Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

GAMBARAN PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP PENTINGNYA SEX EDUCATION PADA REMAJA AUTISME FASE PUBERTAS DI SLB NEGERI DENPASAR

Syoufiana*1, I Gusti Ayu Pramitaresthi1, Ni Luh Putu Shinta Devi1

1Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, email: ixb.27.yana@gmail.com

ABSTRAK

Sex education diberikan untuk menghindarkan remaja dari risiko negatif perilaku seksual. Namun banyak orang tua yang menganggap sex education adalah hal yang tabu, sehingga orang tua tidak mengajarkan mengenai sex education kepada remaja autisme. Pada dasarnya remaja dengan autisme juga mengalami perkembangan seksual, namun karena akibat dari keterbatasan kognitifnya, remaja autisme sering mengalami masalah pada saat menginjak masa remaja seperti menunjukkan perilaku seksual yang tidak pantas. Peran orang tua sangat menentukan remaja dalam mempersiapkan menghadapi perubahan yang akan terjadi pada dirinya sehingga persepsi positif dari orang tua sangat dibutuhkan agar remaja autisme memiliki sikap yang positif terhadap seks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi orang tua terhadap pentingnya sex education pada remaja autisme fase pubertas. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang digunakan yaitu orang tua yang memiliki remaja autisme berusia 11-14 tahun yang bersekolah di SLB Negeri 1 dan SLB Negeri 3 Denpasar. Penelitian ini menggunakan teknik total sampling sehingga mendapatkan sampel sebanyak 44 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan orang tua dengan persepsi negatif sebanyak 25 orang (56,8%) dan yang memiliki persepsi positif yaitu sebanyak 19 orang (43,2%). Disimpulkan bahwa mayoritas orang tua memiliki persepsi yang negatif mengenai pentingnya sex education, sehingga perlunya tambahan informasi kepada orang tua mengenai sex education.

Kata kunci: persepsi orang tua, remaja autisme, sex education

ABSTRACT

Sex education is given to prevent adolescents from the negative risks of sexual behavior. However, many parents consider sex education to be a taboo subject, so parents do not teach sex education to adolescents with autism. Basically, adolescents with autism also experience sexual development, but because of their cognitive limitations, adolescents with autism often experience problems during adolescence such as showing inappropriate sexual behavior. The role of parents is very decisive for adolescents in preparing for the changes that will occur in themselves so that positive perceptions from parents are needed so that adolescents with autism have positive attitudes towards sex. This study aims to describe the perception of parents on the importance of sex education in adolescents with autism puberty phase. This research was done with a quantitative descriptive study and supplemented with a cross sectional approach. The sample used were parents who have autistic adolescents aged 11-14 years who attend SLB Negeri 1 and SLB Negeri 3 Denpasar. This study also used a total sampling technique so as to get a sample of 44 people. The results of this study showed parents with negative perceptions as many as 25 people (56,8%) and who had positive perceptions as many as 19 people (43,2%). It was concluded that the majority of parents had a negative perception of the importance of sex education, so there was a need for additional information to parents about sex education.

Keywords: autism teens, parental perception, sex education

Volume 10, Nomor 1, Februari 2022

PENDAHULUAN

Autism Spectrum Disorder (ASD) atau biasa disebut autisme adalah suatu gangguan tumbuh kembang akibat adanya kelainan pada fungsi otak yang menyebabkan otak tidak mampu bekerja dengan normal, sehingga mempengaruhi pola pikir, tumbuh kembang, kemampuan komunikasi, dan juga kemampuan interaksi sosial (Onibala dkk, 2019). World Health Organization (2013) menyebutkan bahwa prevalensi global autisme diperkirakan terjadi pada satu dari 160 orang di dunia, terhitung juga lebih dari 7,6 juta orang dengan autisme. Berdasarkan data penyandang autisme di Pusat Layanan Autis Kota Denpasar, pada tahun 2011 di Provinsi Bali angka kejadian autisme setiap tahunnya mencapai 5,8% dan di Kota Denpasar peningkatan jumlah anak yang menderita autisme mencapai 0,15% setiap tahunnya (Sipahutar & Agustin, 2016).

Remaja dengan autisme pada dasarnya juga mengalami masa perkembangan namun beberapa seperti perkembangan emosi, keterampilan sosial, dan juga hasrat seksual mereka tidak berimbang (Sholihatina dkk, 2012). Menurut Wulandari (2014), seksualitas merupakan bagaimana individu berperilaku, merasakan, dan mengekspresikan sifat dasar dan ciri-ciri seksual. Remaja autisme sering mengalami masalah pada saat menginjak masa remaja seperti menunjukkan perilaku seksual yang tidak pantas. Perilaku seksual tidak pantas yang sering dihadapi oleh remaja autisme adalah cenderung melakukan masturbasi di depan umum, membuka baju atau celana di tempat umum, dan memegang payudara orang lain (Masyitah, 2015). Menurut Huwaidi dan Daghustani (2013), beberapa perilaku seksual tidak pantas dapat terjadi dikarenakan oleh adanya dorongan seksual, namun remaja autisme tidak tahu cara menyampaikan atau mengatasinya.

Saat remaja autisme memasuki masa remaja awal yaitu berusia 11- 14 tahun, mereka membutuhkan bimbingan yaitu dalam bentuk sex education agar terhindar

dari perilaku penyimpangan seksual (Rinta, 2015). Namun ketidakpekaan orang tua terhadap kondisi remaja autisme menyebabkan mereka sering terjebak pada kasus pelecehan seksual. Hal inilah yang menjadi alasan remaja autisme menunjukkan atau melakukan perilaku seksual yang tidak pantas (Sulfasyah & Nawir, 2016). Salah satu faktor yang menjadi kendala bagi orang tua dalam menyikapi masalah perilaku penyimpangan seksual pada remaja autisme, yaitu rasa sungkan untuk membicarakan dan mendiskusikan mengenai masalah seksual kepada remaja autisme (Jannah, 2016). Hal ini karena adanya persepsi negatif dari orang tua (Ninawati & Handayani, 2018).

Persepsi orang tua merupakan pandangan yang dihasilkan oleh stimulusstimulus dan tertangkap oleh panca indera, sehingga orang tua dapat menyimpulkan apa yang didengar, apa yang dirasakan dan timbullah penilaian terhadap apa yang didapatkan tersebut (Latipah & Kamsyach, 2017). Ketika orang tua memiliki persepsi yang positif terhadap pemberian sex education pada remaja autisme, maka orang tua akan memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai sex education. Namun, apabila orang tua memiliki persepsi yang negatif terhadap pemberian sex education, maka orang tua tidak menganggap bahwa sex education penting untuk diberikan kepada remaja autisme (Joyo & Zubaidah, 2016).

Hasil wawancara dengan kepala sekolah di SLB Negeri Denpasar, diketahui bahwa orang tua sudah pernah mendapatkan penyuluhan mengenai sex education dan menyadari bahwa anak mereka akan mengalami masa pubertas. Namun, masih ada perasaan malu dan enggan dari orang tua untuk memberikan sex education kepada remaja autisme. Oleh karena itu, perlunya diketahui gambaran persepsi orang tua terhadap pentingnya sex education pada remaja autisme fase pubertas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi orang tua

terhadap pentingnya sex education pada remaja autisme fase pubertas.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian jenis kuantitatif deskriptif dengan design cross sectional yang dilakukan di SLB Negeri 1 dan SLB Negeri 3 Denpasar pada tanggal 2 Juni. Populasi pada penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak dengan autisme berusia 11-14 tahun bersekolah di SLB Negeri Denpasar. Sampel yang digunakan yaitu orang tua yang memiliki remaja autisme berusia 1114 tahun (remaja awal) yaitu berjumlah 44 orang dari total populasi dengan jumlah 44 responden.

Kuesioner yang digunakan yaitu kuesioner persepsi orang tua terhadap pentingnya sex education pada remaja autisme fase pubertas dengan 24 item pertanyaan. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa ke-24 item pertanyaan dari 27 pertanyaan adalah valid dimana terdapat

HASIL PENELITIAN

tiga pertanyaan yang tidak valid yaitu nomor 11, 15, dan 22. Uji reliabilitas hanya dilakukan pada 24 item pertanyaan yang valid, hasil uji menunjukkan bahwa Cronbach’s Alpha sebesar 0,907 (>0,6) yang artinya instrumen kuesioner reliabel.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan link google form melalui grup di whatsapp kepada semua responden. Setiap responden mendapatkan waktu ±30 menit untuk menjawab pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi dan kemudian dilakukan analisa data.

Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Saphiro Wilk karena data tidak terdistribusi normal. Penelitian ini telah mendapatkan surat keterangan izin etik dari Komisi Etik Penelitian FK Unud/RSUP Sanglah.

Tabel 1. Karakteristik Responden berdasarkan Usia Orang Tua dan Usia Anak (n=44)

Variabel                 Median

Minimum          Maximum

Usia Orang Tua                 46

36                     59

Usia Anak                   13

11                        14

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai tengah usia orang tua adalah 46 tahun dengan usia termuda adalah 36 tahun dan usia tertua adalah 59 tahun. Sedangkan nilai

tengah usia anak adalah 13 tahun dengan usia termuda adalah 11 tahun dan usia tertua adalah 14 tahun.


Tabel 2. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin Orang Tua, Pendidikan Orang Tua, dan Status Pekerjaan Orang Tua (n=44)

Variabel

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

22

50,0

Perempuan

22

50,0

Pendidikan Terakhir

SMP

2

4,5

SMA

20

45,5

Diploma

10

22,7

Sarjana

12

27,3

Pekerjaan

Bekerja

31

70,5

Tidak Bekerja

13

29,5


Tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki proporsi yang sama, yaitu masing-masing sebanyak 22 orang (50%), mayoritas responden

memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA yaitu sebanyak 20 orang (45,5%), dan berstatus bekerja yaitu sebanyak 31 orang (70,5%).

Tabel 3. Gambaran Persepsi Orang Tua Terhadap Pentingnya Sex Education Pada Remaja Autisme Fase Pubertas (n=44)

Kategori Persepsi

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Positif

19

43,2

Negatif

25

56,8

Total

44

100

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari keseluruhan responden, sebagian besar

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini memberikan informasi berupa, nilai tengah usia orang tua adalah 46 tahun dengan usia termuda adalah 36 tahun, dan usia tertua adalah 59 tahun. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa mayoritas usia orang tua tergolong ke dalam masa dewasa menengah, yaitu berkisar pada umur 41-59 tahun sehingga didapatkan suatu keterkaitan antara usia dengan persepsi negatif orang tua. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Putri (2012) terkait orang tua usia dewasa awal dan dewasa menengah terhadap perbedaan pandangan atas sex education. Orang tua dewasa menengah cenderung memandang sex education sebagai hal lebih tabu dibandingkan orang tua usia dewasa awal. Penggolongan usia remaja autisme dalam penelitian dan teori yang ditemukan, responden dalam penelitian ini merupakan orang tua yang memiliki remaja autisme berusia 11-14 tahun atau tergolong ke dalam remaja awal yang beresiko melakukan perilaku seksual yang tidak pantas.

Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa distribusi jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki proporsi yang sama, yaitu pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 22 orang (50%) dan pada jenis kelamin perempuan sebanyak 22 orang (50%). Penelitian yang dilakukan oleh Paramita (2009) mengenai

responden memiliki persepsi negatif yaitu 25 orang (56,8%).

sex education dari orang tua yang menyebutkan bahwa pemberian sex education tidak memiliki hubungan dengan jenis kelamin karena persepsi mengenai pentingnya pemberian sex education tergantung dari individu tersebut seperti pengalaman yang didapat individu mengenai sex education dan penginterpretasian masukan informasi yang diterima. Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Gandeswari et al (2016) menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi orang tua mengenai sex education.

Hasil penelitian berdasarkan pendidikan orang tua menunjukkan bahwa distribusi tingkat pendidikan terakhir responden didominasi oleh SMA sebanyak 20 orang (45,5%). Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2019) mengenai hubungan pendidikan dengan upaya ibu mempersiapkan masa pubertas yang mendapatkan responden sebanyak 29 orang dengan jumlah mayoritas responden berpendidikan SMA sebanyak 15 orang dan hasil yang didapatkan yaitu ibu tidak ikut andil dalam upaya mempersiapkan masa pubertas. Jika seseorang memiliki pendidikan yang tinggi, maka hal ini akan berpengaruh terhadap tanggapan yang lebih rasional dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah atau tidak berpendidikan (Chabib, 2017).

Hasil penelitian berdasarkan status pekerjaan orang tua menunjukkan bahwa distribusi pekerjaan responden didominasi oleh orang tua yang bekerja yaitu sebanyak 31 orang (70,5%). Penelitian yang dilakukan oleh Masruroh (2019) yang membahas mengenai peran orang tua dalam sex education yang menunjukkan bahwa orang tua tidak peduli dengan penyampaian sex education dan sering mengabaikan waktu dengan anaknya karena disibukkan dengan pekerjaan. Menurut Chabib (2017), jika orang tua sibuk bekerja dengan menggunakan   waktu yang biasa

dimanfaatkan bersama remaja autisme, maka waktu untuk pemberian sex education kepada remaja autisme akan terbatas dan akhirnya remaja autisme kehilangan pola asuh orang tua. Hal ini dikarenakan orang tua yang sibuk bekerja tidak menganggap sex education sebagai prioritas utama.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa responden memiliki persepsi negatif yaitu sebanyak 25 orang (56,8%) dan yang memiliki persepsi positif yaitu sebanyak 19 orang (43,2%). Hal tersebut sesuai dengan penelitian Jannah (2016) yang menyatakan bahwa orang tua masih memiliki persepsi negatif terhadap sex education karena orang tua mempersepsikan bahwa pemberian sex

SIMPULAN

Hasil penelitian persepsi orang tua terhadap pentingnya sex education pada remaja autisme fase pubertas menunjukkan bahwa orang tua dengan persepsi negatif yaitu sebanyak 25 orang (56,8%) dan yang memiliki persepsi positif sebanyak 19 orang (43,2%).

Peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti lebih mendalam atau melakukan

DAFTAR PUSTAKA

Chabib. (2017). Persepsi Perempuan Tentang Penyakit Jantung Koroner Di Puskesmas Jenangan, Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo      (Doctoral     dissertation,

Universitas Muhammadiyah Ponorogo).

Gandeswari, K., Husodo, B. T., & Shaluhiyah, Z.

(2020). Faktor - Faktor yang Mempengaruhi

education dapat diberikan di sekolah sehingga orang tua tidak memiliki peran yang penting dalam pemberian sex education. Selain itu, orang tua belum mengetahui bagaimana cara memberikan sex education kepada remaja autisme. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gandeswari et al (2020) mengenai faktor yang mempengaruhi orang tua dalam memberikan sex education yaitu pendidikan orang tua, pekerjaan, dan usia remaja autisme.

Secara keseluruhan persepsi orang tua terhadap pentingnya sex education pada remaja autisme fase pubertas dapat dikategorikan “negatif”. Hasil tersebut dapat dilihat berdasarkan kuesioner yang sudah dijawab oleh 44 orang yang berisi 24 pertanyaan. Adapun hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah bahwa persepsi negatif dari orang tua di SLB Negeri 1 dan SLB Negeri 3 Denpasar disebabkan karena orang tua yang masih memiliki perasaan malu, enggan, dan tidak tahu bagaimana cara menyampaikan mengenai sex education kepada remaja autisme. Mereka masih beranggapan bahwa sex education bisa di dapatkan di sekolah melalui guru.

wawancara dengan orang tua dari remaja autisme terkait persepsi orang tua terhadap pentingnya sex education pada remaja autisme. Pihak sekolah dapat merencanakan kegiatan workshop atau seminar kepada orang tua mengenai sex education agar persepsi orang tua terhadap pentingnya sex education menjadi positif.

Perilaku Orangtua Dalam Memberikan Pendidikan Seks Usia Dini Pada Anak Pra Sekolah di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 8(3), 298-305.

Gandeswari, K., Husodo, B. T., & Shaluhiyah, Z. (2016). Deteksi dan Intervensi Dini pada

Anak Autis. Jurnal Pendidikan Anak, vol. III (1), hlm. 420-428.

Huwaidi, M. A., & Daghustani, W. H. (2013). Sexual Behavior in Male Adolescents with Autism and Its Relation to Social-Sexual Skills in the Kingdom of Saudi Arabia. International Journal of Special Education, 28(2), 114-122.

Jannah, S. N. (2016). Persepsi Guru Tentang Perkembangan dan Sex Education Anak Autistik Usia Remaja di SLB Autis Citra Mulia Mandiri Yogyakarta. Widia Ortodidaktika, 5(8), 796-805

Joyo, T. S. B., & Zubaidah, Z. (2016). Gambaran Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Seks Pada Anak Usia Sekolah Di Sdn 2 Banjarsari Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang (Doctoral dissertation, Faculty of Medicine).

Latipah, E., & Kamsyach, A. (2017). Psikologi Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Masruroh, L. (2019). Peran Orangtua dalam Pendidikan Seks Terhadap Anakusia Dini Pada Keluarga Muslim di Kampung Bina Karya Baru Kecamatan Putra Rumbia Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2019 (Doctoral dissertation, IAIN Metro).

Masyitah, Z. L. (2015). Strategi dan Metode Pendidikan Seks Untuk Anak Autis (Kajian Buku Pendidikan Seks Untuk Anak Autis Karya Fauziah Rachmawati).

Ninawati, M., & Handayani, S. L. (2018). Pengaruh Sex Education Dalam Pembelajaran Terhadap Perilaku Kekerasan Seksual Siswa Kelas VI. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, 2(2), 217-223.

Onibala, T., Mingkid, E., Kalesaran, E.R. (2019). Pola Komunikasi Guru Dalam Mendidik

Anak Autis Di AGCA Center Pumorow Manado. Jurnal Acta Diurna, 8(2), 1-16.

Paramita. (2009). Serba - Serbi Anak Autis. Yogyakarta: Diva Press.

Pratiwi, A. (2019). Hubungan Umur, Pendidikan, dan Pengetahuan Ibu Dengan Upaya Mempersiapkan Masa Pubertas Pada Remaja di RT 48 Kelurahan 3-4 Ulu Palembang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Saelmakers PERDANA (JKSP), 2(1), 63-70.

Putri, A. F. (2012). Pentingnya Orang Dewasa Awal Menyelesaikan Tugas Perkembangannya. SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling, 3(2), 35-40.

Rinta, L. (2015). Sex Education Dalam Membentuk Perilaku Seksual Positif Pada Remaja dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Psikologi Remaja. Jurnal Ketahanan Nasional, 21(3), 163-174.

Sholihatina, A., Mardhiyah, A., Simangunsong, B. (2012). Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Terhadap Sex Education Remaja Autis Pada Fase Pubertas Di SLBN Cibiru Dan Slb Pelita Hafidz Bandung.

Sipahutar, I. E., & Agustin, N. P. M. E. (2016). Dukungan Keluarga dalam Merawat Anak Autis. Jurnal Gema Keperawatan, 9(2), 156161.

Sulfasyah, S., & Nawir, M. (2016). Peran Orang Tua Terhadap Pengetahuan Seks Pada Anak Usia Dini. Equilibrium: Jurnal Pendidikan, 4(2).

World Health Organization. (2013). Autism Spectrum Disorders & Other Developmental Disorders: From Raising Awareness to Building Capacity. Geneva: WHO Document Production Services.

Wulandari, S. (2014). Perilaku Seksual Remaja Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya. Jurnal BK UNESA, 4(3).

51

Volume 10, Nomor 1, Februari 2022