Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN KEJADIAN SEPSIS BERDASARKAN SKOR PEDIATRIC SEQUENTIAL ORGAN FAILURE ASSESSMENT (PSOFA) DENGAN MORTALITAS PADA PASIEN ANAK

Reztika Cahyani*1, Hellena Deli1, Erwin1 1Jurusan Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Riau *korespondensi penulis, email: cahyanireztika@gmail.com

ABSTRAK

Sepsis memiliki angka kejadian hingga 25% dari pasien yang masuk ke PICU. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kejadian sepsis berdasarkan skor Pediatric Sequential Organ Failure Assessment (PSOFA) dengan mortalitas pada pasien anak yang dirawat di PICU. Desain penelitian adalah studi retrospektif dengan teknik purposive sampling. Sampel berjumlah 89 responden dengan kriteria inklusi yaitu usia 1 bulan-17 tahun, lama tinggal PICU >24 jam, hasil laboratorium lengkap, sedangkan kriteria eklusi yaitu pasien penyakit kronis dengan keganasan, kelainan hematologi, jantung, paru, ginjal bawaan dan data hasil laboratorium tidak dapat terbaca. Analisa dilakukan dengan analisis bivariat uji chi-square. Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki 57 responden (64%), usia infan (0-11 bulan) 33 responden (37,1%), lama rawat ≥3 hari 64 responden (71,9%) dan distribusi responden menurut diagnosis medis postsurgical recovery 37 responden (41,6%), mayoritas sepsis 45 responden (50,6%) dan keluar PICU dengan kondisi hidup 74 responden (83,1%). Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p value= 0,001 lebih kecil dari nilai alpha 0,05 (p value < α). Terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian sepsis berdasarkan Pediatric Sequential Organ Failure Assessment (PSOFA) dengan mortalitas. Skor PSOFA dapat digunakan sebagai metode deteksi sepsis guna memprediksi mortalitas pada anak.

Kata kunci: Mortalitas, PSOFA, Sepsis

ABSTRACT

Sepsis has a 25% incidence rate of patients in PICU. This study aims to determine the relationship between the incidence of sepsis based on the Pediatric Sequential Organ Failure Assessment (PSOFA) score with mortality in pediatric patients treated in the PICU. The research design is a retrospective study with purposive sampling technique. The sample was 89 respondents with inclusion criteria, age 1 month-17 years, PICU length of stay >24 hours, complete laboratory results, exclusion criteria were patients with chronic disease with malignancy, hematological disorders, heart, lung, congenital kidney and data were not legible. The analysis used bivariate analysis chi-square. The majority of respondents are male 57 respondents (64%), infant age (0-11 months) 33 respondents (37.1%), length of stay ≥ 3 days 64 respondents (71.9%) and medical diagnosis postsurgical recovery 37 respondents (41.6%), sepsis 45 respondents (50.6%) and leaving the PICU with living conditions 74 respondents (83.1%). Bivariate analysis results the p value = 0.001 is smaller than the value of alpha 0.05 (p value < α). There is a significant relationship between the incidence of sepsis based on the Pediatric Sequential Organ Failure Assessment (PSOFA) and mortality. PSOFA can be used as sepsis detection methods to predict mortality in children.

Keywords: Mortality, PSOFA, Sepsis

PENDAHULUAN

Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah sarana yang dirancang guna perawatan bayi dan anak yang menghadapi gangguan kesehatan, bedah serta trauma, ataupun keadaan yang mengancam jiwa yang lainnya, sehingga membutuhkan observasi yang menyeluruh, perawatan yang intensif serta khusus (IDAI, 2016). Salah satu penyebab kematian tertinggi anak di PICU adalah infeksi (Brooten et al, 2016).

Penyakit infeksi menjadi penyebab kematian yang paling umum di Pediatric Care Unit (PICU), dengan kematian hingga 50%. Infeksi nosokomial yang sering terjadi di PICU adalah bloodstream infections, central venous access line infections, Ventilator Associated Pneumonia (VAP), Infeksi Saluran Kemih (ISK), dan luka infeksi (Dorofaeff, Mohseni-Bod, & Cox, 2012). Infeksi yang tidak tertangani dapat menyebabkan komplikasi serius yaitu sepsis.

Sepsis merupakan kondisi dimana organ mengalami disfungsi yang membahayakan jiwa akibat disregulasi reaksi imun pejamu terhadap infeksi (Singer et al, 2016). Sepsis memiliki angka kejadian hingga 25% dari pasien yang masuk ke PICU (Dorofaeff et al, 2012). Salah satu faktor risiko penyebab sepsis adalah penurunan sistem imun seperti pada penderita kanker cedera bakar mayor, trauma serta diabetes melitus dan usia yang masih muda (Deutschman & Tracey, 2014; Jui, 2011).

Usia anak lebih sering terkena penyakit infeksi daripada usia dewasa dikarenakan sistem pertahanan tubuh pada anak-anak terhadap penyakit

infeksi masih dalam tahap perkembangan (Sri, 2014). Oleh karena itu, kejadian sepsis pada anak perlu diperhatikan secara khusus dan dibutuhkan peran perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan kritis.

Asuhan keperawatan kritis bertujuan untuk mempertahankan hidup (maintaining life) berdasarkan pemahaman dari fungsi psikologik dan fisiologis (Hudak & Gallo, 2012). Perawat yang bertugas di ruangan intensif mempunyai peran utama meliputi dukungan hidup terhadap pasien, mengobservasi keadaan pasien dan perubahan kondisi pasien karena perawatan serta pencegahan komplikasi (Moseley, Sole, & Klein, 2009). Seorang perawat harus mampu menegakkan diagnosa keperawatan dengan melakukan pengkajian klinis menyangkut respons pasien dan proses kehidupan pasien baik yang potensial atau aktual (PPNI, 2016).

Salah satu cara yang dapat digunakan oleh perawat dalam pengkajian keperawatan adalah dengan mengidentifikasi secara dini disfungsi organ menggunakan sistem skor SOFA (Sequential Organ Failure Assessment Score). SOFA mempunyai keakuratan serta ketepatan yang telah diakui baik oleh beberapa klinisi (Sakr, Sphonholz, & Reinhart, 2007). Namun, skor SOFA memiliki keterbatasan yaitu hanya ditujukan kepada pasien dewasa dan tidak akurat jika diterapkan pada anak-anak (Shime, Kawasaki, & Nakagawa, 2017).

Walaupun begitu, skor yang dikhususkan untuk pasien anak semakin berkembang yang berguna untuk menilai disfungsi organ. Salah satunya yaitu Pediatric Multiple Organ Dysfunction Score (PMODS), PELOD (Pediatric Logistic Organ Dysfunction), dan PELOD-2 yang dikembangkan kembali (Gogia & Prasad, 2016; Ha et al, 2010; Weiss et al, 2015). Berbagai jenis skor tersebut dapat digunakan untuk menilai disfungsi organ namun dapat menimbulkan masalah karena memiliki perbedaan yang cukup signifikan pada skala dan cakupannya dengan skor SOFA

yang asli (Schlapbach, Straney, Bellomo, MacLaren, & Pilcher, 2018).

Matics et al (2017) melakukan sebuah penelitian yang ditujukan untuk pasien anak-anak yang menghadapi penyakit kritis dengan melakukan validasi dan mengadaptasi skor SOFA menjadi Pediatric Sequential Organ Failure Assessment Score (PSOFA) dengan kriteria yang menyesuaikan dengan usia. Indikator penilaian dalam PSOFA terdiri dari pernapasan, koagulasi, hati, kardiovaskuler, neurologis, dan ginjal. Skor PSOFA melakukan penilaian dengan cara yang serupa dengan penilaian pada skor SOFA asli (Matics & Sanchez-Pinto, 2017).

Skor PSOFA memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan skor pediatrik lainnya seperti PELOD-2, PRISM III dan PMODS. Skor PSOFA mengukur fungsi hati yang tidak dinilai pada PELOD-2 (Dewi, Christie, Wardhana, Fadhilah, & Pardede, 2019). Sedangkan PRISM III memiliki 17 variabel yang banyak untuk dikaji dan hanya dihitung saat masuk juga berbayar (Iskandar et al, 2011). Berbeda dengan PSOFA yang tersedia secara gratis. PSOFA juga tidak memerlukan pengukuran gas darah arteri yang sulit diperoleh pada anak, karena PSOFA diadaptasi untuk menggunakan nilai SpO2, bukan PaO2 (El-Mashad et al, 2020). Kemudian, skor PMODS tidak menilai fungsi koagulasi dan neurologis juga tidak menyesuaikan dengan kriteria usia seperti pada PSOFA.

Berdasarkan penelitian Mianling et al (2019), menunjukkan hasil skor PSOFA yang memiliki kemampuan

efektif untuk mengetahui prognosis pada anak dengan sepsis khususnya di negara berkembang yang dirawat di PICU. Selain itu, dalam penelitian Wulandari et al (2019) menyebutkan bahwa skor PSOFA sebagai prediktor mortalitas dibandingkan dengan PELOD-2 dan SIRS-severe sepsis. El-Mashad et al (2020) juga menunjukkan bahwa penggunaan skor PSOFA yang merupakan skor baru dapat memperkirakan kematian 30 hari pada pasien umum di PICU dan menunjukkan hasil skor PSOFA yang lebih baik daripada skor PIM2 dan PRISM.

Survey awal yang dilakukan penulis di RSUD Arifin Achmad menunjukkan bahwa sebagian besar pasien sepsis keluar dalam kondisi meninggal. Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk menilai sepsis hanya dilakukan pada pasien baru masuk saja. Sehingga, monitoring berikutnya sulit mengidentifikasi sepsis kecuali jika pasien mengalami pemburukan maka barulah dilakukan pemeriksaan kembali. Hingga saat ini, belum ada penggunaan alat ukur yang spesifik untuk menilai sepsis di PICU RSUD Arifin Achmad. Selama ini, penentuan sepsis berdasarkan hasil laboratorium yaitu nilai leukosit, CRP (C-Reactive Protein) dan prolaktin. Hal ini dapat mengakibatkan kemungkinan pasien untuk lambat teridentifikasi menderita sepsis sehingga mengakibatkan anak yang dirawat di PICU memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai PSOFA dengan judul penelitian yaitu “Hubungan Kejadian Sepsis Berdasarkan Skor Pediatric Sequential Organ Failure Assessment (PSOFA) dengan Mortalitas Pada Pasien Anak yang dirawat di PICU RSUD Arifin Achmad”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi retrospektif menggunakan sumber data sekunder berupa catatan rekam medis pasien yang pernah dirawat di PICU mulai dari Januari 2019 hingga Desember 2020. Penelitian ini telah mendapat izin dan surat keterangan ethical clearence dari Komite Etik Penelitian Keperawatan dan Kesehatan (KEPK) Fakultas Keperawatan Universitas Riau dengan nomor surat 147/UN.19.5.1.8/KEPK.FKp/2021.

Prinsip etika yang diperhatikan dalam melakukan penelitian yaitu beneficience, respect for human dignity,

keadilan, kerahasiaan dan informed consent. Metode pengambilan sampel merupakan teknik purposive sampling yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 89 responden. Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu usia 1 bulan-17 tahun, lama tinggal PICU >24 jam, hasil laboratorium lengkap, sedangkan kriteria eklusi yaitu pasien penyakit kronis dengan keganasan, kelainan hematologi, jantung, paru, ginjal bawaan dan data hasil laboratorium tidak dapat terbaca Semua data yang diperoleh dianalis menggunakan analisis univariat untuk melihat distribusi karakteristik responden dan analisis bivariat chi-square untuk menganalisis hubungan antara skor PSOFA dan mortalitas.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut.


Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (n=89)

Karakteristik

F

%

Jenis Kelamin

Laki-laki

57

64

Perempuan

32

46

Total

89

100

Usia

Infant (0-11 bulan)

33

37,1

Toddler (12-23 bulan)

9

10,1

Preschool (24-59 bulan)

12

13,5

Usia sekolah (60-143 bulan)

19

21,3

Remaja (144-216 bulan)

16

18,0

Total

89

100

Lama dirawat di PICU

<3 hari

25

28,1

≥3 hari

64

71,9

Total

89

100

Diagnosis Medis

Gastrointestinal

4

4,5

Respirasi

12

13,5

Neurologi

14

15,7

Infeksi

2

2,2

Postsurgical recovery

37

41,6

Trauma

11

12,4

Hematologi

9

10,1

Total

89

100

Skor PSOFA

Tidak sepsis (<3 poin)

44

49,4

Sepsis (≥3 poin)

45

50,6

Total

89

100


Kondisi Pasien Keluar PICU

Hidup                                    74

Meninggal                                  15

83,1

16,9

Total                                         89

100

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa dari 89 responden yang diteliti, distribusi responden menurut jenis kelamin didapatkan bahwa mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 57 responden (64%), responden mayoritas berada pada usia infan (0-11 bulan) sebanyak 33 responden (37,1%), distribusi responden menurut lama rawat mayoritas ≥3 hari sebanyak 64 responden (71,9%), distribusi responden menurut diagnosis

medis mayoritas postsurgical recovery sebanyak 37 responden (41,6%). distribusi frekuensi variabel skor PSOFA didapatkan bahwa mayoritas skor PSOFA yang dihasilkan responden adalah ≥3 (sepsis) yaitu sebanyak 45 responden (50,6%), dan distribusi frekuensi menurut kejadian mortalitas mayoritas responden keluar dari PICU dalam keadaan hidup dengan 74 responden (83,1%).


Tabel 2. Hubungan Kejadian Sepsis berdasarkan Skor Pediatric Sequential Organ Failure Assessment (PSOFA) dengan Mortalitas Pada Pasien Anak

Skor PSOFA

Kondisi Pasien Keluar PICU

p - value

OR

Hidup

Meninggal

Total

N

%

N

%

N

%

Tidak sepsis (<3 poin)

43

97,7

1

2,3

44

100

0,001

19,419

Sepsis (≥3 poin)

31

68,9

14

31,1

45

100

Total

74

83,1

15

16,9

89

100


Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan, hasil analisis hubungan kejadian sepsis berdasarkan skor Pediatric Sequential Organ Failure Assessment (PSOFA) dengan mortalitas di PICU RSUD Arifin Achmad. Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 89 responden dengan hasil skor PSOFA tidak sepsis, keluar PICU dalam kondisi hidup sebanyak 43 (97,7%) dan meninggal sebanyak 1 (2,3%). Sedangkan responden yang memiliki hasil skor PSOFA sepsis keluar PICU

PEMBAHASAN

Perbedaan jenis kelamin tidak mempengaruhi mortalitas. Hal ini disebutkan dalam penelitian El-Mashad et al (2020) dan Matics & Sanchez-Pinto (2017) yang menunjukkan hubungan tidak bermakna antara jenis kelamin dan mortalitas. Sedangkan usia menjadi salah

dalam kondisi hidup sebanyak 31 (68,9%) dan meninggal sebanyak 14 (31,1%).

Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa nilai p-value = 0,001 < α = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian sepsis berdasarkan skor Pediatric Sequential Organ Failure Assessment (PSOFA) dengan mortalitas. Hasil analisis OR (19,419) yang artinya responden dengan skor PSOFA hasil sepsis 19,419 kali mengalami kondisi keluar PICU meninggal dibandingkan responden dengan skor PSOFA tidak sepsis.

satu faktor risiko yang berpengaruh terhadap kematian pada anak dengan sepsis. Pada anak dengan kelompok usia <5 tahun mempunyai risiko meninggal 0,6 kali dibandingkan dengan kelompok ≥5 tahun, walaupun jika dilihat dari statistik itu tidak bermakna (Saraswati et al, 2016). Usia yang

lebih muda telah dikaitkan dengan sistem imunitas yang belum matang dan juga dipengaruhi oleh penyakit penyerta sehingga menyebabkan sepsis menjadi faktor risiko kematian (Wulandari et al, 2019)

Pada penelitian ini didapatkan responden dengan hari rawat 2 hari mayoritas adalah pasien postsurgical recovery dan neurologi dan responden dengan lama rawat inap 17 adalah pada pasien dengan kasus trauma. Lama rawat inap pasien dipengaruhi oleh faktor keadaan pasien masuk ruang intensif (jenis dan keparahan penyakit). Pasian dengan hari rawat yang lebih lama di ruangan intensif dapat meningkatkan risiko infeksi dari luar yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas (Yuliana, Deli, & Agrina, 2021)

Tindakan operasi yang merupakan tindakan invasif dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu respons metabolik, hematologi dan imunologi pasien sehingga berpotensi menyebabkan sepsis pasca operasi. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat keparahan penyakit dan faktor lain seperti mekanisme pertahanan tubuh, lokasi atau lingkungan terjadinya sepsis dan mikroorganisme penyebab infeksi yang menimbulkan sepsis (Vogel, Dombrovskiy, & Lowry, 2009). Sepsis pasca operasi yang parah dapat menyebabkan kegagalan multi organ yang mengancam jiwa (Tambajong, Lalenoh, & Kumaat, 2016).

Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian sepsis berdasarkan skor PSOFA dengan mortalitas pada pasien anak yang dirawat di PICU RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau (p-value = 0,001). Berdasarkan hasil penelitian juga didapatkan hasil analisis OR (19,419) yang artinya responden dengan skor PSOFA hasil

sepsis 19,419 kali mengalami kondisi keluar PICU meninggal dibandingkan responden dengan skor PSOFA tidak sepsis.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Matics & Sanchez-Pinto (2017) yang menunjukkan diskriminasi yang sangat baik pada skor PSOFA untuk kematian di rumah sakit di populasi umum PICU dan subkelompok pada pasien yang dicurigai atau terkonfirmasi infeksi. Hasil penelitian El-Mashad et al (2020) juga didapatkan hasil skor PSOFA lebih tinggi pada kelompok yang meninggal (p<0,001) dan berguna untuk memprediksi mortalitas 30 hari pada populasi umum PICU dan berkinerja lebih baik daripada PRISM dan PIM2. Penelitian Mianling et al (2019) juga menunjukkan skor PSOFA pada hari pertama efektif dan mempunyai kemampuan untuk mengkaji prognosis anak dengan sepsis di PICU dan lebih baik daripada skor disfungsi organ lainnya.

Adapun penelitian ini menggunakan skor PSOFA ≥3 berdasarkan dari hasil penelitian El-Mashad et al (2020) yang menyatakan diagnosis sepsis dengan menggunakan PSOFA cut off 3 poin dapat memprediksi mortalitas lebih baik daripada cut off PSOFA 2 poin yang direkomendasikan oleh konsensus Sepsis-3. Sehingga dengan menerapkan cut off PSOFA sebesar 3 poin yang dikaitkan dengan kemungkinan kematian yang lebih besar dan saat yang sama memungkinkan dokter untuk mendiagnosis sepsis relatif lebih awal, sebelum disfungsi organ berkembang ke tingkat keparahan yang lebih tinggi (El-Mashad et al, 2020).

Dalam kondisi inflamasi, sitokin dan mediator lainnya akan dilepaskan sel untuk menghancurkan bakteri dan memperbaiki jaringan. Jika dalam proses inflamasi lokal dibantu oleh mediator proinflamasi (SIRS atau Systemic Inflammatory Response

Syndrome) atau antiinflamasi (CARS atau Compensatory Anti-inflammatory Response Syndrome) ke sistem peredaran darah, maka akan muncul respons sistemik yang dikenal dengan istilah sepsis (Gentile et al, 2017).

Penyebab sepsis merupakan keadaan yang kompleks. Faktor risiko pada penyakit sepsis dipengaruhi oleh kondisi komorbiditas yang berhubungan dengan penurunan imunitas atau dengan terapi imunosupresi. Faktor genetik juga dapat mempengaruhi serta peran tambahan dari jenis mikroba tertentu yang menginfeksi dan lokasi terjadinya infeksi primer dapat mempengaruhi terjadinya sepsis (Shapiro, Zimmer, & Barkin, 2012). Sepsis dapat menyebabkan disfungsi organ multipel yang meliputi disfungsi neurologi, kardiovaskuler, respirasi, hati, ginjal dan hematologi (Chamberlain, Willis, & Bersten, 2011).

Variabel pernapasan dinilai dengan menghitung rasio perbandingan SpO2 dan FiO2 sebagai pengganti alternatif cedera paru-paru (Matics & Sanchez-Pinto, 2017). Kegagalan pertukaran gas normal yang terjadi dengan adanya beberapa mekanisme patogen merupakan tanda disfungsi respirasi. Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) mewakili perkembangan cedera paru-paru (Kolovos, 2021). Hal ini mengakibatkan gangguan pada mekanik paru dan pertukaran gas. Kekurangan oksigen merupakan faktor risiko untuk terjadinya kematian (Aboet & Maskoen, 2016).

Skor PSOFA menggunakan variabel koagulasi dengan menilai platelet atau disebut juga dengan trombosit yang memiliki nilai <150.000/µL. Trombositopenia merupakan gambaran infeksi dan/atau komponen koagulasi konsumtif. Infeksi tertentu dapat berkaitan dengan trombositopenia, dikarenakan akan mempengaruhi baik produksi trombosit

maupun masa hidupnya (Kolovos, 2021; Sianipar, 2014). Dalam penelitian Fajrina (2016) menunjukkan pasien sepsis dengan trombositopenia berisiko mengalami kematian dibanding dengan pasien sepsis tanpa trombositopenia.

Kemudian, variabel lain yang dinilai dalam PSOFA adalah variabel hati (hepatic) dengan hasil kadar bilirubin ≥1,2 mg/dL. Peningkatan kadar bilirubin merupakan tanda terjadinya kerusakan fungsi hati selama sepsis. Hal ini diakibatkan karena empedu yang mengalami kerusakan akibat proses inflamasi yang terjadi sepanjang sepsis dan gangguan perfusi pada aliran darah portal (Tutak, Ozer, Demirel, & Bayar, 2014).

Kardiovaskular menjadi salah satu variabel yang dinilai dalam PSOFA dimana nilai MAP (Mean Arterial Pressure). Pada MODS, NO menurunkan resistensi vaskular sistemik dan bersama TNF-α serta IL-1β menekan fungsi miokard. Kehilangan fungsi dari miokard dari endotel mengakibatkan edema dan redistribusi cairan. Dan disfungsi miokard dialami oleh sepertiga pasien sepsis (Suwondo, 2014). Interleukin dan zat vasoaktif lainnya dapat menyebabkan vasodilatasi dan respons kompensasi untuk mempertahankan perfusi ke organ vital. Penurunan variabilitas denyut jantung memprediksi keparahan MODS yang lebih tinggi, kerusakan selanjutnya, dan kematian (Kolovos, 2021).

Glasgow Coma Scale (GCS) adalah kriteria untuk subskor neurologis yang ditetapkan identik dengan skor asli, tapi menggunakan skala GCS pediatrik (Matics & Sanchez-Pinto, 2017). Perubahan tingkat kesadaran adalah manifestasi pertama dari cedera neurologis pada pasien dengan MODS. Meskipun patogenesis yang tepat tidak didefinisikan, kemungkinan karena sebagian gangguan perfusi serebral, peradangan, dan kelainan metabolik terkait

(Kolovos, 2021). Pada disfungsi neurologis, enselopati sering terjadi dan berkaitan dengan mortalitas pada pasien sepsis (Suwondo, 2014)

Fungsi ginjal pada PSOFA dinilai dengan peningkatan kadar kreatinin. Peningkatan kadar serum kreatinin merupakan manifestasi penurunan fungsi ginjal yang dapat menyebabkan gagal ginjal

SIMPULAN

Terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian sepsis berdasarkan skor Pediatric Sequential Organ Failure Assessment (PSOFA) dengan mortalitas dengan analisis OR (19,419) yang artinya responden dengan skor PSOFA hasil sepsis 19,419 kali mengalami kondisi keluar PICU meninggal dibandingkan responden dengan skor PSOFA tidak sepsis.

Hasil penelitian ini dijadikan sebagai

DAFTAR PUSTAKA

Aboet, A. A., & Maskoen, T. T. (2016). Acute

respiratory distress syndrome. Clinical Medicine (London, England),  16,  s66–s70.

https://doi.org/10.7861/clinmedicine.16-6-s66

Biruh, T.W., Mahendra, A., & Rajiv, G.. (2020,

December 24). Acute Kidney Injury: Practice Essentials, Background, Pathophysiology. Retrieved     July     8,     2021,     from

https://emedicine.medscape.com/article/243492 -overview#a7

Brooten, D., Youngblut, J. A. M., Caicedo, C., Seagrave, L., Patricia Cantwell, G.,  &

Totapally, B. (2016). Cause of death of infants and children in the intensive care unit: Parents’ recall vs chart review. American Journal of Critical      Care,      25(3),      235–242.

https://doi.org/10.4037/ajcc2016233

Chamberlain, D., Willis, E., & Bersten, A. (2011). The severe sepsis bundles as processes of care: a meta-analysis. Australian Critical Care: Official Journal of the Confederation of Australian Critical Care Nurses, 24(4), 229– 243.

https://doi.org/10.1016/J.AUCC.2011.01.003

Deutschman, C. S., & Tracey, K. J. (2014). Sepsis:

akut. Disfungsi ginjal diakibatkan oleh output jantung yang rendah, hipovolemia, obatan yang bersifat nefrotoksik, tekanan intra-abdominal yang tinggi, dan rabdomiolisis (Suwondo, 2014). Pada pasien kritis dengan sepsis dan gagal ginjal akut memiliki angka mortalitas lebih tinggi daripada pasien non sepsis (Biruh et al, 2020).

dijadikan data dasar guna perumusan kebijakan dalam upaya pencegahan kejadian sepsis dan peningkatan angka mortalitas yang disebabkan oleh MODS (Multiple Organ Dysfuncion Syndrome). Terakhir, bagi penelitian berikutnya menjadi data dasar dan data penunjang untuk meneliti lebih lanjut tentang PSOFA dan mortalitas pada anak.

current dogma and new perspectives. Immunity, 40(4),                              463–475.

https://doi.org/10.1016/j.immuni.2014.04.001

Dewi, R., Christie, C. D., Wardhana, A., Fadhilah, R., & Pardede, S. O. (2019). Pediatric logistic organ dysfunction-2 (PELOD-2) score as a model for predicting mortality in pediatric burn injury. Annals of Burns and Fire Disasters, 32(2), 135–142.

Dorofaeff, T., Mohseni-Bod, H., & Cox, P. N. (2012). Infection in the PICU. In Textbook of Clinical Pediatrics.  https://doi.org/10.1007/978-3-642-

02202-9

El-Mashad, G. M., El-Mekkawy, M. S., & Zayan, M.

H. (2020). Paediatric sequential organ failure assessment (pSOFA) score: a new mortality prediction score in the paediatric intensive care unit. Anales     de     Pediatría     (English

Edition), 92(5), 277-285

Fajrina, R. (2016). Analisis trombositopenia sebagai faktor risiko kematian pasien sepsis di rsudza banda aceh. Surgical Infections-Medicine Septicemia

Gentile, M. ., Juan, C., Miea, M. ., Brittany, J., Mathias, M. ., Philip, A., … Lyle L, M. (2017). Sepsis Pathophysiology, Chronic Critical Illness and PICS. Physiology & Behavior,

176(10),                            139–148.

https://doi.org/10.1097/CCM.00000000000020 74.Sepsis

Gogia, P., & Prasad, S. (2016). Utility of sequential organ failure assessment score in prognosticating sick children in pediatric intensive care unit. International Journal of Contemporary Pediatrics, 3(4), 1193–1196. https://doi.org/10.18203/2349-3291.ijcp20163514

Ha, E. J., Kim, S., Jin, H. S., Bae, K. W., Lim, H. J., Seo, J. J., & Park, S. J. (2010). Early changes in SOFA score as a prognostic factor in pediatric oncology patients requiring mechanical ventilatory support. Journal of Pediatric Hematology/Oncology,   32(8),   e308–e313.

https://doi.org/10.1097/MPH.0b013e3181e5133 8

Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2012). Keperawatan kritis. Jakarta: EGC.

IDAI. (2016). Pelayanan emergensi, rawat intermediet dan rawat intensif anak. In Buku Panduan IDAI.

Iskandar, H. R., Mulyo, D., Pudjiadi, A., Pratiwi, A., & Suryatin, Y. (2011). Perbandingan pediatric logistic organ dysfunction dan pediatric risk of mortality III sebagai prediktor kematian sindrom syok dengue di ruang rawat intensif anak.     Sari    Pediatri,     12(6),     440.

https://doi.org/10.14238/sp12.6.2011.440-6

Jui, J. (2011). Septic shock. New York: McGraw-Hil.

Kolovos, N. S. (2021). Multiple organ dysfunction syndrome. Pediatric Critical Care, 1086–1101. https://doi.org/10.1016/B978-1-4557-0306-7.00007-6

Matics, T. J.,  & Sanchez-Pinto, L. N. (2017).

Adaptation and validation of a pediatric sequential organ failure assessment score and evaluation of the Sepsis-3 definitions in critically  ill children. JAMA Pediatrics,

171(10),                                     1–9.

https://doi.org/10.1001/jamapediatrics.2017.235 2

Mianling, Z., Yuge, H., Tufeng, L., Lu, X., Ting, T., Miaofen, L.,  & Dongqiang, H. (2019).

Performance of the pediatric sequential organ failure assessment score in assessing the prognosis of children with sepsis in a PICU of a developing    country:     a    single-center

retrospective observational study. Iranian Journal      of      Pediatrics,       29(5).

https://doi.org/10.5812/ijp.89024

Moseley, M., Sole, M. Lou, & Klein, D. (2009). Introduction to critical care nursing (8th ed.).

PPNI. (2016). Standar diagnosis keperawatan indonesia: definisi dan indikator diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Sakr, C., Sphonholz, & K Reinhart. (2007). Organ dysfuntion in the ICU: a clinical perspective. In: Vincent JL (2007 Yearb). New York:

Springer.

Saraswati, D. D., Pudjiadi, A. H., Djer, M. M., Supriyatno, B., Syarif, D. R., & Kurniati, N. (2016). Faktor risiko yang berperan pada mortalitas sepsis. Sari Pediatri,  15(5), 281.

https://doi.org/10.14238/sp15.5.2014.281-8

Schlapbach, L. J., Straney, L., Bellomo, R., MacLaren, G., & Pilcher, D. (2018). Prognostic accuracy of age-adapted SOFA, SIRS, PELOD-2, and qSOFA for in-hospital mortality among children with suspected infection admitted to the intensive care unit. Intensive Care Medicine, 44(2), 179–188. https://doi.org/10.1007/s00134-017-5021-8

Shapiro, N., Zimmer, G., & Barkin, A. (2012). Rosen’s emergency medicine concepts and clinical practice (8th ed.; P. Rosen, J. Marx, R. Hockberger, R. Walls, & M. Biros, Eds.). Philadelphia: Elsevier Saunders.

Shime, N., Kawasaki, T., & Nakagawa, S. (2017). Proposal of a new pediatric sequential organ failure assessment score for possible validation. Pediatric Critical Care Medicine, 18(1), 98–99. https://doi.org/10.1097/PCC.000000000000100 9

Sianipar, N. B. (2014). Trombositopenia dan berbagai penyebabnya. Cermin Dunia Kedokteran, 41(6), 416–421.

Singer, M., Deutschman, C. S., Christopher, ;, Seymour, W., Shankar-Hari, M., Annane, D., … Angus, D. C. (2016). The third international consensus definitions for sepsis and septic shock (Sepsis-3). JAMA, 315(8),  801–810.

https://doi.org/10.1001/jama.2016.0287

Sri, H. (2014). Gambaran faktor penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan, 11(1), 62–67. Retrieved

from https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk/ar ticle/view/137

Suwondo, A. (2014). Ilmu penyakit dalam (VI; S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo, M. S. K, B. Setiyohadi, & A. F. Syam, Eds.). Jakarta: InternaPublishing.

Tambajong, R. N., Lalenoh, D. C., & Kumaat, L. (2016). Profil penderita sepsis di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manadoperiode

Desember 2014 – November 2015. E-CliniC, 4(1). https://doi.org/10.35790/ECL.V4I1.11011

Tutak, E., Ozer, A. B., Demirel, I., & Bayar, M. K. (2014). The relationship between serum bilirubin level with interleukin-6, interleukin-10 and mortality scores in patients with sepsis. Nigerian Journal of Clinical Practice, 17(4), 517–522.         https://doi.org/10.4103/1119-

3077.134057

Vogel, T. R., Dombrovskiy, V. Y., & Lowry, S. F. (2009). Trends in postoperative sepsis: are we improving      outcomes?      SURGICAL

INFECTIONS,                      10(1).

https://doi.org/10.1089/sur.2008.046

Weiss, S. L., Fitzgerald, J. C., Pappachan, J., Wheeler, D., Jaramillo-Bustamante, J. C., Salloo, A., … Thomas, N. J. (2015). Global epidemiology of pediatric severe sepsis: the sepsis prevalence,

outcomes, and therapies study. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine,        191(10),        1147–1157.

https://doi.org/10.1164/rccm.201412-2323OC

Wulandari, A., Pudjiastuti, P., & Martuti, S. (2019). Severe sepsis criteria, PELOD-2, and pSOFA as predictors of mortality in critically ill children with sepsis. Paediatrica Indonesiana, 59(6),                              318–324.

https://doi.org/10.14238/pi59.6.2019.318-24

Yuliana, H., Deli, H., & Agrina, A. (2021). Hubungan Skor Modified Sequential Organ Failure Assessment (Msofa) Dengan Kejadian Ventilator Associated Pneumonia (Vap) Pada Pasien Yang Terpasang Ventilator. Jurnal Ners Indonesia,              11(2),              142.

https://doi.org/10.31258/jni.11.2.142-153

10

Volume 10, Nomor 1, Februari 2022