Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298

HUBUNGAN PENGGUNAAN KOMUNIKASI SBAR DENGAN KUALITAS PELAKSANAAN BEDSIDE HANDOVER

Nyoman Sudresti1, Komang Ayu Mustriwati1, Made Oka Ari Kamayani2 1Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali 2Program Studi Ilmu Keperawatan FK Universitas Udayana

ABSTRAK

Dalam penerapan pelayanan yang mengacu pada patient safety ada beberapa standar yang perlu diimplementasikan, salah satu standar tersebut adalah penerapan timbang terima menggunakan komunikasi dengan metode Situation, Background, Assesement and Recommendation (SBAR). Melalui pendekatan bedside handover maka perawat dapat memastikan keselamatan pasien yang mencakup lingkungan pasien seperti posisi tempat tidur, alat-alat medis disamping pasien berfungsi dengan baik dan memastikan terapi medikasi yang diberikan sesuai program. Pelaksanaan bedside handover yang berkualitas akan mampu menggali data tentang pasien. Penelitian ini merupakan non-eksperimen, dengan rancangan korelasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di Ruang Ratna dari tanggal 15-31 Januari 2015 dengan teknik time sampling, diperoleh sampel sebanyak 8 responden (group handover). Data dikumpulkan dengan observasi. Hasil pelaksanaan metode komunikasi SBAR kriteria cukup menempati urutan tertinggi yaitu sebanyak 4 responden (50%) dengan komponen situation tertinggi yaitu 39,53% dan komponen terendah yaitu background yaitu 10,47%. Hasil pengukuran terhadap kualitas pelaksanaan bedside handover kriteria cukup menempati urutan tertinggi yaitu 4 responden (50%), dengan komponen tertinggi adalah assurance (jaminan) yaitu sebesar 21,24% dan terendah yaitu dimensi responsiveness (kesigapan/tanggap) sebesar 17,18%. Hasil analisa data diperoleh ada hubungan penggunaan metode komunikasi SBAR dengan kualitas pelaksanaan bedside handover dengan hubungan yang kuat dan arah korelasi hubungan positif dengan p value sebesar 0,032. Berdasarkan hasil temuan diatas disarankan agar mengadakan pelatihan dan simulasi/ roleplay pelaksanaan komunikasi SBAR dan bedside handover.

Kata kunci: komunikasi sbar, bedside handover

ABSTRACT

Nurses implement measurable standards assessment using the Situation, Background, assessment and Recommendation (SBAR) during handover to ensure patient safety. Aspects of patient safety include patient's environment such as the position of the bed, medical devices in addition to the patient's functioning properly and make sure appropriate medication therapy is administered correctly. The implementation of bedside handover provides information about patient care This study is a non-experimental, correlational design with cross sectional approach. The study was conducted at Ratna ward Sanglah Hospital using purposive sampling technique. Eight respondents were recruited and then observed during the bedside handover process. The results of the implementation of the SBAR communication method showed sufficient criteria were the highest as many as four respondents (50%) with the highest situation component (39.53%) and the lowest component is the background that is 10.47%. The results of the measurement of the quality of the implementation of bedside handover sufficient criteria were the highest is 4 respondents (50%), with the highest component is the assurance (guarantee) that is equal to 21.24% and its low responsiveness dimension (alertness / response) of 17.18%. The results of the data analysis obtained there was significant relationship using SBAR communication method with the quality of bedside handover with strong relationships and toward positive correlation with p value of 0.032(p<0,05). Based on the above findings suggested that training and simulation using SBAR communication at bedside handover.

Keywords: SBAR Communication, Bedside Handover

PENDAHULUAN

Sasaran keselamatan pasien yang tertuang dalam PMK No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 dibuat dengan mengacu pada sembilan solusi

keselamatan pasien oleh WHO bertujuan untuk mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Timbang terima pasien termasuk pada sasaran yang kedua yaitu

peningkatan komunikasi yang efektif petugas kesehatan. Kesalahan akibat penyampaian timbang terima pada saat pergantian shift akan berakibat pada menurunnya indikator kualitas pelayanan terutama patient safety suatu rumah sakit (Fabre, 2010 dalam Manopo, 2012). Dalam penerapan pelayanan yang mengacu pada patient safety ada beberapa standar yang perlu diimplementasikan, salah satu standar tersebut adalah penerapan timbang terima menggunakan komunikasi dengan metode Situation, Background, Assesement and Recommendation (SBAR). Kerangka komunikasi dengan metode SBAR digunakan pada saat perawat melakukan timbang terima (handover), pindah ruang perawatan maupun dalam melaporkan kondisi pasien kepada dokter (Tim KP-RS RSUP Sanglah, 2011).

Menurut Kuntoro (2010), ada dua jenis metode timbang terima yaitu timbang terima dengan metode tradisional dan timbang terima dengan metode bedside handover. Menurut Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare (2007), bedside handover yaitu metode transfer informasi (termasuk tanggungjawab dan tanggunggugat) selama perpindahan perawatan yang berkelanjutan atau pertukaran antar shift yang dilakukan disamping tempat tidur pasien yang bertujuan untuk berbagi informasi antara pasien dan petugas untuk memastikan kesinambungan perawatan dan merupakan proses interaktif, memberikan kesempatan pasien untuk memberikan masukan dan menyampaikann masalahnya. Melalui pendekatan bedside handover maka perawat dapat memastikan keselamatan pasien yang mencakup lingkungan pasien seperti posisi tempat tidur, alat-alat medis disamping pasien berfungsi dengan baik dan memastikan terapi medikasi yang diberikan sesuai program. Pelaksanaan bedside handover yang berkualitas akan mampu

menggali data tentang pasien. Kwalitas pelaksanaan bedside handover dapat dilihat dari lima komponen kualitas pelayanan yaitu, keandalan (reliability), daya tanggap (responssiveness), jaminan (assurance), empati (empathy), bukti fisik (tangibles) (tjiptono & chandra, 2007). kelima komponen kualitas pelaksanaan bedsisde handover tersebut akan membuat pasien merasa dihargai dan dilibatkan dalam proses keperawatan sehingga secara tidak langsung akan membantu kesembuhan pasien.

Hasil survey lapangan yang peneliti lakukan di Ruang Ratna RSUP Sanglah Denpasar selama dua minggu dari tanggal 18-31 Oktober 2014 diperoleh data masih ditemukan pasien yang mengatakan perawat tidak menyampaikan permasalah dan kondisi terkini pasien seperti perkembangan kondisi pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium terkini, perawat tidak menjelaskan rencana perawatan yang akan diberikan, perawat jarang menanyakan atau mengklarifikasi kondisi pasien, perawat tidak memeriksa keadaaan alat-alat medis didekat pasien dan tidak memeriksa keamanan tempat tidur dan lingkungan pasien. Hal tersebut bisa saja disebabkan karena beban kerja yang tinggi, tingkat ketergantungan pasien, jumlah tenaga, waktu, kesadaran perawat yang masih kurang, serta banyaknya tugas administrasi lain yang harus dikerjakan perawat.

Metode timbang terima yang saat ini dilakukan di ruang Ratna RSUP Sanglah Denpasar sudah menggunakan komunikasi SBAR dan bedside handover, namun penerapannya belum maksimal karena belum menggunakan konsep yang jelas, sehingga menimbulkan berbagai kendala seperti, informasi yang kurang fokus, waktu yang panjang, kesalahan penerimaan pesan yang berefek pada salah persepsi, sehingga kurang efektif dan efisien. Metode timbang terima (handover) yang dilakukan saat pergantian shift belum sesuai dengan SPO

sehingga dalam pelaksanaanya membutuhkan waktu yang berbeda-beda tergantung dari kemampuan komunikasi maupun kemampuan klinis masing-masing perawat dalam menguasai kondisi pasien yang dirawat.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang bersifat analitik. Tempat penelitian ini adalah Ruang Ratna RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 minggu yaitu pada tanggal 15 sampai dengan 31 Januari 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelaksanaan komunikasi SBAR dan bedside handover yang dilakukan saat pergantian shift di ruang Ratna RSUP Sanglah Denpasar. Sampel yang digunakan pada penelitian ini seluruh pelaksanaan komunikasi SBAR dan bedside handover yang dilakukan saat pergantian shift di ruang Ratna RSUP Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi yaitu terdiri dari delapan responden (grup handover). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling yaitunon probability (non random sampling) jenis purposive sampling.

Pedoman observasi yang digunakan untuk menilai kemampuan responden dalam melakukan metode komunikasi SBAR yaitu menggunakan lembar observasi dengan 8 item observasi dan dibagi menjadi empat skala likert yaitu: tidak sesuai (1), kurang sesuai (2), dan sesuai (3). Selanjutnya jumlah nilai setiap responden dilakukan skoring dan dikelompokan menjadi tiga kriteria yaitu, komunikasi SBAR baik bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean +1 SD, komunikasi SBAR kategori cukup, bila mean – 1≤ x ≤ mean + 1 SD, dan komunikasi SBAR kategori kurang bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean – 1 SD.

Pelaksanaan bedside handover dinilai lembar observasi kualitas pelaksanaan

bedside handover yang terdiri dari lima komponen kualitas yang terbagi menjadi 20 item observasi yaitu komponen keandalan (reliability) yang terdiri dari 4 item observasi, komponen ketanggapan (responsiveness) terdiri dari 4 item observasi, komponen asuransi (assurance) terdiri dari 4 item observasi, komponen empati (emphaty) terdiri dari 4 item observasi dan komponen bukti fisik (tangible) terdiri dari 4 item observasi. Pedoman observasi tersebut dibagi menjadi empat tingkatan skala likert yaitu: nilai 3 bila dilakukan sepenuhnya dengan tepat, nilai 2 bila dilaksanakan hanya sebagian atau masih ada yang kurang, dan nilai 1 bila tidak di kerjakan sama sekali. Selanjutnya jumlah nilai setiap responden dilakukan skoring dan dikelompokan menjadi tiga kriteria yaitu, pelaksanaan bedside handover berkualitas bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean +1 SD, pelaksanaan bedside handover cukup berkualitas bila mean – 1≤ x ≤ mean + 1 SD, dan pelaksanaan bedside handover kurang berkualitas bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean – 1 SD.

Subjek penelitian diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian, serta resiko yang mungkin dialami. Bila subjek setuju untuk ikut sebagai responden penelitian maka responden diminta untuk menandatangani informed consent. Peneliti melakukan observasi terhadapa pelaksanaan komunikasi SBAR dan pelaksanaan bedside handover secara bersamaan melalui lembar observasi yang disediakan oleh peneliti.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Korelasi Rank Spearmen yaitu uji yang digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal (Sugiyono, 2010). Jika p hitung > p tabel maka Ho ditolak, atau bila ɑ < 0,05 maka Ho ditolak yang artinya ada

hubungan penggunaan metode komunikasi SBAR dengan kualitas pelaksanaan bedside handover di Ruang Ratna RSUP Sanglah Denpasar. Menurut Hastono (2007) kekuatan p hitung uji Korelasi Rank Spearmen yaitu 0,000-0,199 sangat lemah, 0,200-0,399 lemah, 0,400-0,599 sedang, 0,600-0,799 kuat, dan 0,800-1,000 sangat kuat.

HASIL PENELITIAN

  • 1.    Penggunaan Metode Komunikasi SBAR

Dari hasil pengukuran terhadap 8 responden (group handover) diperoleh hasil distribusi frekuensi penggunaan metode komunikasi SBAR sebagai berikut:

Tabel 1.

Penggunaan Metode Komunikasi SBAR (n=8)

Variabel Metode Komunikasi SBAR

Responden

f

%

Baik

2

25,00

Cukup

4

50,00

Kurang

2

25,00

Adapun persentase jumlah nilai atau skor      SBAR yang diobservasi disajikan dalam tabel

dari setiap komponen instrumen komunikasi      berikut:

Tabel 2.

Hasil Observasi Pelaksanaan Metode Komunikasi SBAR (n=172)

Variabel

Total Nilai

f

%

Situation

68

39,53

Background

18

10,47

Assessment

38

22,09

Recommendation

48

27,91

Metode komunikasi SBAR mulai diperkenalkan dan disosialisasi di RSUP Sanglah Denpasar sejak bulan Agustus 2011, tehnik ini masih relatif baru sehingga dalam pelaksanaannya masih banyak ditemui kekurangan. Form baku pelaksanaan timbang terima dengan metode komunikasi SBAR juga baru tersedia awal Februari 2015 di RSUP Sanglah Denpasar, sehingga pelaksanaannya perlu dilakukan monitoring dan evaluasi. Untuk meningkatkan kemampuan dalam hal komunikasi, materi ataupun teori saja kurang efektif sehingga diperlukan simulasi dan role play dalam pembelajaran

Menurut pendapat Kesten (2011) pelatihan komunikasi SBAR merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas operan jaga

pasien. Pelatihan ini dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan kesenjangan pengetahuan, sikap dan ketrampilan sebagai komponen utama perilaku, sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan mutu operan jaga pasien.

Adanya perbedaan jenjang pendidikan dan pengalam kerja juga dapat mempengaruhi pelaksanaan komunikasi SBAR. Berdasarkan hasil penelitian Schermerhorn, Hunt dan Orborn dalam Konsil Kedokteran Indonesia (2006) yaitu komunikasi akan berjalan efektif atau dapat saja terjadi kesenjangan antara maksud pengirim pesan dengan yang dimengerti oleh penerima pesan karena beberapa hambatan seperti pengetahuan, pengalaman, perbedaan sudut pandang, budaya, bahasa dan lainnya sehingga usia yang relatif lebih

muda dan dengan pengalaman yang masih terbatas akan berefek terhadap kemampuan komunikasi seseorang.

Berdasarkan hasil penelitian Wahyuni (2014), dengan judul Efektifitas Pelatihan Komunikasi SBAR dalam Meningkatkan Mutu Operan Jaga (Handover) di Bangsal Wardah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II, menunjukan hasil berdasarkan uji Paired sample t-test adanya peningkatan yang bermakna pada mutu operan jaga setelah diberikan pelatihan komunikasi SBAR kepada perawat di bangsal Wardah dengan nilai signifikansi p = 0,000 (p < 0,05). Perbedaan mutu operan jaga yang menjadi lebih baik dari sebelumnya dikarenakan telah diberikan

sebuah perlakuan pelatihan komunikasi SBAR pada perawat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut perlu dilakukan pelatihan komunikasi SBAR untuk mendapatkan kualitas pelaksanaan handover yang baik. Pelatihan komunikasi SBAR dapat dijadikan solusi untuk mengatasi kekurangan dalam pelaksanaan handover terutama komponen B (Background) dan A (Assessment).

  • 2.    Kualitas Pelaksanaan Bedside

Handover

Dari hasil pengukuran terhadap 8 responden (group handover) diperoleh hasil distribusi frekuensi kualitas pelaksanaan bedside handover sebagai berikut:

Tabel 3.

Kualitas Pelaksanaan Bedside Handover (n=8)

Kualitas Pelaksanaan Bedside Handover

Responden

f

%

Baik

2

25,00

Cukup

4

50,00

Kurang

2

25,00

Adapun persentase jumlah nilai atau      pelaksanaan bedside handover yang

skor dari setiap komponen instrument kualitas       diobservasi disajikan dalam tabel berikut:


Tabel 4.

Hasil Observasi Kualitas Pelaksanaan Bedside Handover (n=419)

Variabel

Total Nilai f              %

Dimensi Tangibles (Kenyataan/Penampilan fisik)

88               21,00

Dimensi Reliability (Keandalan)

88               21,00

Dimensi Responsiveness (Kesigapan/Tanggap)

72               17,18

Dimensi Assurance (Jaminan)

89               21,24

Dimensi Emphaty (Empati)

82               19,57

Pelaksanaan bedside handover yang berkualitas akan mampu menggali data tentang pasien. Kualitas pelaksanaan bedside handover dapat dilihat dari lima komponen kualitas pelayanan yaitu, keandalan (reliability), berkaitan dengan kemampuan pemberi pelayanan untuk memberikan layanan yang akurat, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki

petugas. Daya tanggap (responssiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan perawat untuk membantu pasien dan merespons permintaan mereka dan perawat cepat tanggap terhadap masalah yang timbul keluhan yang disampaikan oleh pasien. Jaminan (assurance), yaitu perilaku perawat mampu menumbuhkan kepercayaan pasien terhadap perawat dan perawat bisa


menciptakan rasa aman bagi pasien. Empati (empathy), berarti perawat memahami masalah pasien dan bertindak demi kepentingan pasien, serta memberikan perhatian personal kepada pasien dan memiliki jam operasi yang nyaman. Bukti fisik (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fisik, perlengkapan, kerapian. kebersihan serta penampilan perawat (Tjiptono & Chandra, 2007). Kelima komponen kualitas pelaksanaan bedsisde handover tersebut akan membuat pasien merasa dihargai dan dilibatkan dalam proses keperawatan sehingga secara tidak langsung akan membantu kesembuhan pasien.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Elmiyasnya (2011), dengan judul Gambaran Keefektifan Timbang Terima (Operan) di Ruang Kelas I IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011, menunjukan hasil bahwa pada pelaksanaan timbang terima (operan) yang diobservasi pada pergantian shift malam-pagi yang dilaksanakan dalam tiga kali observasi tidak ada yang dilaksanakan dengan efektif dengan rata-rata persentase 69,9%, pada pelaksanaan timbang terima (operan) yang diobservasi pada pergantian shift-sore yang dilaksanakan dalam tiga kali observasi tidak ada yang dilaksanakan dengan efektif dengan rata- rata persentase 65,4%, pada pelaksanaan timbang terima (operan) yang diobservasi pada pergantian shift sore-malam yang dilaksanakan tiga kali pertemuan tidak ada yang dilaksanakan dengan efektif dengan rata-rata persentase 60,3%.

Prosedur bedside handover, selama ini sudah dilakukan pada setiap pergantian shift jaga, namun cara penyampaian isinya belum terungkap secara komprehensif, meliputi: isi timbang terima (masalah keperawatan pasien lebih fokus pada diagnosis medis), dilakukan secara lisan tanpa ada pendokumentasian yang lengkap,

sehingga rencana tindakan yang belum dan sudah dilaksanakan, dan hal-hal penting masih ada yang terlewati untuk disampaikan pada shift berikutnya.

  • 3.    Hubungan Penggunaan Metode Komunikasi SBAR dengan Kwalitas Pelaksanaan Bedside Handover

Berdasarkan hasil uji Rank spearmen diperoleh nilai p = 0.032 yang artinya ada hubungan penggunaan metode komunikasi SBAR dengan kualitas pelaksanaan bedside handover dengan nilai Correlation Coefficient sebesar 0.750, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode komunikasi SBAR dengan kualitas pelaksanaan bedside handover memiliki hubungan yang kuat dan arah korelasi hubungan positif.

Kerangka SBAR sangat efektif digunakan untuk melaporkan kondisi dan situasi pasien secara singkat pada saat pergantian shift, sebelum prosedur tindakan atau kapan saja diperlukan dalam melaporkan perkembangan kondisi pasien (Haig et al, 2006 dalam Kesten, 2011). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh The Joint Commmission Organizations tentang sentinel events didapatkan data bahwa kejadian total sentinel events terjadi oleh karena masalah komunikasi sebesar 70% (Mikos, 2008). Penelitin yang dilakukan oleh Haig et al (2006) dalam Kesten (2011) juga menunjukkan bahwa komunikasi SBAR menjamin komunikasi diantara para pemberi pelayanan kesehatan efektif dan menurunkan angka kejadian sentinel events dari 89,9 per 1000 pasien perhari menjadi 39,96 per 1000 pasien perhari pertahun. Implementasi role play tehnik komunikasi SBAR pada saat mahasiswa keperawatan melakukan post conference dan melaporkan kondisi pasien membuat rasa percaya diri mereka meningkat ditambah kemampuan berpikir

kritis mereka meningkat karena mereka lebih aktif dan berpartisipasi dalam sesi simulasi/role play (Ascano-Martin, 2008 dalam Kesten, 2011).

Melalui pelaksanaan komunikasi SBAR dan bedside handover maka program keselamatan pasien akan dapat dilaksanakan dengan baik serta meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait kondisi penyakitnya secara up to date. Dalam pelaksanaan bedside handover yang berkualitas, maka semua sistem akan dilibatkan dalam pengambilan keputusan yaitu perawat, pasien atau klien dan keluarga (Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare, 2007).

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil pengukuran terhadap pelaksanaan metode komunikasi SBAR hasil kriteria cukup menempati urutan tertinggi yaitu sebanyak 4 responden (50%). Komponen SBAR yang memperoleh nilai tertinggi adalah komponen situation sebesar 39,53% dan komponen SBAR terendah yaitu background yaitu 10,47%.

Hasil pengukuran terhadap kualitas pelaksanaan bedside handover hasil kriteria cukup menempati urutan tertinggi yaitu sebanyak 4 responden (50%). Komponen kualitas pelaksanaan bedside handover yang memperoleh nilai tertinggi adalah komponen dimensi assurance (jaminan) yaitu sebesar 21,24% dan komponen terendah yaitu dimensi responsiveness (kesigapan/tanggap) sebesar 17,18%

Ada hubungan penggunaan metode komunikasi SBAR dengan kualitas pelaksanaan bedside handover dengan hubungan yang kuat dan arah korelasi hubungan positif, yang artinya semakin besar nilai variabel bebas (penggunaan metode komunikasi SBAR) maka semakin besar pula nilai variabel terikat (kualitas pelaksanaan bedside handover), begitu pula sebaliknya.

Disarankan     kepada     institusi

pendidikan agar mengadakan pelatihan dan simulasi/ roleplay pelaksanaan komunikasi SBAR dan bedside handover dalam mata ajaran menajemen keperawatan agar mahasiswa mamp mengaplikasikannya sebelum memasuki praktek klinik maupun dunia kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Elmiyasnya. 2011. Gambaran Keefektifan Timbang Terima (Operan) Di Ruang Kelas I IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011. Padang: RSUP Dr. M. Djamil

Fabre, J. 2010. Smart Nursing Pengembangan dan Peningkatan Kinerja Keperawatan. Yogyakarta: Palmall

Friesen, A.M., White, V. S., & Byers, F.J.

2008. Handoffs : Implications For Nurses.                      (Online)

(http://www.ejurnal.ung.ac.id/index.ph p. Diakses tanggal 1 Desember 2014)

Humaini, D.F. 2009. Komunikasi Efektif, (online),        (http://cartenzhrd.com,

diakses 30 November 2014)

JCAHO. 2006. JCAHO national patient safety goals. Diperoleh pada 22 Januari     2011.      ,      (online),

(http://www.pdfchaser.com/JCAHO-National-Patient-Safety-Goals-for-2006.html. diakses 28 November 2014)

Keliat, A. B. 2005. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Jakarta: EGC

Kerr, Debra & McKinla, Louise Bedside handover:   Evidence of quality

improvement in nursing care and documentation. Melbourne: Victoria University

Kesten, K.S. 2011. Role-Play Using SBAR Technique to Improve Observed Communication Skills in Senior Nursing Students. Journal of Nursing Education, 50(2): 79-87

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Edisi        Pertama,        (online),

(http://inamc.or.id, diakses 2 Januari 2015

Kristianto, D. 2009. Hubungan Pemberian Reward Ucapan Terima Kasih Dengan Kedisiplinan Waktu Saat Mengikuti Timbang Terima Perawat Ruang Bedah Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang:   Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Kuntoro, A. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan.Yogjakarta:      Nuha

Medika

Leonard, MD & Audrey Lyndon. 2014. WIHI:      SBAR:      Structured

Communication and Psychological Safety in Health Care , (online), (http://www.ihi.org, diakses 28 November 2014)

Mikos, K. 2007. Monitoring Handoffs For Standardization.              Nursing

Management, hlm.16-20,  (online),

(http://www.nursingmanagement.com, diakses 2 Desember 2014)

Muhajir. 2007. Komunikasi Antar Shift di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. H.M Rabain Kabupaten Muara Enim Propinsi Sumatera Selatan. Working Paper Series, 9(1):  10-15, (online),

(http://www.Irc.kmpk.ugm.ac.com, diakses 8 Desember 2014)

Notoatmojo,S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka

Supranto, J. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan     Pelanggan     Untuk

Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta : Rineka Cipta

Tim KP-RS. 2011. Pedoman Keselamatam Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). Denpasar: RSUP Sanglah

Tjiptono, F, dan Diana, A. 2007.

Manajemen Jasa. Yogyakarta : Andi

Trisnantoro, L. 2005. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Wahyuni. 2014. Efektifitas Pelatihan Komunikasi     SBAR     dalam

Meningkatkan Mutu Operan Jaga (Hand Over) di Bangsal Wardah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Muhamadyah

Volume 5, Nomor 2, Agustus 2017

80