Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

PENGARUH PELATIHAN SIAGA BENCANA MENGGUNAKAN MODUL TERHADAP KESIAPSIAGAAN SISWA MENGHADAPI BENCANA ALAM DI SMA NEGERI 1 BANGLI

I Ketut Suardana*1, I Made Mertha1 1Dosen Program Studi Profesi Ners Politeknik Kesehatan Denpasar *korespondensi penulis: [email protected]

Abstrak

Karakteristik wilayah Indonesia yang terdiri atas dataran tinggi dan rendah, curah hujan yang tinggi dan berada pada rangkaian “ring of fire” menjadikan Indonesia rawan terhadap bencana alam. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pelatihan siaga bencana terhadap kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana alam di SMAN 1 Bangli tahun 2019. Desain penelitian adalah quasi eksperimen dengan pre and post test with controll group pada 74 sampel dengan proporsionate random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner terdiri dari 40 item. Penelitian dilakukan bulan Juli – November 2019. Analisis data menggunakan pairred t test dan independent t test dengan α = 0.05. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor kesiapsiagaan bencana sebelum perlakuan kelompok intervensi yaitu 65,87 dan 73,17 sedangkan pada kontrol 63,91 dan 66,14. Ada perbedaan antara kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana alam sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan dan kontrol dengan ρ value 0,001 (< α = 0,05). Ada pengaruh pelatihan siaga bencana menggunakan modul terhadap kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana alam di SMA N 1 Bangli. ρ value 0,001 (< α = 0,05). Direkomendasikan memasukan materi kesiapsiagaan bencana dalam kurikulum lokal sekolah dengan memperhatikan nilai budaya Bali.

Kata Kunci: pelatihan, modul, kesiapsiagaan, bencana alam

Abstract

The characteristics of Indonesia's territory consisting of high and low plains, high rainfall and being in a series of "rings of fire" make Indonesia vulnerable to natural disasters. The purpose of this study is to determine the effect of disaster preparedness training on student to facing natural disasters at Senior High School 1 Bangli in 2019. Design of this research is a quasi-experimental study pre and post test with controll group on 74 samples with proportional random sampling technique. Data was collected by questionnaire consisting of 40 items in July -November 2019. Data analysis by paired t test and independent t test with α = 0.05. The results showed average score for disaster preparedness before the intervention is 65.87 and 73.17 while in the control group 63.91 and 66.14. There is a difference between the preparedness of students facing natural disasters before and after the intervention in the treatment and control group with ρ value 0.001 (< α = 0.05). Disaster preparedness training using modules effected to student preparedness for natural disasters with p value 0.001 (< α = 0.05). From this research recommended to include disaster preparedness in the local curriculum and concider the value of Balinese culture.

Keywords: training, modules, preparedness, natural disasters

726

PENDAHULUAN

Kepulauan Indonesia terletak diantara Benua Asia dan Australia, serta berada pada pertemuan empat lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia di bagian Utara, lempeng Indo-Australia dibagian selatan, lempeng Filipina dan Samudera Pasifik dibagian Timur. Pertemuan empat lempeng tersebut menimbulkan interaksi yang berpengaruh pada kondisi seismo-tektonik wilayah Indonesia, salah satu konsekuensinya menjadikan sebagian besar wilayah di Indonesia memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya. Sejak tahun 2012-2016 di Indonesia telah terjadi peningkatan kejadian bencana sebanyak 35%. Pada tahun 2016 terdapat 2.369 kejadian bencana, tahun 2015 (1.732 bencana), tahun 2014 (1.967 bencana), tahun 2013 (1.674 bencana), dan tahun 2012 (1.811 bencana)(1).

Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terdapat 918 lokasi rawan tanah longsor yang tersebar diberbagai wilayah di Indonesia. Propinsi Bali merupakan salah satu wilayah yang rawan terhadap tanah longsor. Dari sembilan kabupaten/kota, lima kabupaten di Bali memiliki kerawanan terhadap bencana tanah longsor antara lain Buleleng, Tabanan, Klungkung, Singaraja dan Bangli. Karakteristik wilayah Indonesia yang terdiri atas dataran tinggi dan rendah, curah hujan yang tinggi dan berada pada rangkaian “ring of fire” menjadikan Indonesia rawan terhadap bencana tanah longsor, gempa vulkanik dan tektonik serta tsunami(2).

Pada 22 Maret 2017 pukul 07.10 Wita, Bali diguncang gempa dengan kekuatan 6,4 SR. Gempa Bumi tersebut menimbulkan korban luka-luka dan kerusakan bangunan di beberapa daerah Bali. Menurut data rekapitulasi bencana

alam, bencana tanah longsor merupakan bencana yang memiliki intensitas kejadian paling tinggi di Bali(3). Pada tahun 2012

kejadian tanah longsor di provinsi Bali

sebanyak

137

kejadian,

tahun

2013

sebanyak

245

kejadian,

tahun

2014

sebanyak

191

kejadian,

tahun

2015

sebanyak

87 kejadian, dan

tahun

2016

sebanyak 176 kejadian yang kejadiannya tersebar dibeberapa Kabupaten di Bali, dimana 34 kejadian terjadi di Kabupaten Bangli. Pada tahun 2017 Kabupaten Bangli merupakan daerah yang mengalami kejadian tanah longsor terbanyak di Bali.

Dengan banyaknya kerugian yang ditimbukan, maka pengupayaan kesiapsiagaan bencana di sekolah menjadi agenda penting bersama yang merupakan upaya dan tanggung jawab dari warga sekolah seperti: murid, guru, tenaga pendidikan dan kepala sekolah. Namun sangat disayangkan, Pengetahuan mengenai Pengurangan Risiko Bencana (PRB) belum masuk ke dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal kesiapsiagaan bencana yaitu melalui surat edaran Kemendiknas perihal Strategi Pelaksanaan Pengarustamaan Pengurangan Risiko Bencana di sekolah yang tertuang dalam surat edaran No.70a/MPM/SE/2010 meliputi pengintegrasian pengetahuan pengurangan risiko bencana kedalam kurikulum sekolah(4). Sekolah merupakan salah satu wahana efektif dalam memberikan penyebaran informasi, pengetahuan, dan keterampilan kepada masyarakat terdekatnya. Sekolah juga dipercaya memiliki peranan besar dalam menyebarkan pengetahuan tentang kebencanaan sejak sebelum, saat, hingga setelah terjadinya bencana(5).

Meskipun pemerintah telah melakukan upaya terkait dengan kesiapsiagaan bencana dalam lingkup sekolah, beberapa penelitian menunjukan kesiapsiagaan bencana disekolah hingga saat ini belum optimal. Hal ini didukung

727


oleh hasil penelitian mengenai pengintegrasian materi kebencanaan kedalam kurikulum kesiapsiagaan bencana gempa bumi dan tsunami pada siswa SD didapatkan hasil bahwa sebanyak 52,3% siswa memiliki pengetahuan kurang baik terhadap kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana(6). Penelitian mengenai pelatihan mitigasi bencana alam gempa bumi pada siswa sekolah dasar dimana setelah diberikan pelatihan mitigasi bencana, sebanyak 4% siswa memperoleh nilai dengan katagori sangat baik, 27% siswa memperoleh nilai dengan katagori baik, 24% cukup, 22% kurang, dan 23% sangat kurang(7). Beberapa penelitian diatas membuktikan bahwa kurangnya pendidikan kesiapsiagaan bagi anak-anak sekolah dalam menghadapi bencana.

Pengetahuan dan pembelajaran mengenai pengurangan risiko bencana harus diberikan pada semua lapisan masyarakat termasuk anak-anak di sekolah. Pembelajaran akan lebih efektif jika dikemas dalam bentuk pelatihan dan dalam penyampaiannya dibantu dengan menggunakan Modul(8). Pemberian pelatihan penanggulangan bencana berpengaruh terhadap kesiapasiagaan siswa dalam menanggguangi bencana. Kesiapsiagaan siswa kelas VII sebagian besar kesiapsiagaan sedang (60,0%) pada kelompok eksperimen dan 54,7% kelompok kontrol. Setelah pelatihan (46,7%) kesiapsiagaan tinggi dan kelompok kontrol 53,3% kesiapsiagaan sedang.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pelatihan siaga bencana disertai modul terhadap kesiapsiagaan siswa untuk menghadapi bencana alam di SMAN 1 Bangli tahun 2019. Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah quasi-eksperiment) dengan rancangan pra-pasca test dengan melibatkan kelompok kontrol (pre and post test with controll group design)(9).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Bangli dengan pertimbangan bahwa siswa SMAN 1 Bangli sebagian besar bertempat tinggal di daerah yang rawan bencana alam . Populasi dari penelitian ini adalah siswa sekolah dasar di SMAN 1 Bangli yang pada Tahun ajaran 2018/2019 sebanyak 815 siswa. Populasi target pada penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 1 Bangli Tahun ajaran 2018/2019 berjumlah 261 orang

Sampel penelitian ini diambil dari populasi siswa yang duduk di kelas X SMAN 1 Bangli yang memenuhi kriteria. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada aspek kemampuan komunikasi dan pemahaman siswa terhadap suatu fenomena. Siswa kelas X dengan rentang umur 15 sampai 16 tahun sudah mampu berpikir kritis dan abstrak dalam menerima materi yang disampaikan dan pengisian kuisioner(10).

Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah masing-masing sejumlah 37 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini secara proporsionate random sampling.

Metode pengumpulan data dari penelitian ini dengan metode kuisioner menggunakan kuisioner pilihan ganda dan dichotomy question dengan 40 item pertanyaan untuk komponen kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana alam. Kuisioner kesiapsiagaan  siswa  dalam

menghadapi bencana alam dibuat sendiri oleh peneliti mengacu  pada  empat

parameter kesiapsiagaan komunitas sekolah dalam mengantisipasi bencana alam meliputi pengetahuan dan sikap, rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana dan mobilisasi sumber daya berdasarkan kajian LIPI-UNESCO/ISDR yang dimodifikasi peneliti dan telah dilakukan uji validitas dengan nilai 0,271 dan reliabilitas adalah dengan Cronbach Alfa 0,934. Kuesioner ini menggunakan 40 item pertanyaan terdiri dari 10

728


pertanyaan tentang KA : Knowledge and Attitude atau pengetahuan dan sikap dalam bentuk multiple choice dengan 5 pilihan jawaban. Skala Guttman digunakan untuk mengukur EP : Emergency Preparedness atau perencanaan tanggap darurat terdiri dari 10 pernyataan, WS : Warning System atau system peringatan dini dengan 10 pernyataan, dan RMC : Resource Mobilization Capacity atau mobilisasi sumber daya dengan 10 pernyataan. Skor dalam penilaian ini untuk pernyataan positif bila dijawab benar (skor 1) dan salah (skor 0) dan pernyataan negatif jika dijawab benar (skor 0) dan salah (skor 1)(9).

Modul pelatihan yang digunakan dalam penelitian ini adalah modulvyang disusun oleh peneliti dengan menelaah beberapa literatur yang terkait dengan bencana alam dan mengkaji nilai budaya Bali yang terkait dengan siaga bencana. Proses penyusunan dilakukan melalui diskusi dengan Staf BPBD Provinsi Bali. Modul Pelatihan ini terdiri dari 18 jam pertemuan.

Setelah mendapat skor kesiapsiagaan setiap siswa maka untuk menentukan ukuran pemusatan data dapat dilakukan dengan menghitung nilai: Mean, median, modus dan standar deviasi.

Adapun kategori skor kesiapsiagaan bencana siswa di sekolah yaitu nilai indeks

80-100 merupakan kategori sangat siap, nilai indeks 65-79 merupakan kategori siap, nilai indeks 55-64 merupakan kategori hampir siap, nilai indeks 40-54 merupakan kategori kurang siap dan nilai indeks kurang dari 40 merupakan kategori belum siap(11).

Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui perbedaan kesiapsiagaan siswa sebelum dan setelah diberikan perlakuan/pelatihan. Sebelum dilakukan uji beda terlebih dahulu dilakukan uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-smirnov. Karena data berdistribusi normal dilakukan uji paired T-Test dengan tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05). Untuk mengetahui efektifitas dari pelatihan dilakukan uji t independence.

Sebelum dilakukan penelitian, telah dilakukan uji kelayakan etik pada Komisi Etik Poltekkes Denpasar dengan hasil uji etik Nomor: LB.02.03/EA/KEPK/0308 2019 tertanggal 27 Mei 2019. Penelian ini memperoleh dana dari DIPA Poltekkes Kemenkes Denpasar tahun 2019 dengan kontrak nomor: DP.02.01/PPK/ 5390 /2019 tanggal 8 Mei 2019.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden dapat digambarkan seperti pada tabel 1 berikut:

Tabel 1

Karakteristik Responden di SMAN 1 Bangli Berdasarkan Kecamatan, Jenis Kelamin, dan Usia Tahun 2019

No

Karakteristik

Responden

Perlakuan

Kontrol

F

%

f

%

A

Kecamatan

1

Bangli

24

64,9

31

83,8

2

Kintamani

1

2,7

3

8,1

3

Susut

9

24,3

2

5,4

4

Tembuku

3

8,1

1

2,7

B

Jenis Kelamin

1

Laki-laki

13

35,1

22

59,5

2

Perempuan

24

64,9

15

40,5

C

Usia

1

14 tahun

1

2,7

4

10,8

2

15 tahun

33

89,2

29

78,4

3

16 tahun

3

8,1

4

10,8

Jumlah n

37

37


729


Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa dari 74 responden sebagian besar berasal dari Kecamatan Bangli yaitu 64,9% pada kelompok perlakuan dan 83,8% pada kelompok kontrol, sebagian besar berjenis kelamin perempuan (64,9%) sedangkan pada kelompok kontrol laki-laki (59,5%).

Usia responden sebagian besar berusia 15 tahun.

Gambaran kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana seperti pada tabel 2 berikut :

Tabel 2

Kesiapsiagaan Siswa Menghadapi Bencana di SMAN 1 Bangli Tahun 2019

No

Skor Kesiapsiagaa n

Perlakuan

Kontrol

Pre

Post

Pre

Post

1

Mean

65,87

73,17

63,91

66,14

2

Median

65,00

72,50

65,00

67,50

3

Skewness

-0,096

-0,422

-0,607

-0,11

4

Minimum

47

55

47,5

52,5

5

Maksimum

82

90

77,5

80,0


Dari data diketahui bahwa rata-rata skor kesiapsiagaan menghadapi bencana responden sebelum perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok intervensi yaitu 65,87 (siap) dan 73,17 (siap). Sedangkan pada kelompok kontrol 63,91 (hampir siap) dan 66,14 (siap). Kedua kelompok data berdistribusi normal. Nilai kesiapsiagaan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan terendah 47 (kurang siap) dan 55 (hampir siap) sedangkan pada kelompok kontrol 47,5 (hampir siap) dan 52,5 (hampir siap).

Nilai tertinggi sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan 82 (sangat siap) dan 90 (sangat siap) sedangkan pada kelompok kontrol 77,5 (siap) dan 80 (sangat siap).

Perbedaan kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana alam ditemukan ada perbedaan selisih kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana alam pada kelompok perlakuan sebesar 7,30.

Hasil uji statistik diperoleh hasil seperti tabel 3 berikut:

Tabel 3

Perbedaan Kesiapsiagaan Siswa Menghadapi Bencana Alam pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol di SMA Negeri 1 Bangli Tahun 2019

Kelompok

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Alam

N

Mean

Sd

R

T

p

Perlakuan

Pre

37

65,9

7,9

Post

37

73,2

7,6

-0,02

4,0

0,0001

Kontrol

Pre

37

63,91

6,52

Post

37

66,15

5,91

0,82

-3,60

0,001


730


Dari hasil analisis diperoleh hasil uji beda menunjukkan ρ value 0,001 yaitu kurang dari α = 0,05, maka dapat dikatakan ada perbedaan antara kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana alam sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontril.


Untuk mengetahui lebih jauh komponen kesiapsiagaan mana saja yang memiliki perbedaan maka dilakukan dilakukan analisis perbedaan dari empat item elemen kesiapsiagaan maka diperoleh hasil seperti tabel 4 berikut:


Tabel 4

Perbedaan Komponen Kesiapsiagaan Siswa Menghadapi Bencana Alam pada Kelompok Perlakuan di SMA Negeri 1 Bangli Tahun 2019

Kelompok

Komponen

Kesiapsiagaan

N

Mea n

Sd

r

T

p

Perlakuan

Knowledge  and

Pre

37

3,9

1,6

Attitude

Post

37

4,4

2,1

-0,2

-1,1

0,3

Emergency

Pre

37

7,4

1,1

Preparedness

Post

37

7,8

1,2

0,2

4,0

0,1

Warning System

Pre

37

7,2

1,5

0,7

0,5

Post

37

7,0

7,5

0,2

Resource Mobilization

Pre

37

7,8

1,3

-3,0

0,00

Capacity

Post

37

8,5

1,1

0,3

Kontrol

Knowledge  and

Pre

37

3,9

1,7

0,1

Attitude

Post

37

4,2

1,4

-1,03

0,31

Emergency

Pre

37

7,3

1,5

Preparedness

Post

37

8,0

0,8

0,0

-2,41

0,02

Warning

Pre

37

7,8

1,1

-0,2

0,82

0,41

System

Post

37

7,5

7,2

Resource Mobilization

Pre

37

7,5

1,7

-0,1

-3,67

0,00

Capacity

Post

37

8,8

1,1


Berdasarkan data di atas yang hanya memiliki perbedaan dari keempat elemen kesiapsiagaan bencana alam pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol adalah Resource Mobilization Capacity atau mobilisasi sumber daya.

Perbedaan Kesiapsiagaan Siswa Menghadapi Bencana Alam pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok kontrol dapat digambarkan seperti pada tabel 5 berikut:

Tabel 5

Perbedaan Kesiapsiagaan Siswa Menghadapi Bencana Alam pada Kelompok Perlakuan di SMA Negeri 1 Bangli Tahun 2019

Kesiapsiagaan             N    Selisih

Menghadapi Bencana           Mean

Alam

Sd

F       T      P

Kelompok Perlakuan       37  7,3

11,1

Kelompok Kontrol        37  2,2

3,8

29,3    2,6       0,01

Dari hasil uji beda menunjukkan ρ value 0,01 yaitu kurang dari α = 0,05, yang berarti bahwa Ha diterima, maka dapat dikatakan ada pengaruh pelatihan siaga bencana terhadap kesiapsiagaan siswa

menghadapi bencana alam di SMA N 1 Bangli.

PEMBAHASAN

Kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana   pada data tersebut diketahui

731


bahwa rata-rata skor kesiapsiagaan menghadapi bencana responden sebelum perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok intervensi yaitu 65,87 dan 73,17. Sedangkan pada kelompok kontrol 63,91 dan 66,14. Berdasarkan katagori tingkat kesiapan dapat dinyatakan bahwa tingkat kesiapsiagaan siswa pada kelompok intervensi sebelum diberikan modul termasuk katagori siap baik sebelum dan setelah diberikan modul sedangkan pada kelompok kontrol termasuk katagori kurang siap. Kesiapsiagaan seseorang dalam menghadapi bencana dipengaruhi oleh factor internal dan factor eksternal seperti metode yang digunakan dalam penyampaian materi. Pelatihan merupakan suatu proses (kegiatan) pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur sistematis dan terorganisasi yang dirancang untuk meningkatkan berbagai keahlian, pengetahuan, pengalaman, yang berarti perubahan sikap.

Sejalan dengan kerangka Aksi Hyogo 2005-2015, yaitu memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana dalam mempercepat respon efektif di semua tingkatan masyarakat melalui pemberian pendidikan atau pelatihan. Kerangka Kerja Hyogo 2005- 2015, memprioritaskan tiga hal yaitu menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat. Kesiapsiagaan bencana berkaitan erat dengan self efficacy seseorang. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara efficacy diri dengan kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami pada siswa SMAN 2 dan 6 Banda aceh dengan r = 756 dan nilai p = 0,001. Beberapa factor yang mempengaruhi kesiapsiagaan sesorang dalam menghadapi bencana antara lain: pengetahuan, sikap, keahlian dan Eksternal motivasi meliputi kebijakan, pendidikan, dan latihan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa skor terendah dari empat komponen kesiapsiagaan bencana terdapat

pada aspek pengetahuan dan sikap (Knowledge and Attitude) pada awal dan akhir pelatihan yaitu 3,91 dan 4,43 pada kelompok intervensi dan 3,89 dan 4,24 pada kelompok kontrol. Skor tertinggi terletak pada mobilisasi sumber daya (Resource Mobilization Capacity) yaitu 7,81 dan 8,51 pada kelompok intervensi dan 7,54 dan 8,78 pada kelompok kontrol. Kondisi ini mungkin disebabkan karena model soal yang digunakan berbeda dan isi modul lebih banyak menampilkan gambar sehingga gambaran tentang teknik evakuasi lebih mudah dipahami. Kegiatan simulasi juga membantu siswa dalam melakukan proses mobilisasi. Peningkatan kesiapsiagaan pada kelompok kontrol secara statistik dinyatakan signifikan karena pembekalan materi yang diberikan sangat menarik dan beberapa disertai dengan video.

Kalau dilihat dari karakteristik responden terlihat bahwa pada kelompok intervensi sebagian besar perempuan (64,9%) sedangkan pada kelompok control sebagian besar laki-laki (59,5%). Kesiapsigaan sangat erat kaitannya dengan gender dimana pada saat terjadi bencana maka pihak laki-laki akan lebih cepat tanggap dan lebih tertarik mendengarkan informasi. Secara sistem dalam kehidupan keluarga, laki-laki diidentikan dengan pemandu keluarga dalam mengenal masalah, menghadapi masalah dan mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi termasuk dalam menghadapi bencana alam.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana alam sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan dengan ρ value 0,001 demikian juga pada kelompok kontrol menunjukkan ada perbedaan kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana alam pada saat pre test dan post test dengan ρ value 0,001 yaitu kurang dari α = 0,05. Hasil uji beda selisih perbedaan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol

732


diperoleh ada perbedaan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dengan ρ value 0,01. Hal ini berarti ada perbedaan kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana alam antara siswa yang diberikan modul dengan yang tidak diberikan modul.

Pengetahuan dan pembelajaran mengenai pengurangan risiko bencana harus diberikan pada semua lapisan masyarakat termasuk anak-anak di sekolah(12). Pembelajaran pengurangan risiko bencana di lingkungan sekolah akan lebih efektif jika dalam penyampaiannya dibantu dengan menggunakan media. Media merupakan alat bantu dalam proses pembelajaran. Penggunaan media dalam pembelajaran adalah untuk membantu mempercepat siswa dalam upaya memahami materi yang disampaikan(8). Media terdiri dari beragam jenis yang dapat digolongkan menjadi media berbasis visual, audio, audio-visual dan komputer. Salah satu media berbasis visual yang sesuai untuk memberikan informasi terkait kesiapsiagaan bencana alam adalah modul(13).

Penelitian mengenai penggunaan media pembelajaran terhadap kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana banjir dan gempa bumi didapatkan hasil bahwa penggunaan media pembelajaran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kesiapsiagan siswa dalam menghadapi bencana(14). Media komik dapat membantu anak-anak atau orang muda untuk mempelajari tindakan pencegahan secara individu untuk melindungi diri mereka sendiri pada saat terjadi bencana(15).

Penggunaan modul memberi kontribusi pada percepatan penerimaan informasi. Pembelajaran menggunakan modul akan membantu siswa belajar mandiri. Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang

diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya.

Pengetahuan yang dimiliki seseorang biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian untuk siap siaga dalam mengantisipasi bencana terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah potensi bencana. Hasil penelitian ini masih ditemukan responden dengan pengetahuan yang rendah tentang kesiapsiagaan bencana terutama berkaitan dengan perencanaan pasca bencana dan alat yang harus dipersiapkan baik pada tahap prabencana, tanggap darurat maupun pasca bencana. Disamping itu pemahaman tentang mitigasi bencana masih perlu ditingkatkan pada aspek early warning berbasis budaya seperti pemahaman tentang tanda alam serta alat tradisional penanda bencana (kulkul). Resiko akibat bencana akan dapat dikurangi apabila setiap individu mengenal tanda-tanda dini bencana yang ditetapkan secara nasional maupun secara khusus sesuai kearifan lokal masyarakat setempat. Peringatan dini bencana (early warning system) adalah penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif, melalui kelembagaan yang jelas, sehingga memungkinkan setiap individu yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi risiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.

Sistem Peringatan Dini di tingkat komunitas harus dipromosikan bersama antara sector publik (pemerintah daerah), pemangku kepentingan yang bekerja dan mewakili komunitas, dan struktur tradisional. Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus melibatkan pemuka masyarakat untuk memastikan bahwa sistem Banjar (sistem adat) mendukung dan memberikan masukan terhadap bahaya bencana alam, kesiapsiagaan bencana, dan peringatan dini. Jika skema, prosedur, dan isi pesan peringatan sudah dipahami dengan baik oleh semua pihak, informasi dari sistem peringatan dini akan membantu pengambil keputusan tingkat lokal dan

733


komunitas beresiko dalam membuat keputusan yang lebih baik (dan lebih cepat).

Kondisi di SMAN 1 Bangli sampai saat ini belum memasukkan materi kesiapsiagaan bencana dalam kurikulum tetapi hanya memperkenalkan kepada siswa yang mengikuti PMR/KSR, mapala dan ekstrakurikuler pramuka.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesiapsiagaan menghadapi bencana responden sebelum perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok intervensi yaitu 65,87 dan 73,17 namun keduanya termasuk katagori siap. Sedangkan pada kelompok kontrol pada awal tes 63,91 (hampir siap) dan pada tes akhir 66,14 (siap). Pada kelompok perlakuan memiliki perbedaan bermakna, perbedaannya terutama terjadi pada komponen Resource Mobilization Capacity atau mobilisasi sumber daya.

Kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana alam pada awal dan sesudah pemberian materi penyuluhan pada kelompok control. Perbedaanya terjadi pada komponen Emergency Preparedness atau perencanaan tanggap darurat dan Resource Mobilization Capacity atau mobilisasi sumber daya. Ada perbedaan kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana alam antara kelompok yang diberikan modul dengan kelompok yang tidak diberikan modul. Pemberian modul dalam pelatihan siaga bencana mempengaruhi kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana alam .

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. and Sholeh, M. (2005) Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rhineka Cipta

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2016) Info Bencana, Pusdatinmas BNPB: 1-4             Available             at:

https://www.bnpb.go.id/uploads/publicatio n/info_bencana_desember_final.pdf.

(Accesed: 20 Januari 2018)

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) (2017) Data Kejadian Bencana di Provinsi Bali.

Hamalik, O. (2015) Kurikulum dan Pembelajaran. 1st edn. Jakarta: Bumi Aksara.

Hidayati, D. dkk. (2006) Kajian Kesiapsiagaan

Masyarakat. Jakarta: LIPI-UNESCOISDR.

Indarti, K. D. and Sukmanasa, E. (2017) Pembelajaran    Pengurangan    Risiko

Bencana Pada Kurikulum 2013 Untuk Jenjang Pendidikan Dasar. Available at: https://repository.unpak.ac.id/tukangna/rep o/file/files-20171025113258.pdf. (Accessed: 20 Januari 2018)

Janatul, Y. (2016) Penggunaan Media Pelatihan Untuk Pembelajaran Kebencanaan Longsor.           Available           at:

http://lib.unnes.ac.id/27382/1/3201412147. pdf. (Accessed: 20 Januari 2018)

Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia (2010) Surat Edaran Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010. Available at: http://mdmc.or.id/index.php/download-file/category/5-pendidikan-siagabencana? download=9%3astrategi-pengarusutamaan-pengurangan-risikobencana-di-sekolah. (Accessed: 20 Januari 2018).

Kuala, S., Sri Adelia Sari, Sri Milfayetty, M. Dirhamsyah. (2014) ‘Bencana Gempa Bumi Dan Tsunami Pada Siswa Sekolah Dasar Dan Menengah Di Banda Aceh’, Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA), 1(1): 35–41.

Petal, M. and Izadkhah, Y. O. (2008) ‘Concept Note: Formal And Informal Education For Disaster Risk Reduction’, American Journal of Sociology: 207–218.

Subagya, W., Wiratma, I. G. L., dan Sudita, I. K. (2015) ‘Pelatihan Mitigasi Bencana Alam Gempa Bumi Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 1 Pengastulan Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng Bali’, Jurnal Pendidikan Indonesia, 4: 585–598.

Sugiyono (2017) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatf dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supriyono, P. (2014) Seri Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor. 1st edn. Yogyakarta: ANDI.

Yulianto, I. M. (2013) Pengaruh Penggunaan Media      Pembelajaran      terhadap

Kesiapsiagaan Siswa dalam Menghadapi Bencana Banjir Dan Gempa Bumi di SMA 1 Gatak.            Available            at:

http://eprints.ums.ac.id/26426/13/02._Naska h_Publikasi.pdf. (Accessed: 20 Januari 2018).

734


Volume 9, Nomor 6, Desember 2021