Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

GAMBARAN PERILAKU SEXTING PADA REMAJA DI SMK PARIWISATA X BADUNG

  • 1    Komang Anisa Anggun Cahyaningrum, 2 I Gusti Ayu Pramitaresthi, 3 Meril Valentine Manangkot

  • 1    Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2, 3 Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Masa remaja berlangsung saat usia 10-19 tahun yang merupakan tahap menuju fase dewasa. Pubertas yang terjadi pada tahap remaja awal menyebabkan remaja mengalami beberapa perubahan, salah satunya perkembangan seksual. Remaja dapat menyalurkan keinginan seksualnya melalui perilaku seksual. Perilaku seksual secara tidak langsung dapat dilakukan melalui sexting. Sexting dapat menyebabkan beberapa dampak negatif bagi remaja seperti memicu aktivitas seksual berisiko, kejahatan online, dan tekanan psikologis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik remaja dan karakteristik perilaku sexting yang dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini melibatkan 154 remaja yang berusia 15-16 tahun di SMK Pariwisata X Badung. Alat ukur yang digunakan adalah Sexting Behaviors Questionnaire. Berdasarkan hasil penelitian, dari 154 responden, sebanyak 112 responden digolongkan ke dalam perilaku sexting rendah. Berdasarkan frekuensi melakukan aktivitas sexting, mayoritas responden tidak pernah menerima foto atau video seksual tentang orang yang mereka kenal yakni sebanyak 114 responden, sebanyak 148 tidak pernah mengirim foto atau video seksual, dan sebanyak 104 responden tidak merespon konten seksual yang mereka terima. Berdasarkan data tersebut, walaupun responden mayoritas menjawab tidak pernah dalam satu aspek pertanyaan, namun beberapa responden menyatakan pernah melakukan sexting sesuai dengan item pertanyaan kuesioner. Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa remaja terlibat dalam aktivitas sexting. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait perilaku sexting.

Kata kunci: Gambaran, Remaja, Sexting

ABSTRACT

Adolescence takes place at the age of 10-19 years which is the stage towards adulthood. Puberty phase which occurs in the early stage of teen age, causes them change. One of them is sexual development. Teenagers can channel their sexual desires through sexual behavior. Indirect sexual behavior can be done through sexting. Sexting can cause some negative effects for teens such as triggering risky sexual activity, cybercrime, and psychological pressure. The aims of this study is to determine the characteristics of adolescents and the characteristics of sexting behavior using a descriptive method. This study involved 154 adolescents aged 15-16 years at SMK Pariwisata X Badung. The measuring instrument used was the Sexting Behaviors Questionnaire. Based on the result of the study, from 154 respondents, there are 112 respondents were classified into low sexting behavior. Based on the frequency of engaging in sexting activities, there are 114 respondents never received sexual photos or videos of the people they knew, then 148 of them never sent sexual photos or videos, and as many as 104 respondents did not respond to the sexual content which they received. Based on this data, although the majority of respondents answered never in one aspect of the question, but some respondents said they had sexed in accordance with questionnaire question items. This show that some teenagers are involved in sexting activities. The results of this study can be used as basic data in conducting further research related to sexting behavior.

Keywords: Description, Teenagers, Sexting

195

PENDAHULUAN

Remaja merupakan individu yang berada pada masa peralihan dari masa anak- anak menuju dewasa yang merupakan masa transisi yang unik. Pertumbuhan dan perkembangan pada remaja terjadi saat memasuki masa pubertas. Pubertas menandakan mulai berfungsinya organ reproduksi yang dapat menyebabkan beberapa perubahan pada fisik, psikologis, dan kematangan fungsi seksual seseorang (Batubara, 2018). Perubahan fisik pada remaja diawali dengan percepatan pertumbuhan yang diikuti dengan perkembangan organ seksual.

Perkembangan organ seksual diawali dengan perubahan seks primer dan sekunder (Destariyani & Dewi, 2015. Perubahan tersebut terjadi karena adanya peningkatan hormon seksual yang mempengaruhi kematangan seksual pada remaja yang dapat menimbulkan hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya untuk berprilaku seksual (Purwoastuti & Walyani, 2015).

Remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (Jufri, 2019). Mereka cenderung memanfaatkan media massa sebagai sumber informasi seksual karena dianggap lebih menarik. Media yang sering digunakan oleh remaja seperti aplikasi pesan teks, fitur-fitur di internet, dan sosial media yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan informasi mengenai seksualitas (Solehati, Rahmat, & Kosasih, 2019).

Remaja sebagai generasi millennial akan lebih mudah beradaptasi terhadap perkembangan teknologi komunikasi. Salah satu media yang memudahkan seseorang saling berbagi informasi adalah smartphone (Amila & Utami, 2014). Smartphone disisi lain dapat membahayakan. Salah satunya adalah kemudahan akses dan penyebaran

konten seksual (Yutifa, Dewi, & Misrawati, 2015). Sexting merupakan salah satu contoh bentuk penyebaran pesan seksual yang bisa dilakukan menggunakan smartphone.

Sexting merupakan salah satu bentuk dari interaksi seksual secara online (Klettke, Hallford, Clancy, Mellor, & Toumbourou, 2019). Sexting mengacu pada tindakan mengirim atau menerima gambar, foto, pesan seksual, dan video melalui ponsel atau media elektronik lain (Garcia, et al., 2016). Sexting dapat menimbulkan beberapa dampak negatif bagi remaja, salah satunya adalah dapat menimbulkan perilaku seksual yang salah (Rahardjo, Saputra, & Hapsari, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Ybarra & Mitchell (2014) menunjukkan sebanyak 63% remaja yang pernah berhubungan seksual saling mengirimkan gambar seksual mereka selama satu tahun terakhir. Krickic, Sincek, & Cike (2017) menyebutkan bahwa seseorang yang menerima pesan konten seksual dari pasangannya akan merasa bahagia dan terangsang sebagai respon emosional yang paling sering dirasakan.

Remaja yang aktif menggunakan smartphone lebih mudah dijumpai di daerah perkotaan. Siswa di SMK Pariwisata memiliki kesempatan untuk melakukan pelatihan awal (training) sebelum mereka lulus. Pekerjaan di sektor pariwisata dapat meningkatkan interaksi antara siswa dengan wisatawan asing yang memiliki budaya berbeda. Budaya tidak dapat dipisahkan dari tatanan nilai etika tempat budaya tersebut digunakan. Budaya barat yang masuk ke Indonesia dapat menimbulkan pergeseran sikap seksual pada remaja mengarah ke arah lebih permisif (Suwarni & Arfan, 2015).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 orang siswa kelas

196

X di SMK Pariwisata X Badung, enam dari sepuluh siswa mengaku pernah menerima foto atau video seksual dari temannya, sedangkan dua dari sepuluh siswa mengatakan pernah mengirim video seksual kepada temannya. Rata-rata mereka mendapatkan foto atau video tersebut di grup online yang mereka ikuti.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang gambaran perilaku sexting pada remaja di SMK Pariwisata X Badung. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran perilaku sexting pada remaja di SMK Pariwisata X Badung.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional pada siswa kelas X di SMK Pariwisata X Badung jurusan tata boga dan akomodasi perhotelan.

Populasi penelitian ini yaitu siswa kelas X di SMK Pariwisata X Badung jurusan tata boga dan akomodasi perhotelan yang berjumlah 250 siswa. Sampel penelitian berjumlah 154 orang yang dipilih dengan metode Probability sampling yaitu proportional stratified random sampling. Kriteria inklusi penelitian yaitu siswa dan siswi yang berusia 15-16 tahun, memiliki dan pengguna aktif smartphone, dan bersedia manandatangani informed consent.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

Siswa dan siswi yang tidak hadir pada saat pengambilan data digolongkan sebagai kriteria eksklusi pada penelitian ini.

Alat pengumpul data yang digunakan peneliti yaitu Sexting Behaviors Questionnaire (SBQ) untuk mengumpulkan data perilaku sexting. Kuesioner ini terdiri dari delapan item pernyataan dan lima skala likert. Penentuan katagori perilaku sexting terdiri dari tiga yaitu perilaku sexting rendah (skor <11), perilaku sexting sedang (skor 12-20), perilaku sexting tinggi (skor ≥21). Hasil uji reliabilitas didapatkan bahwa item reliabel dengan nilai Alpha Cronbach (α = 0,755, α > 0,60).

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada responden yang akan dipandu oleh peneliti. Penelitian dilakukan di ruang kelas secara serentak dengan waktu pengisian kuesioner kurang lebih selama 20 menit.

Analisis yang digunakan yaitu analisis univariat dan data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi serta mean, median, standar deviasi, minimum, dan maksimum. Penelitian ini telah mendapat surat laik etik dari Komisi Etika Penelitian FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar Nomor 557/UN14.2.2.VII.14/LT/2020.

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, dan Jurusan (n=154)

Variabel

Frekuensi (n)

Presentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-Laki

83

53,9

Perempuan

71

46,1

Total

154

100

Usia

15 tahun

78

50,6

16 tahun

76

49,4

Total

154

100

197

Jurusan

Tata Boga

Akomodasi Perhotelan

104

50

67,5

32,5

Total

154

100

Tabel 1 menunjukkan bahwa responden mayoritas berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 83 orang (53,9%). Responden lebih banyak

berusia 15 tahun yakni sebanyak 78 orang (50,6%) dan sebagian besar berasal dari jurusan tata boga yakni sebanyak 104 orang (67,5%).

Tabel 2. Karakteristik Perilaku Sexting (n=154)

Kategori Perilaku Sexting

Frekuensi (n)

Presentase (%)

Perilaku sexting rendah

112

72,7

Perilaku sexting sedang

40

26,0

Perilaku sexting tinggi

2

1,3

Total

154

100

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 154 responden, mayoritas responden dikategorikan ke dalam perilaku sexting rendah yakni sebanyak 112 orang (72,7 %).

198

Tabel 3. Perilaku Sexting Berdasarkan Komponen Pelengkapnya (n=154)

Frekuensi Melakukan Aktivitas Sexting                     Total

Perilaku

sexting

Tidak Pernah n (%)

Jarang n (%)

Sesekali n (%)

Sering n (%)

Sangat Sering n (%)

n (%)

Menerima

Offline Menerima pesan seksual

83 (53,9)

57 (37)

8 (5,2)

4 (2,6)

2 (1,3)

154 (100)

Online

Menerima foto/video

40 (26,0)

94 (61,0)

9 (5,8)

11 (7,1)

0 (0)

154 (100)

Menerima foto/video seksual orang yang dikenal

114 (74,0)

26 (16,9)

9 (5,8)

3 (1,9)

2 (1,3)

154 (100)

Mengirim

Offline Mengirim pesan seksual

132 (85,7)

21 (13,6)

0 (0)

1 (0,6)

0 (0)

154 (100)

Online

Mengirim foto/video

122 (79,2)

29 (18,8)

3 (1,9)

0 (0)

0 (0)

154 (100)

Mengirim foto/video orang yang dikenal dengan persetujuan

146 (94,8)

6 (3,9)

1 (0,6)

0 (0)

1 (0,6)

154 (100)

Mengirim foto/video orang yang dikenal tanpa persetujuan

148 (96,1)

3 (1,9)

1 (0,6)

0 (0)

2 (1,3)

154 (100)

Merespon

104 (67,5)

43 (27,9)

4 (2,6)

1 (0,6)

2 (1,3)

154 (100)

Berdasarkan tabel 3 didapatkan hasil bahwa perilaku sexting dalam aktivitas menerima konten seksual, mayoritas responden tidak pernah menerima foto atau video seksual tentang orang yang mereka kenal yakni sebanyak 114 orang (74 %). Pada

aktivitas mengirim konten seksual, sebanyak 148 orang (96,1 %) tidak pernah mengirim foto atau video seksual orang yang mereka kenal tanpa persetujuan dan sebanyak 104 orang (67,5 %) tidak merespon konten seksual yang mereka terima.

199


PEMBAHASAN

Responden pada penelitian ini dominan berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 83 orang (53,9 %) dan responden perempuan berjumlah 71 orang (46,1%). Pada awalnya peneliti merencanakan perbandingan yang sama antara jumlah responden laki-laki dan perempuan, namun dalam proses penelitian terdapat beberapa hal yang menyebabkan peneliti tidak dapat menetapkan responden sesuai jumlah yang direncanakan, seperti kesediaan mengikuti penelitian (informed consent).

Responden pada penelitian ini memiliki usia minimal 15 tahun dan usia maksimal 16 tahun. Responden yang berusia 16 tahun dikategorikan sebagai remaja akhir (late adolescene). Pada tahap remaja akhir, mereka cenderung memiliki perilaku untuk mencari kesenangan dan kenyamanan. Perilaku sexting yang merupakan bagian dari cybersex dilakukan oleh remaja akhir untuk memenuhi hasrat seksualnya (Harmaini & Novitriani, 2018).

Pada penelitian ini sebagian besar responden berasal dari jurusan tata boga yakni sebanyak 104 orang (67,5 %) dan sebanyak 50 orang (32,5 %) berasal dari jurusan akomodasi perhotelan. Responden dari jurusan tata boga dan akomodasi perhotelan sama-sama tidak pernah mendapatkan informasi kesehatan khususnya kesehatan reproduksi remaja dari pihak sekolah atau instansi kesehatan lainnya. Andriani & Arum (2016) menyebutkan bahwa seseorang yang jarang terpapar informasi kesehatan akan memiliki pengetahuan yang kurang dan berisiko untuk melakukan perilaku seksual yang salah. Oleh karena itu, pengetahuan dapat mempengaruhi remaja dalam melakukan perilaku yang menyimpang, salah satunya sexting.

Kemajuan teknologi komunikasi sangat mempengaruhi perilaku remaja.

Media yang sering digunakan remaja seperti aplikasi pesan teks, fitur internet, dan media sosial yang mempermudah mereka untuk mencari dan memperoleh informasi yang mereka inginkan (Solehati, Rahmat, & Kosasih, 2019). Kemudahan akses pornografi menjadi salah satu contoh dampak negatif dari perkembangan teknologi. Kemudahan akses tersebut memungkinkan remaja dapat dengan mudah menerima konten seksual dari orang lain (Yutifa, dkk., 2015 ).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak pernah menerima foto atau video seksual orang yang mereka kenal, namun beberapa responden pernah menerima konten seksual terutama foto atau video orang lain yang mereka tidak kenal. Remaja yang umumnya terlibat aktif berkomunikasi secara online cenderung lebih sering menerima pesan dalam sexting dibandingkan dengan remaja yang tidak rutin melakukan texting (Prather & Vandiner, 2015). Dalam pergaulannya,     remaja     laki-laki

cenderung berperan sebagai penerima dibandingkan     dengan     remaja

perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dias, et al. (2017) yang menyebutkan bahwa remaja laki-laki memiliki kemungkinan lebih besar untuk menerima konten seksual dibandingkan perempuan. Sifat laki-laki yang lebih aktif membuat mereka lebih berani untuk meminta gambar seksual atau sekedar mengarahkan pembicaraan tentang seksualitas (Jufri, 2019).

Aktivitas     remaja    dalam

mengirimkan konten seksual kepada orang lain dipengaruhi oleh beberapa hal yakni motivasi, target, dan pengawasan. Penelitian yang dilakukan oleh Ouytsel, et al. (2015) menyebutkan bahwa remaja yang memiliki smartphone akan lebih mudah untuk saling membagikan 200

gambar seksual untuk menciptakan hubungan yang romantis dengan pasangan mereka. Faktor lain yang mempengaruhi adalah pergaulan teman sebaya sehingga waktu yang dihabiskan dengan teman-teman dalam pergaulan tanpa pengawasan dikaitkan dengan pengiriman konten seksual melalui ponsel yang dimiliki oleh remaja (Prather & Vandiner, 2015).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak pernah mengirimkan konten seksual, namun beberapa menjawab mereka pernah mengirimkannya kepada orang lain. Remaja cenderung mengirimkan konten kepada seseorang yang diinginkan dan dianggap menarik, seperti kepada pasangan atau orang yang mereka sukai. Alasan dan motivasi mereka mengirimkannya adalah untuk menggoda, mempertahankan hubungan yang romantis, atau hanya sebagai bahan mencari kesenangan (Ouytsel, et al., 2015). Remaja perempuan lebih banyak berperan sebagai pihak yang mengirimkan konten seksual kepada orang lain. Pujian yang diberikan oleh pasangannya menjadi salah satu alasan perempuan mengirimkan gambar seksual mereka. Laki-laki menjadi pihak yang lebih aktif untuk meminta gambar seksual kepada pasangannya sehingga menyebabkan perempuan akan berperan sebagai pengirim konten (Paskah, 2016).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya beberapa remaja yang merespon konten yang mereka terima, sedangkan mayoritas memilih tidak memberikan respon. Beberapa remaja melakukan sexting dengan tujuan untuk menggoda, mencari perhatian, dipaksa, usaha awal untuk melakukan hubungan seks atau hanya sekedar berbagi (Wahyu, Maizar, & Indria, 2015). Sebagian remaja yang menerima konten seksual dari orang lain dapat bersikap tidak merespon atau merespon dengan

balasan berupa pesan teks bahkan foto atau video lainnya (Klettke, et al., 2019).

Keputusan remaja untuk merespon atau tidak merespon konten yang mereka dapatkan memiliki hubungan dengan kecemasan yang dirasakan oleh remaja. Remaja yang memiliki kecenderungan untuk tidak merespon pesan yang mereka terima bertujuan untuk mengurangi rasa tidak aman dalam suatu hubungan, bentuk menghormati pasangan, dan menghindari komunikasi yang buruk dengan pasangan. Oleh karena itu, tidak memberikan respon merupakan suatu bentuk penghindaran untuk terlibat dalam sexting sehingga dapat mempertahankan suatu hubungan yang sehat dengan pasangan (Weisskirch, Drouin, & Delevi, 2016). Pilihan tidak merespon juga dipengaruhi oleh nilai religiusitas pada remaja. Reed, et al. (2019) menyatakan bahwa remaja yang lebih religius cenderung kurang merespon aktivitas sexting dan berbagai bentuk perilaku seksual dengan pasangannya.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas remaja digolongkan ke dalam perilaku sexting rendah yang berjumlah 112 dari 154 responden.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sehingga peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian terkait sexting, seperti mencari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku sexting atau intervensi yang dapat diberikan untuk mencegah dampak sexting.

DAFTAR PUSTAKA

Amila, A.,  & Utami, D. (2014).

Rasionalitas Phone Sex Waria di Sidoarjo. Paradigma. 2(3)

201

Andriani, H., & Arum, Y. (2016).

Hubungan Pengetahuan, Akses Media Informasi Dan Peran Keluarga Terhadap Perilaku Seksual Pada Siswa Smk Negeri 1 Kendari Tahun 2016. Jurnal Imliah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. 1(3)

Batubara, J.R.L. (2018). Perkembangan Remaja. Sari Pediatri. 12(1)

Destariyani, E., & Dewi, R. (2015). Faktor–Faktor           Yang

Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja SMP Negeri 1 Talang Empat Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2015. Jurnal IKESMA. 11(1)

Dias, Y. B., Berchtold, A., Suris, J. C., Akre, C. (2017). Sexting and The Definition Issue. Journal of Adolescent Health. 544-554

Garcia, J. R., Gesselman, A. N., Siliman,S. A., Perry, B. L., Coe, K., & Fisher, H.

E. (2016). Sexting among Singles in The USA: Prevalence of Sending, Receiving, and Sharing Sexual

Massages and Images. Sexual

Health. 13(5):428-435.

Harmaini & Novitriani, S.A. (2018)

Perbedaan Cybersex   Pada

Remaja Ditinjau dari Usia dan Jenis Kelamin di Pekanbaru. Jurnal Psikologi. 3(2)

Jufri, Mirnawati. (2019). Perilaku Sexting Pada Remaja di Kota Makassar.

(Skripsi tidak dipublikasikan). UIN Alauddin Makassar

Klettke, B., Hallford, D. J., Clancy, E., Mellor, D. J., Toumbourou, J. W. (2019    ). Sexting and

Psychological Distress: The Role of Unwanted and Coerced Sexts. Cyberpsychology,Behavior, And Social Networking

Krickic, D., Sicek, D., & Cike, A. B. (2017). Sexting, Cyber-violence and Sexually Risk Behaviour Among College Students. Criminology     &     Social

Integration Journal. 25(2)

Ouytsel, J. V., Walrave, M., Ponnet, K., Heirman, W. (2015). The Association Between Adolescent Sexting,           Psychosocial

Difficulties, and Risk Behavior: Integrative Review. 31(1): 54-69

Paskah, Victorius. (2016). Konstruksi Seksualitas Perempuan dalam Aktivitas Sexting. (Skripsi Tidak Dipublikasikan). Universitas Diponegoro.

Prather, K.M. & Vandiver, D.M. (2015). Sexting among Teenagers in the United States: A Retrospective Analysis     of     Identifying

Motivating Factors, Potential Targets, and the Role of a Capable Guardian. International Journal of Cyber Criminology. 8 (1)

Purwoastuti, T. E. & Walyani, E. S. (2015). Panduan Materi Kesehatan Reproduksi dan Keluarga          Berencana.

Yogyakarta: Pustakabarupress

Rahardjo, W., Saputra, M. & Hapsari, I. (2015) Harga Diri, Sexting dan Jumlah Pasangan Seks yang Dimiliki oleh Pria Lajang Pelaku Perilaku Seks Berisiko. Jurnal Psikologi. 4(2)

Reed, et al. (2019). How Do Adolescents Experience Sexting In Dating Relationships? Motivations To Sext And Responses To Sexting Requests From Dating Partners. Children and Youth Services Review

Solehati, T., Rahmat, A., & Kosasih, C.E. (2019) Hubungan Media dengan Sikap dan Perilaku Triad

202

Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik. 23 (1). 40-53

Suwarni, L. & Arfan. I. (2015). Hubungan Antara Lovestyle, Sexual Attitudes, Gender Attitudes Dengan Perilaku Seks Pra-Nikah. Jurnal Vokasi Kesehatan. 1(1).

Wahyu, S.R., Maizar, & Indria, H. (2015) Harga Diri, Sexting dan Jumlah Pasangan Seks yang Dimiliki oleh Pria Lajang Pelaku Perilaku Seks Berisiko. Jurnal Psikologi. 42 (2)

Weisskirch, R., Drouin, M., & Delevi, R. (2016). Relational Anxiety and Sexting. The Journal of Sex Research. 54 (6)

Ybarra, Michele & Mitchell, Kimberly J. (2014).   “Sexting”  And Its

Relation To Sexual Activity And Sexual Risk Behavior In A National Survey Of Adolescent. J Adolesc Health. 55(6): 757–76

Yutifa, H., Dewi, A. P., & Misrawati .(2015). Hubungan Paparan Pornografi Melalui Elektronik Terhadap Perilaku Seksual Remaja. JOM. 2(2)

203

Volume 9, Nomor 2, April 2021