Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENCEGAHAN RABIES ANTARA WISATAWAN ASING DAN WISATAWAN DOMESTIK

DI KAWASAN ITDC NUSA DUA

1Desak Putu Yuni Sumaryani, 2Putu Ayu Asri Damayanti, 3Ida Arimurti Sanjiwani

123Program Studi Sarjana Keperawatan Dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Alamat Korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Bali merupakan daerah wisata yang masih endemis rabies. Wisatawan harus memiliki pengetahuan dan sikap pencegahan yang baik untuk menurunkan risiko terkena rabies. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap pencegahan wisatawan asing dan domestik terhadap penyakit rabies di ITDC Nusa Dua. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, jenis penelitian deskriptif komparatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian diambil di Kawasan ITDC Nusa Dua dengan menggunakan teknik accidental sampling sehingga di peroleh sampel sebanyak 40 wisatawan asing dan 40 wisatawan domestik. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui data demografi, tingkat pengetahuan dan sikap pencegahan Hasil penelitian didapatkan pengetahuan wisatawan asing yang dikategorikan baik (72,5%), cukup (25,0%), dan kurang (2,5%) sedangkan wisatawan domestik di kategorikan baik (70,%), cukup (250%) dan kurang (5%) serta sikap pencegahan wisatawan asing dikategorikan baik (10,%), cukup (77,5%), kurang (12,5%) dan wisatawan domestik dikategorikan baik (5%), cukup (95%). Hasil uji statistic menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan wisatawan asing dan wisatawan domestik (nilai p = 0,942; = 0,05) serta tidak ada perbedaan sikap pencegahan pada wisatawan asing dan wisatawan domestik (nilai p = 0,422; = 0,05). Pengetahuan dan sikap pencegahan antara wisatawan asing dan wisatwan domestik adalah sama dimana tingkat pengetahuan mayoritas dalam kategori baik dan sikap pencegahannya mayoritas masih dalam kategori cukup. Hasil penelitian ini akan mempermudah pemberian informasi kesehatan pada wisatwan untuk mengurangi kasus rabies.

Kata Kunci: Penanganan hewan gigitan rabies, Rabies, Sikap, Tingkat Pengetahuan, Wisatawan

ABSTRACT

Bali as a tourism area is still endemic for rabies. Tourists should have good knowledge and a preventive attitude to reduce the risk of rabies exposure. This study aimed to determine the difference in the level of knowledge and preventive attitude among foreign and domestic tourists against rabies in the ITDC Nusa Dua. This research was a comparative descriptive with a cross-sectional design. Accidental sampling technique was used to determine 40 foreign tourists and 40 domestic tourists. Data collection was carried out by using questionnaires to find out demographic data, level of knowledge, and preventive attitude. The results showed that foreign tourist knowledge was categorized as good (72,5%) and domestic tourist knowledge was categorized as good (70%). Foreign tourist preventive attitude was categorized as good (10%), sufficient (77,5%), and lack (12,5%), while domestic tourist preventive attitude was categorized as good (5%), sufficient (95%). The results of the statistical test showed that there was no difference in the level of knowledge among foreign and domestic tourists (p-value = 0.942; = 0.05) and also there was no difference in the preventive attitudes among foreign and domestic tourists (p-value = 0.422; = 0.05). Knowledge and preventive attitude between foreign and domestic tourists are the same, the majority of the level of knowledge is in a good category and preventive attitude is an insufficient category. The results of this study will make it easier to provide health information among tourists to reduce rabies cases.

Keywords: Attitude, Handling rabies animals bite, Level of Knowledge, Rabies, Tourist

PENDAHULUAN

Rabies adalah salah satu penyakit zoonotic yang masih menjadi masalah di dunia. Rabies merupakan suatu penyakit yang dikategorikan infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat menyerang mamalia (Tanzil, 2014). Kasus rabies pada manusia menewaskan 59.000 orang di seluruh dunia setiap tahunnya (WHO, 2017). Di Indonesia, terjadi 69.136 kasus pada tahun 2013 dan meningkat pada tahun 2014 sebanyak 73.767 kasus menjadi 80.403 kasus pada tahun 2015. Kasus GPHR trtinggi terjadi di Bali yaitu sebanyak 42.630 kasus, dan disusul oleh Nusa Tenggara Timur sebanyak 7.386 kasus (Kemenkes RI, 2016).

Organization International des Epizooties (OIE) mencatat bahwa selain kasus malaria, rabies juga termasuk penyakit yang paling ditakuti wisatawan saat melakukan perjalanan wisata ke negara berkembang (Eloit, 2016). Provinsi Bali saat ini merupakan salah satu provinsi endemis rabies sejak tahun 2008 (Suartha et al., 2012; Supartika & Diarmita, 2014). Gigitan anjing merupakan kasus GPHR yang paling tinggi disebabkan karena sistem pemeliharaan anjing di Bali masih dibebasliarkan, tidak divaksin, dan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap penyakit rabies itu sendiri (Batan et al., 2014). Bali juga memiliki beberapa tempat destinasi wisata yang berisiko terjadi penularan rabies seperti Monkey Forest, Sangeh, dan Alas Kedaton. Ketiga tempat wisata tersebut menawarkan objek wisata kera. Salah satu daerah kabupaten di Bali yang menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung adalah Kabupaten Badung. Wilayah Kabupaten Badung merupakan wilayah dengan kunjungan wisatawan

paling tinggi. Salah satu wilayah Kabupaten Badung yang banyak dikunjungi wisatawan adalah kawasan wisata ITDC yang berada di Kecamatan Kuta Selatan.

Travel disease merupakan masalah kesehatan yang terjadi ketika seseorang sedang melakukan perjalanan wisata ke suatu negara. Mayoritas wisatawan asing asal Amerika Serikat, Irlandia dan Belanda yang berkunjung ke daerah endemis rabies khususnya Bali tidak mencari informasi kesehatan dan tidak melakukan konsultasi pra perjalanan atau vaksin (Trembath dan Piyaphanee, 2010 & 2012). Penelitian yang dilakukan Piyaphanee (2010) di Thailand, Purnawan dan Kardiwinata (2013) di Bali Kecamatan Ubud dan pada penelitian Edi dan Losen (2012) di Bali Kecamatan Ubud, menyatakan bahwa tingkat pengetahuan yang dimiliki wisatawan asing dikategorikan kurang tentang penyakit rabies sehingga berpengaruh juga terhadap sikap yang kurang tepat dalam penanganan rabies meliputi pencucian luka, memberi antiseptik dan memilih mendapat pengobatan. Penelitian Sopi dan Mau (2015), dan penelitian Purnawan dan Kardiwinata (2013), di Bali Kecamatan Ubud dengan responden wisatawan domestik memiliki tingkat pengetahuan dasar yang dikategorikan cukup terhadap pencegahan dan penularan rabies serta sikap yang dikategorikan cukup.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka akan dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan & sikap pencegahan wisatawan asing dan domestik terhadap penyakit rabies di ITDC Nusa Dua Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini yaitu analitic cross sectional yang dilakukan pada wisatawan asing dan wisatawan domestik di Kawasan ITDC Nusa Dua

Populasi penelitian ini yaitu wisatawan asing dan wisatawan domestik yang berkunjung atau melakukan wisata di Kecamatan Kuta Selatan Kawasan ITDC Nusa Dua. Sampel penelitian berjumlah 80 orang (40 wisatawan domestik dan 40 wisatawan asing) berdasarkan rumus Slovin yang dipilih dengan metode nonprobability sampling yaitu accidental sampling. Kriteria inklusi penelitian yaitu bersedia menandatangani informed consent, berumur 18-55 tahun dan bisa menggunakan Bahasa Inggris dengan baik.

Alat pengumpul data yang digunakan peneliti yaitu kuesioner demografi responden, kuesioner pengetahuan dari penelitian yang dilakukan oleh Diah Aprilia pada tahun 2018 yang terdiri dari 20 pertanyaan. Hasil uji validitas kuisioner tingkat

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

pengetahuan valid pada seluruh pertanyaan dan alpha cronbach’s 0,831. Kuesioner sikap terdiri dari 10 pertanyaan yang dibuat oleh peneliti berdasarkan pedoman teori. Hasil uji validitas kuisioner sikap valid pada sembilan pertanyaan dan alpha cronbach’s 0,743.

Data dikumpulkan dengan memberikan kuesioner kepada responden (wisatawan asing dan domestik) yang akan dipandu oleh enumerator (mahasiswa ilmu keperawatan dan mampu menggunakan Bahasa Inggris). Penelitian dilakukan di daerah pantai, tempat piknik, tempat bermain dan tempat beristirahat dengan memberikan kuesioner.

Analisis yang digunakan yaitu analisis univariate yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi serta mean, median, standar deviasi, modus, dan tabulasi silang. Analisis bivariate menggunakan uji statistic Chi – Square karena data merupakan skala kategorik. Penelitian ini telah mendapat surat laik etik dari Komisi Etika Penelitian FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar.

Tabel 1. Karakteristik responden penelitian (n= 80)

Variabel

Wisatawan Asing

WIsatawan Domestik

Frekuensi (n)

Presentase (%)

Frekuensi (n)

Presentase (%)

Usia

Remaja akhir

22

55,0

32

80,0

Dewasa awal

12

30,0

4

10,0

Dewasa akhir

1

2,5

3

7,5

Lansia awal

3

7,5

1

2,5

Lansia akhir

2

5,0

0

0,0

Total

40

100

40

100

Jenis Kelamin

Laki-laki

15

37,5

18

45,0

Perempuan

25

62,5

22

55,0

Total

40

100

40

100

Pendidikan

SD

0

0

0

0,0

SMP

0

0

0

0,0

SMA

20

50,0

25

62,5

Diploma

1

2,5

2

5,0

S1/S2

19

47,5

13

32,5

Total

40

100

40

100

Pekerjaan

Bekerja

22

55,0

26

65,0

Tidak bekerja

18

45,0

14

35,0

Total

40

100

40

100

Sumber informasi

Media massa

28

70,0

37

92,5

Orang lain atau orang yang dianggap penting

12

30,0

3

7,5

Total

40

100

40

100

Frekuensi

berkunjung ke Bali

1x

14

35,0

9

22,5

>1x

26

65,0

31

77,5

Total

40

100

40

100

Asal negara

Amerika

3

7,5

-

-

Australia

3

7,5

-

-

Belanda

1

2,5

-

-

Estonia

2

5

-

-

Hungaria

1

2,5

-

-

Itali

3

7,5

-

-

Japan

3

7,5

-

-

Malaysia

1

2,5

-

-

Netherlands

1

2,5

-

-

Philippines

2

5

-

-

Polandia

3

7,5

-

-

Prancis

5

12,5

-

-

Rusia

4

10

-

-

Thailand

4

10

-

-

Ukraina

4

10

-

-

Total

40

100

-

-

Asal provinsi

Banten

-

-

2

5

Bekasi

-

-

3

7,5

Bima

-

-

1

2,5

Blitar

-

-

1

2,5

Gresik

-

-

3

7,5

Jakarta

-

-

2

5

Jawa Tengah

-

-

2

5

Lombok

-

-

5

12,5

Makasar

-

-

2

5

Maluku

-

-

2

5

Medan

-

-

2

5

NTT

-

-

1

2,5

Sulawesi

-

-

3

7,5

Sumatra

-

-

4

10

Sumba

-

-

1

2,5

Yogyakarta

-

-

6

15

Total

-

-

40

100

Karakteristik responden penelitian sesuai dengan table 1 menunjukkan dari 40 wisatawan asing, mayoritas wisatawan asing yang berkunjung di Kawasan ITDC Nusa Dua adalah usia remaja akhir 17 -25 tahun sebanyak 22 orang (55,05%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 25 orang (62,5%), berasal dari negara Prancis sebanyak 5 orang (12,5%), pendidikan terakhir responden SMA sebanyak 20 orang (50,0%), memiliki pekerjaan atau bekerja sebanyak 22 orang (55,0%), mendapatkan informasi tentang penyakit rabies melalui media massa sebanyak 28 orang (70,0%), dan wisatawan sudah pernah berkunjung ke Bali atau >1x berkunjung ke Bali sebanyak 26 orang

(65,0%). Sedangkan dari total 40 wisatwan domestik, mayoritas wisatawan yang berkunjung di Kawasan ITDC Nusa Dua adalah usia remaja akhir 17 -25 tahun sebanyak 32 orang (80,0%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 22 orang (55,0%), berasal dari Provisi Yogyakarta sebanyak 6 orang (15,0%), pendidikan terakhir responden SMA sebanyak 25 orang (62,5%), memiliki pekerjaan atau bekerja sebanyak 26 orang (65,0%), mendapatkan informasi tentang penyakit rabies melalui media massa sebanyak 37 orang (92,5%), dan wisatawan sudah pernah berkunjung ke Bali atau >1x berkunjung ke Bali sebanyak 31 orang (77,5%).

Tabel 2. Hasil uji perbedaan tingkat pengetahuan responden

Pengetahuan

Baik

Cukup n     %

Kurang

Nilai p

n

%

N

%

Wisatawan    Wisatawan Asing

29

72,5

10       25,0

1

2,5

0,942

Wisatawan Domestik

28

70,0

10       25,0

2

5,0

Total

50

71,3

20       25,0

3

3,8

Hasil uji perbedaan tingkat pengetahuan responden pada table 2 menunjukkan dari total 40 wisatawan asing, diperoleh hasil sebanyak 29 orang (72,5%) wisatawan asing memiliki tingkat pengetahuan yang baik terhadap penyakit rabies, sebanyak 10 orang (25,0%) wisatawan asing memiliki pengetahuan yang cukup dan sebanyak 1 orang (2,5%) memiliki pengetahuan yang kurang. Sedangkan dari total 40 wisatwan domestik, diperoleh hasil sebanyak 28 orang (70,0%) memiliki pengetahuan yang baik terhadap

penyakit rabies, sebanyak 10 orang (25%) memiliki pengetahuan yang cukup dan sebanyak 2 orang (5%) memiliki pengetahuan yang kurang. Untuk hasil analisis perbedaan tingkat pengetahuan wisatawan asing dan wisatwan domestik di Kawasan ITDC Nusa Dua. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi tingkat pengetahuan yang signifikan antara wisatawan asing dan wisatawan domestik (nilai p = 0,942; = 0,05).

Tabel 3. Hasil uji perbedaan sikap pencegahan responden

Sikap

Baik         Cukup        Kurang    Nilai p

n

%

n

%

N

%

Wisatawan

Wisatawan Asing

4

10,0

31

77,5

5

12,5

0,422

Wisatawan Domestik

2

5,0

38

95,0

0

0,0

Total

6

7,5

69

86,3

5

6,3


Hasil uji perbedaan tingkat pengetahuan responden pada table 3 menunjukkan dari total 40 wisatawan asing, diperoleh hasil sebanyak 31 orang (77,5%) wisatawan asing memilik sikap yang cukup terhadap penanganan GHPR, sebanyak 4 orang (10%) memiliki sikap yang baik dan sebanyak 5 orang (12,5%) memiliki sikap yang kurang. Sedangkan dari total 40 wisatwan domestik,

PEMBAHASAN

Tingkat pengetahuan wisatawan terhadap rabies baik pada wisatawan asing maupun domestic pada penelitian ini adalah sudah baik. Hal ini didukung oleh penelitian Marano et al (2018) bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan wisatawan asing (84%) yang akan berpergian ke daerah endemis rabies umumnya dikategorikan baik. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, faktor dari usia, pendidikan, pekerjaan dan sumber informasi (Middleton, 2009).

Usia pada responden penelitian ini mayoritas remaja akhir, dimana menurut teori Notoadmojo (2010) menyatakan bahwa usia sangat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Pada pendidikan terakhir responden mayoritas SMA, dimana pengetahuan tentang rabies sudah pernah diajarkan di sekolah. Hal ini didukung oleh penelitian Putra (2013), dimana siswa SD, SMP dan SMA mendapatkan pendidikan tentang rabies melalui pelajaran IPA. Informasi yang diperoleh wisatawan mayoritas memperoleh dari media massa seperti internet, radio dan televisi. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan Morano (2010), menyatakan sebagian besar wisatawan mencari informasi kesehatan pra perjalanan memalui media online (33%).

diperoleh hasil sebanyak 38 orang (95,0%) memiliki sikap yang cukup dan sebanyak 2 orang (5,0%) memiliki sikap yang baik. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi sikap pencegahan yang signifikan antara wisatawan asing dan wisatawan domestik (nilai p = 0,422; = 0,05).

Pada hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi tingkat pengetahuan yang signifikan antara wisatawan asing dan wisatawan domestik (nilai p = 0,942; = 0,05).

Tindakan pencegahan yang dilakukan wisatawan sebelum melakukan perjalanan disebut manajemen pra perjalanan. Pada penelitian Kashino (2014), menyatakan bahwa sebagian besar wisatawan internasional diketahui memiliki pengetahuan lebih baik tentang rabies. Hal ini didasari oleh tindakan pencegahan sebelum melakukan perjalanan melalui penyedia layanan kesehatan, media dan organisasi publik untuk menghindari konsekuensi yang serius. Pada penelitian dijelaskan bahwa wisatawan internasional memiliki pengetahuan yang baik terhadap rabies karena wisatawan menyadari daerah yang dikunjunginya merupakan kawasan endemis penyakit rabies, sebelum melakukan perjalanan mereka mencari informasi tentang bahaya kesehatan di daerah tujuan dan memiliki manajemen pasca paparan yang sangat baik sebelum melakukan perjalanan ke luar daerahnya sehingga tingkat pengetahuan akan bahaya kesehatan yang mengancam sudah bisa diantisipasi (Ross et al, Shaw dan Edward, Rossi dan Genton, 2006, 2015, 2012). Kesadaran tentang

konsultasi pra perjalanan sebelumnya sudah dilakukan sebelum 4-6 minggu sebelum perjalanan dan penilainan risiko yang akurat sangat penting (Walker et al, 2015).

Pada wisatawan domestik sumber informasi yang diperoleh saat melakukan perjalanan wisata yaitu melalui media sosial, travel agent dan kolega atau teman. Pengetahuan wisatawan domestik tentang rabies baik karena sebagian daerah di Indonesia adalah daerah endemis rabies sehingga sudah sering terpapar informasi tentang rabies baik dari media online ataupun di bangku sekolah. Penelitian ini sejalan dengan Hidayati et al (2019), dimana dengan adanya keterbukaan terhadap media informasi akan membuat pengetahuan dan wawasan seseorang berubah yang pada akhirnya akan diikuti oleh terjadinya perubahan perilaku yang dalam hal ini perilaku pencegahan rabies.

Sikap wisatawan terhadap rabies baik pada wisatawan asing maupun domestik pada penelitian ini adalah sudah cukup. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Tampubolon (2016) yang menyebutkan sebagian besar responden (65,4%) mengenai rabies berada pada tingkat cukup. Pengalaman adalah faktor yang mempengaruhi sikap. Pengalaman berupa penanganan setelah terpapar gigitan hewan rabies seperti merujuk wisatawan ke rumah sakit atau klinik saat terjadi gigitan, mencuci luka dengan air mengalir dan sabun, memberikan alkohol atau antiseptik setelah mengalami gigitan, dan pemberian vaksin (Altma et al, 2009). Selain itu, pengalaman juga dapat dibentuk dari frekuensi kunjungan wisatawan mengunjungi Bali karena

diharapkan jika wisatawan berkunjung lebih dari sekali maka informasi yang didapatkan lebih banyak karena memiliki pengalaman pada kunjungan sebelumnya di tujuan wisata (Wagiu, et al, 2013). Hal ini sesuai dengan pernyataan Azwar (2011), dimana sikap lebih mudah terbentuk dari hal-hal yang pernah dialami sebelumnya melalui pengalaman pribadi. Berdasarkan hasil tersebut maka ada beberapa responden yang masih belum bersikap sesuai penatalaksanaan yang benar sehingga hal ini juga dapat mempengaruhi sikap responden yang berada pada katagori cukup (Poham, 2012).

Pada hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi sikap pencegahan yang signifikan antara wisatawan asing dan wisatawan domestik (nilai p = 0,422; = 0,05). Tidak ada perbedaan sikap pencegahan yang signifikan antara wisatawan asing dan wisatawan domestik tentang penyakit rabies. Menurut Utami (2012), sikap pencegahan merupakan kesiapan dan kesedian individu untuk bertindak apabila dihadapkan pada suatu masalah. Hal ini berarti respon wisatawan dalam melakukan berbagai tindakan dalam pencegahan khususnya untuk mengurangi GHPR (Matibag, 2007). Hal ini searah dengan penelitian Marano et al (2018), menyatakan 78% wisatawan menyadari perlunya menghindari kontak dengan binatang liar, mencuci luka ketika digigit (47%) atau untuk mendapatkan vaksinasi PEP (40%). Mereka yang memiliki sikap rabies yang lebih baik cenderung melakukan tindakan pencegahan yang sesuai

SIMPULAN DAN SARAN

Tingkat pengetahuan dan sikap terhadap pencegahan rabies baik wisatawan asing dan domestic adalah sama dimana tingkat pengetahuan mayoritas dalam kategori baik dan sikap pencegahannya mayoritas masih dalam ketegori cukup. Penelitian selanjutnya diharapkan mencari perbedaan dan korelasi di setiap variable tingkat pengetahuan dan sikap pencegahan terhadap penyakit rabies.

DAFTAR PUSTAKA

Atmann, M,. Parola, P., Delmont, J., Brouqui, P., Gautret, P. (2009). Knowledge, attitudes, and practices of french travelers from marseille regarding rabies risk and prevention. Journal of travel medicine 2009; Volume 16 (Issue 2): 107–111

Azwar, S.(2011). Sikap manusia teori dan          pengukurannya.

Yogyakarta:  Pustaka Pelajar

Offest

Badan Pusat Statistik.(2019).Jumlah Wisatawan Asing Ke Bali Menurut  Bulan 1982-2019.

Diakses                   dari

:https://bali.bps.go.id/statictabl e/2018/02/09/21/jumlah-wisatawan-asing-ke-bali-menurut-bulan-1982-2019.html

Batan IW, Lestyorini Y, Milfa S, Iffandi C, Nasution AA, Faiziah, Rasdiyanah, Sobari I, Herbert, Palgunadi NWL, Kardena IM, Widyastuti SK, Suatha IK.(2014).        Penyebaran

Penyakit Rabies Pada Hewan Secara Spesial Di Bali Pada Tahun 2008-2011. Jurnal Veteriner.  Vol.15, No.2,Hal

205-211.

Eddy,P.,& Losen,A.(2011).Studi awal gambaran pengetahuan dasar dan sikap wisatawan Backpaker Mancanegara di Bali mengenai resiko infeksi rabies. Buletin Venteriner.Vol.23,No.78,Hal 45-55.

Eloit, M. (2016). Rabies still kill. Retrivied                from

https://www.oie.int/en/animal-health-

Hidayati, F., Sudarnika, E., Latif,. Widaya, D., Ridwan, Y., Zahid, A., & Wicaksono, A.(2019).

Intervensi Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Buzz untuk          Peningkatkan

Pengetahuan dan Sikap Kader Posyandu dalam Pengendalian Rabies     di     Kabupaten

Sukabumi.            Jurnal

Penyuluhan.Vol 15, No 1, 6574

Kashino, W., Piyaphanee, W., Kittitrakul, C., Tangpukdee,N., Sibunruang, S., Lawpoolsri, S., Yamashita,               H.,

Muangnoicharoen,         S.,

Silachamroon, U.,    dan

Tantawichien, T. (2014). Exposure among Japanese expatriates and travelers in Thailand. Journal of Travel medicine. Vol.21, No.1, Hal

240-247.

Kemenkes RI. (2016). Situasi Rabies di Indonesia.        Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2442-7659.

Marano,C.,Moodley,M.,Melander,E.,M oerlooze,L.,&Nothdurft,H.(201 8).Perception of rabies risk : a survey of travellers and travel clinics from Canada, Germany,

Sweden and the UK.Journal of Travel

Medicine.doi:10.1093/jtm/tay0 62, Hal 1-7.

Matibag G, Kamigaki T, Kumarasiri PVR, Wijewardana TG, Kalupahana AW, Dissanayake DRA, De Silva DDN (2007). Knowledge, attitudes, and practices survey of rabies in a community in Sri Lanka. Environmental Health and Preventive Medicine. Vol.12, No.2, Hal 84-89

Middleton, V.(2009).Travel and Tourism      3rd.Butterworth-

Heinemman:Oxford.

Notoatmodjo S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Pangesti, A. (2012). Gambaran tingkat pengetahuan   dan aplikasi

kesiapsiagaan  bencana pada

mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan      Universitas

Indonesia tahun 2021.

Piyaphanee,W.,Shantavasinkul,P.,Phum ratanaprapin,W.,Udomchaisak ul,P.,Wichianprasat,P.,Benjavo ngkulchai,M.,Ponam,T., &Tantawichian,T.(2010).

Rabies Exposure Risk among Foreign Backpackers in Southeast Asia. Am. J. Trop. Med. Hyg.Vol.82,No.6. Hal 1168–1171.

Purnawan dan Kardiwinata.(2013). Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku          Pencegahan

Wisatawan Terhadap Penyakit Rabies  Di Ubud Sebagai

Daerah  Tujuan Wisata Di

BALI.   Community Health

Artikel              Penelitian.

Vol.1,No.2,Hal 65-71.

Putra AAG. (2010). Strategi dan Program        Pencegahan,

Pengendalian,            dan

Pemberantasan Rabies pada Hewan Penular Rabies. Menuju Bali Bebas Rabies 2012. Makalah disajikan pada Lokakarya          Evaluasi

Penanggulangan Rabies di Provinsi Bali, diselenggarakan oleh Dinas Peternakan provinsi Bali di kantor Dinas Peternakan provinsi Bali pada tanggal 28 Januari 2010.

Ross,S., Wolter,B., & Viazow,S. (2006). Awareness of Rabies Risks and Knowledge About Preventive Measures Among Experienced German Travel Health Advisors. Journal of Travel medicine.  Vol.13,No.5, Hal

261-267.

Rossi, I., & Genton, B. (2012). The Realibility of Pre-Travel History to Decide on Appropriate Counseling and Vaccinations:  A Prospective

Study. Journal of Travel Medicini. Vol.19, No.5, Hal

284-288.

Shaw,M.,Visser,J.,& Edward,C.2015. Rabies          Postexposure

Consultations in New Zealand from 1998 to 2012. Journal Travel Medicine.Vol.22, No.1, Hal 31-38

Sopi,I.,&

Mau,F.(2015).Pengetahuan,sik ap, dan perilaku masyarakat dalam kaitannya dengan kejadian rabies di kabupaten Flores     Timur,      Sikka,

Manggarai, dan Ngada, Provinsi   Nusa   Tenggara

Timur.Journal   of Health

Epidimiology            and

Communicable

Diseases.Vol.1,No.1. Hal 1-7

Suartha,N., Anthara,M., Dewi,N., Wirata,W.,     Mahardika,N.,

Dharmayudha,O.,          &

Sudimartini,M.        (2014).

Perhatian pemilik anjing dalam mendukung Bali bebas rabies. Buletin               Veteriner

Udayana.Vol.6,No.1, Hal 8791.

Supartika,     E.,     &     Diarmita,

K.(2014).Surveilensi      dan

Monitoring Agen Penyakit Rabies Pada Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur 2013. Buletin Veteriner .Vol.26,No.84. Hal 114

Tampubolon, S.(2016). Pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat Kecamatan Medan tuntungan kota medan mengenai penyakit rabies. 5-17 1(1)

Tanzil, K. (2014). Penyakit rabies dan penatalaksanaannya. Widya Kesehatan Dan Lingkungan, 1(1), 2338-7792, 61-67

Trembath, R. (2010).Backpacker Travellers in South Australia ;

A Study of Itinerary Planning. CRC for Sustainable Tourism. Vol.3,No.3 Hal 1-26

Utami,S.(2012).  Tingkat dan faktor

risiko   kekebalan   protektif

terhadap rabies pada anjing di

kota    Makassar.    Jurnal

Veteriner.Vol.13, No.1, Hal 7785.

Wagiu RB, Rombot DV, Sapulete M. 2013. Perilaku Masyarakat terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Desa Pahaleten Kecamatan Kakas Kabupaten Minahasa. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropic. Vol.1, No.1, Hal 34-39.

Walker, X., Barnett, E., Wilson, M., Macleod, W., Jentes, E., Karchmer, A., Hamer, D., & Chen, L. (2015). Characteristics of Travelers to Asia Requiring Multidose Vaccine Scedules : Japanese Encephalitis and Rabies Prevention. Journal of Travel medicine. Vol.22,No.6, Hal 403-409.

WHO. (2017). What is Rabies. Diakses dari                                  :

http://www.who.int/rabies/abo ut/en.

228

Volume 9, Nomor 2, April 2021