Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KOPING PADA PASIEN HEMODIALISA

Melania Wahyuningsih*1, Lisweni Aris Astuti1

1Program Studi Keperawatan, Program Sarjana Fakultas Ilmu Kesehatan UNRIYO *korespondensi penulis, email: [email protected]

ABSTRAK

Pasien dengan Penyakit Ginjal Kronik (PGK) membutuhkan terapi pengganti ginjal, salah satunya adalah hemodialisa. Terapi hemodialisa membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar sehingga dapat mempengaruhi kejiwaan, kualitas hidup, dan koping pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup dan koping pasien hemodialisa di RSUD Prambanan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode cross sectional. Jumlah sampel adalah 42 pasien hemodialisa di RSUD Prambanan, dengan menggunakan teknik total sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner. Data dianalisis menggunakan distribusi frekuensi persentase. Hasil penelitian mengenai karakteristik responden, didapatkan hasil: sebagian besar responden adalah laki-laki (52,4%), usia lansia akhir (31%), tingkat pendidikan menengah (50%), status bekerja (59,5%), dan telah menjalani hemodialisa selama lebih dari 6 bulan (92,9%). Kualitas hidup responden baik (52,4%) dan koping responden adaptif (97,6%). Kualitas hidup baik dan koping adaptif pada pasien hemodialisa di RSUD Prambanan.

Kata kunci: hemodialisa, koping, kualitas hidup, PGK

ABSTRACT

Patients with Chronic Kidney Disease (CKD) require renal replacement therapy, one of which is hemodialysis. Hemodialysis therapy takes a long time and costs a lot of money, so that it can affect the patients’ psyche, quality of life and coping of the patients. This study was aimed to discover the quality of life and coping of hemodialysis patients at the Regional Public Hospital (RSUD) of Prambanan. This study was a descriptive with cross sectional method. The respondents were 42 hemodialysis patients at RSUD Prambanan. The data were taken using questionnaire. The data were analyzed using percentage frequency distribution. The result of the study on characteristics of respondents were male (52,4%), late elderly age (31%), secondary education level (50%), had occupations (59,5%), and undergone hemodialysis for more than 6 months (92,9%). The quality of life of most of the respondents (52,4%) was good, and almost all of them (97,6%) showed good coping mechanism (adaptive). The quality of life was good and coping mechanism showed adaptive of hemodialysis patients at the Regional Public Hospital (RSUD) of Prambanan.

Keywords: CKD, coping, hemodialysis, quality of life

PENDAHULUAN

Penyakit gagal ginjal kronik adalah keadaan patologis yang ditandai dengan kelainan struktural maupun fungsional. Kerusakan ginjal disertai penurunan fungsi ginjal dan Glomerular Filtrate Rate (GFR) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 yang berlangsung lebih dari tiga bulan (KDIGO, 2012).

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di RSUD Prambanan tanggal 30 Januari 2021, diperoleh data bahwa di RSUD Prambanan, jumlah pasien yang menjalani hemodialisa (HD) sebanyak 42 pasien. Dari hasil wawancara dengan 10 pasien, didapatkan data untuk usia pasien yang menjalani HD rutin di RSUD Prambanan pada usia dewasa awal sebanyak 20%, dewasa akhir sebanyak 30%, lansia awal sebanyak 30% dan lansia akhir sebanyak 20%. Untuk data jenis kelamin, laki-laki sebanyak 60% dan wanita sebanyak 40%. Data pendidikan, 10% pendidikan SLTP, 50% pendidikan SLTA dan 40% perguruan tinggi. Data pekerjaan PNS sebanyak 20%, pensiunan sebanyak 20%, pedagang 20%, IRT 20%, dan petani 20%.

Hasil survei awal pada 10 pasien di unit hemodialisa, kualitas hidup pada pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Prambanan, 4 pasien mengatakan bisa beraktivitas seperti memindahkan meja, mengepel lantai, mengangkat

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode cross sectional. Variabel pada penelitian ini, yaitu kualitas hidup dan koping pada pasien hemodialisa.

Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisa RSUD Prambanan. Teknik sampling menggunakan total sampling. Jumlah sampel adalah 42 pasien. Data

kantong belanja, atau berjalan kaki dan menaiki beberapa anak tangga, 3 pasien mengatakan kulit kadang terasa gatal, kering, nafsu makan berkurang, dan mual, dan 3 pasien lainnya mengatakan khawatir tentang kondisinya. Koping yang digunakan oleh 10 pasien tersebut, semuanya mengatakan menerima keadaan apa adanya, menerima hemodialisa sebagai suatu keadaan yang harus dihadapi, mendapat dukungan dari keluarga, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Kualitas hidup merupakan keadaan yang membuat seseorang mendapatkan kepuasan atau kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental (Saragih, 2010).

Mekanisme koping itu sendiri diartikan sebagai cara yang dapat dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang sedang dihadapinya (Stuart, 2012). Tindakan hemodialisa dapat mempengaruhi keadaan sosial ekonomi keluarga yang mempengaruhi kualitas hidup dan mekanisme koping pasien, sehingga terbentuklah penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup dan mekanisme koping pasien hemodialisa di RSUD Prambanan.

dikumpulkan menggunakan kuesioner KDQOL saat pasien menjalani hemodialisa dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

HASIL PENELITIAN

Pengumpulan data dilakukan pada 42 responden. Hasil penelitian ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 1. Gambaran Karakteristik Pasien Hemodialisa di RSUD Prambanan

Variabel

Frekuensi (F)                 Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki - laki Perempuan

22                             52,4

20                           47,6

Usia

Dewasa awal (26-35 tahun)

Dewasa akhir (36-45 tahun)

Lansia awal (46-55 tahun)

Lansia akhir (56-65 tahun)

Lansia risiko tinggi (>65 tahun)

4                                9,5

6                                14,3

11                               26,2

13                                31

8                                 19

Pendidikan

Pendidikan Dasar

Pendidikan Menengah

Pendidikan Tinggi

15                             35,7

21                             50

6                                14,3

Pekerjaan

Bekerja

Tidak bekerja

25                             59,5

17                             40,5

Lama Hemodialisa

≤ 6 bulan

> 6 bulan

3                                  7,1

39                             92,9

Total

42                            100

Berdasarkan tabel 1 diketahui, dari 42 responden didapatkan hasil jenis kelamin responden pada penelitian ini sebagian besar adalah laki-laki yaitu 22 orang (52,4%), usia paling banyak pada usia lansia akhir yaitu 13 orang (31%). Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini sebagian besar adalah

menengah (lulus SMU, SMK) yaitu 21 orang (50%). Pekerjaan responden pada penelitian ini sebagian besar adalah bekerja yaitu 25 orang (59,5%). Lama menjalani HD responden pada penelitian ini sebagian besar adalah lebih dari 6 bulan yaitu 39 orang (92,9%).

Tabel 2. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa di RSUD Prambanan

Kualitas Hidup

Frekuensi (F)               Persentase (%)

Baik

Sangat Baik

22                           52,4

20                           47,6

Total

42                          100

Berdasarkan tabel 2 diketahui, dari 42 responden didapatkan hasil kualitas hidup

responden pada penelitian ini sebagian besar adalah baik yaitu 22 orang (52,4%).

Tabel 3. Gambaran Koping Pasien Hemodialisa di RSUD Prambanan

Koping

Frekuensi (F)               Persentase (%)

Maladaptif Adaptif

1                                  2,4

41                           97,6

Total

42                          100

Berdasarkan tabel 3 diketahui, dari 42 responden didapatkan hasil koping responden pada penelitian ini sebagian

besar adalah adaptif yaitu 41 orang (97,6%).

PEMBAHASAN

Sebagian besar responden dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki (52,4%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Siagian & Damayanty (2015), menunjukkan distribusi

responden berdasarkan jenis kelamin dengan pasien terbanyak laki-laki sebanyak 122 orang (57,5%).

Anatomi saluran kemih laki-laki lebih panjang daripada wanita, sehingga

memungkinkan terjadinya pengendapan zat-zat yang terkandung di dalam urin lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Melalui proses yang lama, pengendapan ini dapat membentuk batu, baik pada saluran kemih maupun pada ginjal. Apabila penanganan tidak dilakukan dengan cepat dan tepat, maka dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal. Gangguan fungsi ginjal yang berlangsung secara progresif dalam waktu lama dapat mengakibatkan gagal ginjal tahap akhir yang membutuhkan terapi hemodialisa supaya pasien hemodialisa dapat beraktivitas sehari-hari dengan optimal (Sheila, 2016).

Usia paling banyak dalam penelitian ini adalah lansia akhir. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa paling banyak responden yang menjalani hemodialisa rata-rata berusia 45-60 tahun (Mayuda dkk, 2017). Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis, salah satunya adalah penambahan usia. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya penurunan fungsi ginjal seiring bertambahnya usia, beberapa orang mengalami penurunan creatinin clearance rata-rata sebesar 0,75 mL/menit tiap tahunnya, namun beberapa orang lainnya tidak mengalami penurunan sama sekali (Prakash & Hare, 2009).

Sebagian besar responden berpendidikan menengah (lulus SMU, SMK), hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Ghadam et al (2016) yang menyatakan bahwa jumlah responden dengan pendidikan terakhir SMU lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden dengan pendidikan terakhir SD, SMP, ataupun kuliah. Menurut Chayati & Destyanto (2021), pendidikan juga mempengaruhi perilaku seseorang dalam mencari perawatan dan pengobatan penyakit yang dideritanya, serta memutuskan tindakan yang akan dan harus dijalani untuk mengatasi permasalahan kesehatannya.

Berdasarkan data yang didapatkan, sebagian besar responden pada penelitian ini adalah bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Arifa dkk (2017) yang

menjelaskan bahwa penyakit ginjal kronik (PGK) lebih banyak terjadi pada responden dengan status bekerja (66,1%). Beberapa pekerjaan berisiko menyebabkan gagal ginjal seperti pada pekerja kantoran yang duduk dalam waktu yang lama dan kurang minum, hal ini dapat menyebabkan terhimpitnya saluran ureter pada ginjal. lntensitas aktivitas sehari-hari orang yang bekerja di area yang panas dan pekerja berat yang banyak mengeluarkan keringat apabila tidak diimbangi asupan cairan cukup lebih mudah terserang dehidrasi. Akibat dari dehidrasi, urin menjadi lebih pekat dan volume urin berkurang sehingga memicu terjadinya PGK yang memerlukan tindakan hemodialisa (Arifa dkk, 2017).

Data menyebutkan sebagian besar responden menjalani hemodialisa lebih dari 6 bulan (92,9%). Penelitian Saputri (2016) juga menemukan hal serupa, dimana jumlah responden terbanyak adalah responden yang sudah menjalani hemodialisa lebih dari 6 bulan. Semakin lama pasien menjalani HD, maka pasien tersebut semakin patuh dan teratur melaksanakan HD karena pasien sudah dapat menerima kondisi penyakitnya dan sudah memperoleh edukasi dari perawat dan dokter tentang manfaat HD secara teratur serta dukungan keluarga (Wahyuni dkk, 2018).

Berdasarkan tabel 2 diketahui dari 42 responden, 22 orang memiliki kualitas hidup baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chayati & Destyanto (2021) yang menjelaskan bahwa dari 120 pasien HD sebagian besar memiliki kualitas hidup baik dengan rata-rata skor KDQOL 66,0548 yang berarti semakin baiknya kualitas hidup pasien. Kualitas hidup yang baik bisa dipengaruhi oleh faktor kepatuhan terhadap pengobatan, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, serta lamanya menjalani terapi hemodialisa.

Menurut Hatthakit (2012), kualitas hidup menjadi ukuran yang sangat penting setelah pasien menjalani terapi hemodialisa atau transplantasi ginjal. Kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa akan turun karena pasien mengalami masalah kesehatan karena penyakit ginjal kronik dan

terapi yang harus dijalani seumur hidup, yang mengakibatkan kualitas hidup pasien hemodialisa lebih menurun (Günalay et al., 2018). Pada penelitian ini sebagian besar responden memiliki kualitas hidup baik karena pasien sudah lebih dari 6 bulan mengalami hemodialisa sehingga semakin patuh dan teratur melaksanakan hemodialisa. Pasien dapat menerima kondisi penyakitnya, dan mendapat edukasi dari perawat dan dokter tentang manfaat hemodialisa secara teratur. Dukungan dari keluarga akan membantu pasien hemodialisa meningkatkan kualitas hidupnya. Pasien mampu melakukan aktivitas fisik sehari-hari, seperti mencangkul di sawah dan bekerja. Salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas hidup dengan meningkatkan aktivitas fisik pasien hemodialisa (Jaar et al., 2013). Aktivitas fisik pasien hemodialisa yang mampu dilaksanakan optimal dapat menurunkan dysphoric mood (Mitema & Jaar, 2016).

Berdasarkan tabel 3 diketahui, dari 42 responden, 41 orang memiliki koping adaptif. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar dari penderita gagal ginjal kronik yang melakukan hemodialisa bekerja sehingga secara finansial mendapat support dari gaji yang diterima setiap bulan, dan kemungkinan ada jaminan kesehatan dari tempat pekerjaannya. Penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusyati & Nofiyanto (2018) dimana 8l,8% responden memiliki mekanisme koping adaptif. Dengan memiliki mekanisme koping adaptif memiliki upaya untuk mengatasi stres yang terjadi dalam aktivitas dan kegiatannya setiap hari. Mekanisme koping adaptif bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri dalam menghadapi masalah (Stuart, 2012). Mekanisme koping dipengaruhi oleh usia, pendidikan, kepribadian, dukungan sosial, kondisi keuangan, dan tingkat kegawatan dari penyakit yang dialami (Fitriani, 2008).

Pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi mekanisme koping

berdasarkan karakteristik demografi responden, yaitu usia dan pendidikan. Semakin dewasa usia seseorang akan semakin mampu untuk mengelola mekanisme kopingnya, sehingga akan semakin mampu dalam mengatasi masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari -hari (Mutoharoh, 2012). Dari faktor usia sebagian besar responden memiliki mekanisme koping adaptif, hanya ada satu responden yang memiliki mekanisme koping maladaptif berada pada rentang usia lansia awal (45 - 54 tahun). Hal ini disebabkan pengalaman individu dalam menghadapi penyakit yang dideritanya berbeda-beda, sehingga memiliki dampak pada koping yang digunakan oleh pasien tersebut.

Pendidikan yang tinggi dapat membuat individu memiliki pengetahuan yang luas dan pemikiran yang lebih realistis dalam pemecahan masalah, yaitu salah satunya tentang kesehatan sehingga dapat menerapkan gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit (Notoatmodjo, 2010). Dari faktor pendidikan sebagian besar responden memiliki koping adaptif, tapi ada satu responden dengan pendidikan dasar (lulus SD, SLTP) yang memiliki koping maladaptif, karena perbedaan kemampuan individu dalam menilai masalah yang dihadapi, sehingga berdampak pada bagaimana mengatasi masalah yang dihadapi dan mekanisme koping yang digunakan. Hal ini didukung oleh penelitian Kusyati & Nofiyanto (2018) bahwa responden yang menggunakan mekanisme koping adaptif lebih banyak terdapat pada responden dengan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

SIMPULAN

Karakteristik responden sebagian besar laki-laki, tingkat pendidikan menengah, bekerja, lama hemodialisa lebih dari 6 bulan. Kualitas hidup pasien hemodialisa di RSUD Prambanan termasuk kategori baik. Koping pasien hemodialisa di RSUD Prambanan adaptif.

DAFTAR PUSTAKA

Arifa, S., Azam, M., & Handayani, O. (2017). Faktor yang berhubungan dengan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik pada Penderita Hipertensi di Indonesia. JURNAL MKMI, Vol. 13 (4)

Chayati, N., & Destyanto, A. A. (2021). Mekanisme Koping dengan Kualitas Hidup: Studi Korelasi Pada Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Journal of Innovation Research and Knowledge, 1(2), 115-124

Fitriani, E. (2008). Hubungan tingkat pengetahuan tentang menopause dengan mekanisme koping pada wanita menpause di dusun Taskombang wilayah kerja puskesmas Bantul. [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Ghadam, M. S., Poorgholami, F., Jahromi, Z. B., Parandavar, N., Kalani, N., & Rahmanian, E. (2016). Effect of Self-Care Education by Face-to-Face Method on the Quality of Life in Hemodialysis Patients.  Global Journal of

Health Science, 8(6), 121-127. ISSN: 19169736

Günalay, S., Öztürk, Y. K., Akar, H., & Mergen, H. (2018). The relationship between malnutrition and quality of life in haemodialysis and peritoneal dialysis patients. Revista da Associação Médica Brasileira, 64, 845-852

Hatthakit, U. (2012). Lived experiences of patients on hemodialysis: a meta-synthesis. Nephrology Nursing Journal, 39(4)

Jaar, Bernard G., Chang, Alex., & Plantinga, Laura. (2013). Can We Improve Quality of Life of Patients on Dialysis? Clinical Journal of the American Society of Nephrology, 8, 1-4. doi: 10.2215/CJN.11861112

Kusyati, D., & Nofiyanto, M. (2018). Hubungan antara mekanisme koping dengan tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Wates. Skripsi

KDIGO. (2012). Clinical Practice Guideline for The Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. Kidney Int Supp. 3(1): 1–150

Mayuda, A., Chasani, S., & Saktini, F. (2017). Hubungan Antara Lama Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik (Studi di RSUP dr. Kariadi Semarang). Jurnal Kedokteran Diponegoro, 6(2), 167-176

Mitema, D., & Jaar, B. (2016). How Can We Improve the Quality of Life of Dialysis Patient? Seminars in Dialysis, 29(2), 93-102. doi: 10.1111/sdi.12467

Mutoharoh. (2012). Faktor-faktor berhubungan dengan mekanisme koping klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP  Fatmawati.  [Skripsi]  Jakarta: UIN

Jakarta

Notoatmodjo, S. (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Prakash, S. O., & Hare, A. (2009). Interaction of Aging and CKD. Semin Nephrol. 2009:497503

Saputri, R. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stress pada Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RS Bethesda Yogyakarta. Skripsi

Saragih, A. (2010) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa di RSUP DR. Sutomo Surabaya. http://adln.lib.unair.ac.id/go.php.?

Sheila, S. B. S. N. (2016). Education in Nursing and Importance of Master’s Nursing Education. Education

Siagian, K. N., & Damayanty, A. E. (2015). Artikel Penelitian Identifikasi Penyebab Penyakit Ginjal Kronik pada Usia Dibawah 45 Tahun di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Ginjal Rasyida Medan Tahun 2015. 1(3)

Stuart, G.W. (2012). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Wahyuni, P., Miro, S., & Kurniawan, E. (2018). Hubungan lama menjalani hemodialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik dengan diabetes melitus di RSUP Dr. M Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018;481–482

Volume 10, Nomor 4, Agustus 2022

397