Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

PARTISIPASI AYAH DENGAN PRAKTIK IBU DALAM PEMBERIAN MAKAN BALITA

Suryati ¹, Uwla Nurlailla ²

¹ Dosen Program Studi Keperawatan, STIKes Surya Global Yogyakarta

² Mahasiswa Program Studi Keperawatan, STIKes Surya Global Yogyakarta.

Alamat korespondensi: [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Kecukupan nutrisi pada anak ditentukan oleh pola pemberian makan yang tepat oleh orang tua.Berdasarkan kajian sebelumnya, Walaupun ayah mengatakan bahwa sosoknya sangat mempengaruhi dalam pemenuhan gizi balita, namun karena sudah menjadi tradisi bahwa ayah bertugas dalam pemenuhan nafkah dan ibu mengurus segala sesuatu dirumah termasuk didalamnya mengurus anak, sehingga ayah lebih kecil berkesempatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi hinga sampai benar-benar dikonsumsi oleh balita. Tujuannya untuk mengetahui hubungan partisipasi ayah dengan praktik ibu dalam pemberian makan balita di Posyandu Melati Desa Bundelan. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross-sectional, dengan jumlah sampel sebanyak 51 orang pada bulan september 2021. Tekik sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling. Instrumen yang digunakan menggunakan kuesioner CFQ untuk praktik ibu dalam pemberian makan dan kuesioner ECLS-B untuk partisipasi ayah. Hasil penelitian ini didasarkan pada uji spearment dengan ρ value = 0,000 (ρ value <0,05), terdapat partisipasi ayah yang baik dengan prosentase 74,50% dan praktik ibu yang tepat dengan presentase 76,47%. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan partisipasi ayah dengan praktik ibu dalam pemberian makan balita di Posyandu Melati Desa Bundelan.

Kata kunci: partisipasi ayah, praktik ibu, balita, pola pemberian makan.

ABSTRACT

Adequate nutrition in children is determined by appropriate feeding patterns by parents. Based on previous studies, although the father said that his figure greatly influences the fulfillment of toddler nutrition, but because it has become a tradition that the father is in charge of fulfilling a living and the mother takes care of everything at home including taking care of the children, so that fathers have less opportunity to meet nutritional needs until they are actually consumed by children. Objective to determine the relationship between father's participation and mother's practice in feeding toddlers at Posyandu Melati, Bundelan Village. Research method This study is a quantitative study using a cross-sectional design, with a sample of 51 people in September 2021. The sampling technique used is non-probability sampling. The instruments used were the CFQ questionnaire for maternal practice in feeding and the ECLS-B questionnaire for father's participation. These results are based on the spearment test with value = 0.000 (ρ value <0.05), there is good father participation with a percentage of 74,50 and appropriate mother practice with a percentage of 76,47%. Conclusion there is a relationship between father's participation and mother's practice in feeding toddlers at Posyandu Melati, Bundelan Village.

Keywords: father's participation, feeding pattern, mother's practice, toddler

PENDAHULUAN

Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, akan tetapi sudah muncul masalah gizi lebih. Kelebihan gizi yang menimbulkan obesitas dapat terjadi baik pada anak-anak hingga usia dewasa. Masalah gizi lebih ini telah mengalami peningkatan di dunia maupun di Indonesia (Kartini, 2013). Keadaan gizi yang baik akan menentukan tingginya angka presentase status gizi secara nasonal. Ketidak tahuan tentang makanan yang mempunyai gizi baik akan mempengaruhi pemilihan makanan yang kurag baik yang menyabkan status gizi anak tersebut menjadi buruk dan kurang (Maulana, 2012 dalam In’am, 2016).

Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak akan optimal apabila anak tersebut mendapatkan nutrisi yang baik dan cukup, status kesehatan yang baik, pengasuhan yang benar dan stimulasi yang tepat sehingga anak dapat berkontribusi lebih baik pada masyarakat (Kemenkes, 2016). Balita yang tidak diberi makanan tambahan yang memadai masih banyak karena daya beli orang tuanya yang rendah (Tyas, 2013). Dua pertiga kematian balita terkait dengan praktik pemberian makan yang tidak tepat (Agustina and Listiowati, 2012).

Pola pemberian makan pada balita berkaitan dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan. Salah satu peran orang tua yaitu bertanggung jawab atas pemenuhan nutrisi pada anaknya. Peran ibu sangat dominan untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkualitas. Akan tetapi akan lebih

baik lagi jika ayah turut mendukung pola pemberian makan pada balita (Ratnawati, Mamik; Qomariyah, Lailatul; Probowati, 2017).

Orangtua memiliki peranan yang besar dalam memenuhi asupan nutrisi anak untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan dengan optimal. Anak mengalami tumbuh kembang dan aktivitas yang pesat saat usia 12-59 bulan (Purwani, 2013). Sehingga sangat diperlukan peran aktif orangtua yang berimbang antara Ayah maupun Ibu. Kecukupan nutrisi pada anak ditentukan oleh pola pemberian makan yang tepat oleh orang tua (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2010). Berdasarkan kajian sebelumnya, Ayah cenderung kurang memperhatikan asupan nutrisi dan keragaman makanan yang baik untuk anak dibandingkan dengan ibu (Khandpur dkk., 2014).

Keterlibatan ayah sangat diperlukan dan mempengaruhi status gizi maupun perkembangan anak (Vollmer dkk., 2015). Ibu memiliki peran untuk memberikan pengasuhan kepada anaknya, namun partisipasi ayah tetap diperlukan dalam meningkatkan kesehatan anak dan keluarga (Krisnatuti, Diah; Putri, 2012).

Lamb dalam Indra (2018), menyebutkan bahwa sosok ayah sering kali dinilai sebagai pengasuh kedua, hal ini disebabakan oleh keadaan di Indonesia yang menempatkan laki-laki sebagai pekerja disektor publik dan perempuan disektor domestik sehingga menjadi faktor yang mempengaruhi penilaian masyarakat yaitu ayah sebagai pencari nafkah dan pendidik yang tegas bagi anak-anaknya.

Struktur kekuatan dalam keluarga memegang peranan penting untuk mempengaruhi anggota keluarga. Orang tua

mempunyai pengaruh untuk mempengaruhi anak-anaknya untuk makan makanan yang sehat dan bergizi. Penelitian-penelitian saat ini banyak berfokus pada bagaimana peran ibu dalam pemberian makan balita dan masih terbatas penelitian yang mengkaji partisipasi ayah dalam pola pemberian makan balita (Penilla dkk., 2017).

Proses tumbuh kembang berlangsung sangat cepat saat balita, disebut dengan masa keemasan (golden age), dimana otak berkembang sangat cepat dan akan berhenti saat anak berusia tiga tahun. Balita yang sedang mengalami proses pertumbuhan dengan pesat, memerlukan asupan zat makanan relatif lebih. Faktor ketersediaan sumber daya keluarga seperti pendidikan dan pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, pola pengasuhan, sanitasi dan penyehatan rumah, ketersediaan waktu serta dukungan ayah dapat mempengaruhi status gizi. Pola pengasuhan turut berperan penting, salah satunya adalah pola asuh makan. Pola asuh makan dapat diartikan sebagai praktik pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak berkaitan dengan cara dan situasi makan (Adriani and Kartika, 2013). Pola pemberian makan terdiri dari jenis, jumlah dan jadwal pemberian (Kemenkes RI, 2014).

Penelitian oleh Agrina, dkk (2012), menunjukkan bahwa pekerjaan ayah dan lingkungan fisik dapat mempengaruhi perkembangan balita. Lingkungan fisik terkait keterbatasan lingkungan rumah maupun alat permainan untuk usia balita dapat menyebabkan proses proses stimulasi untuk balita menjadi terhambat.

Dita Sulistiyowati (2019), dalam penelitiannya menujukkan terdapat keterlibatan ayah yang baik pada sikap ibu dalam melakukan stimulasi tumbuh

kembang pada anaknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurliza (2016), yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan peran ayah dalam stimulasi dengan perkembangan anak usia prasekolah (p-value 0,001).

Keterlibatan ayah sangat diperlukan dan mempengaruhi status gizi maupun perkembangan anak (Vollmer dkk., 2015). Ibu memiliki peran untuk memberikan pengasuhan kepada anaknya, namun partisipasi ayah tetap diperlukan dalam meningkatkan kesehatan anak dan keluarga (Krisnatuti dkk, 2012).

Penelitian Subarkah (2016), menunjukkan bahwa pola pemberian makan oleh ibu yang buruk berhubungan dengan status gizi anak sangat kurus dan kurus. Adanya partisipasi ayah dalam memberikan stimulasi pada anak di keluarga menghasilkan pertumbuhan anak yang normal (79%) dan perkembangan yang sesuai (83%) (Prihatini, 2017).

Dalam Islam orang tua bertanggungjawab untuk memberikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu keimanan kepada Allah SWT. Fitrah ini merupakan kerangka dasar operasional dari proses penciptaan manusia. Di dalamnya terkandung kekuatan potensial untuk tumbuh dan berkembang secara maksimal dan mengarahkannya untuk mencapai tujuan penciptaannya. Konsep dasar keimanan ini telah digambarkan di dalam Al-qur’an ketika Luqmanul Hakin memberikan pendidikan dasar terhadap anaknya (QS. Luqman 13-19).

Gunungkidul memiliki tiga permasalahan gizi sekaligus yaitu balita kurus, stunting dan overwight (kelebihan berat badan). Stunting menjadi salah satu

dari lima prioritas Nasional masalah kesehatan (Dinkes DIY,2020).

Gizi lebih di DIY juga merupakan masalah kesehatan yang harus mendapatkan perhatian. Berdasarkan Pemantauan Status Gizi di DIY dari tahun 2013 sampai tahun 2015 bahwa Balita kegemukan (berat badan per Umur) tahun 2014 adalah 5,84%, menurun menjadi 3,81% (Tahun 2015) dan 3,11% (tahun 2016) dan turun menjadi 2,80 (tahun 2017). Dua tahun terakhir ini mengalami sedikit kenaikan 2,86 (tahun 2018) dan 2,90 (tahun 2019) (Dinkes DIY,2020)

Prevalensi balita Kurang Energi Protein (Gizi Buruk dan Kurang) di DIY tahun 2015 sebesar 8,04. Prevalensi KEP ini menurun dibandingkan dengan tahun 2013 tetapi sedikit lebih tinggi dari tahun 2014. Pada tahun 2016 KEP DIY sebesar 8,83 dan kembali turun menjadi 8,26 pada tahun 2017 dan turun lagi menjadi 7.94 tahun 2018. Pada tahun 2019 kembali meningkat 8,35. Angka prevalensi selama tiga tahun terakhir masih berkisar pada angka 7-8 yang menunjukan bahwa upaya yang dilakukan dalam rangka penurunan prevalensi KEP Balita di DIY belum tercapai secara maksimal. Kondisi paling tinggi prevalensi balita KEP adalah Kabupaten Kulon Progo sebesar 9.89 dan terendah di Gunung Kidul 7,18 (Dinkes DIY,2020).

Dari 6 orang ayah yang dilalukan wawancara sebagai studi pendahuluan pada bulan mei didapatkan data bahwa 5 orang mengatakan bahwa ayah sangat besar perannya dalam pemenuhan gizi balita, akan tetapi ayah tidak mengambil peran untuk membantu menyiapkan sampai terhidang dimeja makan atau bahkan menyuapi anak balitanya. Para ayah hanya

membantu membelanjakan kebutuhan makan yang dipesan oleh ibu/istri untuk kesehariannya. Satu ayah dari 6 orang ayah yang dilakukan wawancara mengaku bahwa ia sering kali membantu ibu/istrinya untuk menyiapkan makan hingga tersaji dimeja makan atau bahkan menyuapi anaknya. Dapat disimpulkan bahwa action ayah dalam mempengaruhi praktik ibu dalam pemberian makan balita masih kurang.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross-sectional, dimana desain crosssectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu waktu (point time approach). Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun dan masih memiliki atau tinggal bersama mereka suami/ayah dengan jumlah populasi 51 orang. Pengambilan sampel diambil dengan teknik nonprobability sampling secara total sampling yaitu seluruh ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun dengan jumlah 51 orang.

Teknik pengumpulan data dengan mencari data primer dan data sekunder. Data primer pada penelitian ini berupa data wawancara studi pendahuluan. Juga data hasil pengisian koesioner yang diisi oleh ayah atau ibu balita yang setelah diisi oleh responden secara offline saat itu juga dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan diperiksa ulang oleh peneliti untuk memastikan sudah terisi dengan baik. Pada penelitian ini data sekunder

ditemukan pada data tentang status gizi dari Dinkes Kabupaten Gunungkidul.

Teknik analisa data dengan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariate bertujuan menghasilkan persentase dari setiap variabel, baik variabel bebas yaitu partisipasi ayah, maupun variabel terikat yaitu praktik ibu dalam pemberian makan

balita (jenis, jumlah, jadwal). Analisis bivariate dilakukan untuk mencari hubungan partisipasi ayah dengan praktik ibu dalam pemberian makan balita (jenis, jumlah, jadwal) menggunakan bantuan komputer. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji korelasi dari Spearman (rs).

HASIL PENELITIAN

Tabel 1 Partisipasi ayah di posyandu Melati Desa Bundelan

Kategori Partisipasi Ayah

Frekuesnsi (f)

Presentase (%)

Baik

38

74,50

Cukup

10

19,60

Kurang

3

5,88

Total

51

100

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa dari 51 responden mayoritas memiliki partisipasi yang baik dalam

pemberian makan pada balita yaitu sebanyak 38 responden (74,50%).

Tabel 2 Praktik ibu dalam pemberian makan balita di posyandu Melati Desa Bundelan

Kategori

Praktik Ibu

Frekuensi (f)

Presentasi (%)

Tepat

39

76,47

Tidak tepat

12

23,52

Total

51

100

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa dari 51 responden mayoritas memiliki ketepatan dalam praktik

pemberian makan pada balita yaitu sebanyak 39 responden (76,47%).

Tabel 3 Hubungan partisipasi ayah dengan praktik ibu dalam pemberian makan balita di posyandu Melati Desa Bundelan

Partisipasi                           Praktik ibu dalam pemberin makan balita

Ayah

Tepat

Persentase

Tidak tepat

Persentase

Total

ρ

R

Baik

37

72,5

1

2,0

38

,000

,526

Cukup

2

3,9

8

15,7

10

Kurang

0

0,0

3

5,9

3

Total

39

76,5

12

23,5

51


Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa dari 51 orangtua di posyandu melati Desa Bundelan terdapat 37 ayah dengan partisipasi yang baik atau sebanyak 72,5%. Hasil tabel 3 menunjukkan hasil uji statistik nilai ρ diperoleh 0,000 nilai ρ < 0,05 hal ini menunjukkan bahwa Ha diterima yang artinya terdapat hubungan antara patisipasi ayah dengan praktik ibu dalam pemberian makan balita di posyandu Melati Desa Bundelan.

PEMBAHASAN

Patisipasi ayah balita di Posyandu Melati Desa Bundelan

Penelitian ini dilakukan pada 51 orang responden di Posyandu Melati Desa Bundelan. Berdasarkan tabel 4.2 mayoritas ayah memiki partisipasi yang baik sebanyak 38 orang responden (74,50%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ririn (2017) bahwa terdapat 22 orang dari 55 orang responden yang memiliki peran yang baik terhadap role attainment ibu (55%). Sedangkan pada penelitian Rohmah (2018) menjelaskan bahwa dari 252 responden mayoritas Ayah memiliki partisipasi yang cukup sebanyak 127 orang (50,4%).

Penelitian Rohmah (2018) menunjukkan bahwa mayoritas partisipasi Ayah dalam kategori cukup dalam pemenuhan gizi anak-anak mereka dan praktik pemberian makan. Partisipasi yang diberikan dapat berupa bantuan untuk menyiapkan makanan untuk anak, menyuapi anak ketika makan, dan mengajak anak makan bersama (Guerrero dkk., 2016). Anak yang ayahnya terlibat dalam pengasuhan dirinya akan memiliki kemampuan sosial dan kognitif yang baik, serta kepercayaan diri yang tinggi (Palkovitz, 2010). Hal ini terjadi bila

ayah mengembangkan model pengasuhan yang positif. Partisipasi ayah bermanfaat sangat besar bagi ibu, karena ayah memiliki ikatan emosi dan batin yang lebih besar dengan ibu dibandingkan dengan orang lain.

Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa terdapat 10 orang ayah (19,60%) yang memiliki partisipasi kurang. Hal ini diketahui berdasarkan wawancara pada studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya bahwa ayah melakukan pembagian tugas dalam keluarga yaitu ayah harus fokus mencari nafkah dan ibu adalah mengurus rumah tangga termasuk didalamnya mengurus segala sesuatu tentang anak.

Pandangan umum yang terjadi di masyarakat biasanya menunjuk ibu sebagai pihak yang paling berperan sekaligus bertanggungjawab terhadap pendidikan dan perilaku anak-anaknya. Seorang ayah dianggap wajar jika tidak memberikan banyak waktu untuk mendidik anaknya dirumah karena ayah dianggap penanggung jawab kebutuhan materi saja. Pandangan bahwa peran ayah kepada anak hanya sebagai pencari nafkah atau Breadwinner ternyata bukan hanya terjadi di kalangan masyarakat biasa pada umumnya. Di kalangan masyarakat terdidik sekalipun cara pandang demikian juga masih terjadi. Misalnya apa yang ditulis oleh Charlety Choesyam Sofar pada disertasinya di UIN Jakarta tahun 2008 (dalam Arifin, 2019).

Pada tabel 1 juga dapat diketahui bahwa terdapat 3 orang ayah (5,88%) memiliki partisipasi yang kurang. Hal ini dapat dipengaruhi dari beberapa faktor diantaranya adalah usia ayah mayoritas > 35 tahun, tingkat pendidikan SMP lebih dominan, pekerjaan ayah sebagaai buruh

(lain-lain) lebih dominan, serta faktor ekonomi atau penghasian yang rendah.

Dari penelitian Rohmah (2018) menjelaskan bahwa mayoritas Ayah memiliki partisipasi yang cukup sebanyak 127 orang (50,4%). Dari penelitian lisma (2010) peran ayah pada praktik pemberian makan dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap ayah terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pemberian makan, faktor sosial ekonomi, serta terpapar dengan berbagai sarana komunikasi media massa dan interpersonal. Ayah juga berperan dalam memberikan dukungan emosional pada ibu saat proses persalinan, ikut serta dalam proses pengambilan keputusan tentang pemberian makan bayi, terlibat dalam urusan perawatan anak, dalam pekerjaan rumah tangga, dalam ekonomi keluarga, serta berperan dalam menjaga keharmonisan hubungan rumah tangga.

Berdasarkan penelitian, ayah berpartisipasi baik dalam makan bersama anak. Menurut Guerrero dkk. (2016), ada perilaku yang berpotensi dapat dimodifikasi yang dapat didukung oleh ayah, terutama makan di luar dan makanan keluarga. Namun, ayah sangat kurang terlibat dalam persiapan makanan dan membantu anak mereka makan. Hal ini perlu diperhatikan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat untuk melakukan promosi kesehatan terkait pentingnya partisipasi ayah agar pengetahuan ayah tentang pemberian makan balita semakian luas.

Praktik ibu dalam pemberian makan balita di Posyandu Melati Desa Bundelan

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan

bahwa dari 51 responden mayoritas memiliki ketepatan dalam praktik pemberian makan pada balita yaitu sebanyak 39 responden (76,47%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rohmah (2018) yang mana dari 252 responden didapatkan hasil bahwa mayoritas Ibu memiliki praktik pemberian jenis makan yang tepat sebanyak 154 orang (61,1%), mayoritas Ibu memiliki praktik pemberian jumlah makan yang tepat sebanyak 189 orang (75%), dan mayoritas Ibu memiliki praktik pemberian jadwal makan yang tepat sebanyak 171orang (67,9%).

Sedangkan untuk ibu yang memiliki ketidaktepatan dalam praktik pemberian makan berdasarkan tabel 2 dapat di sebabkan oleh beberapa faktor diantaranya usia ibu, tingkat pendidikan ibu yang rendah ,dan masalah ekonomi atau penghasilan ibu yang rendah. Ibu sangat berpegaruh terhadap pola makan anak dan pola makan anak sangat berpengaruh dengan status gizi anak. Biasanya ibu berupaya dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan memaksa anak untuk makan, sehingga sering kali anak memiliki persepsi yang kurang menyenangkan akibat pemaksaan yang dilakukan oleh orang tua agar anaknya mau untuk makan (Nadya, 2019).

Hasil penelitian Rohmah (2018) menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki praktik pemberian makan yang tepat berdasarkan jenis makanan, jumlah makanan, dan jadwal makan. Pemberian nutrisi yang adekuat dan seimbang dapat dilakukan dengan memperhatikan praktik pemberian makan (Widjaja, 2007), yang bertujuan untuk mendapatkan asupan gizi yang dibutuhkan

oleh anak. Zat-zat dalam makanan yang dikonsumsi sangat mempengaruhi kesehatan anak (Prasetyawati, 2012).

Hasil dari penelitian (Sari,2018) menunjukkan bahwa sebagian besar pola pemberian makan kepada balita yang dilakukan oleh orang tua masih tergolong kurang baik (63,3%). Sebanyak 19 dari 30 responden hanya menjawab 2 pertanyaan dengan benar dari total 5 pertanyaan terkait pola pemberian makan yang diajukan. Hal ini disebabkan oleh kondisi balita sehari-hari yang dinilai kurang mendapat asupan makanan. Selain itu, orang tua juga cenderung lebih memberikan makanan ringan sehingga anak menjadi tidak nafsu makan. Hasil tersebut sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Oktafiani (2012) apabila sebagian besar pola pemberian makan pada balita masih kurang.

Faktor yang mempengaruhi pola pemberian makan adalah tingkat pendidikan dan penghasilan. Tingkat konsumsi makanan dipengaruhi oleh penghasilan dan harga dari sebuah produk makanan. Penghasilan tinggi akan menentukan daya beli yang baik. Sebaliknya, penghasilan rendah akan menurunkan daya beli (Sulistyoningsih, 2011). Pendidikan seorang ibu dalam pemenuhan nutrisi akan menentukan pada pemilihan bahan makanan. Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung memilih dan menyeimbangkan kebutuhan gizi dari anak (Saxton, J; Carnell, 2009).

Hubungan partisipasi ayah dengan praktik ibu dalam pemberian makan balita di Posyandu Melati Desa Bundelan

Berdasarkan tabel 3 didapatkan hasil

yang signifikan antara partisipasi ayah dengan praktik ibu dalam pemberian makan pada balita di Posyandu Melati Desa Bundelan. Hasil ini didasarkan pada uji spearment dengan ρ value = 0,000 (ρ value <0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara partisipasi ayah dengan praktik ibu dalam pemberian makan balita di Posyandu Melati Desa Bundelan. Nilai koefisien korelasi variabel partisipasi ayah degan praktik ibu dalam pemberian makan balita di Posyandu Melati Desa Bundelan adalah 0,526 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dua variabel.

Partisipasi ayah yang baik belum tentu menghasilkan praktik pemberian makan yang tepat. Berdasarkan penelitian Rohmah (2018) ditemukan sebagian kecil ayah memiliki tingkat pendidikan SD/sederajat. Jika pendidikan ayah rendah maka pengetahuan ayah tentang pemberian jenis makanan yang tepat kurang, meskipun dukungan ayah terhadap ibu cukup. Berdasarkan hasil terdapat sebagian kecil responden dengan partisipasi baik dan jenis pemberian makan tidak tepat. Hal tersebut dikarenakan balita jarang mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung lemak, protein, dan vitamin (buah dan sayur), meskipun frekuensi makan teratur. Pemenuhan nutrisi yang diberikan oleh Ibu kepada anak sering kali tidak memperhatikan kecukupan gizi anak. Ibu cenderung memberikan nutrisi seadanya sesuai dengan kemauan anak. Hal tersebut cenderung dilakukan oleh ibu dengan pendidikan rendah (Saxton, J; Carnell, 2009).

Dita sulistiyowati (2019) dalam penelitiannya menujukkan terdapat

keterlibatan ayah yang baik pada sikap ibu dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang pada anaknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurliza (2016) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan peran ayah dalam stimulasi dengan perkembangan anak usia prasekolah (p-value 0,001).

Berdasarkan penelitian Anisa (2020) diperoleh dukungan suami cukup banyak 16 responden (66,7%) dan role attainment ibu sebanyak 18 responden (75,0%). Hasil uji statistik menggunakan uji spearman rank dengan nilai sig. (2-tailed) 0,000 < 0,05 dan nilai korelasi 0,685 deengan tingkat kekuatan hubungan kuat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara dukungansuami terhadap role attainment ibu dalam pemberian ASI ekslusif di wilayah kerja puskesmas Sambi kabupaten Boyolali.

Penelitian Subarkah (2016) menunjukkan bahwa pola pemberian makan oleh ibu yang buruk berhubungan dengan status gizi anak sangat kurus dan kurus. Adanya partisipasi ayah dalam memberikan stimulasi pada anak di keluarga menghasilkan pertumbuhan anak yang normal (79%) dan perkembangan yang sesuai (83%) (Prihatini, 2017).

Penelitian Ririn (2017) menunjukan sebagian besar (55%) ayah berperan, sebagian besar (57,5%) role attainment ibu tercapai. Hasil analisa menggunakan uji chi square didapatkan bahwa ρ = 0,001 < 0,05 yang artinya ada hubungan peran ayah dalam role attainment ibu pada pemberian MP-ASI bayi. Tingkat hubungan antar dua variable tersebut ditunjukan dengan nilai korelasi 0,478 yang terletak antara 0,4000,599 dengan tingkat hubungan sedang. Role Attainment pemberian MP-ASI

dipengaruhi oleh faktor ibu.

Keterlibatan ayah sangat diperlukan dan mempengaruhi status gizi maupun perkembangan anak (Vollmer dkk., 2015). Ibu memiliki peran untuk memberikan pengasuhan kepada anaknya, namun partisipasi ayah tetap diperlukan dalam meningkatkan kesehatan anak dan keluarga (Krisnatuti, Diah; Putri, 2012).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Partisipasi ayah di Posyandu Melati Desa Bundelan dari 51 responden mayoritas memiliki partisipasi yang baik dalam pemberian makan pada balita yaitu sebanyak 38 responden (74,50%); 2) Praktik ibu dalam pemberian makan balita di Posyandu Melati Desa Bundelan bahwa dari 51 responden mayoritas memiliki ketepatan dalam praktik pemberian makan pada balita yaitu sebanyak 39 responden (76,47%); 3) Terdapat hubungan partisipasi ayah dengan praktik ibu dalam pemberian makan balita di Posyandu Melati Desa Bundelan dengan nilai signifikansi 0,000 (nilai p <0,05) dan nilai koefisiensi 0,526.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. and Kartika, V. (2013) „Pola asuh makan pada balita dengan status gizi kurang di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah, tahun 2011 (Feeding Pattern for Under Five Children with Malnutrition Status in East Java, West Java, and Central Kalimantan, Year 2011)‟, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 16(2), pp. 185–193.

Agustina, S. W. and Listiowati, E. (2012) „Hubungan Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu ( MP-ASI ) dengan Berat Badan Anak Usia di Bawah Dua Tahun The Correlation Giving Complementary Feeding Frequence with Children Weight Under Two Years Old in Puskesmas Kraton Yogyakarta‟, 024, pp. 102–108.

Annisa dkk. (2020) ,,Hubungan Dukungan Suami Terhadap Role Attainment Ibu Dalam Pemberian ASI Ekslusif Di Wilayahh Kerja Puskesmas Sambi Kabupaten Boyolali.

Arifin, B (2019) “peran ayah dalam perspektif islam dan implementasinya terhadap siswa madrasah aliyah negeri (man) di jakarta”, jurnal Universitas Negri Tangerang Vol.1 No.1.

Guerrero, A. D. et al. (2016) „Father Involvement in Feeding Interactions with Their Young Children‟, 40(2), pp. 221–230. doi: 10.5993/AJHB.40.2.7.Father.

Kemenkes RI (2014) „Pedoman Gizi Seimbang 2014‟, Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Bina Gizi

Kemenkes RI (2015) „Situasi Kesehatan ANAK BALITA Di Indonesia‟, pp. 1–8. Available at: www.depkes.go.id.

Krisnatuti, Diah; Putri, H. A. (2012) „Gaya Pengasuhan Orang Tua,  Interaksi serta

Kelekatan Ayah-Remaja, dan Kepuasan

Ayah‟, Ilmu Keluarga dan Konsumen, 5 No.2, pp. 101–109.

Musher-Eizenman, D. & Holub, S. (2007). Comprehensive     feeding     practices

questionnaire: validation of a new measure parental feeding practices. Journal of Pediatric Psychology, 32, 960- 972.

Oktafiani, A. Hubungan Antara Pola Asuh dan Tingkat Konsumsi dengan Kejadian Status Gizi Kurang pada Balita Usia 24-60 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Wonorejo Kabupaten Pasuruan. (Universitas Airlangga, 2012).

Palkovitz, R. (2010) Involved fathering and child development: Advancing our understanding of good fathering Handbook of father involvement: Multidisicplinary perspectives. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Penilla, C. dkk. (2017) „Fathers‟ feeding practices and children‟s weight status in Mexican American families‟, Appetite.  Academic

Press,    117, pp.    109–116.    doi:

10.1016/J.APPET.2017.06.016.

Prasetyawati (2012) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam Millenium Development Goals (MDGs). Yogyakarta: Aulia Medika.

Purwani, E. (2013) „Pola Pemberian Makan dengan Staus Gizi Anak Usia 1 sampai 5 Tahun dikabunan Taman Pemalang‟, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.

Ratnawati, Mamik; Qomariyah, Lailatul; Probowati, R. (2017)  „Peran Ayah Dalam Role

Attainment Ibu Pada Pemberian Mp-Asi Bayi Di Posyandu Ayah Dusun Petengan Desa Tambak Rejo STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan‟, STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6(2), pp. 22–29.

Ririn dkk. (2017),, Peran Ayah Dalam Role Attainment Ibu Pada Pemberian MP-ASI Bayi Di Posyandu Ayah Dusun Petengan Desa Tambak Rejo Jombang.

Rohmah. (2018),, Hubungan Partisipasi Ayah Dengan Praktik Ibu Dalam Demberian Makan Balita (Jenis, Jumlah, Jenis)”.

Sari dan Ratnawati. Amerta Nutr (2018) Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Pola Pemberian Makan dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gapura Kabupaten Sumenep      182-188      DOI      :

10.2473/amnt.v2i2.2018.182-188

Saxton, J; Carnell, S. (2009) „Maternal Education Is Associated with Feeding Style‟, American Dietric Association 109, pp. 894–898.

Subarkah, T. (2016) „Hubungan Pola Pemberian Makan Dengan Status Gizi Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Wilayah Kalijudan Kota Surabaya‟.

Tyas, Ratna Tirtaning; Damayanti, Fitriani Nur; Istiana, S. (2013) „Gain Of Babies Older Than 6 Months In Residence Guntur Village Pamongan‟, pp. 30–33.

Vaughn, D. S. Ward, and J. O. Fisher et all, "Fundamental constructs in food parenting practices: a content map to guide future research.," Nutr Rev, vol. 74, no. 2, pp. 98117, 2016.

Vollmer, R. L. dkk. (2015) „Association of fathers ‟ feeding practices and feeding style on preschool age children ‟ s diet quality , eating behavior and body mass index‟, Appetite. Elsevier  Ltd, 89,  pp.  274–281. doi:

10.1016/j.appet.2015.02.021.

Widjaja, M.  C. (2007)  Gizi Tepat Untuk

Perkembangan Otak dan Kesehatan Balita. Agromedia Pustaka.

Yamborisut, P. Visetchart, W. Thasanasuwan, and et all, "Parental feeding practice is associated with child's body mass index in Thai schoolaged children: A case study in Don Tum district, Nakhon Pathom, Thailand," Journal of Health Research, vol. 32, no. 1, pp. 82-94, 2018.

656

Volume 9, Nomor 6, Desember 2021