HUBUNGAN WELAS ASIH DIRI DENGAN CITRA TUBUH PADA REMAJA DI SMA NEGERI 2 SEMARAPURA
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
HUBUNGAN WELAS ASIH DIRI DENGAN CITRA TUBUH PADA REMAJA DI SMA NEGERI 2 SEMARAPURA
Pande Putu Ayu Erismadewi*1, Kadek Eka Swedarma1, Gusti Ayu Ary Antari1 1Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, email: dewierisma6194@gmail.com
ABSTRAK
Tekanan pada citra tubuh merupakan masalah psikososial yang sering dialami oleh remaja. Citra tubuh yang rendah atau negatif dapat memberikan dampak buruk pada perkembangan remaja. Salah satu faktor yang mempengaruhi citra tubuh adalah welas asih diri. Welas asih diri dapat meningkatkan pemikiran positif tentang penerimaan penampilan seseorang dan berpikir positif mengenai diri sendiri sehingga diharapkan dapat membentuk citra tubuh yang positif pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara welas asih diri dengan citra tubuh pada remaja di SMA Negeri 2 Semarapura. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan rancangan penelitian cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 183 responden yang dipilih dengan teknik simple random sampling. Analisa data menggunakan uji Spearman Rank. Pengumpulan data welas asih diri diukur menggunakan kuesioner Self-Compassion Scale (SCS) dan citra tubuh diukur menggunakan kuesioner Multidimensional Body Self Relational Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS). Hasil analisis univariat menunjukkan sebagian besar remaja memiliki welas asih diri yang sedang sebanyak 136 responden (74,3%) dan memiliki citra tubuh yang tinggi sebanyak 106 responden (57,9%). Analisis data dengan menggunakan uji korelasi Spearman Rank mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan lemah dengan arah hubungan positif yang siginfikan antara welas asih diri dengan citra tubuh pada remaja di SMA Negeri 2 Semarapura (p = 0,000 ; r = 0,325). Peneliti merekomendasikan kepada sekolah dan petugas kesehatan agar membuat dan mendukung program dalam mengurangi tekanan psikologis remaja salah satunya dalam mewujudkan citra tubuh yang positif melalui edukasi pentingnya penanaman rasa welas asih dalam diri remaja.
Kata kunci: citra tubuh, remaja, welas asih diri
ABSTRACT
Pressure on body image as a psychosocial problem that was often experienced by adolescents. Low or negative body image may cause negative impact on adolescent's growth. Self-compassion is one of the factors that influence body image. Self-compassion can increase positive thinking about acceptance of appearance and positive thinking about oneself so that it is expected to form a high or positive body image in adolescents. This research aims to determine the relationship between self-compassion and body image in adolescents in SMA Negeri 2 Semarapura. The research method was used quantitative with a cross-sectional study design. Analysis of the data in this study using non-parametric Spearman Rank statistical test. Self-compassion data collection was analyzed by using the Self-Compassion Scale (SCS) questionnaire and the body image was analyzed by using the Multidimensional Body Self Relational Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS) questionnaire. The results of the univariate analysis showed that most adolescents have moderate self-compassion from 136 respondents (74,3%) and has a high body image from 106 respondents (57,9%). Data analysis was used Spearman Rank, it was found that there was a weak relationship with the direction of a significant positive relationship between self-compassion and body image of adolescents in SMA Negeri 2 Semarapura (p = 0,000; r = 0,325). Researchers recommend that schools and health workers be able to join, to create and support programs in reducing the psychological pressure of adolescents, especially in creating a positive body image through education on the importance of cultivating selfcompassion in adolescents.
Keywords: adolescent, body image, self-compassion
PENDAHULUAN
Remaja adalah individu yang berawal dari rentang usia 10-13 tahun dan berakhir pada rentang usia 18-22 tahun (Rahma & Puspitasari, 2019). Pada tahun 2012, ada 1,2 miliar penduduk yang berusia antara 10-19 tahun, terhitung 18% dari populasi dunia (United Nations Children's Fund, 2012). Data pada tahun 2020 dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa penduduk usia muda di Provinsi Bali mengalami peningkatan tren khususnya pada remaja di rentang usia 10-19 tahun dari tahun 2011-2020. Pada tahun 2011 jumlah penduduk remaja sebanyak 626 ribu jiwa, sedangkan pada tahun 2020 meningkat menjadi 696 ribu jiwa (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2020).
Seorang individu pada masa remaja seringkali mengalami masalah atau konflik baik secara fisik, psikologis, sosial, maupun emosional (Hasmarlin & Hirmaningsih, 2019). Masalah-masalah yang sering terjadi pada remaja seperti penyalahgunaan obat terlarang, dan seks bebas. Remaja juga mengalami perubahan fisiologis dan psikologis yang dapat menimbulkan tekanan kinerja akademis, permasalahan yang berhubungan dengan lawan jenis, keinginan untuk disukai atau dihargai dalam suatu kelompok, dan tekanan pada citra tubuh (Marta-Simões & Ferreira, 2018).
Pada masa remaja, individu umumnya memiliki perhatian khusus terhadap citra tubuh. Masa remaja merupakan masa kritis untuk perkembangan citra tubuh dan identitas diri (Rodgers et al, 2018). Citra tubuh yang rendah atau negatif memiliki dampak yang cukup besar pada kehidupan remaja. Dampak tersebut berupa remaja sering mengalami gangguan makan untuk menghindari penolakan sosial dari lingkungan sekitarnya karena bentuk tubuh atau berat badan (Marta-Simões & Ferreira, 2018). Rasa tidak puas pada penampilan fisik mengakibatkan remaja seringkali sengaja melewatkan makan, melakukan diet ketat, mengkonsumsi pil diet, atau memuntahkan makanan dengan paksa (Anggraheni & Rahmandani, 2019).
Salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap citra tubuh seseorang yaitu welas asih diri atau yang dikenal dengan nama self-compassion. Welas asih diri merupakan sikap individu yang terbuka, memperhatikan dan tidak menghakimi diri sendiri, serta adanya kepedulian dan cinta kasih kepada diri. Welas asih diri dapat digunakan sebagai intervensi untuk mengurangi ketidakpuasan tubuh atau meningkatkan citra yang positif (Slater et al, 2017). Welas asih diri memiliki manfaat dalam menumbuhkan kepedulian terhadap citra tubuh pada diri seseorang. Individu yang memiliki welas asih diri tidak akan mencela atas kekurangan yang dimilikinya, justru individu tersebut akan berlapang dada menerima segala kekurangan yang dimilikinya (Ummah et al, 2020). Welas asih diri berperan dalam menumbuhkan kebaikan diri, pandangan welas asih terhadap diri atau tubuh seseorang, membantu seseorang untuk menanggapi stres dengan cara tidak menghakimi diri sendiri (Anggraheni & Rahmandani, 2019).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 15 siswa di SMA Negeri 2 Semarapura, didapatkan hasil bahwa permasalahan yang dialami berupa merasa tidak puas terhadap penampilan (60%), khawatir menjadi gemuk (53,4%), kurang menghargai penampilannya apa adanya (26,7%), dan merasa kondisi fisik yang dimiliki lebih buruk dari kondisi fisik orang lain (66,7%). Siswa cenderung bersikap lebih keras terhadap dirinya sendiri saat menghadapi situasi yang sulit (66,7%), sulit mengontrol emosi (46,7%), dan menghakimi dirinya sendiri akibat kekurangan yang dimiliki atau ketika mengalami kegagalan/kekecewaan dalam hidupnya (26,7%).
Penelitian untuk menganalisis terkait hubungan welas asih diri terhadap citra tubuh masih terbatas. Selain itu, masih terdapat gap pada penelitian sebelumnya seperti tidak adanya hubungan atau pengaruh welas asih diri terhadap citra tubuh pada remaja laki-laki.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas XI di SMA Negeri 2 Semarapura dan sebanyak 183 siswa menjadi sampel penelitian yang dipilih menggunakan probability sampling. Teknik sampling yang digunakan yaitu teknik simple random sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu welas asih diri. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini yaitu citra tubuh.
Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Semarapura. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2021. Pengambilan data penelitian dilaksanakan selama 1 bulan. Pengambilan data dilakukan setelah peneliti mendapatkan surat uji kelayakan etik (ethical clearance) dengan nomor surat 933/UN14.2.2.VII.14/LT/2021 dari Komisi Etik Penelitian FK UNUD. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas XI yang terdata serta masih aktif bersekolah di SMA Negeri 2 Semarapura. Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu siswa yang
HASIL PENELITIAN
Gambaran karakteristik responden diperoleh melalui data diri yang tercantum pada bagian awal kuesioner penelitian. Data
tidak menyetujui informed consent serta responden mengundurkan diri pada saat penelitian berlangsung.
Pengumpulan data dilakukan hanya satu kali. Informed consent dan kuesioner disebarkan secara online melalui media Whatsapp melalui media google form. Penyebaran informed consent dan kuesioner dilakukan melalui personal chat kepada masing-masing responden. Informed consent diisi oleh responden sebelum mengisi kuesioner. Responden diberikan batas waktu selama 1 bulan dalam mengisi kuesioner. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner Self-Compassion Scale (SCS) yang terdiri dari 20 item pernyataan dengan hasil uji validitas 0,328 - 0,745 dan hasil reliabilitas senilai 0,846 serta kuesioner Multidimensional Body Self Relations Questionnaire - Appearance Scales (MBSRQ-AS) yang terdiri dari 15 item pernyataan dengan hasil uji validitas 0,3620,664 dan hasil reliabilitas senilai 0,802. Uji korelasi Spearman Rank digunakan untuk menganalisis data penelitian.
karakteristik yang didapat yaitu jenis kelamin dan usia responden. Hasil penelitian ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia (n=183)
Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki |
58 |
31,7 |
Perempuan |
125 |
68,3 |
Usia | ||
16 tahun |
82 |
44,8 |
17 tahun |
101 |
55,2 |
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden dominan berjenis kelamin perempuan sebanyak 125 orang (68,3%) serta |
dominan berusia 17 tahun yaitu sebanyak 101 orang (55,2%). |
Tabel 2. Hasil Analisis Variabel Welas Asih Diri dan Citra Tubuh Pada Remaja di SMA Negeri 2 Semarapura (n=183)
Variabel |
Median ± Varian |
Minimum - Maximum |
95% CI |
Welas Asih Diri |
68 ± 88,822 |
47 - 100 |
66,81 - 69,56 |
Citra Tubuh |
56 ± 62,570 |
31 - 71 |
54,35 - 56,66 |
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai median welas asih diri pada responden adalah 68 dengan varian 88,822. Skor minimum responden adalah 47 dan skor maksimum responden adalah 100. Nilai median citra
tubuh pada responden adalah 56 dengan varian 62,570. Skor minimum responden adalah 31 dan skor maksimum responden adalah 71.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Welas Asih Diri dan Citra Tubuh Pada Remaja di SMA Negeri 2 Semarapura (n=183)
Variabel |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
Welas Asih Diri | ||
Rendah |
0 |
0 |
Sedang |
136 |
74,3 |
Tinggi |
47 |
25,7 |
Citra Tubuh | ||
Rendah |
3 |
1,6 |
Sedang |
74 |
40,4 |
Tinggi |
106 |
57,9 |
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 183 responden, dominan memiliki welas asih diri kategori sedang yaitu sebanyak 136 orang
(74,3%). Selain itu, dari 183 responden, dominan memiliki citra tubuh kategori tinggi yaitu sebanyak 106 orang (57,9%).
Tabel 4. Hubungan Welas Asih Diri dengan Citra Tubuh Pada Remaja di SMA Negeri 2 Semarapura (n = 183)
Uji Korelasi Spearman Rank
Variabel |
n |
p - value |
r |
Welas Asih Diri Citra Tubuh |
183 |
0,000 |
0,325 |
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari hasil analisis korelasi didapatkan nilai p value 0,000 dan nilai koefisien korelasi (r) = 0,325. Hasil analisis korelasi ini menyatakan bahwa terdapat hubungan lemah dengan arah korelasi positif yang signifikan antara welas asih diri dengan citra tubuh pada remaja di
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara 183 responden, responden dengan welas asih diri sedang sebanyak 136 (74,3%) dan 47 responden (25,7%) memiliki welas asih diri tinggi, dan tidak ada yang memiliki welas asih diri rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dan Arsita (2019) pada siswa SMA Negeri di Jakarta Pusat, memperoleh data bahwa sebagian responden dengan welas asih diri pada kategori sedang. Penelitian yang dilakukan oleh Marshall et al (2015) juga menemukan bahwa welas asih diri sebagian besar siswa berada pada kategori sedang. Penelitian yang dilakukan oleh Chishima et al (2018) yang
SMA Negeri 2 Semarapura. Arah hubungan positif dalam penelitian ini menunjukkan bahwa apabila welas asih diri semakin tinggi maka semakin tinggi pula citra tubuh pada remaja di SMA Negeri 2 Semarapura dan sebaliknya.
mendapatkan hasil berbeda dimana welas asih diri responden tergolong rendah atau negatif.
Siswa memiliki tingkat welas asih diri yang tinggi, mereka akan cenderung peduli dan memahami diri mereka sendiri serta mampu memberikan kehangatan dan penerimaan pada diri. Akan tetapi, siswa yang berada pada kategori welas asih diri sedang tidak dapat menerima kekurangannya sendiri, dan berisiko mencelakai diri sendiri. Selain itu, jika remaja memiliki welas asih diri kategori sedang ia akan mudah terbawa oleh situasi yang menyedihkan, atau mudah membesar-besarkan situasi yang tidak
menyenangkan. Berdasarkan penjelasan diatas, siswa/ remaja diharapkan dapat memiliki welas asih diri yang tinggi sehingga mampu menyayangi diri seutuhnya serta memberikan kehangatan pada diri (Neff & Knox, 2017).
Beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap tingkat welas asih diri remaja yaitu lingkungan, usia, dan jenis kelamin (Ummah et al, 2020). Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan memiliki tingkat welas asih diri yang lebih rendah. Hal ini terjadi karena perempuan lebih cenderung mengkritik diri sendiri daripada laki-laki (Wahyuni & Arsita, 2019).
Menurut Ummah et al (2020), usia mempengaruhi welas asih diri seseorang. Welas asih diri berada pada level terendah selama masa remaja. Pada masa remaja, individu berada pada tahap mengembangkan sikap egosentris untuk membentuk identitas diri. Sikap egosentris muda ini dapat mendorong sikap kritik diri dan menumbuhkan rasa terasing. Saat menumbuhkan sikap welas asih diri, lingkungan atau pola asuh menjadi bagian penting dalam menentukan kemampuan remaja untuk menumbuhkan sikap tersebut (Pepping et al, 2015).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 183 responden yang memiliki citra tubuh dengan kategori tinggi yaitu sebanyak 106 orang (57,9%), sebanyak 74 orang (40,4%) memiliki citra tubuh dengan kategori sedang, dan sebanyak tiga orang (1,6%) yang memiliki citra tubuh rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Astutik dan Wardani (2020), yang menemukan bahwa sebagian besar remaja memiliki citra tubuh yang positif atau tinggi, yaitu sebanyak 59 (93,6%) dan 4 (6,4%) memiliki citra tubuh rendah. Penelitian Choiriyah, Ramonda, & Yudanari (2019) mendapatkan hasil sebagian besar responden memiliki citra tubuh positif atau tinggi, dan sebanyak 60 (65,2%) dan 32 siswa lainnya (34,8%) memiliki citra tubuh negatif atau rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Wati et al (2019) mendapatkan hasil yang berbeda, dimana sebagian besar responden yaitu remaja memiliki citra tubuh negatif sebesar 57,8%.
Menurut Denich & Ifdil (2015), jenis kelamin mempengaruhi citra tubuh seseorang. Perempuan cenderung lebih tidak puas dengan tubuh mereka daripada laki-laki. Perempuan lebih kritis terhadap tubuhnya secara keseluruhan atau bagian tubuh tertentu. Selain jenis kelamin, usia juga mempengaruhi citra tubuh seseorang. Perhatian terhadap citra tubuh terus berkembang hingga masa remaja akhir dan dewasa awal (Rodgers et al, 2018).
Tingkat citra tubuh digunakan sebagai ilustrasi atau gambaran untuk memahami seberapa puas individu dengan tubuh dan penampilannya secara keseluruhan. Penerimaan individu terhadap tubuhnya dapat dipengaruhi oleh faktor media massa, sosial budaya, dan lain-lain. Idealnya, setiap orang memiliki citra tubuh yang tinggi atau positif (Ifdil et al, 2017). Remaja dengan tingkat citra tubuh yang tinggi atau positif akan merasa puas dengan bentuk tubuhnya. Pada saat yang sama, jika citra tubuh remaja rendah atau negatif, maka ia tidak akan puas dengan bentuk tubuhnya (Nurhalimah, 2020). Berdasarkan penjelasan diatas, remaja diharapkan memiliki citra tubuh yang tinggi sehingga ia bisa menjalani hidup bahagia dengan menerima keadaan fisiknya secara utuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan lemah dengan arah korelasi positif yang signifikan antara welas asih diri dengan citra tubuh pada remaja di SMA Negeri 2 Semarapura. Penelitian yang dilakukan oleh Anggraheni dan Rahmandani (2019), menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan yang cukup erat antara welas asih diri dengan citra tubuh, serta arah korelasinya positif. Arah hubungan positif dalam penelitian ini menunjukkan bahwa apabila welas asih diri semakin tinggi maka semakin tinggi pula citra tubuh pada remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Rodgers et al (2017) mengemukakan welas asih diri merupakan aspek yang dapat mempromosikan citra tubuh yang positif di antara kedua jenis kelamin. Pullmer et al (2019) mengemukan “pria cenderung memiliki welas asih diri yang lebih tinggi daripada wanita”. Namun, teori mengenai
perbedaan welas asih diri yang berkaitan dengan jenis kelamin masih belum dapat dipastikan. Hal ini dikarenakan adanya faktor lainnya yang dapat mempengaruhi seperti biopsikososial, genetika, dan stres individu yang berbeda-beda. Welas asih diri tidak memiliki efek pada kepuasan tubuh atau citra tubuh dan patologi makan pada anak laki-laki. Sedangkan pada perempuan, efek welas asih diri lebih kuat pada citra tubuh dan patologi makan. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendukung spekulasi ini (Pullmer et al, 2019).
Selama masa remaja, individu umumnya memasuki tahap pembentukan citra diri, yang menghasilkan perhatian yang kuat terhadap bentuk tubuh. Remaja akan membentuk tubuhnya sesuai dengan citra tubuh yang diinginkan. Ketidakpuasan remaja terhadap tubuhnya, baik dari segi bentuk wajah, bentuk tubuh, maupun berat badan, akan membuat remaja berpikir bahwa penampilannya jelek, dan pada akhirnya menimbulkan rasa tidak percaya diri (Wati & Sumarmi, 2017).
Salah satu faktor yang berpengaruh pada citra tubuh adalah welas asih diri atau yang biasa dikenal dengan nama selfcompassion. Welas asih diri dapat meningkatkan pemikiran positif tentang penerimaan penampilan seseorang, dan berpikir positif mengenai diri sendiri. Selain itu, rasa welas asih diri juga dapat melindungi seseorang dari faktor risiko yang dapat membuat citra tubuh negatif, seperti perbandingan penampilan pada diri individu tersebut. Individu yang memiliki welas asih diri yang tinggi akan lebih sedikit membandingkan tubuh, kurang menekankan penampilan sebagai indikator harga diri serta
SIMPULAN
Simpulan penelitian ini adalah mayoritas responden berjenis kelamin perempuan dan berusia 17 tahun. Mayoritas responden memiliki welas asih diri dalam kategori sedang dan citra tubuh dalam kategori tinggi. Hasil analisis korelasi menunjukkan terdapat hubungan lemah dengan arah korelasi positif yang signifikan antara welas asih diri dengan citra tubuh pada
dapat melindungi dirinya dari efek negatif akibat penilaian penampilan diri (Rodgers, et al, 2017).
Welas asih diri terbukti berpengaruh pada peningkatan citra tubuh seseorang, sehingga welas asih diri juga perlu ditingkatkan. Menurut Albertson et al (2015), remaja dapat meningkatkan welas asih diri dengan mendengarkan podcast tentang meditasi dan welas asih diri. Mendengarkan podcast dapat mengurangi rasa kecewa pada diri sendiri. Intervensi self-compassion meditation dapat berdampak pada aspek-aspek tertentu, terutama dua indeks Body Image Distress (BID), yang menunjukkan perubahan terbesar dalam harga diri dalam hal penampilan dan kontrol tubuh (Toole & Craighead, 2016).
Menurut Neff (2011) dalam Wahyuni dan Arsita (2019), siswa yang memiliki welas asih diri yang sedang masih perlu diadakan peningkatan. Hal tersebut karena remaja dengan welas asih diri kategori sedang rentan melakukan kritik terhadap diri dan merasa terasing. Welas asih diri bagi siswa dapat ditingkatkan dengan mengadakan pelatihan peningkatan welas asih diri. Pelatihan peningkatan welas asih diri dilakukan dengan menekankan pengajaran pada siswa untuk tetap dapat memberikan kebaikan kepada dirinya sendiri meskipun dalam situasi tersulit sekalipun (Bluth & Blanton, 2015). Cara lain untuk meningkatkan welas asih diri yaitu dengan psikodrama. Melalui psikodrama siswa memiliki ruang untuk meluapkan emosi dan membuatnya menjadi terbuka dengan lingkungannya sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami (Hidayati, 2018).
siswa remaja di SMA Negeri 2 Semarapura. Arah hubungan positif dalam penelitian ini menunjukkan bahwa apabila welas asih diri semakin tinggi maka semakin tinggi pula citra tubuh pada remaja di SMA Negeri 2 Semarapura dan sebaliknya.
Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat membuat program atau kegiatan yang mampu meningkatkan rasa welas asih diri
dan citra tubuh siswa. Kegiatan tersebut seperti adanya pelatihan peningkatan welas asih diri dan citra tubuh. Pelatihan dapat membantu siswa mengurangi tingkat stres, dan menumbuhkan rasa peduli terhadap diri
DAFTAR PUSTAKA
Albertson, E. R., Neff, K. D., & Dill-Shackleford, K.
E. (2015). Self-compassion and body dissatisfaction in women: A randomized controlled trial of a brief meditation intervention. Mindfulness, 6(3), 444–454.
Anggraheni, R. D. & Rahmandani, A. (2019). Hubungan antara self-compassion dan citra tubuh pada mahasiswi program s-1 manajemen universitas katolik soegijapranata semarang. Jurnal Empati, 8(1), 166-172.
Astutik, W. & Wardani, G. A. R. K. (2020). Body image siswa-siswi yang mengalami obesitas di sma negeri 8 denpasar. Community of Publishing In Nursing (COPING), 8(3), 219223.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2020). Proyeksi penduduk provinsi bali menurut jenis kelamin dan kelompok umur, 2011-2020 (ribu jiwa). Tersedia di :
https://bali.bps.go.id/linkTableDinamis/view/i d/116. [Diakses pada 5 November 2020].
Bluth, K., & Blanton, P. W. (2015). The influence of self-compassion on emotional well-being among early and older adolescent males and females. The Journal of Positive Psychology, 10(3), 219–230.
Chishima, Y., Mizuno, M., Sugawara, D., &
Miyagawa, Y. (2018). The influence of selfcompassion on cognitive appraisals and coping with stressful events. Mindfulness, 9(6), 1907– 1915.
Choiriyah, Z., Ramonda, D. A., & Yudanari, Y. G. (2019). Hubungan antara body image dan jenis kelamin terhadap pola makan pada remaja. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(2), 109-114.
Denich, A. U. & Ifdil. (2015). Konsep body image remaja putri. Jurnal Konseling dan Pendidikan, 3(2), 55-61.
Hasmarlin, H. & Hirmaningsih. (2019). Selfcompassion dan regulasi emosi pada remaja. Jurnal Psikologi, 15(2),148-156.
Hidayati, F. (2018). Penguatan karakter kasih sayang “self compassion” melalui pelatihan psikodrama. Prosiding Seminar Nasional Psikologi Unissula, 93–101.
Ifdil, I., Denich, A. U., Ilyas, A. (2017). Hubungan body image dengan kepercayaan diri remaja putri. Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling, 2(3), 107–113.
Marshall, S. L., Parker, P. D., Ciarrochi, J., Sahdra, B., Jackson, C. J., & Heaven, P. C. L. (2015). Selfcompassion protects against the negative
sendiri. Selain itu, siswa remaja dapat berpartisipasi dalam kegiatan lain seperti psikodrama, podcast welas asih dan citra tubuh, dan self-compassion meditation.
effects of low self-esteem: a longitudinal study in a large adolescent sample. Personality and Individual Differences, 74, 116–121.
Marta-Simões, J. & Ferreira, C. (2018). Self-to-others and self-to-self relationships: paths to
understanding the valence of body image and eating attitudes in emerging adult women. Eat Weight Disord, 25(2), 399-406.
Neff, K. D., & Knox, M. C. (2017). Self-compassion. Encyclopedia of Personality and Individual Differences, 1-8.
Nurhalimah, H. (2020). Gambaran body image pada remaja di sman 17 garut (Skripsi, Universitas Padjadjaran).
Pepping, C. A., Davis, P. J., O’Donovan, A., & Pal, J. (2015). Individual Differences in selfcompassion: the role of attachment and
experiences of parenting in childhood. Self and Identity, 14(1), 104–117.
Pullmer, R., Coelho, J. S., Zaitsoff, S. L. (2019). Kindness begins with yourself: The role of selfcompassion in adolescent body satisfaction and eating pathology. Int J Eat Disord, 52(7), 809816.
Rahma, U. & Puspitasari, R. (2019). Self-compassion dan subjective well-being remaja tunadaksa. PSYMPATHIC: Jurnal Ilmiah Psikologi, 6(2), 157-164.
Rodgers, R. F., Donovan, E., Cousineau, T., Yates, K., McGowan, K., Cook, E., . . . & Franko, D. L. (2018). BodiMojo: Efficacy of a mobile-based intervention in improving body image and selfcompassion among adolescents. J Youth Adolesc, 47(7), 1363-1372.
Rodgers, R. F., Franko, D. L., Donovan, E., Cousineau, T., Yates, K., McGowan, K., . . . & Lowy, A. S. (2017). Body image in emerging adults: The protective role of self-compassion. Body Image, 22, 148-155.
Slater, A., Varsani, N., & Diedrichs, P. C. (2017).
#fitspo or #loveyourself? The impact of fitspiration and self-compassion instagram images on women’s body image, selfcompassion, and mood. Body Image, 22, 87-96.
Toole, A. M. & Craighead, L. W. (2016). Brief selfcompassion meditation training for body image distress in young adult women. Body Image, 19, 104-112.
Ummah, D. M., Bahry, S., Ali, I. M. A., Magfirah, U., Latief, N. S. A., Hataul, H., & Kahar, M. K. S. J. (2020). 15 warna psikologi untuk moloku kie raha. Malang: Cita Intrans Selaras.
United Nations Children's Fund (UNICEF). (2012). Progress for children: A report card in adolescents. New York: 3 United Nation Plaza.
Wahyuni, E. & Arsita, T. (2019). Gambaran selfcompassion siswa di sma negeri se-jakarta pusat. Insight: Jurnal Bimbingan dan
Konseling, 8(2), 125-135.
Wati, C. R., Lidiawati, M., & Bintoro, Y. (2019). Hubungan indeks massa tubuh dengan body image pada remaja putri kelas i dan kelas ii sman 4 banda aceh. SEMDI UNAYA-2019, 849-857.
Wati, D. K. & Sumarmi, S. (2017). Citra tubuh pada remaja perempuan gemuk dan tidak gemuk: studi cross sectional. Amerta Nutrition, 1(4), 398-405.
45
Volume 10, Nomor 1, Februari 2022
Discussion and feedback