HUBUNGAN KADAR GULA DARAH PUASA DENGAN PH SALIVA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS (DM) TIPE 2
on
Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
HUBUNGAN KADAR GULA DARAH PUASA DENGAN PH SALIVA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS (DM) TIPE 2
Pande Ebin Anisa Putri1, Desak Made Widyanthari2, I Gusti Ngurah Juniartha2 Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Universitas Udayana email: [email protected]
ABSTRAK
Derajat keasaman (pH) saliva memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan mulut. Salah satu faktor yang menyebabkan perubahan pH saliva adalah kadar gula darah puasa yang diakibatkan oleh Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara peningkatan kadar gula darah puasa dengan perubahan pH saliva pada penderita DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan analitik korelatif menggunakan cross-sectional design. Sampel penelitian berjumlah 30 orang diperoleh dengan teknik purposive sampling. Pengambilan sampel kadar gula darah puasa dan pH saliva dilakukan secara langsung melalui door to door. Hasil uji korelasi menggunakan Pearson Product Moment, menunjukkan adanya hubungan bermakna yang lemah dengan arah negatif (p = 0,03; r = -0,393), yang berarti semakin tinggi kadar gula darah puasa maka semakin rendah derajat keasamaan pH saliva, begitu pula sebaliknya. Hasil penelitiaan ini diharapkan bermanfaat bagi penderita DM tipe 2 untuk menjaga kadar glukosa darah puasanya sehingga komplikasi kesehatan mulut yang diakibatkan oleh penurunan pH saliva dapat dicegah.
Kata kunci: Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2, Kadar Gula Darah Puasa, pH Saliva
ABSTRACT
Saliva’s acidity (pH) has an important role in maintaining oral health. One of the factors that cause changes in salivary pH is the fasting blood sugar levels which caused by Type 2 Diabetes Mellitus (DM). This research was aims to determine the correlation of an increase in fasting blood sugar levels with changes of salivary pH in patients with type 2 DM in the work area of Puskesmas II Denpasar Timur. This study is a quantitative research that used correlative analytics design with cross-sectional study model approach. The sampling methods used purposive sampling which is a total of 30 respondents. The data collection of fasting blood sugar levels and salivary pH is done directly by the patients (door to door). Correlation test results using Pearson Product Moment, it showed that fasting blood sugar levels and salivary pH on patients with type 2 of DM in the work area of Puskesmas II Denpasar Timur has a weak and negative correlation (p = 0,03; r = -0,393), which means that the higher fasting blood sugar levels it will causes of decreasing salivary pH. This study is expected to be beneficial for who has type 2 DM to control their blood sugar levels so that oral health complications caused by decreasing of salivary pH could be prevented.
Keywords: Diabetes Mellitus Type 2, Fasting Blood Sugar Levels, Salivary pH
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Soelistijo, dkk 2015). DM tipe 2, yang sebelumnya disebut non-insulindependent atau adult-onset diabetes, disebabkan oleh pengurangan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. 90 % dari seluruh diabetes merupakan DM tipe 2 (Kemenkes
RI, 2014). Menurut International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2017, 425 juta orang dewasa atau 8,8% dari total populasi dunia menderita DM dan diperkirakan pada tahun 2045 jumlahnya akan menjadi 628 juta orang. Berdasarkan data terbaru Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, di Indonesia angka prevalensi DM mengalami peningkatan cukup signifikan selama 5 tahun terakir. Pada tahun 2013 angka prevalensi
DM pada orang dewasa mencapai 6,9% dan meningkat menjadi 8,5% pada tahun 2018. Kota Denpasar menempati urutan ke-5 terbanyak dengan jumlah penderita DM setelah Jembrana, Buleleng, Tabanan, dan Klungkung.
Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2017 menyatakan bahwa pasien DM yang mengalami diabetes selama 5-10 tahun akan berisiko untuk terkena komplikasi makroangiopati dan 5-15 tahun untuk terkena komplikasi mikroangiopati. Mikroangiopati terjadi karena tingginya kadar glukosa darah yang akan menyebabkan terjadinya penebalan membran basal pada pembuluh-pembuluh darah kecil dan masalah neuropati (Nurul, 2015). Kerusakan neuropati dan mikroangiopati pada penderita DM dapat menyebabkan terjadinya gangguan salah satunya pada rongga mulut, yaitu akan mengakibatkan gangguan struktural atau pembengkakan pada jaringan kelenjar saliva (Sari, 2017).
Saliva merupakan cairan yang berperan dalam proses biologis di dalam rongga mulut serta mempunyai fungsi dalam mekanisme pertahanan dari mikroorganisme di dalam mulut. Pada penderita DM yang mengalami hiperglikemia, akan dapat memengaruhi akumulasi saliva yang berhubungan dengan asam basa mulut dan fisiologis kelenjar saliva yang dapat memengaruhi komposisi maupun laju aliran salivasui. Hal ini dapat berpengaruh pada derajat keasaman (pH) yang mengakibatkan buffer saliva terganggu sehingga keadaan asam basa tidak seimbang (Baliga, 2013). Kapasitas cairan buffer mempunyai kemampuan menahan perubahan pH dengan menambah pH seperti penambahan asam atau basa untuk mempertahankan pH tetap normal (Wirawan dan Puspita, 2017).
pH saliva normal yang tidak dirangsang umumnya berkisar antara 5,60-7,00. Sedangkan pH kritis pada mulut berkisar antara 4,50-5,50; pada keadaan ini telah terjadi demineralisasi gigi (Pedersen, 2009). Jika pH saliva rendah (asam) akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus, sedangkan kenaikan pH dapat membentuk kolonisasi bakteri yang menyebabkan peningkatan pembentukan kalkulus (Marasabessy, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lamster dkk pada 2008, banyak ditemukan masalah mulut pada penderita DM akibat penurunan pH saliva seperti xerostomia (mulut kering), gingivitis serta periodontitis, burning mouth syndrome, stomatitis aphtosa (sairawan), oral thrush atau oral candida, dan karies gigi. Dari hasil penelitian Inayaty dkk pada 2014, didapatkan hasil dari 100 responden yang telah dilakukan pengukuran laju aliran saliva dengan metode spitting, ditemukan bahwa peningkatan kadar glukosa darah pada penderita DM mengakibatkan penurunan laju aliran saliva dan perubahan pH saliva.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar (2018), Puskesmas II Denpasar Timur merupakan puskesmas dengan jumlah penderita DM terbanyak kedua dengan jumlah 776 penderita pada tahun 2018. Denpasar Timur ini juga merupakan salah satu wilayah perkotaan yang cukup padat. Karena padatnya perkotaan dan ditambah sibuknya jam kerja, maka hal ini dapat mendorong masyarakat cenderung mengonsumsi makanan-makanan cepat saji. Berdasarkan penelitian Andrew dkk pada 2012, menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi makanan cepat saji khas negara barat memiliki risiko lebih besar menderita salah satunya adalah DM tipe 2.
Berdasarkan latar belakang tersebut dan minimnya hasil penelitian mengenai hubungan kadar gula darah puasa dengan pH saliva membuat penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Kadar
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh pasien DM tipe 2 yang berjumlah 776 orang. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik Nonprobability Sampling dengan Purposive Sampling yaitu sebanyak 30 orang yang menderita penyakit DM tipe 2.
Kriteria pengambilan sampel; Pasien yang telah terdiagnosa DM tipe 2 selama minimal satu tahun, Pasien yang berdomisili
Gula Darah Puasa dengan pH Saliva pada Penderita Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Timur”.
Denpasar Timur, dan Pasien yang bersedia menjadi responden.
Penelitian ini dilakukan dengan cara pengambilan sampel door to door (dari rumah ke rumah). Alat ukur yang digunakan adalah alat pengukur kadar gula darah (glucometer) dan alat ukur kadar pH saliva (pHmeter). Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Pearson Product Moment p value < 0,05 dengan tingkat signifikansi 95%.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 1
Distribusi frekuensi karakteristik responden (n=30)
Karakteristik Responden |
f |
% |
Rentang usia responden (tahun) | ||
26-45 (Dewasa) |
0 |
0 |
46-65 (Lansia) |
24 |
80 |
>65 (Manula) |
6 |
20 |
Jenis kelamin | ||
Laki-laki |
18 |
60 |
Peerempuan |
12 |
40 |
Lama Terdiagnosa (tahun) | ||
Durasi pendek (1-5) |
27 |
90 |
Durasi sedang (6-10) |
3 |
10 |
Durasi panjang (>10) |
0 |
0 |
Rentang kadar gula darah puasa (mg/dL) | ||
≥ 126 |
1 |
3,3 |
< 126 |
29 |
96,7 |
Rentang pH saliva | ||
<5,60 |
3 |
10 |
5,60-7,00 |
24 |
80 |
>7,00 |
3 |
10 |
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa mayoritas responden berusia 46-65
tahun (lansia) berjumlah 24 orang (80%), mayoritas responden berjenis kelamin laki-
laki (60%), dan 90% responden menderita DM tipe 2 dengan durasi pendek (1-5 tahun) yakni 27 orang. Sebagian besar responden memiliki kadar gula darah puasa tergolong
normal (< 126 mg/dL) yakni berjumlah 29 orang (96,7 %). Jumlah responden terbanyak berada pada kelompok rentang pH saliva 5,60-7,00 sebanyak 24 orang (80%).
Tabel 2
Hasil analisis hubungan kadar gula darah puasa dengan pH saliva (n=30)
Pearson Product Moment r p value
Hubungan kadar gula darah puasa dengan pH saliva -0,39 0,03
Berdasarkan Tabel 2, hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai p value adalah 0,03. Nilai p value yang didapatkan lebih kecil daripada α=0,05. Sehingga hal tersebut menandakan adanya hubungan yang bermakna antara kadar gula darah puasa dengan tingkat pH saliva. Selain itu didapatkan pula nilai r hitung sebesar -0,39. Nilai r hitung digunakan untuk menentukan tingkat keeratan antara kedua variabel.
PEMBAHASAN
Usia merupakan salah satu faktor risiko seseorang mengalami diabetes melitus. Pertambahan usia akan memengaruhi kemampuan jaringan dalam mengambil glukosa dalam darah. Usia ≥ 45 tahun mempunyai faktor risiko sebesar 1,4 kali mengalami kadar gula darah puasa yang tidak normal. Hal ini dikarenakan seseorang dengan usia ≥ 45 tahun memiliki peningkatan risiko perubahan metabolism karbohidrat dan perubahan pelepasan insulin yang dipengaruhi oleh glukosa dalam darah dan terhambatnya pelepasan glukosa yang masuk ke dalam sel karena dipengaruhi oleh insulin. Lama waktu terdiagnosa DM berkaitan dengan penurunan fungsi sel beta pankreas sehingga menimbulkan komplikasi yang secara umum terjadi pada pasien dengan lama sakit 5-10 tahun. Semakin lama seseorang menderita DM maka komplikasi
Karena nilai r hitung berada di rentang 0,20,4 maka dapat dikatakan hubungan kedua variabel bersifat lemah (Dahlan, 2014). Tanda minus (-) pada nilai r hitung menunjukkan bahwa hubungan antara kadar gula darah puasa dengan pH saliva adalah terbalik; semakin tinggi kadar gula darah puasa maka semakin menurun tingkat pH saliva (asam).
penyakit DM juga akan lebih mudah terjadi (Qurratuaeni, 2009).
Seseorang dikatakan hiperglikemia apabila keadaan gula dalam darah jauh di atas normal, sedangkan hipoglikemia suatu keadaan seseorang mengalami penurunan kadar gula dalam darah. Kadar gula darah puasa dibagi menjadi dua yaitu normal dan tidak normal. Kadar gula darah puasa normal apabila <126 mg/dL, sedangkan tinggi apabila ≥ 126 mg/dL. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi pengendalian kadar gula darah puasa yaitu diet, aktifitas fisik, kepatuhan minum obat dan pengetahuan.
Derajat keasaman saliva (pH saliva) dalam keadaan normal antara 5,6-7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Beberapa faktor yang menyebabkan perubahan pH saliva antara lain rata-rata kecepatan aliran, organisme mikro rongga mulut, dan kapasitas buffer. Saliva mempunyai peran yang sangat penting
terhadap kebersihan gigi dan mulut, sebab saliva mengandung antibakteri dan komponen organik yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kuman dalam rongga mulut (Patricia, 2008). Menurut Ahmadi, dkk (2013) derajat keasaman pH saliva antara 5,6-7,0 dengan rerata pH 6,7 adalah kondisi yang paling ideal untuk tidak terjadinya pertumbuhan bakteri di dalam mulut. Hal ini memperlihatkan bahwa rata-rata responden pada penelitian ini memiliki tingkat kesehatan mulut yang terjaga. Akan tetapi, peneliti juga menemukan di lapangan responden yang memiliki pH saliva di luar 5,6-7,0. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah terkait dengan penggunaan pasta gigi pada sesaat sebelum pengambilan data. Tentu hal ini akan menyebabkan pH saliva menjadi lebih basa daripada biasanya. Selain itu, ada faktor-faktor lain yang memengaruhi pemebntukan asam di dalam mulut, antara lain jenis karbohidrat yang terdapat dalam diet, konsentrasi karbohidrat dalam diet, jenis dan jumlah bakteri di dalam plak, keadaan fisiologis bakteri dan pH di dalam plak (Shandy dkk, 2014).
Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara kadar gula darah puasa dengan pH saliva pada responden di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur. Walaupun demikian, hubungan antara kadar gula darah puasa dengan pH saliva memiliki hubungan yang lemah, yang ditunjukkan oleh nilai r pada Tabel 4. Tanda negatif pada nilai r menunjukkan hubungan bersifat negatif, yang artinya semakin meningkatnya kadar gula darah puasa maka akan menyebabkan menurunnya pH saliva.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Arumita dkk (2018) yang menemukan bahwa adanya hubungan antara kadar gula darah puasa dengan pH saliva. Hal ini disebabkan karena keadaan hiperglikemia pada penderita DM yang menyebabkan akumulasi glukosa darah berlebihan akan diubah oleh aldose reductase menjadi sorbitol. Akumulasi sorbitol dan fruktosa serta peningkatan tekanan osmotik tentu akan mengakibatkan masalah neuropati dikarenakan akan terjadi gangguan ATP-ase yang berperan dalam konduksi sel saraf. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
Gangguan pada sistem saraf simpatis dan parasimpatis akan mengakibatkan pengurangan sekresi saliva yang tentu akan mengakibatkan penurunan volume saliva per menitnya (laju aliran saliva). Saat laju aliran saliva menurun, akan terjadi pula penurunan pada kapasitas buffer. Penurunan kapasitas buffer akan mengakibatkan pH saliva menjadi turun atau asam (Archana dkk, 2016).
Keterbatasan pada penelitian ini adalah sedikitnya jumlah responden yang memiliki kadar gula darah puasa di atas 126 mg/dL (>126 mg/dL). Sehingga, untuk peneliti selanjutnya perlu dilakukan penjajakan dan pemantauan terhadap calon responden yang akan diteliti selama minimal tiga bulan terakhir agar mendapatkan jumlah dan kriteria responden yang sesuai.
SIMPULAN
Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar gula darah puasa dengan pH saliva pada penderita Diabetes Melitus (DM) tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur dengan nilai p=0,03 (p<0,05).
DAFTAR PUSTAKA
Andrew O. Odegaard, Woon P. Koh, Jian-Min Y., Myron D. Gross, Mark A. Pereira, Westernstyle Fast Food Intake and Cardiometabolic Risk in an Eastern Country, Circulation, (2012), 126(2): 182-188, DOI:
10.1161/CIRCULATIONAHA.111.084004
Anne Marie Lynge Pedersen, Diabetes Mellitus and Related Oral Manifestations, Oral BioSci Med 2004, 1(4):229-248, DOI:
Arumita P. H., Refni R., Oke K., Hubungan Kadar Gula Darah Puasa terhadap Kadar pH dan Laju Aliran Saliva pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas 1 Kembaran, Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga, (2018), 14(2): 1-5, DOI:
https://doi.org/10.22219/sm.Vol14.SMUM M2.6246
Baliga S, Muglikar S, Kale R., Salivary pH: A diagnostic biomarker, J Indian Soc Periodontol, (2013), 17(4): 461-465,
DOI:10.4103/0972-124X.118317
Berliana Sari, Idham Halid, Pahrur Razi, Hubungan Pengetahuan dengan Status Kebersihan Gigi dan Mulut pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Rawang Jambi, Jurnal Kesehatan Gigi, (2017), 4(1): 13-18, e-ISSN: 2621-3664
Ekky Wirawan, Sartika Puspita, Hubungan pH Saliva dan Kemampuan Buffer dengan DMF-T dan def-t pada Periode Gigi Bercampur Anak Usia 6-12 Tahun, Insisiva Dental Jurnal, 6(1): 25-30, DOI:
https://doi.org/10.18196/di.6177
Hasil Utama Riskesdas 2018, 2018, Kementerian
Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
https://www.kemkes.go.id/resources/downlo ad/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf, diakses pada: Januari 2019
Inayaty H., Maharani L. A., Studi deskripsi laju aliran saliva pada pasien diabetes melitus di RSUD Ulin Banjarmasin, Jurnal PDGI, (2014), 63(1): 8-13, ISSN: 0024-9548
International Diebetes Federation (IDF), (2017), Diabetes Atlas-Eighth (8th) edition 2017
Ira B. Lamster, Evanthia L., Wenche S. Borgnakke, George W. Taylor, The Relationship
Between Oral Health and Diabetes Mellitus, The Journal of the American Dental
Association, 139(5), DOI:
https://doi.org/10.14219/jada.archive.2008.0 363
Kemenkes RI, (2014), Waspada Diabetes. Jakarta Selatan: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI
Marasabessy, F. A., (2013), Hubungan Volume dan pH Saliva, Makasar, Skripsi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
P. Sai Archana, K. Saraswathi Gopal, B. G. Harsha Vardhan, P. Mahesh Kumar, (2016), Saliva as a Non-invasive Tool in Evaluation of Type 2 Diabetes Mellitus, International Journal of Scientific Study, 4(1): 178-182, DOI:
10.17354/ijss/2016/213
Patricia Del Vigna D. A., Ana Maria T. G., Maria Ângela N. M., Antônio Adilson S. D. L., Luciana Reis A., (2008), Saliva Composition and Functions: A Comprehensive Review, The Journal of Contemporary Dental Practice, 9(3): 2-5, DOI: 10.5005/jcdp-9-3-72
Qurratuaeni, (2009), Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Terkendalinya Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta, Jakarta, Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah
Shandy H., Rosihan A., I Wayan A., Perbedaan pH Saliva Menggosok Gigi Sebelum dan Sesudah Mengkonsumsi Makanan Manis dan Lengket, Jurnal Kedokteran Gigi, (2014), 2(1): 39-45, DOI:
Soelistijo, S. A., dkk., 2015, KONSENSUS:
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Indonesia, Indonesia, PB PERKENI
662
Volume 9, Nomor 6, Desember 2021
Discussion and feedback