Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN ANTARA JENIS SEPATU DAN TINGGI HAK SEPATU DENGAN NYERI TUMIT (PLANTAR FASCIITIS) PADA PEGAWAI KANTORAN

Kadek Shinta Pradnyandari1, Putu Oka Yuli Nurhesti*1, I Gusti Ngurah Juniartha1

1Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana

*korespondensi penulis, email: putuokayuli@unud.ac.id

ABSTRAK

Nyeri tumit (plantar fasciitis) merupakan peradangan pada pita jaringan (plantar fascia) yang memanjang dari tumit hingga jari kaki. Plantar fasciitis sebagian besar dialami oleh orang dewasa yang aktif bekerja. Pemilihan jenis sepatu yang kurang tepat disebut sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya plantar fasciitis. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa sebagian besar plantar fasciitis disebabkan oleh penggunaan high heels. Namun, penelitian terkait jenis sepatu lain seperti wedges, flatshoes dan pantofel yang dihubungkan dengan kejadian plantar fasciitis belum banyak ditemukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jenis sepatu dan tinggi hak sepatu dengan plantar fasciitis pada pegawai kantoran. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Responden didapatkan melalui teknik simple random sampling sebanyak 160 orang. Analisis data menggunakan uji Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif lemah antara jenis sepatu dengan plantar fasciitis pada pegawai kantoran (α=0,05; p value=0,03; r=0,23) dan terdapat hubungan positif sedang antara tinggi hak sepatu dengan plantar fasciitis pada pegawai kantoran (α=0,05; p value=0,18; r=0,57). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis sepatu dan tinggi hak sepatu dengan plantar fasciitis pada pegawai kantoran. Oleh karena itu, diharapkan agar pegawai kantoran dapat memilih sepatu yang sesuai dengan kebutuhan agar meminimalisir terjadinya plantar fasciitis. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dalam bidang ergonomi dan kesehatan kerja agar dapat menyesuaikan tubuh dengan pemilihan sepatu sehingga tetap nyaman ketika bekerja dan dapat meningkatkan kualitas hidup.

Kata kunci: Jenis sepatu, Pegawai kantoran, Plantar fasciitis

ABSTRACT

Heel pain (plantar fasciitis) is an inflammation of the band of tissue (plantar fascia) that extends from heel to the toes. One of factors causing plantar fasciitis is the use of shoes that do not fit properly. Previous research shown that most plantar fasciitis is caused by wearing high heels. There is still little research on other types of shoes such as wedges, flatshoes and loafers that can cause plantar fasciitis, so researchers want to investigate this. This study aims to determine the correlation between type of shoes and heels with plantar fasciitis in office employees. This research was descriptive correlative study that used a crosssectional approach. As many as 160 respondents were obtained through simple random sampling technique. Data analysis used the Spearman Rank test. The results of this study indicate that there is weak positive correlation between type of shoes and the plantar fasciitis in office (α=0,05; p value=0,03; r=0,23) and there is a moderate positive correlation between high heels with plantar fasciitis in office employees (α=0,05; p value=0,18; r=0,57). Based on the results of the study, it is found that there is a significant correlation between shoe type and heel height with plantar fasciitis in office employee. Therefore, it is expected that office employees can choose shoes that suit their needs in order to minimize the occurrence of plantar fasciitis. This research is expected to develop knowledge in the field of ergonomics and occupational health in nursing.

Keywords: Office employees, Plantar fasciitis, Type of shoes

PENDAHULUAN

Nyeri merupakan suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan dapat dirasakan oleh setiap orang. Salah satu nyeri yang sering dirasakan pada orang dewasa khususnya pegawai kantoran adalah plantar fasciitis. Plantar fasciitis merupakan peradangan pada pita jaringan (plantar fascia) yang memanjang dari tumit hingga jari kaki (Foot Health Facts, 2020). Sekitar dua juta orang di Amerika Serikat yang mengalami nyeri di bagian kaki. Terdapat 10% di antaranya merupakan plantar fasciitis dimana 83% dari pasien tersebut merupakan orang dewasa yang aktif bekerja berusia antara 25 hingga 65 tahun (Sung et al, 2020).

Sementara itu, di Indonesia menurut Nasution, Marsinta dan Suciati (2020) terdapat 55,4% pasien mengalami plantar fasciitis di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Menurut Kuswardani, Amanati dan Yudhanto (2018) sebanyak 67 pasien mengalami plantar fasciitis di RS Tentara Bhakti Wira Tamtama Semarang, Jawa Tengah pada tahun 2017. Selain itu, dalam penelitian Merta, Winaya dan Sugiritama (2018) sebanyak 30,7% wanita mengalami plantar fasciitis di daerah Gianyar, Bali.

Plantar fasciitis umumnya dapat menimbulkan tanda dan gejala pada seseorang yang mengalaminya. Tanda dan gejala yang umum terjadi adalah nyeri tajam pada bagian tumit, bengkak serta nyeri semakin memberat ketika beraktivitas. Tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh plantar fasciitis dapat memberikan dampak yang kurang menyenangkan bagi penderita (Christoper, 2017).

Dampak yang dapat ditimbulkan,

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis deskriptif korelasional dengan desain cross sectional yang dilakukan di Kantor Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung

yaitu menurunkan kualitas kesehatan, mengganggu Activity Daily Living (ADL) seperti melakukan mobilisasi karena rasa nyeri ketika beraktivitas dan menurunkan produktivitas saat bekerja (Suzan dalam Kuswardani, Amanati dan Yudhanto, 2018). Melihat dampak yang ditimbulkan maka perlu diketahui faktor penyebab plantar fasciitis. Penggunaan alas kaki yang tidak tepat merupakan salah satu faktor penyebab plantar fasciitis. Alas kaki yang umumnya menyebabkan plantar fasciitis adalah sepatu hak tinggi (high heels). Sepatu dengan tinggi hak di atas lima sentimeter mengakibatkan kaki terus-menerus menjinjit, posisi kaki menukik ke depan, sehingga menyebabkan plantar fasciitis.

Studi pendahuluan telah dilakukan peneliti dengan hasil sebanyak 56 pegawai kantor Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung mengisi formulir pertanyaan yang telah disebar secara daring. Terdapat 46 responden wanita dan 10 responden pria. Sebanyak 10 orang menggunakan sepatu high heels, 21 orang menggunakan flatshoes, 8 orang menggunakan wedges, 12 orang menggunakan pantofel, dan 5 orang menggunakan sepatu jenis lain. Sebanyak 33 orang tidak mengalami nyeri di bagian tumit dan 23 orang mengalami nyeri di bagian tumit.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut terkait hubungan antara jenis sepatu dan tinggi hak sepatu dengan plantar fasciitis pada pegawai kantoran. Hal tersebut dikarenakan penelitian sebelumnya menemukan bahwa sebagian besar plantar fasciitis disebabkan oleh penggunaan high heels. Namun, penelitian terkait jenis sepatu lain seperti wedges, flatshoes dan pantofel yang dihubungkan dengan kejadian plantar fasciitis belum banyak ditemukan.

Kabupaten Badung pada Maret 2021.

Pengumpulan data dilaksanakan pada 1823 Maret 2021. Kantor Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung terletak di Jl. Raya Lukluk, Sempidi, Lukluk,

Kec. Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Kantor ini memiliki beberapa fungsi, antara lain mengelola keuangan daerah serta mengoptimalkan peran Perusahaan Daerah/Badan Usaha Milik Daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah. Pegawai di kantor ini berjumlah 267 orang dan saat pandemi COVID-19 semua pegawai berkerja dari hari Senin-Jumat secara bergantian sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan serta menerapkan protokol kesehatan.

Populasi target penelitian ini, yaitu 267 pegawai yang terdaftar di kantor tersebut. Sampel penelitian adalah 160 pegawai yang dipilih dengan teknik probability sampling, yaitu simple random sampling. Kriteria inklusi penelitian ini, yaitu responden merupakan karyawan yang terdaftar di Kantor Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung, karyawan menggunakan sepatu ketika bekerja dan bersedia menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi penelitian ini, yaitu karyawan yang tidak hadir saat penelitian dan mempunyai masalah muskuloskeletal.

Instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah timbangan, microtuise staturemeter dan formulir pertanyaan. Formulir pertanyaan berisikan data demografi, berat badan, tinggi badan, jenis

HASIL PENELITIAN

sepatu yang digunakan, lama penggunaan sepatu, lama melepaskan sepatu ketika bekerja, dan plantar fasciitis yang dirasakan responden menggunakan Numeric Rating scale (NRS) dan Visual Analog Scale (VAS).

Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner di ruang kerja karyawan dengan estimasi waktu 10-15 menit. Sebelum pengisian kuesioner peneliti dan enumerator memberikan penjelasan terkait pengisian kuesioner secara bergantian serta melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan responden menggunakan timbangan dan microtuise staturemeter yang telah dibawa. Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan untuk mendapatkan nilai IMT responden yang dihitung sendiri oleh peneliti.

Data yang terkumpul kemudian ditabulasi ke dalam matriks pengumpulan data yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti dan kemudian dilakukan analisis data.

Analisis data dilakukan dengan analisis univariat yang mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi baik data numerik maupun kategorik. Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis hubungan antara jenis sepatu dan tinggi hak sepatu dengan plantar fasciitis pada pegawai kantoran. Uji yang digunakan adalah Spearman Rank karena data tidak terdistribusi normal. Penelitian ini telah mendapat persetujuan laik etik dari Komisi Etik Penelitian FK Unud.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Karakteristik Responden (n=160)

Variabel

Frekuensi

Persentase

21-24 tahun

4

2,3%

25-28 tahun

18

11,3%

29-32 tahun

23

14,4%

33-36 tahun

20

12,5%

Usia              37-40 tahun

14

8,8%

41-44 tahun

27

16,9%

45-48 tahun

18

11,3%

49-52 tahun

17

10,6%

53-56 tahun

13

8,1%

57-60 tahun

6

3,8%

Jenis Kelamin     Perempuan

87

54,4%

Laki-laki

73

45,6%

1-4 tahun

47

29,4%

5-8 tahun

13

8,1%

9-12 tahun

9

5,6%

13-16 tahun

25

15,6%

Masa Bekerja

17-20 tahun

38

23,8%

21-24 tahun

20

12,5%

25-28 tahun

5

3,1%

29-32 tahun

2

1,3%

33-36 tahun

1

0,6%

37-40 tahun

0

0%

Lama

5 jam

1

0,6%

Penggunaan

6 jam

0

0%

Sepatu

7 jam

4

2,5%

8 jam

155

96,9%

Melepas Sepatu

Iya

5

3,1%

Tidak

155

96,9%

Kekurangan berat badan tingkat berat (IMT<17,0)

4

2,5%

Kekurangan berat badan tingkat ringan (IMT 17,118,4)

2

1,3%

IMT

Normal (IMT 18,5-25,0)

107

66,8%

Kelebihan berat badan tingkat ringan (IMT 25,127,0)

23

14,4%

Kelebihan berat badan tingkat berat (IMT>27,0)

24

15,0%

Tabel 2. Gambaran Jenis Sepatu dan Tinggi Hak Sepatu Responden (n=160)

Variabel                          Frekuensi               Persentase

Jenis Sepatu

Higheels                     3                      1,9%

Wedges                    5                     3,1%

Flatshoes                    122                    76,2%

Pantofel                      28                      17,5%

Lainnya                    2                     1,3%

Tinggi Hak Sepatu

0                      130                   81,3%

1                          2                       1,3%

1,5                         6                       3,8%

2                        11                      6,9%

3                       4                     2,5%

5                       6                     3,8%

7                         1                      0,6%

Tabel 2 menunjukkan bahwa      (76,2%). Sebagian besar responden

sebagian besar responden menggunakan      menggunakan sepatu dengan tinggi hak 0

flatshoes, yaitu

sebanyak 122 orang      cm, yaitu sebanyak 130 orang (81,3%).

Tabel 3. Gambaran Plantar Fasciitis Pada Responden (n=160)

Variabel / Skala

Frekuensi

Persentase

Plantar Fasciitis

Tidak nyeri (skala 0)

140

87,5%

Skala NRS

Nyeri ringan (skala 1-3)

18

11,2%

Nyeri sedang (skala 4-6)

2

1,3%

Tidak nyeri (skala 0)

140

87,5%

Skala VAS

Sedikit lebih nyeri (skala 2)

7

4,4%

Lebih nyeri (skala 3)

13

8,1%

Tabel 3 menunjukkan bahwa    (87,5%) baik pengukuran

sebagian   besar   responden   tidak    NRS dan VAS.

mengalami nyeri, yaitu 140 orang

Tabel 4. Uji Silang Jenis Sepatu dengan Nyeri Tumit (Plantar Fasciitis) Responden (n=

menggunakan skala

160)

Variabel

Nyeri Tumit (Plantar Fasciitis)

Tidak  Persen-   Nyeri

nyeri    tase    ringan

(skala              (skala

0)                  1-3)

Persen-   Nyeri

tase    sedang

(skala 4-6)

Persentase

Frekuensi

Persentase

Higheels

2      1,3%      1

0,62%    0

0%

3

1,9%

Jenis    Wedges

2     1,3%     3

1,9%     0

0%

5

3,1%

Sepatu   Flatshoes

122   73,75%    3

1,9%      1

0,62%

122

76,2%

Pantofel

16     10%     11

6,9%      1

0,62%

28

17,5%

Lainnya

2     1,3%     0

0%     0

0%

2

1,3%

Total

140   87,5%    18

11,2%     2

1,3%

160

100%

Tabel

4

menunjukkan

bahwa

dan

sebagian besar

responden

tidak

sebagian besar

responden

menggunakan

mengalami nyeri, yaitu sebanyak 140 orang

sepatu flatshoes, yaitu 122 orang (76,2%)

(87,5%).

Tabel 5. Uji Silang Tinggi Hak Sepatu dengan Nyeri Tumit (Plantar Fasciitis) Responden (n=160)

Nyeri Tumit (Plantar Fasciitis)

Variabel

Tidak nyeri

Nyeri ringan

Nyeri sedang

(skala 0)

(skala 1-3)

(skala 4-6)

Freku-

Persen-

Freku-

Persen-

Freku-

Persen-

Frekuensi   Persentase

ensi

tase

ensi

tase

ensi

tase

0

126

78,75%

3

1,9%

1

0%

130

81,3%

1

1

0,62%

1

0,62%

0

0%

2

1,3%

Tinggi

1,5

1

0,62%

5

3,12%

0

0%

6

3,75%

Hak

2

7

4,4%

3

1,9%

1

0,62%

11

6,9%

Sepatu

3

1

0,62%

3

1,9%

0

0%

4

2,5%

5

3

1,9%

3

1,9%

0

0%

6

3,75%

7

1

0,62%

0

0%

0

0%

1

0,62%

Total

140

87,5%

18

11,2%

2

1,3%

160

100%

Tabel 5 menunjukkan bahwa      responden tidak mengalami nyeri, yaitu

sebagian besar responden menggunakan      sebanyak 140 orang (87,5%).

sepatu dengan tinggi hak 0 cm, yaitu 126

orang (78,75%) dan sebagian besar

Tabel 6. Hubungan antara Jenis Sepatu dan Tinggi Hak Sepatu dengan Nyeri Tumit (Plantar Fasciitis) (n=160)

Variabel

Plantar Fasciitis

p value

r

R

Jenis sepatu

0,05*

0,23

5,29%

Tinggi hak sepatu

0,00*

0,67

32,49%

Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada rentang usia 41-44 tahun, yaitu sebanyak 27 pegawai (16,9%). Jenis kelamin responden sebagian besar adalah perempuan, yaitu 87 orang (54,4%). Masa kerja responden sebagian besar dalam rentang 17-20 tahun, yaitu


sebanyak 38 orang (23,8%). Sebagian besar lama penggunaan sepatu selama bekerja, yaitu 8 jam (96,9%). Sebagian besar responden tidak melepas sepatu selama bekerja, yaitu 155 orang (96,9%). Sebagian besar responden memiliki IMT kategori normal, yaitu sebanyak 107 orang (66,9%).


Keterangan: *menunjukkan signifikan pada α=0,05

Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif lemah antara jenis sepatu dengan plantar fasciitis pada pegawai kantoran (α = 0,05; p value = 0,03; r = 0,23) dan nilai koefisien determinasi sebesar 5,29%. Selain itu, Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif sedang

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar usia responden berada pada rentang 41-44 tahun. Usia tersebut merupakan usia produktif untuk bekerja, hal ini sejalan dengan penelitian Harahap (2019) pekerjaan yang berkaitan dengan fisik, usia produktif hingga 55 tahun adalah ideal. Penelitian yang dilakukan oleh Tambuwun et al (2020) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan keluhan muskuloskeletal. Usia merupakan penyebab utama terjadinya keluhan pada otot, karena semakin bertambahnya usia maka kekuatan otot semakin berkurang dan terjadi pengeroposan tulang.

Karakteristik responden berdasarkan masa kerja didapatkan bahwa sebagian besar masa bekerja pegawai terdapat pada rentang 17-20 tahun. Masa kerja biasanya dihitung sejak waktu seseorang mulai bekerja, pengalaman kerja juga ikut menentukan kinerja seseorang. Semakin lama masa kerja, maka kecakapan akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaannya (Septiani, 2017).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pegawai kantor didominasi oleh perempuan. Perempuan dalam melakukan pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan ketekunan lebih bagus dibandingkan laki-laki. Laki-laki biasanya lebih mengandalkan kekuatan secara fisik (Helmina, Diani dan Hafifah, 2019). Hal ini sesuai dengan keadaan di Kantor Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung yang didominasi dengan kegiatan pelayanan kepada wajib pajak, membuat surat terkait perpajakan sehingga pegawai lebih banyak duduk dan didominasi oleh perempuan.

antara tinggi hak sepatu plantar fasciitis pada pegawai kantoran (α = 0,05; p value = 0,18; r = 0,57) dan nilai koefisien determinasi sebesar 32,49%. Nilai r yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi hak sepatu seseorang maka plantar fasciitis akan semakin berat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa IMT pegawai kantor didominasi oleh IMT normal, yaitu sebanyak 107 orang (66,8%). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Wulandari, Widari dan Muniroh (2019) didapatkan hasil sebanyak 61,2% karyawan manajer madya di seluruh Dinas Kota Surabaya. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, Setiyawati, Arbitera, dan Amarrullah (2020) pada pegawai di Biro Kepegawaian Kemenkes sebagian besar IMT normal, yaitu sebanyak 54,4%.

Pegawai Kantor Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung didominasi dengan IMT normal dikarenakan adanya giat olahraga bersama setiap hari Jumat untuk mempertahankan kebugaran tubuh pegawai. Selain itu, kantor yang berada di lantai dua mengharuskan pegawai untuk berjalan melewati tangga dan ruangan kantor yang cukup luas menyebabkan pegawai jika memerlukan sesuatu seperti memperbanyak berkas, pergi ke pantry maupun ke toilet harus berjalan cukup jauh sehingga secara tidak langsung pegawai melakukan aktivitas fisik yang mampu membakar kalori.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai mengalami nyeri skala 0 di bagian tumit baik diukur menggunakan skala NRS dan VAS, yaitu sebanyak 140 orang (87,5%). Hal ini diakibatkan oleh kegiatan pegawai kantor didominasi dengan kegiatan duduk. Ketika seseorang duduk dalam jangka waktu yang lama dan tidak melakukan peregangan dapat menyebabkan keluhan MSDs di bagian tubuh lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Calik et al (2020) terkait keluhan MSDs yang dirasakan oleh pegawai kantor sebagian besar adalah nyeri bagian punggung atas (69,6%), disusul dengan nyeri leher (66%) dan nyeri punggung

bawah (64,1%). Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan komputer yang terdiri dari gerakan berulang seperti menggunakan keyboard, memasukkan data, klik mouse dan postur statis, penggunaan tubuh dalam posisi yang salah, dan kondisi ergonomis tempat kerja yang tidak memadai.

Sejalan dengan penelitian Evelina (2012) dalam Jauhari, Prabowo & Firdianti (2017) hasil keluhan subjektif MSDs pada pekerja yang bekerja duduk terbanyak keluhan tertinggi pada bagian leher atas dan pinggang (77,4%). Berdasarkan penelitian tersebut, hasil penelitian terkait frekuensi plantar fasciitis yang dirasakan oleh pegawai Kantor Badan Pendapatan Daerah/Pasedah Agung Kabupaten Badung hanya dirasakan oleh 20 orang saja karena responden penelitian lebih banyak bekerja di dalam ruangan.

Pekerjaan yang dilakukan didominasi dengan kegiatan duduk di depan komputer sehingga tumpuan pada kaki tidak sebesar seseorang yang pekerjaannya lebih banyak berdiri ataupun berjalan. Oleh karena itu, kemungkinan MSDs yang lebih banyak dirasakan bukan di bagian tumit tetapi di bagian tubuh yang lain seperti leher atau punggung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai menggunakan flatshoes, yaitu sebanyak 76,3%, serta tinggi hak sepatu yang digunakan sebagian besar 0 cm, yaitu 81,3%. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan dalam Liputan 6 (2019) perempuan di Jepang menolak kewajiban menggunakan sepatu hak tinggi di kantor. Perempuan di Jepang menolak menggunakan high heels karena dapat menyebabkan kaki lecet serta gangguan lainnya pada telapak kaki. Ketidaknyamanan penggunaan sepatu hak tinggi tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya.

Penelitian Winata, Furquonita dan Murdana (2014) mengatakan bahwa terdapat pengaruh pemakaian hak tinggi terhadap telapak kaki bagian depan. Ketika memakai hak tinggi, posisi kaki pada keadaan plantar fleksi maka tekanan telapak kaki akan lebih

besar pada kaki bagian depan, untuk menopang sebagian besar berat badan yang sebelumnya merupakan fungsi sebagian dari tumit.

Penelitian Gou et al (2014) dalam Winata et al (2014) penggunaan sepatu hak tinggi jangka panjang dengan ketinggian tertentu yang dalam penelitiannya menggunakan hak sepatu 4,5 cm dapat menyebabkan dampak buruk pada kaki. Penggunaan sepatu hak tinggi membuat area sisi medial tulang metatarsal mengalami beban berlebihan, yang akan menyebabkan nyeri dan cedera pada metatarsal dan bahkan mengakibatkan deformitas kaki.

Berdasarkan hal tersebut, sebagian besar pegawai Kantor Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung lebih banyak menggunakan flatshoes karena lebih nyaman digunakan selama bekerja. Penggunaan flatshoes tidak menyebabkan kaki menjadi lecet jika dibandingkan dengan penggunaan high heels¸ wedges maupun pantofel karena bahan dari sepatu tersebut lebih nyaman dan tidak kaku maupun keras.

Hasil penelitian yang telah dilakukan terkait hubungan antara jenis sepatu dengan plantar fasciitis pada pegawai Kantor Badan Pendapatan Daerah/Pasedah Agung Kabupaten Badung menunjukkan bahwa adanya hubungan positif lemah antara jenis sepatu dengan plantar fasciitis pada pegawai kantoran serta adanya hubungan positif sedang antara tinggi hak sepatu dengan plantar fasciitis pada pegawai kantoran. Hal ini sejalan dengan teori maupun penelitian yang ada sebelumnya.

Teori menyebutkan bahwa salah satu penyebab terjadinya plantar fasciitis adalah adanya peningkatan tegangan pada plantar fascia sehingga menyebabkan nyeri di area tumit (Buchanan & Krushner, 2020). Plantar fasciitis dapat terjadi karena terlalu banyak melakukan aktivitas sehingga menyebabkan cedera pada plantar fascia (Christoper, 2017). Salah satu hal yang dapat menyebabkan cedera pada plantar fascia adalah penggunaan sepatu yang tidak pas.

Penggunaan sepatu yang tidak pas dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada plantar fascia. Penelitian Hasan, Sugiharti dan Rachmawati (2020) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan high

heels terhadap nyeri di daerah tumit. Responden dalam penelitian ini merupakan karyawan yang menggunakan jenis sepatu high heels dengan tinggi 2,5 cm. Peningkatan tegangan karena penggunaan high heels dapat memudahkan terjadinya kerusakan jaringan di sekitar fascia plantaris. Penggunaan high heels juga dapat memberikan tekanan berlebih pada fascia plantaris karena terdapat peningkatan tegangan sehingga terjadi inflamasi pada ligamen fascia plantaris.

SIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran plantar fasciitis pada pegawai Kantor Badan Pendapatan Daerah/ Pasedahan Agung Kabupaten Badung didapatkan bahwa sebagian besar responden tidak mengalami nyeri, yaitu 140 orang (87,5%).

Gambaran jenis sepatu pada pegawai Kantor Badan Pendapatan Daerah/ Pasedahan Agung Kabupaten Badung didapatkan sebagian besar pegawai menggunakan flatshoes, yaitu sebanyak 112 orang (76,3%) dan sebagian besar hak sepatu yang digunakan adalah 0 cm, yaitu sebesar 81,3%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara jenis sepatu dan tinggi hak sepatu dengan plantar fasciitis

DAFTAR PUSTAKA

Buchanan, B.K., & Krushner, D. (2020). Plantar Fasciitis.     Dapat     diakses     melalui

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431 073/. Diakses pada 23 Oktober 2020.

Calik, B.B., Yagco, N., Oztop, M.N., dan Caglar, D.

(2020). Effects of Risk Factors Related to Computer Use on Musculoskeletal Pain in Office Workers. International Journal of Occupational Safety and Ergonomics, DOI: 10.1080/10803548.2020.1765112.

Christoper, C.M. (2017). Plantar Fasciitis. JAMA Patient Page.

Destiana, I., Widjasena, B., dan Jayanti, S. (2015). Hubungan Antara Tinggi dan Tipe Hak Sepatu dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Pramuniaga di Department Store X, Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, ISSN: 23563346.

Foot Health Facts. (2020). Heel Pain (Plantar

Penggunaan high heels akan mengakibatkan tekanan yang diberikan menjadi lebih besar sedangkan penggunaan flatshoes atau wedges tekanan yang diberikan akan bertumpu pada permukaan sepatu yang lebih lebar sehingga tekanan menjadi lebih kecil (Destiana, Widjasena & Jayanti, 2015). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang didapatkan bahwa sebagian besar pegawai tidak mengalami plantar fasciitis karena menggunakan flatshoes dengan tinggi hak sepatu 0 cm.

pada pegawai kantoran. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sehingga peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel-variabel lain yang berhubungan dengan plantar fasciitis agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik lagi.

Perawat atau tenaga kesehatan lainnya diharapkan dapat memberikan edukasi terkait nyeri tumit dan faktor penyebab terutama pada pemilihan jenis sepatu untuk menghindari MSDs yang lebih parah serta memberikan edukasi pentingnya melakukan peregangan di sela waktu bekerja. Kepada masyarakat khususnya pegawai kantoran agar memperhatikan jenis sepatu yang dipilih untuk bekerja, disesuaikan dengan kebutuhan agar tetap merasa nyaman ketika bekerja.

Fasciitis).     Dapat     diakses     melalui

https://www.foothealthfacts.org/conditions/he el-pain-(plantar-fasciitis). Diakses pada 27 September 2020.

Harahap, S.S. (2019). Hubungan Usia, Tingkat Pendidikan, Kemampuan Bekerja dan Masa Bekerja terhadap Kinerja Pegawai dengan Menggunakan Metode Pearson Correlation. Jurnal Teknovasi, ISSN: 2540-8389.

Hasan, M., Sugiharti, I.A., dan Rachmawati, D.A.

(2020). Hubungan Penggunaan High Heels terhadap Intensitas Nyeri Daerah Calcaneus dan Perubahan Range of Motion pada Ankle. Journal of Agromedicine and Medical Sciences.

Helmina, Diani, N., dan Hafifah, A. (2019). Hubungan Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja dan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada

Perawat. Caring Nursing Journal, ISSN: 2580007.

Jauhari, L., Prabowo, K., dan Firdianti, A. (2017). Analysis of Distribution Degree of Subjective Compliance       Complications       Of

Musculoskeletal Diseases (Msds) and Characteristics of Ergonomic Risk Factors In Workers Official Insurance. Jurnal Info Kesehatan, pp. 20-28P-ISSN 0216-504X, E-ISSN 2620-536X.

Kuswardani, Amanati, S. dan Yudhanto, N.U. (2018). Pengaruh Infrared, Ultrasound dan Terapi Latihan Pada Faciitis Plantaris. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 2, No. 1 ISSN 2548-8716.

Liputan 6. (2019). Pekerja Wanita di Jepang Tolak Kewajiban Pakai Sepatu Hak Tinggi di Kantor. Dapat            diakses            melalui

https://www.liputan6.com/global/read/398409 1/pekerja-wanita-di-jepang-tolak-kewajiban-pakai-sepatu-hak-tinggi-di-kantor. Diakses pada 4 Meni 2021.

Merta, I.P.A., Winaya, I.M.N. dan Sugiritama, I.W. (2018). Perbandingan Antara Indeks Massa Tubuh Kategori Normal, Overweight, dan Obesitas Dengan Risiko Mengalami Plantar Fasciitis Pada Wanita Usia Dewasa di Kecamatan Gianyar. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Vol. 6, No. 2 ISSN 23031921.

Nasution, S.R., Marsinta, H., dan Suciati, T. (2020). Gambaran Spur Calcaneus dan Korelasinya dengan Plantar Fasciitis. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Volume 7, No. 1, 2020/DOI:10.32539/JKK.V7I1.10685 p-ISSN 2406-7431; e-ISSN 2614-0411.

Rahayu, P.T., Setiyawati, M.E., Arbitera, C., dan Amrullah, A.A. (2020). Hubungan Faktor Individu  dan Faktor Pekerjaan terhadap

Keluhan  Musculoskeletal Disorders pada

Pegawai. Jurnal Kesehatan, ISSN 2086-7751, eISSN 2548-5695.

Septiani, N. (2017). Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pekerja dalam Penerapan Safe Behavior di PT. Hanil Jaya Steel. The Indonesian Journal of Occupational Safety        and        Health,        doi:

10.20473/ijosh.v6i2.2017.257-267.

Sung, K. C., Chung, J. Y., Feng, I. J., Yang, S. H., Hsu, C. C., Lin, H. J., ... & Huang, C. C. (2020). Plantar fasciitis in physicians and nurses: a nationwide population-based study. Industrial health, 58(2), 153-160.

Tambuwun, J.H., Malonda, N.S.H., dan Kawatu, P.A.T. (2020). Hubungan Antara Usia dan Masa Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Mebel di Desa Leilem Dua Kecamatan Sonder. Medical Scope Journal (MSJ).         2020;1(2):1-6        DOI:

https://doi.org/10.35790/msj.1.2.2020.27201, eISSN 2715-3312.

Winata, H., Furquonita, D., dan Murdana, I.N. (2014). Pengaruh Tekanan Telapak Kaki Bagian Depan terhadap Pemakaian Hak Tinggi dan Indeks Massa Tubuh Mahasiswi FKUI 2011. J. Kedokt Meditek Vol. 20 No. 53.

Wulandari, A.R., Widari, D., dan Muniroh, L. (2019). Hubungan Asupan Energi, Stres Kerja, Aktifitas Fisik, dan Durasi Waktu Tidur dengan IMT pada Manajer Madya Dinas Pemerintah Kota Surabaya. Amerta Nutrition, DOI: 10.2473/amnt.v3i1.2019.40-45.

102

Volume 10, Nomor 1, Februari 2022