Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN TINGKAT SPIRITUALITAS DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA KELUARGA PASIEN

I Gusti Agung Dian Sundari Arwati, Meril Valentine Manangkot, Ni Luh Putu Eva Yanti Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

*Email: [email protected]

ABSTRAK

Kecemasan merupakan salah satu dampak psikologis yang dialami keluarga pasien kritis dan dapat mempengaruhi perawatan pasien. Ketika keluarga pasien kritis mengalami kecemasan, akan mencari kenyamanan dan kekuatan dari Tuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat spiritualitas dengan tingkat kecemasan pada keluarga pasien di ruang intensif RSUD Wangaya Denpasar. Penelitian ini merupakan non-experimental design dengan rancangan cross-sectional dengan teknik consecutive sampling. Responden penelitian adalah 40 keluarga pasien di ICU dan ICCU RSUD Wangaya. Uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat spiritualitas dengan tingkat kecemasan pada keluarga pasien di ruang intensif dengan nilai p=0,015<0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat spiritualitas keluarga maka semakin rendah potensi mengalami kecemasan. Keluarga pasien diharapkan lebih berpasrah pada Tuhan, rutin melakukan persembahyangan, dan selalu optimis agar tingkat spiritualitasnya meningkat, dapat mengarahkan mekanisme koping kearah adaptif sehingga tingkat kecemasan yang dialami dapat menurun.

Kata kunci: kecemasan, keluarga, ruang intensif, spiritualitas

ABSTRACT

Anxiety is a common psychological impact experience by family members of Intensive Care Unit (ICU) patient and could affect patient’s care. Family members of ICU patients usually find strengths and comfort through God to cope with the anxiety. The aim of this study was to know the correlation between spirituality level and anxiety level on family members of ICU patient in Wangaya Hospital, Denpasar. This was a non-experimental study with cross-sectional design and consecutive sampling technique. Participants were 40 family members of ICU and Intensive Coronary Care Unit (ICCU) patient in Wangaya Hospital. Chi Square Test shows that there is a significant correlation between spirituality level and anxiety level on family members of ICU patient with p=0.015, p<0.05. This result indicates that the higher level of spirituality associates with the lower level of anxiety. The family members of ICU patient suggested to be more faithful to the God, worship routinely, and always feel positive and confident about the future. These acts could lead to higher spirituality level, adaptive coping mechanism, and lower level of anxiety.

Keywords: anxiety, family, intensive care unit, spirituality

PENDAHULUAN

Ruang Intensif atau biasa disebut Intensive Care Unit (ICU) adalah salah satu bagian rumah sakit yang menyediakan pelayanan kritis yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam pada pasien dengan ancaman morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Kemenkes RI, 2012; Jevon & Ewens, 2009). Saat ini di ruang intensif menerapkan FamilyCentered Care (FCC) yang merupakan model pendekatan yang melibatkan keluarga sebagai mitra dalam proses

perawatan pasien. (Wong, Liamputtong, Koch, & Rawson, 2015).

Keluarga merupakan bagian penting dalam proses perawatan pasien kritis karena berperan sebagai pelindung, fasilitator, penyedia informasi, pemberi dukungan spiritual, serta pembuat keputusan dalam perawatan pasien di ruang intensif (Anggani, Setiyarini, & Sutono, 2015). Keluarga memiliki aspek legal dalam membuat keputusan, memiliki kedekatan emosional dan telah hidup bersama atau berhubungan erat dengan pasien (Kemenkes RI, 2008; Friedman,

2010). Begitu penting peran keluarga dalam perawatan pasien, namun keluarga merupakan kelompok yang rentan mengalami kecemasan.

Kecemasan merupakan salah satu dampak psikologis yang dialami keluarga pasien kritis. Hal ini didukung oleh penelitian Fumis, Ranzani, Martins, & Schettino (2015) yang mengatakan bahwa dampak yang dialami keluarga di ruang intensif pada umumnya tekanan psikologis, yaitu menderita gejala kecemasan, depresi dan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart, 2013).

Penelitain yang dilakukan Rahayu (2016) kepada 30 anggota keluarga pasien kritis menunjukkan bahwa keluarga yang tidak mengalami kecemasan 3 orang (10%), kecemasan ringan 10 orang (33,3%), kecemasan sedang 7 orang (23,3%), dan kecemasan panik 10 orang (33,3%).

Studi pendahuluan yang dilakukan kepada 10 keluarga pasien di ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Denpasar dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner menunjukkan 4 orang mengalami kecemasan berat, tidak ada yang mengalami kecemasan sedang, 4 orang mengalami kecemasan ringan, dan 2 orang tidak mengalami kecemasan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keluarga pasien di ruang intensif yang mengalami kecemasan dengan tingkatan yang berbeda-beda.

Tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang intensif dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor usia, jenis kelamin, tipe kepribadian, pengalaman (Sentana, 2016) tingkat pendidikan (Astutik & Widodo, 2011) komunikasi perawat (Rezki, Lestari, & Setyowati, 2016) ekonomi (Handayani, 2013), hubungan keluarga (Rahayu, 2016) dan spiritualitas (Novitarum, 2015).

Spiritualitas merupakan suatu hal yang berkaitan dengan membuat makna

hidup melalui hubungan seseorang dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhan dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan (Yusuf, Nihayati, Iswari, & Okviasanti, 2016). Spiritualitas dalam kesehatan dianggap penting karena tidak bergantung pada agama atau tempat suci, namun berkaitan dengan keharmonisan dengan orang lain, lingkungan, serta Tuhan, menghargai mortalitas, dan aktualisasi diri. Jika seseorang sedang mengalami masalah, maka akan mempertanyakan nilai spiritual diri, tujuan hidup, dan sumber dari makna hidupnya (Potter & Perry, 2005).

Penelitian Novitarum (2015) yang dilakukan pada 19 keluarga pasien kritis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dengan metode purposive sampling dan diukur menggunakan kuesioner yang dibuat peneliti menunjukkan jika semakin tinggi nilai spiritualitas maka semakin rendah tingkat kecemasannya. Hasil penelitian Sujana, Fatimah, dan Hidayati (2017) mengatakan bahwa diperlukan peran aktif perawat dalam asuhan keperawatan yang memperhatikan spiritualitas tidak hanya pada pasien namun juga kepada keluarga.

Keluarga pasien kritis dapat mengalami kecemasan dengan tingkatan yang berbeda serta spiritualitas merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Namun masih sedikit penelitian yang mebahas terkait kecemasan dan spiritualitas keluarga pasien kritis. Oleh karena itu, peneliti tertarik meneliti hubungan tingkat spiritualitas dan tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang intensif RSUD Wangaya Denpasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan nonexperimental design dengan rancangan yang digunakan yaitu pendekatan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat spiritualitas dengan tingkat kecemasan pada keluarga pasien di ruang intensif RSUD Wangaya Denpasar.

Populasi penelitian adalah seluruh keluarga pasien di ruang ICU dan ICCU RSUD Wangaya Denpasar. Pengambilan data menggunakan teknik consevutive sampling selama satu bulan, didapatkan sejumlah 40 respoden. Kuesioner yang diisi responden terdiri dari data demografi responden, data tingkat spiritualitas menggunakan kuesioner World Health Organization Quality Of Life- Spirituality, Religiousness, and Personal Beliefs (WHO-QOL SRPB) Field-Test Instrument yang terdiri dari 32 pertanyaan dan tingkat kecemasan menggunakan kuesioner Depression Anxiety Stress Scale (DASS) yang terdiri dari 14 pertanyaan. Menggunakan bantuan program komputer

dilakukan analasis masing variabel hubungan tingkat

karakteristik dan untuk spiritualitas


masing-melihat dengan


tingkat kecemasan menggunakan uji nonparametrik yaitu uji Chi Square dengan

tingkat kemaknaan 95% (p≤0,05).

Pengambilan data diawali

melakukan


pendekatan


menjelaskan tujuan penelitian

dengan dengan kepada


calon responden yang berada di ruang tunggu. Setelah keluarga bersedia menjadi responden dan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian, selanjutnya peneliti menjelaskan terkait cara mengisi kuesioner.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 1, dari 40 responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 26-35 tahun yang berjumlah 11 responden (27,5%).

Tabel 1.

Distribusi frekuensi responden (n=40)

Variabel

Kategori

f

%

21-25

10

25

Umur (Tahun)

26-35

11

27,5

36-45

8

20

46-55

8

20

56-65

3

7,5

Jenis Kelamin

Laki-laki

16

40

Perempuan

24

60

Hindu

25

62,5

Agama

Budha

3

7,5

Islam

9

22,5

Kristen Katolik

1

2,5

Kristen Protestan

2

5

SMP

5

12,5

Pendidikan

SMA

20

50

Terakhir

Perguruan Tinggi

15

37,5

Tidak Bekerja

9

22,5

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

5

12,5

Pegawai Swasta

9

22,5

Wiraswasta

12

30

PNS

5

12,5

Anak

3

7,5

Hubungan dengan

Ayah

9

22,5

Pasien

Ibu

9

22,5

Suami

13

32,5

Istri

6

15

Pengalaman di

Pertama kali

33

82,5

ruang intensif

>1 kali

7

17,5


Sejumlah 24 responden (60%) berjenis kelamin perempuan dan sisanya 16 responden (40%) adalah laki-laki. Mayoritas responden beragama Hindu yaitu 25 responden (62,5%). Sebagian besar responden berpendidikan terakhir SMA yaitu 20 responden (50%). Pekerjaan responden sebagian besar sebagai wiraswasta sebanyak 12 responden (30%).

Terdapat 13 responden (32,5%) yang sedang merawat suami di ruang intensif. Reponden yang baru pertama kali memiliki pengalaman merawat keluarga di ruang intensif yaitu 33 responden (82,5%) dan sisanya sudah memiliki pengalaman merawat keluarga di ruang intensif lebih dari satu kali yaitu 7 responden (17,5%).

Tabel 2.

Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat spiritualitas (n=40)

Variabel

Kategori                               (n)               (%)

Tingkat

Spiritualitas Sedang                     17               42,5

Spiritualitas           Spiritualitas Tinggi                       23                57,5

Tabel

2   menunjukkan   bahwa      (57,5%), dan sisanya sebanyak 17 orang

mayoritas responden memiliki tingkat       (42,5%) memiliki tingkat spiritualitas yang

spiritualitas tinggi sebanyak 23 orang       sedang.

Tabel 3.

Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kecemasan (n=40)

Variabel

Kategori                              f               %

Tingkat

Kecemasan

Kecemasan Ringan                   21             52,5

Kecemasan Sedang                   11             27,5

Kecemasan Berat                     8              20

Tabel mayoritas

3   menunjukkan  bahwa      kecemasan sedang sebanyak 11 responden

responden     mengalami      (27,5%), dan tingkat kecemasan yang

kecemasan ringan sebanyak 21 orang      paling sedikit dialami keluarga pasien yaitu

(30%), kemudian dilanjutkan dengan      kecemasan berat sebanyak 8 orang (20%).

Tabel 4.

Distribusi Hubungan Tingkat Spiritualitas dengan Tingkat Kecemasan

Tingkat

Spiritualitas

Tingkat Kecemasan

Jumlah

f    %

p value

Ringan f     %

Sedang f    %

f

Berat %

Sedang

6      35,3

4     23,5

7

41,2

17

100

0,015

Tinggi

15     65,2

7     30,4

1

4,3

23

100

Tabel 4 menunjukkan bahwa keluarga pasien di ruang intensif yang memiliki spiritualitas sedang dengan kecemasan ringan sebanyak 6 orang (35,3%), kecemasan sedang sebanyak 4 orang (23,5%), dan kecemasan berat sebanyak 7 orang (41,2%). Sedangkan keluarga pasien di ruang intensif yang memilik spiritualitas tinggi dengan kecemasan ringan sebanyak 15 orang (65,2%), kecemasan sedang sebanyak 7

orang (30,4%), dan kecemasan berat sebanyak 1 orang (4,3%).

Pengujian hipotesis menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kesalahan 5% melalui bantuan program komputer. Tabel 4 menunjukkan bahwa p value sebesar 0,015 (<0,05) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti ada hubungan tingkat spiritualitas dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang intensif RSUD Wangaya Denpasar.

PEMBAHASAN

Keluarga memiliki peran yang penting dalam perawatan pasien kritis, namun jika keluarga mengalami kecemasan dan sedih, maka keluarga tidak mampu menjalankan perannya dengan baik serta keputusan yang diambil akan lambat dan proses tindakan pada pasien juga ikut terhambat (Davidson, 2009) dalam (Kurniawan, Nofiyanto, & Prasojo, 2015). Kecemasan akan dialami oleh keluarga saat salah satu anggota dari keluarga menderita sakit (O'Brien, 2009). Respon emosional terhadap bahaya yang alami secara subjektif (Stuart, 2013). Beberapa respon kecemasan yaitu peningkatan tanda vital, berkeringat, gelisah, takut, bingung, penyelesaian masalah menurun dan lainnya (Videbeck, 2008). Respon kecemasan tersebut akan muncul sesuai dengan tingkatan kecemasan yang sedang dialami. Terdapat empat tingkat kecemasan yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat dan kecemasan sangat berat atau panik (Stuart, 2013).

Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang intensif berada pada tingkat kecemasan ringan yang berjumlah 21 responden (30%). Tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang intensif terlihat juga pada salah satu penelitian sebelumnya yang dilakukan Novitarium (2015) pada 19 responden yang menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami kecemasan ringan 11 orang (57,9%). Penelitian lainnya yang dilakukan Arwadi (2016) juga menunjukkan bahwa tingkat kecemasan keluarga pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU RSUD Ungran, yaitu sebanyak 15 orang (48,3%) mengalami cemas ringan, 12 orang (38,7%) mengalami cemas sedang dan 4 orang (12,9%) lainnya mengalami cemas berat.

Ketika seseorang yang mengalami masalah psikologis seperti kecemasan dan telah berusaha maksimal untuk mengatasi rasa cemasnya tetapi tidak memperoleh hasil optimal dari usahanya, maka akan

mencari kenyamanan dan kekuatan dari Tuhan (Yusuf, Nihayati, Iswari, & Okviasanti, 2016). Selama proses pengumpulan data, keluarga pasien menunjukkan sikap yang percaya terhadap kekuatan Tuhan. Terlihat dari cara keluarga pasien yang mengatakan bahwa selalu berpasrah pada Tuhan dan berdoa setiap saat agar diberikan kekuatan dalam menghadapi cobaan. Selain itu, keluarga pasien juga terlihat rutin melakukan sembahyang dan ibadah, dimana tujuan kegiatan ini untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat spiritualitas tinggi dengan jumlah 23 responden (57,5%), dan sisanya 17 responden (42,5%) memiliki tingkat spiritualitas yang sedang. Menurut Hamid (2009) hal ini karena sebagian besar kebutuhan spiritualitas keluarga pasien terpenuhi dengan baik.

Jika seseorang yang kebutuhan spiritualitasnya terpenuhi akan mampu merumuskan arti positif mengenai keberadaan Tuhan dalam kehidupan, serta mengembangkan makna pada suatu kejadian dan meyakini hikmah dari kejadian yang dialami. Mampu mengembangkan dan menjalin hubungan antar manusia yang positif serta dinamis melalui keyakinan, rasa percaya, dan cinta. Mampu membina integritas personal dan merasa diri berharga. Mampu memiliki suatu harapan karena merasa kehidupannya yang terarah (Hamid, 2009).

Hal ini didukung oleh pernyataan Potter dan Perry (2005) yang mengatakan bahwa seseorang yang sedang mengalami masalah, maka akan mempertanyakan nilai spiritual diri, tujuan hidup, dan sumber dari makna hidupnya. Seseorang yang memiliki penghayatan nilai spiritualitas yang tinggi, dapat membangun persepsi terhadap stres lebih positif dan stres respons positif (Yusuf, Nihayati, Iswari, & Okviasanti, 2016).

Spiritualitas dalam keperawatan juga dipandang penting karena berkaitan

dengan Tuhan, menghargai mortalitas, dan menumbuhkan aktualisasi diri (Potter & Perry, 2005). Jika keluarga pasien di ruang intensif memiliki spiritualitas yang baik maka dapat menurunkan atau bahkan mencegah keluarga mengalami kecemasan. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan keluarga pasien kritis mampu menjalankan perannya dengan baik dan keputusan yang diambil tidak akan lambat serta proses tindakan pada pasien juga tidak ikut terhambat.

SIMPULAN

Sebagian besar responden memiliki tingkat spiritualitas tinggi sebanyak 23 orang (57,5%). Sebagian besar responden memiliki tingkat kecemasan ringan sebanyak 21 orang (30%). Ada hubungan yang signifikan antara tingkat spiritualitas dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang intensif RSUD Wangaya Denpasar (p value = 0,015).

DAFTAR PUSTAKA

Anggani, T. E., Setiyarini, S., & Sutono.

(2015). Peran  Keluarga dalam

Perawatan Pasien Kritis di Instalasi Rawat  Intensif (IRI) RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta. Retrieved from http://etd.repository.ugm.ac.id/index. php?mod=penelitian_detail&sub=Pe nelitianDetail&act=view&typ=html& buku_id=84910&obyek_id=4.

Arwadi, Ijab. (2016). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien yang Menjalani Perawatan di Ruang ICU Rsud Ungaran Kabupaten Semarang

Astutik, W. S., & Widodo, Y. (2011). Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kecemasan Keluarga Pasien Dalam Menghadapi Perawatan Di Ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Unit Swadana Pare. Jurnal AKP.       Retrieved       from

http://lppm.akperpamenang.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/0302.pdf.

Friedman, M. M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset Teori & Praktik Ed.5. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Fumis, R., Ranzani, O., Martins, P., & Schettino, G. (2015). Emotional Disorders in Pairs of Patients and Their Family Members during and after ICU Stay. PLoS One Vol 10, 1371.        Retrieved        from

https://search.proquest.com/docview/ 1651731114/fulltextPDF/504436435 6874092PQ/1?accountid=32506.

Hamid, A. Y. (2009). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:   Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id= 9OvdhSbeD00C&pg=PA1&dq=spirit ualitas+dalam+keperawatan&hl=id& sa=X&ved=0ahUKEwjVhJHkxdnY AhVBkJQKHTEzDt0Q6AEIJzAA#v =onepage&q=spiritualitas%20dalam %20keperawatan&f=false

Handayani, R. (2013). Hubungan Antara Status Ekonomi Dengan Stres Pada Keluarga Pasien Rawat Inap ICU di RS    PKU    Muhammadiyah

Yogyakarta.     Retrieved     from

http://digilib.unisayogya.ac.id/640/1/ Naskah%20Publikasi%20Retno%20 Handayani%20090201019.pdf.

Jevon, P.,   &   Ewens, B.   (2009).

Pemantauan  Pasien  Kritis Edisi

Kedua. Jakarta: Erlangga Medical series.

Kemenkes RI. (2012). Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Perawatan Intensif. Retrieved from http://aspak.yankes.kemkes.go.id/ber anda/wp-content/uploads/downloads/2014/01/ 5.-PEDOMAN-TEKNIS-RUANG-PERAWATAN-INTENSIF.pdf

Kurniawan, E., Nofiyanto, M., & Prasojo, A. J. (2015). Gambaran Faktor yang

Berhubungan Dengan Kecemasan Keluarga Pasien di ICU Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Retrieved from http://repository.stikesayaniyk.ac.id/3 70/1/Edy%20Kurniawan_3208104_n onfull%20resize.pdf.

Novitarum, L. (2015). Hubungan Spiritualitas Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Di Ruang Intensif Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015. Retrieved                     from

http://jurnal.stikeselisabethmedan.ac.i d/index.php/elisabeth/issue/download /24/7

O'Brien, E. (2009). Pedoman Perawat Untuk Pelayanan Spiritual. Berdiri di Atas Tanah yang Kudus. Medan Media Perintis.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan volume 1 Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rahayu, K. I. (2016). Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Di Ruang Intensive Care Unit. Journal of Nursing Care & Biomolecular Vol 1(1),   14-20.

Retrieved                     from

http://www.stikesmaharani.ac.id/ojs-2.4.3/index.php/JNC/article/view/5

Rezki, I. M., Lestari, D. R., & Setyowati, A. (2016). ). Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di Ruang Intensive Care Unit. Dunia Keperawatan vol 4(1),   30-35. Retrieved from

http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index. php/JDK/article/viewFile/2538/2226.

Sentana, A. D. (2016). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Yang Dirawat Di Ruang Intensif Care RSUD Provinsi NTB Tahun 2015.

1694-1708.     Retrieved     from

http://poltekkes-mataram.ac.id/cp/wp-

content/uploads/2016/12/4.-aan-dwi-sentana.pdf.

Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Sujana, E., Fatimah, S., & Hidayati, N. O. (2017). Kebutuhan Spiritual Keluarga Dengan Anak Penderita Penyakit Kronis.     Jurnal     Pendidikan

Keperawatan Indonesia,   47–56.

Retrieved                     from

ejournal.upi.edu/index.php/JPKI/artic le/view/7480/4828

Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wong P, Liamputtong P, Koch S, & Rawson H. (2015). Families' experiences of their interactions with staff in an Australian intensive care unit (ICU): a qualitative study. Intensive Crit Care Nurs vol 31(1), 51-63.       Retrieved       from

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme d/25245202.

Yusuf, A., Nihayati, H. E., Iswari, M. F., & Okviasanti, F. (2016). Kebutuhan Spiritual Konsep dan Aplikasi dalam Asuhan Keperawatan. Jakarta: Mitra Wacana Media. Retrieved from http://ners.unair.ac.id/site/index.php/ download/category/5-buku-ajar?download=94:ah-yusuf-hanik-endang-nihayati-miranti-florencia-iswari-fanni-okviasan

Volume 8, Nomor 1, April 2020

54