Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

GAMBARAN PENDAPAT KELUARGA ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ) TENTANG PENYEBAB TERJADINYA GANGGUAN JIWA DAN PENGOBATANNYA PADA MASYARAKAT MELAYU

Megawati*1, Fathra Annis Nauli1, Oswati Hasanah1

1Jurusan Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Riau *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Gangguan jiwa dipengaruhi oleh dua faktor penyebab yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pendapat keluarga Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) tentang penyebab gangguan jiwa dan pengobatannya pada masyarakat Melayu di Kepulauan Meranti. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif pada 30 responden menggunakan teknik total sampling, dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Hasil analisis uji univariat mayoritas responden berusia 17-25 tahun (remaja akhir) (26,7%), mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (80%), mayoritas responden berpendidikan SMA (36,7%), mayoritas responden bekerja sebagai IRT (46,7%), faktor predisposisi genetik mayoritas responden tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (86,7%), mayoritas responden memiliki gangguan psikososial penolakan (28,9%), mayoritas responden memiliki riwayat pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan berupa kekerasan fisik (23,5%), berdasarkan jenis pengobatannya sebagian besar responden melakukan pengobatan informal (63,3%). Faktor predisposisi ODGJ disebabkan oleh biologis, psikologis dan sosial budaya, sedangkan pengobatan yang sering digunakan yaitu melakukan pengobatan informal (dukun dan ustad).

Kata kunci: ODGJ, pencarian pengobatan, pendapat keluarga, penyebab gangguan jiwa

ABSTRACT

Mental disorders are influenced by two factors, namely predisposing factors and precipitation factors. This study aims to determine the description of the family of People with Mental Disorders (ODGJ) about the causes of mental disorders and their treatment in the Malay community in the Meranti Islands. This study used a quantitative descriptive design on 30 respondents using a total sampling technique, and the instrument used in this study was a questionnaire. The results of the univariate analysis of the majority of respondents aged 17-25 years (26,7%), the majority of respondents were female (80%), the majority of respondents had high school education (36,7%), most worked as IRT (46,7%). The main genetic predisposition of respondents is that no family member has mental disorders (86,7%), the majority of respondents have psychosocial disorders (28,9%), the majority of respondents have an unpleasant past history of physical violence (23,5%). The type of treatment most of the respondents did informal treatment (63,3%). Predisposing factors for ODG are caused by biology, psychology and socio-culture, while the treatment that is often used is doing informal treatment (shaman and ustad).

Keywords: causes of mental disorders, family opinion, ODGJ, seeking treatment

PENDAHULUAN

Kesehatan jiwa saat ini masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia yang harus diperhatikan, pada tingkat global lebih dari 300 juta orang diperkirakan menderita depresi, serta dengan 4,4% dari populasi dunia, secara global gangguan kesehatan jiwa akan naik khususnya di negara-negara berpenghasilan rendah karena populasinya terus bertambah (WHO, 2017). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia, terdapat peningkatan proporsi gangguan jiwa yang cukup signifikan dibandingkan dari hasil Riskesdas tahun 2013 yang naik dari 1,7% menjadi 7%. Prevalensi gangguan kesehatan jiwa terbanyak terdapat di Bali (11%), Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Jawa Tengah. Sedangkan Riau prevalensi gangguan jiwa berada pada urutan 22 dari 34 provinsi yang berada di Indonesia (Riskesdas, 2018).

Provinsi Riau memiliki 12 kabupaten. Data jumlah ODGJ di masing-masing kabupaten, yaitu jumlah tertinggi di Pekanbaru sebanyak 1.715 orang sedangkan jumlah terendah di Kepulauan Meranti 278 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2019). Meranti dengan populasi suku Melayu terbanyak keempat. Suku Melayu memiliki keyakinan agama yang kuat sehingga orang yang mengalami gangguan jiwa dianggap memiliki keimanan yang lemah sehingga mudah dimasuki roh atau hal gaib, dalam pengobatannya orang Melayu hanya berobat kepada orang pintar dan ustad.

Peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa dipengaruhi oleh dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi terdiri dari aspek biologis, psikologis, dan sosial budaya. Sedangkan faktor presipitasi merupakan stressor atau stimulus yang dipengaruhi oleh jenis, asal, waktu, dan kuantitas (Stuart et al., 2016). Hasil penelitian PH & Suerni (2019) berdasarkan faktor predisposisi psikologis menunjukkan yang mengalami permasalahan keluarga (70%), yang mengalami perceraian (70%).

Kesimpulan dari penelitian tersebut menunjukkan adanya berbagai penyebab atau faktor dari gangguan jiwa, dimana faktor prediposisi yang merupakan faktor pemicu gangguan jiwa terbanyak disebabkan karena permasalahan dengan keluarga dan mengalami perceraian.

Faktor presipitasi gangguan jiwa pada pasien dengan gangguan psikologis sebanyak 27 (48%), gangguan sosial berjumlah 18 (32%), gangguan emosional berjumlah 9 (16 %) dan gangguan biologis berjumlah 2 (4%) (Indah & Pratiwi, 2016). Faktor presipitasi atau pencetus gangguan jiwa banyak disebabkan karena gangguan psikologis, namun setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda dalam merespon emosionalnya.

Kasus gangguan jiwa di Indonesia mengalami peningkatan proporsi yang cukup signifikan dibandingkan dari hasil Riskesdas tahun 2013 yang naik dari 1,7% menjadi 7%. Gangguan jiwa adalah masalah kesehatan jiwa yang terdiri dari banyak tanda dan gejala yang berbeda. Tingginya insiden gangguan jiwa dapat menyebabkan disabilitas, yang akan mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dan kehidupan masyarakat itu sendiri, keluarga dan masyarakatnya, sehingga harus segera dilakukan pengobatan, karena jika tidak segera diatasi maka akan semakin memperparah kondisi penderita.

Gangguan jiwa menurut American Psychiatric Association (APA), adalah sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang signifikan secara klinis yang terjadi pada individu dan sindrom yang berhubungan dengan suatu penyakit, seperti gejala nyeri, atau disabilitas, yaitu ketidakmampuan untuk satu atau lebih bagian, yang dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian, penyakit, kecacatan, dan hilangnya kebebasan secara signifikan (APA, 1994).

Gangguan jiwa juga merupakan manifestasi dari kelainan perilaku karena distorsi emosional, dalam bentuk kelainan dalam tingkah laku. Hal ini disebabkan oleh

penurunan semua fungsi mental (Nasir & Muhith, 2011). Menurut Pedoman Klasifikasi dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III), gangguan jiwa terdiri dari gejala atau perilaku yang diidentifikasi secara klinis disertai dengan kesusahan, dalam banyak kasus terkait dengan gangguan fungsi manusia (Depkes RI, 2000).

Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014, orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ adalah orang

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang bersuku Melayu atau campuran (bapak/ibunya) yang bersuku Melayu yang salah satu keluarganya memiliki gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Alah Air dengan jumlah 30 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Kriteria inklusi yaitu (1) keluarga klien ODGJ tidak memiliki gangguan pendengaran, (2) keluarga mampu berkomunikasi dengan baik, (3) keluarga yang bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi yaitu, (1) klien ODGJ yang sudah sembuh. Pengambilan data menggunakan kuesioner tertulis yang disebarkan secara offline dengan cara

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian gambaran pendapat keluarga ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) tentang penyebab terjadinya gangguan jiwa dan pengobatannya pada

yang mengalami gangguan jiwa, perilaku, dan emosi, yang dinyatakan dalam bentuk rangkaian gejala dan / atau perubahan perilaku dan fungsi yang signifikan dari orang sebagai manusia (Kemenkes RI, 2014).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pendapat keluarga ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) tentang penyebab terjadinya gangguan jiwa dan pengobatannya pada masyarakat Melayu di Kepulauan Meranti.

diberikan peneliti kepada keluarga klien yang ditemui peneliti ketika berkeliling di wilayah kerja Puskesmas Alah Air. Kuesioner terbagi menjadi 3 yaitu, kuesioner A (karakteristik responden), kuesioner B (penyebab ODGJ), kuesioner C (pencarian pengobatan ODGJ) yang telah dilakukan uji valid sebelumnya.

Analisa data menggunakan program komputer. Analisa univariat dalam penelitian ini meliputi karakteristik responden, penyebab ODGJ, dan pencarian pengobatan ODGJ. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian Fakultas Keperawatan dan Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Riau No. 214/UN.19.5.1.8/KEPK.FKp/2021.

masyarakat Melayu di Kepulauan Meranti pada tanggal 2 Juli - 7 Juli 2021 sebanyak 30 responden adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (n = 30)

Karakteristik Responden

F

%

Usia

Remaja Akhir (17-25 tahun)

8

26,7

Dewasa Awal (26-35 tahun)

3

10,0

Dewasa Akhir (36-45 tahun)

6

20,0

Lansia Awal (46-55 tahun)

7

23,3

Lansia Akhir (56-65 tahun)

6

20,0

Jenis Kelamin

Laki-laki

6

20

Perempuan

24

80

Tingkat Pendidikan

Tidak Sekolah

5

16,7

SD

8

26,7

SMP

6

20,0

SMA

11

36,7

Pekerjaan

Tidak bekerja Karyawan Wiraswasta

IRT

7

5

4

14

23,3

16,7

13,3

46,7

Tabel 1 menunjukkan mayoritas responden berusia 17-25 tahun (remaja akhir) (26,7%), mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (80%), distribusi frekuensi tingkat pendidikan

responden berpendidikan SMA (36,7%). Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pekerjaan mayoritas responden bekerja sebagai IRT (46,7%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Penyebab Gangguan Jiwa Responden (n = 30)

Penyebab Gangguan Jiwa Responden

F

%

Faktor Genetik

Ya

Tidak

4

26

13,3

86,7

Faktor Psikososial Penyebab Gangguan Jiwa

Aniaya fisik

Aniaya seksual

Kekerasan dalam keluarga

Penolakan

Tindakan kriminal

Tidak ada

9

1

8

10

1

6

27,5

2,9

22,9

28,9

2,9

17,1

Pengalaman Masa Lalu yang Tidak Menyenangkan

Kehilangan orang disayang

Kekerasan fisik

Perselingkuhan pasangan

Trauma

Tidak ada

7

8

3

5

7

20,6

23,5

8,8

14,7

20,6

Tabel 2 menunjukkan faktor predisposisi genetik mayoritas responden tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (86,7%). Mayoritas responden memiliki gangguan psikososial penolakan yaitu 10 responden (28,9%). Penolakan yang terjadi pada pasien

gangguan ini seperti bercerai, pasangan yang selingkuh, kehilangan orang yang disayang, dan ditinggal nikah. Distribusi frekuensi memiliki riwayat pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan adalah kekerasan fisik (23,5%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengobatan Gangguan Jiwa Responden (n = 30)

Pengobatan Gangguan Jiwa Responden

F

%

Pengobatan Informal

Dukun

Ustad

12

7

40,0

23,3

Pengobatan Formal

Rumah Sakit Jiwa dan Puskesmas

Rumah Sakit Jiwa

Puskesmas

Dokter

3

2

5

1

10

6,7

16,7

3,3

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa pencarian pengobatan terbanyak adalah

melakukan pengobatan informal (dukun) sebesar 40,0%.

PEMBAHASAN

Usia adalah satuan waktu yang mengukur keberadaan suatu benda atau makhluk, baik hidup ataupun mati (Depkes

RI, 2009). Usia di atas 20 tahun dianggap optimal untuk pengambilan keputusan. Semakin tua seseorang, semakin bijaksana

seseorang dalam membuat keputusan, mampu untuk berpikir secara rasional (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Arifin (2011) jenis kelamin juga mempengaruhi seseorang dalam memberikan pendapat pada suatu objek yang diamatinya. Perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan seringkali mengarahkan persepsi yang berbeda sehingga mempengaruhi sikap dalam menilai suatu objek. Menurut penelitian Claudia (2016), wanita lebih sering mengikuti kegiatan tertentu karena wanita lebih senang menghabiskan waktu bersama teman-teman sebayanya. Wanita yang memiliki keluarga dengan masalah kejiwaan di rumah akan membuat kegiatan yang disenangi terhambat sehingga menyebabkan munculnya ide pemasungan pada pasien dengan gangguan jiwa.

Pendidikan memiliki tujuan yaitu untuk mengembangkan potensi dirinya, pengendalian diri, dan kepribadian. Jika pada tahap pendidikan tersebut seseorang tidak bisa mencapai tujuan dari pendidikan itu, maka akan menjadi beban bagi seseorang yang tidak menutupi kemungkinan terjadinya gangguan mental pada seseorang. Pada anak usia sekolah dasar, anak mulai belajar mengendalikan emosi dengan berbagai tindakan seperti menjerit-jerit apabila keinginannya tidak terpenuhi (Gunarsa, 2008).

Menurut Walker dan Thompson dalam Mumtahinnah (2011), ibu rumah tangga adalah wanita yang telah menikah dan tidak bekerja, menghabiskan sebagian waktunya untuk mengurus rumah tangga dan mau tidak mau setiap hari akan menjumpai suasana yang sama serta tugas-tugas rutin

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hermiati & Harahap (2018) tentang faktor yang berhubungan dengan kasus skizofrenia pada pasien rawat inap

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Alah Air tentang gambaran pendapat keluarga Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) tentang penyebab

Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeparto Provinsi Bengkulu yang dimana terdapat 67 responden, mayoritas tidak memiliki faktor genetik sebanyak 49 responden (73,1%). Menurut Townsend (2009), yang memaparkan faktor genetik ditemukan pada individu yang memiliki keluarga yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa. Analisa peneliti mengenai faktor gangguan jiwa bukan dari faktor genetik melainkan gangguan jiwa yang diderita keluarga responden disebabkan oleh faktor ekonomi, hubungan keluarga dan orang lain yang kurang baik, serta keinginan yang terlalu tinggi sehingga klien mengalami gangguan jiwa.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sarfika (2018) yang menyatakan distribusi analisa penyebab gangguan jiwa dari 56 responden yang mengalami kehilangan adalah 26 responden (46%). Kehilangan tersebut terdiri dari bercerai, ditinggal ibu, ditinggal pergi istri dan anak, ditinggal suami.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian PH & Suerni (2019) tentang faktor predisposisi pasien resiko perilaku kekerasan yang menunjukkan, sebagian besar responden menyatakan pasien sering mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh keluarga (dipukul).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Masita (2019) tentang hubungan antara kepercayaan dengan perilaku mencari pertolongan pada keluarga dengan gangguan jiwa di kota Ternate yang mendapatkan mayoritas (59,7%) perilaku pencarian pertolongan keluarga orang dengan gangguan jiwa pada pelayanan kesehatan (Puskesmas) memiliki perilaku pertolongan yang rendah. Responden lebih banyak mencari pertolongan orang pintar (dukun) untuk menyembuhkan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa.

terjadinya gangguan jiwa dan pengobatannya pada masyarakat Melayu di Kabupaten Kepulauan Meranti yang dilakukan pada bulan Juli 2021, didapatkan

hasil dari 30 responden, mayoritas responden berusia 17-25 tahun (remaja akhir) (26,7%), mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (80%), mayoritas responden berpendidikan SMA (36,7%), mayoritas responden bekerja sebagai IRT (46,7%), faktor predisposisi genetik mayoritas responden tidak ada anggota   keluarga   yang mengalami

DAFTAR PUSTAKA

American   Psychiatric   Association. (1994).

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. DSM IV. Fourth. Washington: American Psychiatric Association

Arifin. (2011).  Metode  Penelitian Kualitatif,

Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Claudia, R.A.  (2016).  Pengaruh  Pemberian

Pendidikan Kesehatan tentang Pencegahan Pasung Terhadap Pengaruh dan Sikap Kader Kesehatan di Desa Mancasan. Diakses dari: http://eprints.ums.ac.id/45003/28/02.%250na skah%250publikasi%2520ayu pada 20 Maret 2021

Dinas Kesehatan Provinsi Riau. (2019). Profil Kesehatan Provinsi Riau 2019. Diakses dari https://dinkes.riau.go.id/ pada 20 Maret 2021

Depkes RI. (2009). Kategori Umur. Diakses dari http://kategori-umur-menurut-Depkes.html pada 3 Juni 2021

Depkes RI. (2000). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III). Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes-RI

Gunarsa, S.D. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. BPK Gunung Mulia.

Hermiati, D., & Harahap, R. (2018). Faktor yang Berhubungan dengan Kasus Skizofrenia. Jurnal Keperawatan Silampar, 1(2), 78-92. https://doi.org/https://doi.org/10.31539/jks.v 1i2.6

Indah Saputri, A., Pratiwi, A., & Kep, M (2016). Analisis Faktor Predisposisi Dan Presipitasi Gangguan Jiwa Di Ruang Instansi Gawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta (Doctoral      dissertation,      Universitas

Muhamadiyah  Surakarta).  Diakses dari

http//eprints.ums.ac.id/44990/17/02.%20NA SKAH%20PUBLIKASI.pdf

Kemenkes RI. (2014). Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan      jiwa.      Diakses      dari

www.depkes.go.id pada 13 Januari 2021

gangguan jiwa (86,7%), mayoritas responden memiliki gangguan psikososial penolakan (28,9%), mayoritas responden memiliki riwayat pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan kekerasan fisik (23,5%), berdasarkan jenis pengobatannya sebagian besar responden melakukan pengobatan informal (dukun) (40,0%).

Masita, S. (2019). Hubungan Kepercayaan Dengan Perilaku Mencari Pertolongan Pada Keluarga. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Diakses 14 Juli 2021

Mumtahinnah, N. (2011). Hubungan Antara stress dan Regresi pada Ibu Rumah Tangga yang Tidak Bekerja. Jurnal. Diakses pada Jum’at 22

Nasir, A., Muhith, A. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa, Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika

Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

PH, L., & Suerni, T. (2019). Faktor Predisposisi Pasien Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Kesehatan Jiwa, 1(1), 27-38. Diakses dari http://jurnal.rs-

amino.jatengprov.go.id/index.php/JIKJ/articl e/view/4

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/downloa d/infoterkini/materi_rakorpop_20 pada 17 Maret 2021

Sarfika. R. (2018). Anailis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stigma Sosial Terhadap Pasien Gangguan Jiwa Pada Remaja Di Sumatra     Barat.     Diakses     dari

http//.coretac.uk/download/pdg/300585879.p df

Stuart, G.W., Keliat, B.A., & Pasaribu, J. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart (edisi Indonesia). Jakarta: EGC

Townsend, C.M. (2009). Essentials of Psychiatric Mental Health   Nursing.   (3th Ed.)

Philadelphia: F.A Davis Company

World Health Organization (WHO). (2017). Mental disorders fact sheets. Diakses dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/f s396/en/ pada 24 Februari 2021

Volume 10, Nomor 4, Agustus 2022

367