugas dan fungsi perawat, termasuk dalam memberikan pelayanan atau menunjukkan perilaku caring pada pasien. Misalnya, beberapa dari responden menyatakan bahwa usia mungkin menyebabkan perubahan perilaku caring pada perawat, akan tetapi responden perawat lainnya menyatakan bahwa semakin tinggi usia cenderung dapat menyebabkan tidak fokusnya perawat dalam bekerja. Beberapa hasil wawancara berkaitan dengan faktor demografi ditampilkan sebagai berikut.

“kalo umurnya yang senior emang caringnya ke pasiennya bagus mulai komunikasi ke pasiennya bagus. Tapi kalo yang baru itu memang kurang dia. Masih ada rasa canggungnya untuk komunikasi pendekatan ke pasien. Itu yang kurang yang sering kita lihat pada teman-teman di ruangan. Kemudian dengan begitu kita datang mengajarkan sih mengenai caring yang bener ya. Kemudian yang kalo dilihat dari pendidikan mungkin yang tamatan D3 itu lebih dia ke pelayanan. Ya pelayanan dia lebih bagus tapi untuk komunikasinya dia memang kurang selama ini. Tetapi dengan diberikan masukan beliau akan bagus dia.” (I#1, AG, Perempuan, 49 tahun)

“oh kalo itu ada bu kalo menurut saya itu ada. Kalo ada tingkatannya kalo menurut saya ada sih bu yang tingkat pendidikannya yang tingkat pengetahuannya yang lebih banyak dapat. Jadinya dia tahu teorinya apa aja yang caringnya gitu he eh sebenarnya.” (I#2, SL, Perempuan, 26 tahun)

“contohnya misalnya yang sudah lama bekerja 10 tahun sama yang baru kontrak 2 tahun itu, kadang ada hal kecil yang mungkin mereka gak kurang diperhatikan gitu, perhatian ke pasien gitu kalo yang ini lebih ramah, lebih teliti.” (I#2, SL, Perempuan, 26 tahun)

“…itu semua pegawai yang di ruangan … itu diperbantukan di ruangan covid sehingga disana dia mendapatkan training langsung. Terjun langsung dari sana dengan panduan-panduan, SPO yang sudah ada yang telah diberikan kemudian

disosialisasikan baik secara langsung maupun kita lakukan zoom…”(I#1, AG, Perempuan, 49 tahun)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, secara umum informan menyatakan faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Akan tetapi, berkaitan dengan ruangan kerja, partisipan menyatakan bahwa ruangan kerja dapat mempengaruhi aspek caring perawat dikarenakan pengalaman pelatihan atau training langsung berdasarkan panduan dan standar pelayanan yang diberikan. Selain itu,

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 116 responden penelitian yang bertugas di ruang isolasi COVID-19 RSUP Sanglah Denpasar, 93 orang (80,2%) responden memiliki tingkat caring yang baik. Hasil penelitian serupa dengan temuan penelitian sebelumnya yang mendapatkan bahwa sebagian besar perawat memiliki tingkat caring yang baik. Penelitian Paputungan et al (2018) mendapatkan bahwa mayoritas perawat memiliki tingkat perilaku caring yang baik.

Caring diartikan sebagai suatu bentuk hubungan yang dibutuhkan antara pemberi dan penerima asuhan keperawatan, untuk meningkatkan dan melindungi pasien, yang nantinya akan mempengaruhi kemampuan pasien untuk sembuh (Munawaroh, 2021). Kusnanto (2019) mengungkapkan bahwa caring merupakan aplikasi dari proses keperawatan sebagai bentuk kinerja yang ditampilkan oleh seorang perawat. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kinerja individu meliputi faktor individu seperti kemampuan, latar belakang, dan demografis. Faktor selanjutnya adalah faktor psikologis seperti sikap, komitmen, dan motivasi yang cenderung banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman dan karakteristik demografis. Faktor terakhir adalah faktor organisasi seperti sumber daya manusia, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan

hampir beberapa responden cenderung menyatakan bahwa pengalaman kerja dapat mempengaruhi perilaku caring perawat saat memberikan pelayanan kepada pasien. Informan juga menyatakan bahwa ketika dikaitkan dengan tingkat pendidikan, pendidikan vokasi dirasakan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dikarenakan adanya pengalaman kerja di pelayanan yang lebih sering, begitu pula dengan jenis kelamin yang dimana perempuan secara harfiah dinyatakan lebih sering dalam melakukan perawatan orang sakit dibandingkan dengan laki-laki.

pekerjaan. Beberapa faktor tersebut dijelaskan pada poin selanjutnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ruangan bekerja terhadap perilaku caring perawat. Temuan ini dapat dijelaskan oleh adanya keharusan perawat dalam bekerja di ruang isolasi meskipun tidak memiliki pengalaman yang memadai dalam bekerja di ruang isolasi. Seperti yang tertuang dalam hasil wawancara bahwa perawat yang baru ditugaskan dalam ruang isolasi akan mendapat pelatihan mengenai isolasi dan infeksi sehingga harus menguatkan dirinya untuk bekerja, memenuhi tanggung jawab, dan komitmen untuk membantu pasien.

Ruangan kerja dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perawat dalam menampilkan kinerja yang baik. Cho & Han (2018) mengatakan bahwa lingkungan kerja dapat mempengaruhi suatu kinerja karena seorang manusia akan mampu melaksanakan kegiatanya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal apabila ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Sebuah penelitian yang dilakukan di rumah sakit mendapatkan bahwa lingkungan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perawat (Alfida & Widodo, 2022).

Secara teoritis, kinerja yang dalam hal ini adalah perilaku caring, merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai perawat dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan (Mangkunegara & Agustine, 2016). Lingkungan kerja dapat mempengaruhi suatu kinerja pegawai karena perawat akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal apabila didukung kondisi lingkungan yang sesuai (Manihuruk & Tirtayasa, 2020). Seperti yang diketahui, bahwa ruangan isolasi adalah termasuk ruangan dengan risiko yang tinggi, baik risiko fisik maupun psikis, maka akan berpengaruh terhadap kinerja perawat termasuk perilaku caring (Koenig & Schultz, 2010).

Ditinjau dari segi usia, penelitian ini tidak menemukan hubungan antara usia terhadap perilaku caring perawat. Hal ini didukung oleh hasil wawancara mendalam bahwa semakin tinggi usia maka perawat akan semakin matang dalam kinerja. Hal ini dikaitkan dengan pengalaman kerja yang dimiliki perawat dengan usia yang matang. Pengalaman yang lebih banyak dalam dunia kerja keperawatan pada perawat dengan usia yang lebih tinggi menjadikan perawat memiliki pemahaman yang lebih matang dalam hidup dibandingkan dengan perawat yang memiliki usia muda (Triana, 2017). Bandura (2008) menyatakan bahwa ketika individu memiliki usia yang semakin dewasa, individu cenderung matang berdasarkan pengalaman.

Ditinjau dari segi jenis kelamin, penelitian ini tidak menemukan hubungan antara jenis kelamin terhadap perilaku caring perawat. Tidak adanya hubungan yang signifikan dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan karena adanya proporsi jenis kelamin yang tidak merata pada sampel perawat. Persentase proporsi jenis kelamin dalam penelitian ini cenderung berbeda. Temuan ini tidak dapat membuktikan hipotesa peneliti mengenai adanya hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku caring perawat. Sugiyono (2019) menyatakan bahwa salah satu alasan tidak terbuktinya hipotesa dalam penelitian dapat terjadi karena tidak representatifnya

sampel dalam penelitian tersebut. Akan tetapi, hal ini tentu dapat menjadi masukan peneliti selanjutnya dan dapat dijadikan sebuah pertimbangan untuk melakukan pemerataan proporsi perawat berdasarkan jenis kelamin dalam lingkungan kerja perawat di rumah sakit.

Ditinjau dari segi tingkat pendidikan, penelitian ini tidak menemukan hubungan antara tingkat pendidikan terhadap perilaku caring perawat. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku caring perawat di rumah Sakit (Anggoro dkk, 2019). Akan tetapi, penelitian ini tidak sesuai dengan teori perilaku yang menyatakan bahwa pengetahuan mampu membentuk perilaku individu termasuk perawat. Larasati (2018) mengungkapkan bahwa pengetahuan yang didapatkan seseorang dalam pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas keperibadian seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin besar pula keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir individu, sedangkan pola pikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang, dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi.

Ditinjau dari lama bekerja, penelitian ini tidak menemukan hubungan antara lama bekerja di RSUP Sanglah Denpasar dan lama bekerja di ruangan isolasi COVID-19 terhadap perilaku caring perawat di ruang Isolasi COVID-19 RSUP Sanglah Denpasar. Beberapa faktor dapat menjelaskan mengenai tidak adanya hubungan antara lama bekerja dengan perilaku caring perawat dalam bekerja. Lama bekerja erat dikaitkan dengan adanya perbedaan pengalaman antara masing-masing individu. Perawat dengan lama kerja yang lebih tinggi cenderung menyebabkan perawat memiliki pengalaman kerja yang lebih banyak, begitu juga sebaliknya. Pengalaman yang

lebih banyak dalam dunia kerja keperawatan pada perawat menjadikan perawat memiliki pemahaman yang lebih matang terkait kinerja (Triana, 2017).

Ditinjau dari riwayat pelatihan isolasi dan infeksi, penelitian ini tidak menemukan hubungan antara pelatihan isolasi dan infeksi (p=0,083) terhadap perilaku caring perawat di ruang Isolasi COVID-19 RSUP Sanglah Denpasar. Pelatihan merupakan upaya pengembangan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas perawat sebagai tenaga kesehatan (Hartono & Afriza, 2019). Pelatihan dan pengembangan terkait dengan pelatihan isolasi dan infeksi dapat meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Selain itu, hal tersebut sangat diperlukan oleh perawat dalam meningkatkan pengetahuan dan juga kemampuan keterampilannya dalam berperilaku caring (Ariani & Aini, 2018).

Pelatihan bagi perawat dapat menjadi wadah dalam meningkatkan informasi mengenai perilaku caring, sehingga dalam kesehariannya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dapat selalu berlandaskan sikap caring kepada pasien (Ariani & Aini, 2018). Tidak adanya hubungan antara pelatihan infeksi dan isolasi dalam penelitian ini dapat dikaitkan dengan tidak adanya pemerataan kesempatan pelatihan yang ada di rumah sakit. Berkaitan dengan kondisi lapangan, diketahui juga bahwa perawat memiliki pengalaman pelatihan yang berbeda-beda berdasarkan area kerja dan diketahui pula bahwa tidak semua perawat memiliki kesempatan yang sama dalam mengikuti pelatihan.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam didapatkan beberapa tema yang kemudian dapat dijadikan acuan sebagai gambaran implementasi caring perawat di Ruang Isolasi COVID-19 RSUP Sanglah Denpasar. Perawat diketahui telah melaksanakan perilaku caring terhadap pasien COVID-19 di ruang isolasi COVID-19 RSUP Sanglah Denpasar. Beberapa perilaku caring yang ditunjukan seperti adanya pemberian rasa empati,

berkomunikasi dengan sopan, menghormati hak-hak pasien seutuhnya, memberikan informasi dan edukasi mengenai program perawatan yang diberikan, memfasilitasi kebutuhan pasien serta membantu pasien dalam melakukan Activity Daily Living (ADL).

Caring merupakan inti dari praktik keperawatan yang baik, karena caring bersifat khusus dan bergantung pada hubungan perawat - klien (Potter et al., 2016). Caring memberikan kemampuan pada perawat untuk memahami dan menolong klien. Seorang perawat harus memiliki kesadaran tentang asuhan keperawatan, dalam memberikan bantuan bagi klien dalam mencapai atau mempertahankan kesehatan. Pada penelitian ini, perawat menyatakan telah membantu pasien dalam melakukan pemenuhan ADL sehingga pelaksanaan caring yang diberikan telah sesuai dengan konstruk teori dan perspektif caring (Watson, 2009).

Beberapa tindakan yang telah dilakukan oleh perawat berdasarkan hasil wawancara ternyata telah sesuai dengan konstruk teori caring berdasarkan beberapa karatif yang diungkapkan oleh Watson. Beberapa tindakan yang termasuk dalam komponen karatif caring seperti memberikan bantuan ADL yang termasuk dalam karatif pertama (Assurance of human presence), menghormati hak-hak pasien yang termasuk dalam faktor karatif kedua (Respectful defence), memberikan edukasi kepada pasien mengenai program pengobatan yang termasuk dalam karatif ketiga (Profesional knowledge and skill), memberikan lingkungan yang mendukung pasien yang termasuk dalam karatif keempat (Positive connectedness), dan memberikan rasa empati yang termasuk dalam karatif kelima (Attentive to other’s experience) (Wolf et al., 1994).

Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa hal yang menarik dalam penelitian ini. Beberapa hal tersebut seperti adanya pengalaman baru yang dirasakan dalam melakukan perawatan pasien COVID-19. Pengalaman-

pengalaman baru yang dirasakan oleh partisipan seperti adanya durasi pemberian asuhan keperawatan yang lebih lama, shift kerja yang lebih pendek, adanya kesempatan mengikuti pelatihan, hingga penggunaan alat baru saat memberikan perawatan pasien COVID-19.

Pengalaman merupakan cara yang didapatkan melalui sebuah kegiatan atau proses pembelajaran. Pengalaman dalam merawat pasien COVID-19 menjadi pengalaman yang menegangkan dan merupakan pengalaman pertama yang dirasakan oleh perawat di seluruh dunia (Marwiati dkk, 2021). Pengalaman tersebut mengharuskan seluruh perawat yang akan terlibat dalam perawatan untuk ikut serta diri dalam berbagai pelatihan. Pelatihan yang dimaksud dalam hal ini adalah pelatihan pelayanan intensif untuk pasien dengan transmisi airborne atau COVID-19.

Hasil analisis kualitatif kemudian mendapatkan perasaan positif dan negatif dalam merawat pasien COVID-19. Perasaan positif yang dirasakan adalah perasaan puas dalam melakukan perawatan. Perawat merupakan tenaga kesehatan yang berada di garis paling depan dalam tatanan pelayanan merawat pasien COVID-19. Sebagai pemberi pelayanan kesehatan terdepan dengan resiko tertular dari penyakit COVID-19 sangat berat, perawat tetap memiliki komitmen untuk merawat pasien (Simak & Kristamuliana, 2020). Mayoritas partisipan mengatakan kesembuhan pasien dan dapat melihat pasien pulang dengan sehat adalah hal yang sangat menggembirakan bagi seorang perawat, ada juga partisipan yang mengatakan memberi layanan dengan dekat (caring) dengan pasien COVID-19 sebagai penyakit terbaru dapat membantu mengurangi keluhan pasien.

Hasil penelitian juga mendapatkan adanya perasaan negatif selama perawatan pasien COVID-19. Perasaan negatif dalam penelitian ini yang berhasil diidentifikasi adalah perasaan cemas dan takut. Cemas adalah suatu perasaan takut akan terjadinya sesuatu hal yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya dan merupakan suatu

sinyal yang membantu individu untuk bersiap-siap mengambil tindakan menghadapi ancaman tersebut. Pengaruh tuntutan, persaingan, serta bencana yang terjadi dalam kehidupan individu dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologi. Salah satu dari dampak psikologis, yaitu terjadinya ansietas atau kecemasan (Evans et al., 2019).

Penyebab dari tenaga kesehatan mengalami kecemasan, yaitu adanya tuntutan pekerjaan yang tinggi, termasuk juga waktu kerja yang cukup lama karena jumlah pasien yang meningkat, semakin sulit untuk mendapatkan dukungan sosial karena adanya stigma negatif masyarakat terhadap petugas garis terdepan, alat perlindungan diri yang dapat membatasi gerak, kurangnya informasi tentang adanya paparan jangka panjang terhadap orangorang yang terinfeksi dan adanya rasa takut petugas dalam menularkan COVID-19 pada teman dan keluarga karena bidang pekerjaannya (IASC, 2020).

Penggunaan APD dan adanya risiko transmisi dari COVID-19 menyebabkan partisipan juga memiliki kecemasan yang sangat mempengaruhi sisi psikologis. Beberapa partisipan mengungkapkan kecemasan dan kekhawatiran akan tertular penyakit di awal kontak dengan pasien COVID-19. Kendati telah dibekali dengan adanya fasilitas APD yang disediakan oleh rumah sakit dan prosedur yang telah diterapkan sesuai standar yang ditetapkan, perawat menyatakan masih memiliki keraguan atau tidak yakin dalam melakukan asuhan keperawatan.

Selain kepuasan, terdapat beberapa kendala yang dirasakan partisipan dalam melakukan perawatan pasien COVID-19. Kendala yang dirasakan dalam merawat pasien di lingkungan dengan penyakit menular menempatkan perawat berada di bawah tantangan yang berat. Beberapa partisipan mengatakan pemakaian APD untuk mencegah penyebaran penyakit menular dengan waktu yang lama mengakibatkan perasaan yang kurang nyaman sehingga menjadi tantangan yang besar dirasakan. Selain itu, perawat harus

berjuang merawat pasien dengan penyakit menular dan mematikan menjadi kewajiban partisipan dikarenakan pekerjaan di ruang isolasi membutuhkan pengamanan dan perlindungan diri yang ketat. Bertolak belakang dengan pernyataan tersebut, beberapa partisipan justru merasa senang dikarenakan sistem reward yang diberikan oleh rumah sakit dan pemerintah atas kinerja yang dilakukan.

Hasil penelitian juga mendapatkan bahwa selama pelaksanaan asuhan keperawatan di ruang isolasi COVID-19, partisipan menyatakan bahwa masih terdapat perawat yang tidak melakukan caring terhadap pasien sebagaimana mestinya. Saat wawancara, partisipan menyatakan bahwa perawat yang tidak melakukan caring disebabkan karena tingginya beban kerja saat melakukan perawatan. Hakman dkk (2021) dalam penelitiannya menyatakan bahwa selama pandemi COVID-19, perawat cenderung

SIMPULAN

Sebagian besar responden memiliki tingkat caring yang baik. Terdapat hubungan yang signifikan antara ruangan bekerja terhadap perilaku caring perawat di unit isolasi COVID-19 RSUP Sanglah Denpasar. Akan tetapi, tidak terdapat hubungan antara faktor demografi lainnya terhadap perilaku caring perawat di ruang Isolasi COVID-19 RSUP Sanglah Denpasar seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja di RSUP Sanglah Denpasar, lama bekerja di ruangan isolasi COVID-19, dan pelatihan isolasi dan infeksi.

Hasil analisis kualitatif mendapatkan beberapa tema besar terkait dengan pelaksanaan caring perawat saat merawat pasien      COVID-19      diantaranya,

pengalaman,     perasaan,     gambaran

DAFTAR PUSTAKA

Alfida, R., & Widodo, S. (2022). Pengaruh beban kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja perawat ruang isolasi rsau dr. Esnawan antariksa halim perdanakusuma jakarta timur. Jurnal Ilmiah Manajemen SURYA PASCA SCIENTIA, 11(1).

Ambarika, R., & Wardani, L. K. (2021). Analisis

mengalami stres kerja oleh karena beban kerja yang tinggi sehingga mempengaruhi kinerja perawat. Tingginya beban kerja yang dirasakan perawat salah satunya dikarenakan adanya penggunaan APD dalam waktu yang lama. Selain itu, jumlah kedatangan pasien yang membludak menyebabkan adanya kewalahan bagi perawat (Galehdar et al., 2020).

Dalam penelitian ini, partisipan juga menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan oleh pimpinan keperawatan dalam meningkatkan asuhan keperawatan di masa pandemi seperti meningkatkan koordinasi, memberikan pelatihan tentang perawatan pasien isolasi, mengingatkan terkait dengan standar pelayanan pada pasien termasuk dalam penyediaan fasilitas-fasilitas yang dirasa berguna dalam meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien.

pelaksanaan caring, pemahaman caring dan faktor demografi. Pengalaman terdiri dari pengalaman baru dan bentuk komunikasi yang baru. Perasaan positif dan negatif saat merawat yang berhasil diidentifikasi seperti perasaan takut, cemas, senang, dan puas. Gambaran caring yang berhasil diidentifikasi seperti terdapat hal baik yang dilakukan, adanya perawat yang masih belum menerapkan caring, hingga kendala yang dirasakan saat memberikan perawatan. Pemahaman caring didapatkan melalui pengetahuan perawat mengenai caring dan perilaku caring yang ditampilkan. Sedangkan faktor demografi yang mempengaruhi caring terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, dan pengalaman pelatihan.

Hubungan Perilaku Caring dengan Tingkat Kepuasan Pelayanan Kesehatan. The Indonesian Journal of Health Science, 13(1), 53–60.

https://doi.org/10.32528/ijhs.v13i1.5273

Anggoro, W. T., Aeni, Q., & Istioningsih, I. (2019). Hubungan Karakteristik Perawat Dengan

Perilaku Caring. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ):   Persatuan Perawat Nasional

Indonesia, 6(2), 98–105.

Ariani, T. A., & Aini, N. (2018). Nurse caring behavior and satisfaction of inpatient patients on nursing services. Jurnal Keperawatan, 9(1), 58–64.

Bandura, A. (2008). Toward an agentic theory of the self. Advances in Self Research, 3, 15–49.

Cho, H., & Han, K. (2018). Associations among nursing     work     environment     and

healthpromoting behaviors of nurses and nursing performance quality: A multilevel modeling approach. Journal of Nursing Scholarship, 50(4), 403–410.

Evans, K., Nizette, D., O’Brien, A., & Johnson, K. (2019). Psychiatric and mental health nursing in the UK. Elsevier Health Sciences.

Galehdar, N., Kamran, A., Toulabi, T., & Heydari, H. (2020). Exploring nurses’ experiences of psychological distress during care of patients with COVID-19: A qualitative study. BMC Psychiatry, 20(1), 1–9.

Hakman, H., Suhadi, S., & Yuniar, N. (2021).

Pengaruh Beban Kerja, Stres Kerja, Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat Pasien Covid-19. Nursing Care and Health Technology Journal (NCHAT), 1(2), 47–54.

Hartono, B., & Afriza, N. (2019). The Effect of Training Development Program on Nurse Performance at RSIJ Cempaka Putih through System Dynamics Model. Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology, 13(4).

Huang, L., Lin, G., Tang, L., Yu, L., & Zhou, Z. (2020). Special attention to nurses’ protection during the COVID-19 epidemic. Critical Care,              24(1),              10–12.

https://doi.org/10.1186/s13054-020-2841-7

IASC. (2020). Catatan Tentang Aspek Kesehatan Jiwa dan Psikososial Wabah Covid-19 Versi 1.0. Who, Feb, 1–20.

Inocian, E. P., Cruz, J. P., Saeed Alshehry, A., Alshamlani, Y., Ignacio, E. H., & Tumala, R. B. (2021). Professional quality of life and caring behaviours among clinical nurses during the COVID-19 pandemic. Journal of Clinical Nursing,  December 2020,  1–13.

https://doi.org/10.1111/jocn.15937

Koenig, K. L., & Schultz, C. H. (2010). Koenig and Schultz’s disaster medicine: comprehensive principles and practices. Cambridge University Press.

Kusnanto, D. (2019). Perilaku Caring Perawat Profesional.

Larasati, S. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia. Deepublish.

Mangkunegara, A. P., & Agustine, R. (2016). Effect of Training, Motivation and Work Environment on Physicians’ Performance. Academic Journal of Interdisciplinary Studies, 5(1), 173.

Manihuruk, C. P., & Tirtayasa, S. (2020). Pengaruh

Stres Kerja, Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Semangat Kerja Pegawai. Maneggio:    Jurnal Ilmiah Magister

Manajemen, 3(2), 296–307.

Marwiati, M., Komsiyah, K., & Indarti, D. (2021). Pengalaman perawat IGD dalam merawat pasien covid 19: Studi kualitatif di IGD Rumah Sakit di Semarang. Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, 8(2), 163–167.

Munawaroh, I. (2021). Hubungan Perilaku Caring Perawat terhadap Kepuasan Pasien dalam Pelayanan Perawatan Rawat Inap RSU Universitas Muhammadiyah Malang . Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 10–27.

Murphy, F., Jones, S., Edwards, M., James, J., & Mayer, A. (2009). The impact of nurse education on the caring behaviours of nursing students. Nurse Education Today, 29(2), 254– 264.

Nugroho, W. D., C, W. I., Alanish, S. T., Istiqomah, N., & Cahyasari, I. (2020). Literature Review : Transmisi Covid-19 dari Manusia ke Manusia Di Asia. Jurnal of Bionursing, 2(2), 101–112.

Paputungan, A., Rompas, S., & Bataha, Y. B.

(2018). Hubungan Caring Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Gmim Pancaran Kasih Manado. Jurnal Keperawatan, 6(2).

Pesulima, T. L.,  & Hetharie, Y. (2020).

Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan Kerja Bagi Tenaga Kesehatan Akibat Pandemi Covid-19. 26(28), 280–285.

Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., Hall, A., & Peterson, V. (2016). Clinical Companion for Fundamentals of Nursing-E-Book: Just the Facts. Elsevier Health Sciences.

Simak, V. F., & Kristamuliana, K. (2020). The Relationship Between Knowledge Of The Use Of Personal Protective Equipment And The Self Efficacy Of Puskesmas Nurses Against Covid-19 Management. International Journal Of Nursing And Midwifery Science (IJNMS), 4(2), 156–162.

Sugiyono, D. (2019). Statistika untuk Penelitian (Cetakan ke-30). Bandung: Cv Alfabeta.

Triana, L. (2017). Determinants of associate nurse’s self-efficacy in treatment room installation of hospital in bali, indonesia. The 2nd Udayana International Nursing Conference Proceeding, 2(1), 130–141.

Watson, J. (2009). Caring science and human caring theory:    Transforming personal and

professional practices of nursing and health care. Journal of Health and Human Services Administration, 466–482.

Wolf, Z. R., Giardino, E. R., Osborne, P. A., & Ambrose, M. S. (1994). Dimensions of nurse caring. Image: The Journal of Nursing Scholarship, 26(2), 107–112.

Volume 10, Nomor 4, Agustus 2022

453