Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

GAMBARAN HEALTH SEEKING BEHAVIOUR ORANG TUA YANG MEMILIKI BALITA SELAMA PANDEMI

Nhelmy Nursepta Siregar* , Hellena Deli , Ganis Indriati 1Jurusan Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Riau *korespondensi penulis, email: nhelmynursepta@gmail. com

ABSTRAK

Pandemi Covid-19 berdampak ke pelayanan kesehatan masyarakat, yang dibuktikan dengan penurunan kunjungan pasien anak yang berkaitan dengan health seeking behaviour orang tua yang akan memilih perilaku pencarian pengobatan seperti mengobati sendiri di rumah, pergi ke pengobatan tradisional, tidak mengobati, atau pergi ke pelayanan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran health seeking behaviour orang tua yang memiliki balita sakit selama pandemi. Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif sederhana. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner, terdiri dari kuesioner demografi dan kuesioner tentang health seeking behaviour yang diberikan kepada 53 responden yang memiliki balita sakit selama pandemi di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru. Analisis data menggunakan analisis univariat dengan uji deskriptif yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa health seeking behaviour untuk balita yang sakit selama pandemi terbanyak yaitu dengan pengobatan ke pelayanan kesehatan sejumlah 21 (39,6%), gejala yang dirasakan sebagian besar yaitu demam 22 (41,5%), lama sakit yang dirasakan yaitu 1-4 hari sejumlah 46 (86,8%) dan sebagian besar yaitu orang tua ingin penanganan yang tepat dan aman untuk balita 16 (30,2%).

Kata kunci: balita, health seeking behaviour, orang tua

ABSTRACT

The Covid-19 impact on public health services is evidenced by a decrease in pediatric patient visits related to health seeking behavior’s parents then they will choose treatment seeking behavior such as self-medicating at home, going to traditional medicine, not treating, or going to health services. The purpose is to identify the description of the health seeking behavior of parents who have sick toddlers during the pandemic. This research design is a quantitative research with a simple descriptive research design. Data were collected using a demographic questionnaire and a questionnaire about health seeking behavior given to 53 respondents who had sick toddlers during the pandemic in Kampung Baru Village, Senapelan District, Pekanbaru City. Data analysis used univariate analysis with descriptive test presented in the frequency distribution table. The most health seeking behavior for toddlers who were sick during the pandemic was with treatment to health services as many as 21 (39,6%), most of the symptoms felt were fever 22 (41,5%), duration of illness felt ie 1-4 days, 46 (86,8%) and most of them are parents who want proper and safe treatment for toddlers 16 (30,2%).

Keywords: health seeking behaviour, parents, toddlers

PENDAHULUAN

Virus corona muncul sejak tahun 2019, dimana penyebabnya yaitu virus yang dinamai SARS-CoV-2 (Yuliana, 2020). Virus tersebut dapat ditularkan saat berbicara, batuk, atau bersin. Droplet atau cairan yang masuk ke dalam tubuh melalui mata, hidung, atau mulut yang tidak tertutupi. Penyebaran infeksi corona sangat cepat dan mengakibatkan peningkatan jumlah penderita dengan cepat. Jumlah kasus hingga bulan Januari 2021 di seluruh dunia mencapai 90 juta kasus termasuk 1.945.610 kasus kematian akibat virus ini. Di Indonesia mengalami kenaikan kasus sekitar 12,1% di level nasional tiap pekannya dari awal wabah sampai pada bulan Desember 2020. Persentase kasus positif Covid-19 di Riau terjadi kenaikan 12,0% pada pekan akhir Desember 2020 dan sekitar 50,93% kasus terbanyak di Riau yaitu Kota Pekanbaru berjumlah 12.084 kasus. Kota Pekanbaru termasuk di dalam wilayah dengan risiko sedang bersama dengan 7 kabupaten kota lainnya (Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2020).

Dampak dari penyebaran virus ini dapat ke berbagai bidang, mulai dari ekonomi, pariwisata, transportasi, politik hingga pelayanan publik termasuk kesehatan. Dampak yang paling terlihat yaitu kesehatan. Gejala paling umum dari virus ini, yaitu demam, batuk, dan badan terasa lemas. Selain itu, keluhan seperti sulit bernafas, sakit tenggorokan, diare, flu, kurangnya nafsu makan, hingga indra penciuman dan pengecap berkurang juga dapat terlihat pada beberapa pasien Covid-19 (Kemenkes RI, 2020). Pemerintah mengumumkan pada masyarakat PP Nomor 21 tahun 2020 yang menjelaskan pembatasan sosial berskala besar pada berbagai aktivitas guna percepatan penanganan Covid-19 sebagai cara guna memutuskan mata rantai penyebaran virus ini. Upaya tersebut berdampak pada beberapa hal yang sebelumnya tidak pernah terjadi, bisa terjadi di pandemi ini. Misalnya penutupan sekolah, penutupan bandara, penutupan toko, pemberlakuan work from home, bahkan pelayanan kesehatan

masyarakat (Peraturan Pemerintah Indonesia, 2020).

Dampak dari pandemi ini pada pelayanan kesehatan dibuktikan dengan terjadinya penurunan kunjungan masyarakat ke pelayanan kesehatan khususnya pada kunjungan ibu dengan pasien anak. Sebuah studi kasus yang dilakukan pada lima wilayah di Indonesia, yaitu Kabupaten Bekasi, Kota Jakarta Timur, Kabupaten Maros, Kota Kupang, dan Kabupaten Badung selama Mei–Juni 2020, membuktikan bahwa terjadi penurunan mencapai 51,34% dan akan terlihat penurunan lebih tajam di puskesmas-puskesmas dengan angka kasus Covid-19 yang tinggi (Yumna et al., 2020). Penurunan kunjungan ke pelayanan kesehatan di Kota Pekanbaru terjadi drastis di Puskesmas Rumbai dengan data penurunan kunjungan ibu pada tahun 2019 sekitar 1.265 kunjungan per bulannya menjadi 230 kunjungan per bulannya pada tahun 2020. Hal ini membuktikan bahwa kondisi saat pandemi berdampak pada kunjungan ibu dengan pasien anak di puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya (Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2020).

Penurunan kunjungan individu ke pelayanan kesehatan sangat berkaitan pada perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour) masyarakat di sekitarnya. Health seeking behaviour atau dalam Bahasa Indonesia yaiu perilaku pencarian pengobatan adalah sebuah upaya atau tindakan individu untuk memperbaiki kesehatannya. Setiap individu pasti berbeda dalam penanganan kesehatannya sendiri. Individu ada yang memilih pergi ke pelayanan kesehatan saat mengalami gangguan kesehatan, mengobati sendiri atau bahkan tidak melakukan pengobatan sekalipun (Widayati, 2012).

Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour) ini berlaku pada siapa saja termasuk orang tua dan anak yang mengalami sakit. Hal ini dikarenakan orang tua sebagai caregiver anak yang memutuskan tindakan atau perilaku yang

tepat untuk kesehatan anaknya. Orang tua sangat penting perannya dalam merawat anak dan ingin anaknya memiliki pertumbuhan dan perkembangan optimal sesuai dengan usianya (Safitri dan Harun, 2021). Penelitian yang dilakukan Krisnanto dkk (2017) menjelaskan bahwa perilaku anak dibawah 5 tahun sangat dipengaruhi oleh perilaku orang tua. Ketika seorang anak sakit, keluarga khususnya orang tua yang berkewajiban dalam merawat anak dan akan memutuskan tindakan pencarian pengobatan yang tepat bagi anak.

Minhas et al (2018) melakukan penelitian di India membahas tentang perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour) ibu pada anak dibawah 5 tahun dengan diare di India, menjelaskan bahwa sekitar 47% ibu membawa ke pelayanan kesehatan, 24% melakukan pengobatan sendiri di rumah, dan 16% tidak melakukan apa-apa. Krisnanto dkk (2017) melakukan penelitian di Indonesia dengan kesimpulan bahwa tindakan orang tua pertama kali saat badan anak panas akan menggunakan obat tradisional, tetapi orang tua akan segera membawa anak berobat ke pelayanan kesehatan terdekat apabila panas badan anak tidak turun.

Setiap tindakan atau usaha dalam pencarian pengobatan memiliki dampak positif dan negatif tersendiri. Orang tua yang tidak melakukan pengobatan saat anaknya sakit tentunya memiliki dampak negatif yang besar salah satunya adalah gejala sakit yang diderita bertambah parah. Orang tua yang memilih melakukan pengobatan sendiri di rumah memiliki dampak positif seperti lebih efektif, efisien, dan murah sedangkan dampak negatif seperti obat yang dipilih tidak tepat, boros dalam biaya dan waktu bila ada kesalahan, resiko timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan (Mulyani dan Gunawan, 2010).

Pandemi telah mengubah segala aktivitas masyarakat termasuk pelayanan kesehatan untuk balita. Panduan Pelayanan Kesehatan Balita Pada Masa Tanggap Darurat Covid-19 (2020) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang harus ditaati oleh orang tua terhadap kesehatan balita

selama pandemi. Selama masa tanggap darurat Covid-19, orang tua dianjurkan menunda membawa anak mengunjungi pelayanan kesehatan. Jika balita mengalami gejala seperti batuk/pilek dan sakit tenggorokan maka beri anak banyak minum air putih dan apabila anak memiliki tanda bahaya seperti sesak nafas/biru pada bibir, nyeri perut hebat, diare atau muntah yang disertai badan lemas, kejang atau penurunan kesadaran, perdarahan terus-menerus, kecelakaan, keracunan atau digigit hewan berbisa, maka dianjurkan membawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat. (Kemenkes RI, 2020).

Salah satu indikasi pemanfaatan pelayanan kesehatan dilihat dari keaktifan orang tua membawa anak ke pelayanan kesehatan. Tujuan dari pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu untuk meningkatkan kesehatan orang tua dan anak balita. Namun sesuai realitanya tidak semudah dan sesederhana seperti yang diperhitungkan sebelumnya. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang dapat mempengaruhinya (Aswadi dkk, 2018). Faktor utama penyebab menurunnya pemanfaatan layanan kesehatan saat pandemi adalah ketakutan orang tua terhadap anaknya akan terinfeksi Covid-19 pada saat menerima layanan kesehatan di fasilitas kesehatan. Dalam penelitian yang dilakukan di Ethiopia, ketakutan akan terinfeksi Covid-19 dengan layanan kesehatan di fasilitas kesehatan disebabkan karena ketakutan penularan dari tenaga kesehatan yang memungkinkan terinfeksi Covid-19, meningkatkan waktu tunggu, dan suasana yang ramai mengakibatkan kekhawatiran terpaparnya virus Covid-19 (Wale et al., 2020). Pandemi Covid-19 ini menyebabkan orang tua memiliki kekhawatiran besar dalam menjaga kesehatan anaknya, orang tua akan memaksimalkan perilaku bersih dan sehat di rumah agar terhindar dari penyakit. Apabila anak mulai mengalami gejala sakit, orang tua akan melakukan pengobatan sendiri di rumah kepada anak guna mengurangi gejala tersebut (Kurniati dkk, 2020).

METODE PENELITIAN

Peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif sederhana untuk mendeskripsikan tentang gambaran health seeking behaviour orang tua yang memiliki balita sakit selama pandemi. Penelitian dilakukan di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru. Peneliti memilih lokasi ini dengan alasan kondisi yang sesuai dengan pandemi saat ini yang semakin tinggi di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru.

Populasi penelitian ini adalah seluruh orang tua yang memiliki anak balita yang berkunjung ke Posyandu Balita Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 53 orang. Peneliti

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut.

mengambil sampel dengan menggunakan non probability sampling (accidental sampling).

Penelitian ini telah mendapat izin dan surat keterangan ethical clearence dari Komite Etik Penelitian Keperawatan dan Kesehatan (KEPK) Fakultas Keperawatan Universitas Riau dengan nomor surat 1672/UN19.5.1.1.10/EP/2021.

Penelitian ini menggunakan instrumen yaitu kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang berbentuk formulir. Sebanyak 40 responden awal menggunakan lembar kuesioner langsung dan 13 responden tambahan menggunakan google form. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dengan uji deskriptif.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Karakteristik Responden

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Umur :

a.  26-35 tahun (dewasa awal)

33

62,3

b.  36-45 tahun (dewasa akhir)

15

28,3

c.  46-55 tahun (lansia awal)

5

9,4

Jenis Kelamin Orang Tua:

a.   Laki-laki

22

41,5

b. Perempuan

31

58,5

Jenis Pekerjaan :

a.  IRT

20

37,7

b.  Wirausaha

17

32,1

c.  PNS

8

15,1

d. Wiraswasta

6

11,3

e.   Lain-lain

2

3,8

Pendidikan :

a.  Tidak sekolah

1

1,9

b.  SD

8

15,1

c.  SMP

9

17,0

d.  SMA

17

32,1

e.  Perguruan tinggi

18

34,0

Penghasilan :

a.  < Rp 1.000.000

19

35,8

b.  Rp 1.000.000-Rp 3.000.000

22

41,5

c.  Rp 3.000.000-Rp 5.000.000

5

9,4

d.  > Rp 5.000.000

7

13,2

Umur Anak :

a.   12-30 bulan

26

47,2

b.  31-45 bulan

15

28,3

c.  46-59 bulan

13

24,5

Jenis Kelamin Anak :

a.   Laki-laki

22

41,5

b. Perempuan

31

58,5

Total

53

100


Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan usia mayoritas pada rentang usia dewasa awal sebanyak 33 responden (62,3%). Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin mayoritas berjenis kelamin perempuan sebanyak 31 responden (58,5%). Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan mayoritas sebagai ibu rumah tangga berjumlah 20 orang (37,7%). Distribusi responden berdasarkan

pendidikan terakhir mayoritas pada tingkat perguruan tinggi sebanyak 18 responden (34%). Distribusi responden berdasarkan penghasilan mayoritas berpenghasilan <Rp 1.000.000 sebanyak 19 responden (35,8%). Distribusi kelompok umur anak responden terbanyak adalah 12-30 bulan sejumlah 26 anak (47,2%) dan jenis kelamin terbanyak yaitu perempuan sebanyak 31 anak (58,5%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Health Seeking Behaviour Responden

Perilaku  Pencarian  Pengobatan  (Health  Seeking

Behaviour)

Jumlah

Persentase (%)

Tindakan atau usaha yang dilakukan:

a.  Tidak melakukan pengobatan

0

0

b.  Melakukan pengobatan sendiri

13

24,5

c.  Dengan membeli obat herbal/tradisional

2

3,8

d.  Dengan membeli obat modern/dari apotik

10

18,9

e.  Pengobatan ke pelayanan kesehatan

21

39,6

f.   Pengobatan ke praktik dokter/bidan

7

13,2

Gejala yang dirasakan selama pandemi:

a.  Demam

22

41,5

b.  Batuk

8

15,1

c.   Flu

7

13,2

d. Diare

6

11,3

e.   Lain-lain

10

18,9

Lama sakit:

a.   1-4 hari

46

86,8

b.   5-7 hari

7

13,2

Alasan:

a.   Sakit bisa ditangani

15

28,3

b.  Ingin penanganan yang tepat dan aman

16

30,2

c.  Cemas dan takut sakit anak tambah parah

8

15,1

d. Kebiasaan sejak dahulu

5

9,4

e.   Lain-lain

9

17,0

Total

53

100

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan health seeking behaviour untuk balita yang sakit selama pandemi terbanyak yaitu dengan melakukan pengobatan ke pelayanan kesehatan berjumlah 21 responden (39,6%). Gejala sakit yang dirasakan selama pandemi terbanyak yaitu demam sejumlah 22 responden (41,5%). Lama gejala sakit yang dirasakan terbanyak yaitu sekitar 1-4 hari sejumlah 46 responden (86,8%). Alasan yang dipilih responden yang menyebabkan responden memilih tindakan tersebut yaitu ingin penanganan yang tepat dan aman sejumlah 16 responden (30,2%).

Hasil penelitian pada perilaku pencarian pengobatan dalam penelitian ini yang terbanyak yaitu orang tua melakukan

pengobatan ke pelayanan kesehatan. Panduan mengenai bagaimana pelayanan kesehatan balita selama pandemi dari pemerintah sudah tersebar dengan luas dan mudah diakses menjadi pedoman kuat bagi orang tua dalam menjaga kesehatan balita selama pandemi ini. Rata-rata gejala sakit balita yang dibawa ke pusat pelayanan kesehatan adalah yang mengalami sakit kronis atau sakit yang berlangsung selama 4-7 hari. Alasan orang tua memilih membawa balita ke pelayanan kesehatan adalah ingin balita mendapatkan penanganan yang tepat dan aman dan ingin mengetahui diagnosa yang jelas dari sakit balita. Walaupun begitu, orang tua menjelaskan tidak melupakan protokol kesehatan saat datang membawa balita ke

pusat pelayanan kesehatan, dan percaya bahwa tenaga kesehatan di dalamnya juga

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar perilaku pencarian pengobatan orang tua yang memiliki balita sakit selama pandemi, yaitu pengobatan ke pelayanan kesehatan sebanyak 16 responden (40%). Alasan responden memilih pengobatan ke pelayanan kesehatan di antaranya gejala yang dialami anak sudah berlangsung lebih dari 2 hari, lokasi pusat pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau, dan ingin anak mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat. Selain itu didapatkan hasil penelitian bahwa saat anak mengalami gejala seperti demam, flu, batuk ringan, orang tua tidak harus memeriksakan anaknya ke pelayanan kesehatan karena menghindari anak dari paparan virus di luar rumah saat pandemi seperti ini. Orang tua terlebih dahulu melakukan pengobatan sendiri di rumah dengan cara merawat anaknya seperti istirahat di rumah, kompres hangat, dan anjuran untuk banyak minum. Apabila gejala tersebut tidak berkurang lebih dari 2 hari, maka orang tua akan segera membawa anak ke puskesmas terdekat dengan tidak melupakan protokol kesehatan yang dianjurkan.

Hasil di atas sejalan dengan penelitian Krisnanto dkk (2017) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa sekitar 37,5% anak yang dibawa ke pelayanan kesehatan oleh orang tuanya mengalami gejala yang berlangsung lama. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa orang tua menyatakan bahwa apabila anaknya demam maka ada yang membawa langsung ke pelayanan kesehatan dan ada yang menunggu 2 sampai 3 hari. Ada juga dari beberapa orang tua yang menyatakan bahwa jika ada anak yang mengalami demam dibelikan obat di warung atau memberikan daun sirep (Krisnanto dkk, 2017).

Ihsan & Nugroho (2018) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat mempengerahui perilaku pencarian pengobatan ibu, yaitu faktor predisposing

memperkuat pencegahan tertular virus Covid-19.

(pengetahuan dan sikap), faktor enabling (ketersediaan fasilitas kesehatan), dan faktor reinforcing (dukungan sosial). Hal ini sejalan dengan teori Oberoi et al (2016) yang menjelaskan beberapa faktor dari perilaku pencarian pengobatan. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa ketersediaan fasilitas kesehatan sangat berpengaruh bagi seseorang dalam perilaku pencarian pengobatan. Ketersediaan fasilitas kesehatan yang baik tergantung pada persentase fasilitas kesehatan terbanyak yang ada di sekitar tempat tinggal, jarak dari rumah ke pelayanan kesehatan, waktu tempuh ke pelayanan kesehatan, dan asuransi kesehatan yang dimiliki.

Hasil penelitian yang dilakukan pada responden di Kelurahan Kampung Baru menggambarkan bahwa orang tua yang memiliki balita sakit tetap menjalankan tanggung jawabnya sebagaimana menjadi orang tua yang baik dalam mengasuh anak. Responden berpendapat bahwa walaupun ada kecemasan beraktivitas selama pandemi ini, mereka akan mencari cara agar merawat anaknya sebagaimana biasanya. Perbedaan yang tampak saat merawat anak yang sakit sebelum dan selama pandemi ialah dimana mereka melipatgandakan cara menjaga kesehatan anak dari yang biasanya. Orang tua akan lebih peka saat anaknya sakit di masa pandemi ini dan akan segera melakukan pengobatan baik pengobatan di rumah maupun harus membeli obat modern dari warung/apotik dengan tujuan agar sakit anak tidak menjadi lebih parah atau berlangsung lama.

Widayati (2012) menjelaskan bahwa perilaku pencarian pengobatan terbagi menjadi tidak melakukan pengobatan, melakukan pengobatan sendiri, pengobatan dengan obat herbal/tradisional, pengobatan dengan obat modern/dari apotik, pengobatan ke pusat pelayanan kesehatan, dan pengobatan ke praktik dokter/bidan. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan pada orang tua yang memiliki balita sakit di

Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru tidak didapatkan responden yang memilih tidak melakukan pengobatan dan pengobatan dengan obat herbal/tradisional, tidak didapatkan alasan

SIMPULAN

Hasil uji statistik penelitian gambaran health seeking behaviour orang tua yang memiliki balita sakit selama pandemi didapatkan bahwa mayoritas responden

DAFTAR PUSTAKA

Aswadi, A. Syahrir, S. & Adha, A, S. (2018).

Perilaku Ibu Terhadap Pemanfaatan Posyandu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tarakan Kecamatan Wajo Kota Makassar. Al-Sihah: The Publis Health Science Journal. 10(1). Diperoleh tanggal 10 Agustus 2021 dari http://journal.uin-alauddin.ac.id

Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. (2020). Riau tanggap COVID-19. Diperoleh tanggal 20 Januari 2020 dari https://corona.riau.go.id/

Ihsan, S., & Nugroho, A. (2018). Hubungan faktor predisposing, enabling dan reinforcing terhadap perilaku pencarian pengobatan gigi dan mulut pada ibu anak early childhood caries (ECC). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Sumatera Utara: Medan

Kemenkes RI. (2020). Panduan kesehatan balita pada masa pandemi COVID-19. Diperoleh tanggal    20    Maret    2021     dari

https://covid19.kemkes.go.id/

Krisnanto, P. D., Julia, M., & Lusmilasari, L. (2017). Faktor yang mempengaruhi pencarian pengobatan anak balita demam. Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 3(2), 10– 16. Diperoleh tanggal 20 Desember 2020 dari http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/J KRY/indeks

Kurniati, e., Alfaeni, D, K, N., & Andriani, f. (2020). Analisis Peran Orang Tua dalam Mendampingi Anak di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. 5(1). 241-256

Minhas, A., Chander, V., Sharma, S., & Bansal, P. (2018). Health care seeking behavior of parents of under five in District Kanga. International Journal Of Community Medicine And Public Health, 5(2), 561.

Diperoleh tanggal 20 Desember 2020 dari https://doi.org/10.18203/2394-6040.ijcmph20180229

Mulyani, S. & Gunawan, D. (2010). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi), Jilid 1. Penerbit: Penebar

khusus mengenai hal itu akan tetapi orang tua pasti langsung melakukan tindakan untuk mengobati anaknya, setidaknya dalam bentuk mengobati sendiri dirumah.

memilih melakukan pengobatan ke pusat pelayanan kesehatan berjumlah 21 responden (39,6%).

Swadaya, Jakarta

Oberoi, S., Chaudhary, N., Patnaik, S., & Singh, A. (2016). Understanding health seeking behavior. Journal of family medicine and primary care, 5(2), 463. Diperoleh tanggal 20 Desember           2020           dari

https://doi.org/10.4103/2249-4863.192376

Peraturan Pemerintah Indonesia. (2020). Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Diperoleh tanggal 10 Januari 2021 dari https://peraturan.bpk.go.id/

Safitri, H. I., & Harun. (2021). Membiasakan Pola Hidup Sehat dan Bersih pada Anak Usia Dini Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 385–394

Wale, T. A., Kassie, G. A., Girma, M. D. (2020). Immunization Status and Challenges During COVID-19 and Associated Factors Among Children Aged 10–23 Months in South Region, Ethiopia. Pediatr Heal Med Ther. 2021;Volume 12:101–9

Widayati, A. (2012). Health seeking behavior di kalangan masyarakat urban di Kota Yogyakarta. Jurnal Farmasi Sains Dan Komunitas, 9(2), 59–65

Yuliana, Y. (2020). Corona virus diseases (Covid-19): Sebuah tinjauan literatur. Wellness And Healthy Magazine, 2(1), 187–192. Diperoleh tanggal 15 Desember 2020 dari https://doi.org/10.30604/well.95212020

Yumna, A., Toyamah, N., Saputri, N. S., Anbarani, M. D. (2020). Dampak pandemi Covid-19 pada layanan gizi dan kesehatan ibu dan anak (KIA). The SMERU Research Institute, 5, 1– 8. Diperoleh tanggal 15 Desember 2020 dari https://smeru.or.id/id

Volume 10, Nomor 4, Agustus 2022

355