Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL DENGAN GEJALA DEPRESI PADA REMAJA DI SMAN 3 DENPASAR

Gusti Ayu Sabila Prajaniti*1, Kadek Eka Swedarma1, Meril Valentine Manangkot1

1Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana

*korespondensi penulis, email: sabilaprajaniti14@gmail.com

ABSTRAK

Penggunaan media sosial saat ini telah menjadi kebutuhan sehari-hari pada kalangan remaja. Namun, penggunaan media sosial yang dilakukan secara berlebihan dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan mental remaja salah satunya depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penggunaan media sosial dengan gejala depresi pada remaja di SMAN 3 Denpasar. Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Responden pada penelitian ini sebanyak 188 remaja kelas XI jurusan IPA dan IPS yang didapat melalui teknik proporsional random sampling. Pengumpulan data penggunaan media sosial diukur menggunakan kuesioner Bergen Social Media Addiction Scale (BSMAS) dan gejala depresi diukur menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory (BDI). Hasil analisis univariat ditemukan bahwa sebagian besar remaja mengalami tahap normal penggunaan media sosial yaitu 94 remaja (50%) dan yang mengalami gejala depresi normal sebanyak 96 remaja (51,1%). Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji Spearman Rank yang mendapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang signifikan namun lemah antara penggunaan media sosial dengan gejala depresi (p value = 0,001; r = 0,235). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan dengan arah positif, yang artinya semakin tinggi penggunaan media sosial maka semakin tinggi juga gejala depresi yang dialami remaja. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada remaja terkait dampak yang diakibatkan dari penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental remaja sehingga remaja dapat memperhatikan penggunaan media sosialnya sesuai kebutuhan.

Kata kunci: media sosial, gejala depresi, remaja

ABSTRACT

Teenagers now use social media on a daily basis. However, excessive social media use can have a negative impact on adolescent mental health, including depression. The purpose of this study is to determine the relationship between social media use and depression symptoms in adolescents at SMAN 3 Denpasar. This study employs a descriptive correlative research design with a cross-sectional approach. Respondents in this study were 188 teenagers from class XI who majored in science and social studies and were chosen using a proportional random sampling technique. The Bergen Social Media Addiction Scale (BSMAS) questionnaire was used to collect data on social media use, and the Beck Depression Inventory (BDI) questionnaire was used to collect data on depression symptoms. According to the findings of the univariate analysis, the majority of the adolescents experienced normal stages of social media use were 94 adolescents (50%) and who experienced normal depressive symptoms as many as 96 adolescents (51,1%). The Spearman Rank test was used for bivariate analysis, which revealed a significant but weak relationship between social media use and depression symptoms (p value = 0,001; r = 0,235). The findings of this study point to a positive relationship, implying that the more adolescents use social media, the more symptoms of depression they experience. This study is expected to provide adolescents with information about the impact of social media use on adolescent mental health, so that adolescents can pay attention to their use of social media as needed.

Keywords: adolescent, depression, social media

52

PENDAHULUAN

Era globalisasi ini menyebabkan media sosial berkembang semakin pesat seiring dengan perkembangan teknologi (Putri, Nurwati & Budiarti, 2016). Media sosial adalah media online yang dapat membantu seseorang menjalin hubungan sosial secara luas melalui internet dan teknologi web (Doni, 2017). Penggunaan media sosial di dunia saat ini telah mencapai 3,8 miliar pengguna pada Januari 2020. Indonesia merupakan negara urutan kelima dengan rata-rata pengunaan media sosial tertinggi yaitu 3 jam 26 menit per orang dan pada urutan ketiga dengan pertumbuhan media sosial terbesar (We Are Social & Hootsuite, 2020). Kota Denpasar menjadi kabupaten dengan persentase pengguna media sosial tertinggi di Bali yaitu dengan persentase sebanyak 66,11% pengguna (BPS Kota Denpasar, 2018).

Berdasarkan pendidikannya, SMA (Sekolah Menengah Atas) merupakan salah satu pengguna media sosial yang tinggi yaitu sebanyak 97,5%. Pada usia 9-19 tahun juga merupakan salah satu kelompok usia dengan pengguna media sosial yang tinggi yaitu sebesar 93,52% pengguna (Kominfo, 2017). Melihat data tersebut remaja merupakan salah satu kelompok usia yang sering mengakses media sosial.

Pada masa remaja terjadi masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang memiliki berbagai tugas perkembangan salah satunya meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal dan besosialisasi dengan teman sebaya dimana hal tersebut yang mendorong penggunaan media sosial pada remaja (Pusdatin Kemenkes RI, 2015). Hampir setiap saat remaja mengakses media sosial sehingga penggunaan media sosial pada remaja tidak dapat dihindari. Remaja mengakses media sosial sering kali untuk mencari informasi atau menyampaikan kegiatan mereka pada

platform media sosial yang mereka miliki (Ayun, 2015).

Penggunaan media sosial dapat memberikan dampak positif maupun dampak negatif pada remaja. Dampak positif yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan media sosial, yaitu seperti memperluas jaringan pertemanan, mempermudah dalam memperoleh informasi dan mempermudah promosi usaha (Arini, 2020). Namun, menurut penelitian yang dilakukan oleh Vidal, Lhaksampa, Miller, dan Platt (2020) terdapat dampak negatif yang juga dapat ditimbulkan, yaitu seperti terjadinya perbandingan sosial dan cyberbullying. Media sosial juga dapat menyebabkan perasaan tertekan untuk selalu menciptakan stereotip yang ingin ditampilkan dan dilihat oleh orang lain pada media sosialnya (Karim, Oyewande, Abdalla, Chaudhry Ehsanullah & Khan, 2020). Hal tersebut ditemukan sebagai faktor yang dapat menyebabkan depresi pada remaja (Vidal et al, 2020).

Depresi merupakan gangguan mental yang diikuti oleh hilangnya perasaan gembira atau gairah yang disertai oleh gejala lain seperti gangguan tidur dan penurunan nafsu makan (Lumongga, 2016). Depresi ini biasanya berawal dari stress yang tidak ditangani sehingga seseorang dapat jatuh kedalam fase depresi (Bailey, Hetrick, Rosenbaum, Purcell & Parker, 2018). Depresi merupakan penyebab utama terjadinya penyakit dan kecacatan pada remaja, sedangkan bunuh diri menjadi penyebab ketiga terjadinya kematian pada remaja (WHO, 2015).

Sejumlah penelitian yang telah dilakukan tentang dampak media sosial menyatakan penggunaan media sosial jangka panjang telah dikaitkan dengan tanda dan gejala negatif depresi (Karim et al, 2020). Penelitian yang dilakukan Keles, McCrae dan Grealish (2020) secara umum

53


menemukan hubungan antara penggunaan media sosial dengan depresi dan masalah mental pada remaja. Sejalan dengan penelitian tersebut McCrae, Gettings dan Purssell (2017) juga menemukan terdapat korelasi kecil tetapi signifikan penggunaan media sosial dan gejala depresi pada anak-anak dan remaja.

Studi pendahuluan dilakukan di beberapa sekolah menengah atas di Denpasar. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, SMAN 3 Denpasar memiliki siswa dengan pengguna media sosial dengan intensitas waktu tinggi terbanyak sehingga peneliti memilih SMAN 3 Denpasar. Prosedur studi pendahuluan

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif korelasi yang menggunakan desain cross-sectional dan dilaksanakan pada April 2020. Populasi penelitian ini merupakan siswa-siswi kelas XI SMAN 3 Denpasar. Pengambilan sampel menggunakan teknik probability sampling yaitu proporsional random sampling sehingga didapatkan 188 sampel.

Kriteria inklusi penelitian ini merupakan remaja yang berusia 15-18 tahun dan menggunakan media sosial. Kriteria eksklusi dari penelitian ini, yaitu sedang mengalami penyakit kronis, sedang mengalami gangguang kejiwaan atau terapi gangguan kejiwaan yang telah didiagnosis oleh dokter dan tidak bersedia menjadi responden penelitian.

Instrumen pada penelitian ini, yaitu menggunakan kuesioner data demografi, kuesioner Bergen Media Social Addiction Scale (BSMAS) dan kuesioner Beck Depression Inventory (BDI). Kuesioner Bergen Media Social Addiction Scale

dilakukan dengan penyebaran kuesioner melalui google form pada 34 remaja kelas XI mengenai penggunaan media sosial dan gejala depresi. Hasil studi pendahuluan didapatkan bahwa 16 remaja menggunakan media sosial lebih dari enam kali sehari dan terdapat 15 remaja yang menggunakan media sosial lebih dari 60 menit setiap kali membuka medianya. Selanjutnya, terdapat sembilan remaja yang pernah mengalami cyberbullying. Beberapa remaja menyatakan pernah mengalami gejala depresi seperti kesedihan, sering menangis, mudah gelisah, hilangnya ketertarikan pada sesuatu, dan ganggguan pola tidur.

(BSMAS) digunakan untuk mengukur penggunaan media sosial dan Beck Depression Inventory (BDI) digunakan untuk mengukur gejala depresi remaja. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan dengan uji terpakai. Hasil uji kuesioner penggunaan media sosial yaitu 0,431-0,690 dan nilai Cronbach’s alpha 0,886. Sedangkan, hasil uji kuesioner gejala depresi yaitu 0,347-0,715 dan nilai Cronbach’s alpha 0,872.

Data dikumpulkan dengan memberikan informed consent terlebih dahulu untuk mendapatkan persetujuan responden dan dilanjutkan dengan pengisian kuesioner melalui google form. Hasil penelitian ini selanjutnya dianalisis menggunakan uji Spearman Rank karena menggunakan skala ordinal pada kedua variabel penelitian. Penelitian ini juga telah mendapatkan surat ethical clearance dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor surat 1077/UN14.2.2.VII.14/LT/ 2021.

54


HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini akan dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Pola Penggunaan Media Sosial di SMAN 3 Denpasar

Variabel

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

73

38,8

Perempuan

115

61,2

Usia

16 tahun

78

41,5

17 tahun

102

57,4

18 tahun

2

1,1

Media sosial yang paling sering digunakan

Facebook

1

0,5

WhatsApp

56

29,8

Twitter

5

2,7

Instagram

75

39,9

Youtube

11

5,9

LINE

25

13,3

TikTok

15

8

Berapa kali mengakses media sosial dalam sehari

1-3 kali

44

23,4

4-6 kali

70

37,2

>6 kali

74

39,4

Berapa lama mengakses media sosial dalam sehari

≤ 1 jam

16

8,5

1-2 jam

34

18,1

2-3 jam

51

27,1

3-4 jam

28

14,9

4-5 jam

23

12,2

> 5 jam

36

19,1

Pengalaman cyberbullying

Tidak pernah

153

81,4

Pernah mendapatkan ancaman di media sosial

4

2,1

Pernah mendapatkan kata-kata kasar (umpatan) di media sosial         16

8,5

Seseorang pernah menyebarkan kebohongan tentang diri

saya            1

0,5

Pernah mendapatkan ejekan di media sosial

14

7,4

Total

188

100

Tabel 1 menunjukkan data karakteristik responden penelitian. Hasil penelitian menunjukkan responden didominasi berjenis kelamin perempuan sebanyak 115 responden (61,2%), mayoritas responden berusia 17 tahun yaitu sebanyak 102 responden (57,4%). Tabel 1 juga menunjukkan sebagian besar responden paling sering menggunakan media sosial Instagram yaitu sebanyak 75 responden (39,9%). Dilihat dari berapa kali

mengakses media sosial dalam sehari sebagian besar responden mengakses media sosial > 6 kali yaitu sebanyak 74 responden (39,4%) dan dilihat dari berapa lama mengakses media sosial dalam sehari sebagian besar responden mengakses media sosial selama 2-3 jam yaitu sebanyak 51 responden (27,1%). Sebagian besar menyatakan tidak pernah mengalami cyberbullying yaitu sebanyak 153 responden (81,4%)

55

Tabel 2. Distribusi Penggunaan Media Sosial Pada Remaja di SMAN 3 Denpasar berdasarkan Karakteristik Responden

Karakteristik

Media Sosial

Normal

Waspada

Kecanduan

Total

n

%

n

%

n

%

N

%

Jenis kelamin

Laki-laki

46

63,0

26

35,6

1

1,4

73

100

Perempuan

48

41,7

67

58,3

0

0,0

115

100

Usia

16 tahun

41

52,6

37

47,4

0

0,0

78

100

17 tahun

52

48,1

55

50,9

1

0,9

108

100

18 tahun

1

50,0

1

50,0

0

0,0

2

100

Media sosial yang

Instagram

38

50,7

37

49,3

0

0,0

75

100

sering digunakan

WhatsApp

30

53,6

25

44,6

1

1,8

56

100

Lainnya

26

45,6

31

54,4

0

0,0

57

100

Berapa kali

1-3 kali

31

70,5

13

29,5

0

0,0

44

100

menggunakan

4-6 kali

31

44,3

38

54,3

1

1,4

70

100

media sosial

>6 kali

32

43,2

42

56,8

0

0,0

74

100

Berapa lama

≤ 1 jam

12

75,0

3

18,8

1

6,3

16

100

menggunakan

1-2 jam

20

58,8

14

41,2

0

0,0

34

100

media sosial

2-3 jam

30

58,8

21

41,2

0

0,0

51

100

3-4 jam

13

46,4

15

53,6

0

0,0

28

100

4-5 jam

11

47,8

12

52,2

0

0,0

23

100

>5 jam

8

22,2

28

77,8

0

0,0

36

100

Pengalaman

Tidak pernah

76

49,7

76

49,7

1

0,0

153

100

cyberbullying

Pernah

18

51,4

17

48,6

0

0,0

35

100

Total

94

50,0

93

49,5

1

0,5

188

100

Tabel 2 menunjukkan sebagian besar responden perempuan mengalami tahap waspada pada penggunaan media sosial yaitu sebanyak 67 responden (58,3%). Sebagian besar responden pada usia 17 tahun mengalami tahap waspada pada penggunaan media sosial, yaitu sebanyak 55 responden (50,9%).

Berdasarkan pola penggunaan media sosial dapat dilihat sebagian besar responden menggunakan Instragam dan mengalami tahap normal penggunaan media sosial yaitu sebanyak 38 responden (50,7%), mayoritas responden mengakses media sosial > 6 kali dan mengalami tahap waspada penggunaan media sosial,

mayoritas responden mengakses media sosial 2-3 jam dalam sehari dan mengalami tahap normal penggunaan media sosial yaitu sebanyak 30 responden (58,8%), dan sebagian besar responden menyatakan tidak pernah mengalami cyberbullying dan mengalami tahap nomal serta waspada pada penggunaan media sosial yaitu sebanyak 76 responden (49,7%) pada tahap normal penggunaan media sosial dan 76 responden (49,7%) pada tahap waspada penggunaan media sosial. Apabila dilihat secara keseluruhan sebagian besar responden mengalami tahap normal pada penggunaan media sosial yaitu sebanyak 94 responden (50,0%)

56

Tabel 3. Distribusi Gejala Depresi Pada Remaja di SMAN 3 Denpasar berdasarkan Karakteristik Responden Karakteristik                                    Gejala Depresi

Normal

Depresi ringan

Depresi sedang

Depresi berat

Total

n

%

n

%

N

%

n

%

N

%

Jenis Kelamin      Laki-laki

47

64,4

19

26,0

6

8,2

1

1,4

73

100

Perempuan

49

42,6

39

33,9

19

16,5

8

7,0

115

100

Usia                16 tahun

45

57,7

22

28,2

8

10,3

3

3,8

78

100

17 tahun

49

45,4

36

33,3

17

15,7

6

5,6

108

100

18 tahun

2

100,0

0

0,0

0

0,0

0

0,0

2

100

Media sosial yang   Instagram

36

48,0

27

36,0

10

13,3

2

2,7

75

100

paling sering        WhatsApp

28

50,0

17

30,4

10

17,9

1

1,8

56

100

digunakan         Lainnya

32

56,1

14

24,6

5

8,8

6

10,5

57

100

Berapa kali         1-3 kali

26

59,1

16

36,4

1

2,3

1

2,3

44

100

mengakses media   4-6 kali

37

52,9

19

27,1

10

14,3

4

5,7

70

100

sosial                >6 kali

33

44,6

23

31,1

14

18,9

4

5,4

74

100

Berapa lama       ≤ 1 jam

8

50,0

7

43,8

0

0,0

1

6,3

16

100

mengakses media   1-2 jam

24

70,6

7

20,6

3

8,8

0

0,0

34

100

sosial               2-3 jam

24

47,1

16

31,4

5

9,8

6

11,8

51

100

3-4 jam

14

50,0

7

25,0

6

21,4

1

3,6

28

100

4-5 jam

11

47,8

10

43,5

2

8,7

0

0,0

23

100

>5 jam

15

41,7

11

30,6

9

25,0

1

2,8

36

100

Pengalaman        Tidak pernah

83

54,2

47

30,7

18

11,8

5

3,3

153

100

cyberbullying        Pernah

13

37,1

11

31,4

7

20,0

4

11,4

35

100

Total

96

51,1

58

30,9

25

13,3

9

4,8

188

100

Tabel 3 menunjukkan sebagian besar responden laki-laki maupun perempuan memiliki gejala depresi normal yaitu sebanyak 47 responden (64,4%) dan 49 responden (42,6%). Dilihat dari usia responden sebagian besar responden memiliki gejala depresi normal atau tidak terdapat depresi pada usia 16 tahun, 17 tahun maupun 18 tahun, yaitu sebanyak 45 responden (57,7%), 49 responden (45,4%), dan 2 responden (100,0%).

Berdasarkan pola penggunaan media sosial menunjukkan sebagian besar responden pengguna Instagram, WhatsApp ataupun lainnya (seperti facebook, twitter, LINE, youtube, TikTok) memiliki gejala depresi normal yaitu sebanyak 36 responden (48,0 %), 28 responden (50,0%) dan 32 responden (56,1%) secara berurutan,

sebagian besar responden yang mengakses media sosial 1-3 kali, 4-6 kali maupun >6 kali memiliki gejala depresi normal yaitu sebanyak 26 responden (59,1%), 37 responden (52,9%), dan 33 responden (44,6%) secara berurutan, sebagian besar responden mengakses media sosial selama 1-2 jam dan 2-3 jam dan memiliki gejala depresi normal yaitu sebanyak 24 responden pada kedua kategori, dan sebagian besar responden tidak pernah mengalami cyberbullying dan memiliki gejala depresi normal yaitu sebanyak 83 responden (54,2%). Apabila dilihat secara keseluruhan, sebagian besar responden memiliki gejala depresi normal atau tidak terdapat depresi yaitu sebanyak 96 responden (51,1%).

57


Tabel 4. Hasil Analisis Persentase dan Analisis Hubungan Penggunaan Media Sosial dengan Gejala Depresi Pada

Remaja di SMAN 3 Denpasar

Penggunaan Media Sosial

Normal

Depresi Ringan

Gejala Depresi

Depresi Sedang

Depresi Berat

Total

n

%

n

%

n

%

n

%   N

%

Normal

58

61,7

27

28,7

6

6,4

3

3,2      94

100

Waspada

37

39,8

31

33,3

19

20,4

6

6,5      93

100

Kecanduan

1

100,0

0

0,0

0

0,0

0

0,0        1

100

Total

96

51,1

58

30,9

25

13,3

9

4,8     188

100

Variabel

p value

r

R

Penggunaan

0,001

0,235

5,52%

media sosial

Gejala depresi


Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mengalami gejala depresi normal dan mengalami tahap normal penggunaan media sosial yaitu sebanyak 58 orang (61,7%). Selanjutnya, sebagian besar remaja yang mengalami gejala depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat mengalami tahap waspada penggunaan media sosial yaitu sebanyak 31 orang (33,3%), 19 responden (20,4%), dan 6 orang (6,5%) secara berurutan.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian penggunaan media sosial pada remaja di SMAN 3 Denpasar menunjukkan sebagian besar remaja perempuan pada tahap waspada penggunaan media sosial yaitu sebanyak 67 responden (58,3%). Penelitian Pantu (2018) menjelaskan bahwa mayoritas perempuan mengalami kecanduan media sosial dikarenakan perempuan sangat membutuhkan kontak dengan peer group dibandingkan laki-laki. Kondisi media sosial yang dapat selalu menghubungkan antar individu yang juga menggunakan media sosial dalam kehidupannya menyebabkan perempuan lebih sering mengakses media sosial.

Dilihat dari usia, sebagian besar responden berusia 17 tahun mengalami tahap waspada pada penggunaan media sosial, yaitu sebanyak 55 responden (50,9%). Pada usia 17 tahun remaja digolongkan dalam kategori remaja sedang (WHO, 2010). Pada fase remaja ini dimana terjadinya pencarian identitas diri yang

Selanjutnya, pada tabel 4 juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan namun lemah dengan arah hubungan positif antara penggunaan media sosial dengan gejala depresi pada remaja di SMAN 3 Denpasar (p value = 0,001, r = 0,235). Berdasarkan dari hasil perhitungan, didapatkan hasil nilai koefisien deteminan (R) sebesar 5,52%, yang berarti penggunaan media sosial dapat mempengaruhi remaja SMAN 3 Denpasar mengalami depresi sebesar 5,52%.

membutuhkan peran dari keluarga maupun lingkungannya seperti teman sebaya, pada fase ini remaja juga dalam kondisi kebingungan dalam menentukan aktifitas yang bermanfaat untuknya dan memiliki keingintahuan yang besar terhadap hal yang tidak diketahuinya. Hal inilah yang memungkinkan remaja dapat mengalami masalah waspada pada penggunaan media sosial (Hendrawati, Sriati & Aprilia, 2020).

Berdasarkan media sosial yang paling sering digunakan sebagian besar responden menggunakan Instagram dan mengalami tahap normal penggunaan media sosial yaitu sebanyak 38 responden (50,7%), dilihat berdasarkan berapa lama mengakses media sosial sebagian besar responden mengakses media sosial selama 2-3 jam, dan mengalami tahap normal penggunaan media sosial dan secara keseluruhan mayoritas responden mengalami tahap normal pada penggunaan media sosial yaitu sebanyak 94 responden (50%). Berdasarkan hasil tersebut menggambarkan bahwa 58

sebagian besar responden mengalami tahap normal penggunaan media sosial. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumila, Sarjana, Fitrikasari dan Sari (2020) dengan menggunakan kuesioner BSMAS yang mendapatkan hasil bahwa sebagian besar responden pada tahap waspada yaitu sebanyak 115 responden (71,9%).

Terdapat beberapa faktor yang dapat berhubungan dengan terjadinya hal tersebut yaitu seperti kontrol diri yang dimiliki remaja dan karakteristik lingkungan remaja sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Bheo, Lerik dan Wijaya (2020) menemukan bahwa adanya hubungan negatif antara kecanduan media sosial dengan kontrol diri pada remaja yang berarti semakin rendah tingkat kecanduan media sosial yang dialami maka semakin tinggi kontrol diri yang dimiliki remaja dan sebaliknya.

Selanjutnya, sebelum pandemi terdapat kebijakan, dimana siswa tidak diperbolehkan membawa handphone ke sekolah di SMAN 3 Denpasar. Hal ini dapat menjadi faktor yang berhubungan dengan kebiasaan remaja menggunakan media sosial menjadi lebih terkontrol dimana kebiasaan yang dilakukan sebelumnya dapat mempengaruhi perilaku saat ini sehingga remaja di SMAN 3 Denpasar mengalami tahap normal penggunaan media sosial. Pernyataan ini juga di dukung oleh Duhigg (2013) yang menyatakan kebiasaan atau perilaku berulang yang dilakukan seseorang sebelumnya akan terekam dalam alam bawah sadar sehingga mempengaruhi sikap atau perilaku seseorang tersebut saat ini.

Berdasarkan hasil penelitian dilihat dari pengalaman cyberbullying juga menunjukkan sebagian besar responden menyatakan tidak pernah mengalami cyberbullying dan mengalami tahap normal penggunaan media sosial yaitu sebanyak 76 responden (49,7%). Hal ini sejalan dengan Antama, Zuhdy dan Purwanto (2020) dalam penelitiannya yang menyatakan kecanduan penggunaan media sosial merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya

cyberbullying sehingga apabila kecanduan penggunaan media sosial remaja rendah maka kejadian cyberbullying yang dialami remaja juga rendah. Namun, pada hasil juga didapatkan bahwa sebagian besar responden mengalami tahap waspada penggunaan media sosial dengan jumlah responden yang sama yaitu sebanyak 76 responden (49,7%). Hal tersebut mungkin terjadi karena terdapat faktor-faktor lain yang berhubungan terkait banyaknya responden yang juga mengalami tahap waspada penggunaan media sosial.

Apabila dilihat lebih lanjut secara keseluruhan mayoritas responden pada penelitian ini juga mengalami tahap waspada dan memiliki selisih yang sangat sedikit dengan jumlah responden yang mengalami tahap normal penggunaan media sosial yaitu sebanyak 93 responden (45,9%). Berdasarkan hasil analisis kuesioner, didapatkan bahwa aspek/indikator pertanyaan yang berkontribusi menyebabkan remaja pada tahap waspada penggunaan media sosial, yaitu adanya keinginan remaja untuk selalu mengetahui apa saja yang baru terjadi pada media sosialnya, adanya dorongan yang semakin besar untuk menggunakan media sosial, adanya keinginan remaja menggunakan media sosial untuk refreshing, remaja mengalami kesulitan untuk mengurangi menggunakan media sosial, adanya perasaan yang janggal apabila tidak dapat mengakses akun media sosialnya dan remaja lebih memprioritaskan menggunakan media sosial dibandingkan melakukan kegiatan fisik serta interaksi secara langsung.

Terdapat berbagai faktor yang dapat berkaitan dengan terjadinya banyak remaja yang juga mengalami tahap waspada salah satunya intensitas penggunaan media sosial. Berdasarkan hasil didapatkan bahwa sebagian besar responden mengakses media sosial >6 kali dan mengalami tahap waspada penggunaan media sosial yaitu sebanyak 32 responden (43,2%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Wulandari dan Netrawati (2020) yang juga menemukan

59


bahwa semakin parah tingkat kecanduan media sosial yang dialami, maka semakin meningkat juga intensitas penggunaan media sosialnya. Menurut Pornsakulvanich dan Dumrongsiri (2013) dalam penelitiannya terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi remaja menggunakan media sosial, yaitu seperti untuk menghabiskan waktu, mengurangi kebosanan, menjalin dan memelihara hubungan, mengikuti tren, mencari hiburan, dan relaksasi.

Penggunaan media sosial pada dasarnya dapat memberikan manfaat pada remaja, seperti menambah informasi, membantu proses pembelajaran dan meningkatkan hubungan sosial (Esther, Tucunan & Rumayar, 2019). Namun, menurut penelitian yang dilakukan oleh Wulandari dan Netrawati (2020) penggunaan media sosial secara berlebihan dapat menyebabkan kecanduan. Kecanduan media sosial inilah yang dapat meningkatkan pengaruh negatif sehingga menyebabkan berbagai masalah psikologis seperti depresi.

Berdasarkan hasil penelitian pada remaja di SMAN 3 Denpasar didapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin, usia, media sosial yang paling sering digunakan, berapa kali mengakses media sosial dalam sehari, berapa lama mengakses media sosial dalam sehari dan pengalaman cyberbullying, sebagian besar responden mengalami gejala depresi normal. Sehingga apabila dilihat secara keseluruhan mayoritas responden mengalami gejala depresi normal yaitu sebanyak 96 responden (51,1%).

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Praptikaningtyas, Wahyuni dan Arani (2019) pada siswa SMAN 4 Denpasar dengan menggunakan instrumen BDI yang menunjukkan sebagian besar responden memiliki gejala depresi normal atau tidak terdapat depresi yaitu sebanyak 105 responden (70%). Hal ini dapat berhubungan dengan beberapa faktor, yaitu dukungan orang tua dan dukungan teman sebaya.

Pernyataan ini didukung oleh Rahmayanti & Rahmawati (2018) dalam penelitiannya yang menemukan bahwa kurang baiknya dukungan yang didapatkan remaja oleh orang tuanya berpeluang 0,400 kali mengalami depresi jika dibandingkan dengan remaja yang mendapatkan dukungan yang baik dari kedua orangtuanya. Selanjutnya, dukungan dari teman sebaya yang diberikan kepada remaja menyebabkan remaja merasa memiliki seseorang yang dapat diandalkan, dapat memberinya solusi dan juga membantu melihat sisi positif dari sebuah permasalahan yang dapat menghindarkan seseorang dari dampak negatif suatu stressor. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Altarika, Temi dan Djamhoer (2020) yang menemukan bahwa dukungan teman sebaya berpengaruh secara signifikan dengan persentase sebesar 43,4% pada terjadinya depresi dimana dukungan teman sebaya dapat mereduksi depresi.

Namun, apabila dilihat lebih lanjut, juga terdapat responden yang mengalami gejala depresi ringan yaitu sebanyak 58 responden (30,9%), gejala depresi sedang sebanyak 25 responden (13,3%) dan gejala depresi berat sebanyak 9 responden (4,8%). Hal ini perlu diperhatikan mengingat terdapat remaja yang mengalami depresi berat dan juga terdapat remaja yang mengalami depresi ringan serta depresi sedang yang apabila tidak diatasi dengan segera dapat berkembang menjadi depresi berat (Febrianti & Husniawati, 2021).

Gejala depresi ini dapat ditimbulkan oleh banyak faktor, seperti kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah dan perselisihan dengan teman. Tuntutan pendidikan yang tinggi juga dapat menjadi pemicu terjadinya depresi pada remaja. Sesuai dengan Desi, Felita dan Kinasih (2020) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa ketatnya persaingan akademik antar sekolah unggulan atau favorite dapat menyebabkan remaja mudah mengalami stres dan akhirnya depresi. Selanjutnya, teman sebaya bagi remaja memiliki arti yang penting. Oleh sebab itu,

60


permasalahan dengan teman sebaya juga dapat mempengaruhi terjadinya depresi pada remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Dianovinina (2018) menemukan bahwa lebih dari setengah remaja yang melaporkan pernah mengalami perlakuan tidak sesuai dari teman sebayanya mengalami depresi.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini juga menunjukkan terdapat responden yang mengalami cyberbullying yaitu sebanyak 35 responden yang berupa mendapat ancaman dari media sosial, mendapat katakata kasar, menyebar kebohongan tentang dirinya, dan ejekan. Berdasarkan 35 responden yang mengalami cyberbullying tersebut terdapat 11 responden yang mengalami depresi ringan, 7 responden yang mengalami depresi sedang dan 4 responden yang mengalami depresi berat. Hal ini menandakan bahwa cyberbullying juga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya depresi pada remaja. Sejalan dengan penelitian yang dilkukan oleh Kumala dan Sukmawati (2020) menjelaskan bahwa cyberbullying memiliki dampak yang negatif terhadap psikososial remaja tergantung pada keparahan, durasi dan frekusensi cyberbullying yang dialami. Salah satu kondisi gangguan mental yang dapat dialami oleh remaja yang pernah mengalami cyberbullying adalah gejala depresi (Aziz, 2020).

Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat 35 responden yang menyatakan ingin bunuh diri. Berdasarkan analisis kuesioner dari total 35 responden yang menyatakan keinginan untuk bunuh diri terdapat 7 responden yang mengalami depresi berat. Bunuh diri merupakan dampak terburuk yang dapat diakibatkan oleh depresi (WHO, 2020). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Febrianti dan Husniawati (2021) menemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat (r = 0,696) dengan arah positif pada tingkat depresi dan keinginan bunuh diri yang berarti, semakin tinggi keparahan tingkat depresi, maka semakin tinggi pula peluang menculnya keinginan bunuh diri.

Dalam penelitian ini juga menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya keinginan tersebut, seperti perasaan tertekan, sedih, dan kesulitan dalam menghadapi masalah.

Berdasarkan hasil analisis persentase menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mengalami gejala depresi normal dan mengalami tahap normal penggunaan media sosial yaitu sebanyak 58 orang (61,7%). Selanjutnya, sebagian besar remaja yang mengalami gejala depresi ringan, deresi sedang dan depresi berat mengalami tahap waspada penggunaan media sosial yaitu sebanyak 31 orang (33,3%), 19 responden (20,4%), dan 6 orang (6,5%) secara berurutan. Hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar remaja yang mengalami gejala depresi normal akan memiliki tahap normal penggunaan media sosial, sedangkan sebagian besar remaja yang mengalami gejala depresi ringan, dpresi sedang dan depresi berat akan memiliki tahap waspada penggunaan media sosial.

Hasil tersebut hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Handikasari, Jusup dan Johan (2018) yang menemukan bahwa sebagian besar responden yang memiliki intensitas penggunaan media sosial rendah mengalami derajat depresi normal, sedangkan responden yang mengalami derajat depresi ringan, depresi sedang, maupun depresi berat sebagian besar memiliki intensitas penggunaan media sosial rata-rata dan tinggi.

Hasil uji korelasi Spearman Rank menunjukkan hubungan yang signifikan lemah dengan arah positif antara penggunaan media sosial dengan gejala depresi pada remaja di SMAN 3 Denpasar dengan nilai p value = 0,001 (p < 0,05; r = 0,235). Arah hubungan yang positif mengartikan bahwa semakin tinggi penggunaan media sosial maka semakin tinggi juga gejala depresi pada remaja dan begitu pula sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Utomo, Nugraha dan Rahayu (2021) yang menunjukkan terdapat hubungan yang

61


signifikan antara penggunaan media sosial dengan depresi. Aziz (2020) juga mendapatkan hasil yang sama pada penelitiannya yang menemukan hubungan antara penggunaan media sosial dengan depresi. Penelitian serupa yang dilakukan oleh McCrae, Gettings dan Purssell (2017) juga mengungkapkan bahwa terdapat hubungan signifikan secara statistik antara penggunaan media sosial dan gejala depresi.

Penggunaan media sosial yang berlebihan hingga menyebabkan kecanduan dapat menimbulkan hilangnya kepercayaan diri pada remaja, remaja juga dapat mengalami berbagai dampak negatif dari interaksi yang dilakukan remaja pada media sosialnya seperti cyberbullying sehingga dapat menyebabkan terjadinya depresi (Hartinah et al,  2019 dalam Utomo,

Nugraha & Rahayu, 2021). Selain itu, konten media sosial yang ditampilkan oleh remaja menjadi sarana yang sempurna untuk menampilkan dan menunjukkan kebolehan diri yang dapat menimbulkan perbandingan diri karena melihat konten yang dibuat oleh pengguna lain. Perbandingan diri merupakan salah satu penyebab psikologis timbulnya depresi karena dapat menimbulkan pandangan yang negatif terhadap diri sendiri (Aziz, 2020).

SIMPULAN

Terdapat hubungan yang signifikan lemah dengan arah positif antara penggunaan media sosial dengan gejala depresi pada remaja di SMAN 3 Denpasar. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya, untuk menganalisis

DAFTAR PUSTAKA

Altarika, E., Temi, A., & Djamhoer, D. (2020).

Pengaruh Dukungan Teman Sebaya Terhadap Tingkat Depresi Pada Korban Perundungan. 6(2), 927–931.

Antama, F., Zuhdy, M., & Purwanto, H. (2020). Faktor Penyebab Cyberbullying yang Dilakukan oleh Remaja di Kota Yogyakarta. Jurnal Penegakan Hukum Dan Keadilan, 1(2), 182–202.

Arini, D. (2020). Penyuluhan Dampak Positif dan Negatif Media Sosial Terhadap Kalangan

Terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan media sosial dengan gejala depresi dengan arah korelasi positif yang salah satunya dapat dikarenakan oleh semakin seringnya mengakses media sosial maka semakin sering pula terpapar mekanisme perbandingan, yang berdampak pada munculnya berbagai perasaan negatif. Apabila perasaan negatif tersebut terus menumpuk maka akan berkembang menjadi depresi (Handikasari, Jusup & Johan, 2018).

Hasil penelitian ini juga menunjukkan terdapat hubungan yang lemah antara penggunaan media sosial dengan gejala depresi pada remaja. Hal ini didukung oleh penelitian Puukko, Hietajarvi, Maksniemi, Alho dan Salmera-Aro (2020) yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan media sosial dengan depresi, namun secara statistik lemah dan tidak konsisten. Hubungan yang lemah pada penelitian ini dapat berkaitan dengan gejala depresi yang dialami remaja mungkin diakibatkan oleh faktor lain, seperti tuntutan akademis atau permasalahan pribadi yang sedang dialami remaja bukan hanya dari penggunaan media sosial.

faktor-faktor perancu lain, seperti adanya perlakuan orang tua yang keras dan membatasi, hubungan antara orang tua yang buruk dan adanya kehilangan seseorang yang disayang, yang dapat menyebabkan terjadinya depresi pada remaja.

Remaja Di Desa Way Heling Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu. Abdimas Universal, 2(1), 49–53.

Ayun, P. O. (2015). Fenomena Remaja Menggunakan Media Sosial dalam Membentuk Identitas. Channel, 3(2), 1–16.

Aziz, A. A. Al. (2020). Hubungan antara intensitas penggunaan media sosial dan tingkat depresi pada mahasiswa. Acta Psychologia, 2(2), 92– 107.

Bailey, A. P., Hetrick, S. E., Rosenbaum, S., Purcell,

62

R.,  & Parker, A. G. (2018). Treating

depression with physical activity in adolescents and young adults: A systematic review and meta-analysis of randomised controlled trials. Psychological Medicine, 48(7), 1068–1083.

Bheo, D. L., Lerik, M. D. C., & Wijaya, R. P. C. (2020). Self-Control with Social Media Addiction in Students of SMA Negeri 3 Kota Kupang. Journal of Health and Behavioral Science, 2(4), 290–304.

BPS Kota Denpasar. (2018). Statistik Kesejahteraan Rakyat    Kota    Denpasar    2018.

https://www.google.com/url?sa=t&source= web&rct=j&url=https://denpasarkota.bps.go. id/publication/2018/12/28/f2dee164be24037 a8f0acb46/statistik-kesejahteraan-rakyat-kota-denpasar-2018.html&ved=2ahUKEwjo5Y7cp5zsAhV DJHIKHdi7AjQQFjAAegQIBhAC&usg=A OvVaw2RyD6TYC

Desi, D., Felita, A., & Kinasih, A. (2020). Gejala Depresi Pada Remaja Di Sekolah Menengah Atas. Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 8(1),                                         30.

https://doi.org/10.33366/jc.v8i1.1144

Dianovinina, K. (2018). Depresi pada Remaja: Gejala dan Permasalahannya. Journal Psikogenesis, 6(1), 69–78.

Doni, F., R. (2017). Perilaku Penggunaan Smartphone Pada Kalangan Remaja. Journal Speed Sentra Penelitian Engineering Dan Edukasi, 9(2), 16–23.

Duhigg, C. (2013). The Power of Habit. KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).

Esther, B. V., Tucunan, A. A. ., & Rumayar, A. . (2019). Hubungan Penggunaan Media Sosial dengan Prestasi Akademik Pelajaran Kelas XI di SMA Negri 9 Manado. Jurnal KESMAS, 7(4), 7.

Febrianti, D., & Husniawati, N. (2021). Hubungan Tingkat Depresi dan Faktor Resiko Ide Bunuh Diri pada Remaja SMPN. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 13(1), 85–94.

Handikasari, R. H., Jusup, I., & Johan, A. (2018). Hubungan Intensitas Penggunaan Media Sosial dengan Gejala Depresi Mahasiswa Kedokteran. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 7(2), 919–934.

Hendrawati, S., Aprilia, R., & Sriati, A. (2020). Tingkat Kecanduan Media Sosial pada Remaja. Jnc, 3(1), 41–53.

Karim, F., Oyewande, A., Abdalla, L. F., Chaudhry Ehsanullah, R., & Khan, S. (2020). Social Media Use and Its Connection to Mental Health: A Systematic Review. Cureus, 12(6).

Keles, B., McCrae, N., & Grealish, A. (2020). A systematic review: the influence of social media on depression, anxiety and psychological distress in adolescents.

International Journal of Adolescence and Youth, 25(1), 79–93.

Kominfo. (2017). Survey Penggunaan TIK 2017. https://www.google.com/url?sa=t&source= web&rct=j&url=https://balitbangsdm.komin fo.go.id/%3Fmod%3Dpublikasi%26a%3Ddl %26page_id%3D360%26cid%3D9%26dow nload_id%3D187&ved=2ahUKEwjutfHkpp zsAhWRfH0KHY68A6QQFjABegQIAhAB &usg=AOvVaw3Q2iAy9DXOIfAzve_9s2M Z

Kumala, A. P. B., & Sukmawati, A. (2020). Dampak Cyberbullying Pada Remaja. Alauddin Scientific Journal of Nursing, 1(1), 55–65.

Lumongga, N. (2016). Depresi Tinjauan Psikologi. PT. Fajar Interpratama Mandiri.

McCrae, N., Gettings, S., & Purssell, E. (2017). Social Media and Depressive Symptoms in Childhood and Adolescence: A Systematic Review. Adolescent Research Review, 2(4), 315–330.

Pantu, E. A. (2018). Kecanduan Sosial Media Ditinjau Dari Perbedaan. Jurnal Seminar Nasional Psikologi, 1(1), 188–196.

Pornsakulvanich, V., & Dumrongsiri, N. (2013). Internal and external influences on social networking site usage in Thailand. Computers in Human Behavior, 29(6), 2788– 2795.

Praptikaningtyas, A. A. I., Wahyuni, A. A. S., & Aryani, L. N. A. (2019). Hubungan Tingkat Depresi pada Remaja dengan Prestasi Akademis Siswa SMA Negeri 4 Denpasar. Jurnal Medika Udayana,  8(7),   1–5.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/ download/51773/30713/

Pusdatin Kemenkes RI. (2015). Stiasi Kesehatan Reproduksi                      Remaja.

https://www.google.com/url?sa=t&source= web&rct=j&url=https://www.kemkes.go.id/ article/view/15090200001/situasi-kesehatan-reproduksi-

remaja.html&ved=2ahUKEwiwtqG1qJzsAh XXbCsKHfsKBLwQFjAAegQIBhAC&usg =AOvVaw37A03HEJqisWjG3eMIEs2n

Putri, W. S. R., Nurwati, N., & S., M. B. (2016). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Remaja. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(1).

Puukko, K., Hietajärvi, L., Maksniemi, E., Alho, K., & Salmela-Aro, K. (2020). Social media use and depressive symptoms—a longitudinal study from early to late adolescence. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(16), 1–18.

Rahmayanti, Y. E., & Rahmawati, T. (2018).

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kejadian Depresi pada Remaja yang melakukan Pernikahan Dini. 3(2), 47–54.

Sumila, A. M., Sarjana, W., Fitrikasari, A., & Sari,

63

L. K. (2020). Hubungan Derajat Narsisme dengan Kejadian Kecanduan Media Sosial pada Siswa SMK. Jurnal Ilmiah Kesehatan Jiwa, 2(2), 77-88.

Utomo, S. F. P., Nugraha, N. J., & Rahayu, A. A. (2021). The Relationship Between Social Media Addiction And Depression Level Among Teenagers. 14(1), 79–89.

Vidal, C., Lhaksampa, T., Miller, L., & Platt, R. (2020). Social Media Use and Depression in Adolescents: a Scoping Review. 32(3), 235– 253.

We Are Social & Hootsuite. (2020). Digital 2020 Global         Digital         Overview.

https://wearesocial.com/blog/2020/01/digital -2020-3-8-billion-people-use-social-media.

WHO. (2010). Participants Manual – IMAI One-day Orientation on Adolescents Living with HIV. https://www.google.com/url?sa=t&source= web&rct=j&url=https://apps.who.int/iris/han dle/10665/44258&ved=2ahUKEwjCnIHbur buAhV5q0sFHXDbAPAQFjAAegQIBhAC &usg=AOvVaw1dZZSYIGwy3hzn7gvOwm 0L&cshid=1611556225497

WHO. (2015). Health for The World’s Adolescents 2014. http://www.who.int.

WHO.           (2020).           Depression.

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/depression

Wulandari, R., & Netrawati, N. (2020). 653-1712-1-Pb. 5(2), 41–46.

64

Volume 10, Nomor 1, Februari 2022