Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298

PENGARUH ELEVASI KAKI TERHADAP KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI

I Ketut Purnawan1, I Made Sukarja2, I Wayan Winarta1 1Rumah Sakit Uumu Pusat Sanglah Denpasar Bali 2Politeknik Kesehatan Denpasar Bali

Email: [email protected]

ABSTRAK

Ketidakstabilan tekanan darah berupa hipotensi akibat spinal anestesi merupakan masalah yang serius, bila penangannya kurang baik bisa menyebabkan suatu komplikasi hipotensi berat sampai kematian. Teknik untuk menjaga kestabilan tekanan darah pada spinal anestesi salah satunya adalah melakukan elevasi kaki. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh elevasi kaki terhadap kestabilan tekanan darah pada pasien dengan spinal anestesi. Desain penelitian yang digunakan adalah pre-experimental dengan static group comparison. Penelitian dilakukan dengan consecutive sampling, jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 orang yaitu 15 orang untuk kelompok kontrol dan 15 orang untuk kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan selisih tekanan darah sebelum dan lima menit setelah spinal anestesi pada kelompok perlakuan didapatkan rata – rata TDS 9,6 mmHg dengan standar deviasi 12,3; rata-rata selisih TDD 4,9 mmHg dengan standar deviasi 7,0; rata selisih MAP 5,8 mmHg dengan standar deviasi 8,4. Pada kelompok kontrol didapatkan hasil rata-rata selisih TDS 23,3 mmHg dengan standar deviasi 8,6; rata-rata selisih TDD 16,7 mmHg dengan standar deviasi 8,0; rata selisih MAP 19,6 mmHg dengan standar deviasi 7,7. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai p sebesar 0,001 untuk TDS, untuk TDD 0,000 dan untuk MAP 0,000 sehingga ada pengaruh elevasi kaki terhadap kestabilan tekanan darah pada pasien dengan spinal anestesi di kamar operasi IBS RSUP Sanglah Denpasar. Berdasarkan penelitian ini maka tindakan elevasi kaki bermanfaat untuk menjaga kestabilan tekanan darah pada pasien spinal anestesi dan diharapkan dapat diaplikasi dalam area keperawatan perioperatif.

Kata kunci: elevasi kaki, kestabilan tekanan darah, spinal anestesi

ABSTRACT

The unstable of blood pressure as hypotension that caused by spinal anesthetic was the serious problem, if the patients had no good treatment, they probably going to have worst hypotension complication even death. Foot elevation is one of many techniques to stabilize blood pressure on spinal anesthetic patients. The aim of this study is to explore the effect of foot elevation to the blood pressure of the patients with spinal anesthetic. The study design was pre-experimental with static group comparison. 30 samples was chosen by consecutive sampling, 15 samples as control group and 15 samples as experiment group. Result of this study showed the difference of blood pressure before and five minute after spinal anesthetic. In experiment group, Systolic Blood Pressure (SBP) mean difference is 9,6 mmHg with standard deviation 12,3; Diastolic Blood Pressure (DBP) mean difference is 4,9 mmHg with standard deviation 7.0 and Mean Arterial Pressure (MAP) mean difference is 5,8 mmHg with standard deviation 8,4. The statistical result show that the p value was 0,001 for SBP, 0,000 for DBP and 0,000 for MAP. The conclusion shows that there was the significant effect of foot elevation to the blood pressure for spinal anesthetic patients at operating theater Sanglah hospital . The study shows that foot elevation is use full for maintaining the blood pressure on spinal anesthetic patients, and it can be implemented at perioperative nursing care.

Keywords : foot elevation, blood pressure, spinal anesthetic

PENDAHULUAN

Keperawatan perioperatif berperanan sangat penting dalam setiap tahap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah pembedahan. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan dalam semua tahap pembedahan untuk menjaga keamanan pasien dari efek pembedahan dan anestesi

(Majid, 2011). Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan. Salah satu teknik anestesi adalah spinal anestesi yang digunakan secara luas pada pembedahan perut bagian bawah, genatourinari dan ektremitas bawah oleh karena lebih aman, simpel, ekonomis serta onset anestesi yang cepat (Morgan, 2011). Selain

keuntungannya, spinal anestesi juga menimbulkan risiko, salah satu komplikasi akut yang sering terjadi adalah ketidakstabilan tekanan darah berupa penurunan tekanan darah atau hipotensi. Insiden hipotensi pada spinal anestesi cukup signifikan yaitu sekitar 20 – 70 % (Rathmell, 2004). Menurut Liguori, 2007 insiden hipotensi pada spinal anestesi mencapai 8 – 33 %.

Spinal anestesi akan menyebabkan blok simpatis yang mengakibatkan tonus vena hilang secara penuh sehingga terjadi vasodilatasi kemudian adanya penumpukan darah di vena (venous pooling) terutama pada ektremitas bawah. Venous return menjadi tergantung terhadap gravitasi (Benzon, 2005). Preload menjadi penentu utama dari curah jantung (Rathmell, 2004). Hipotensi yang berat dapat menyebabkan henti jantung yang merupakan komplikasi yang serius dari spinal anestesi. Pernah dilaporkan terjadi 28 kasus henti jantung dari 42,521 pasien oleh karena hipotensi yang berat pada spinal anestesi (Benzon, 2005). American Society of Anesthseiologis juga menyatakan ada 14 kasus mengalami henti jantung selama spinal anestesi. (Rathmell, 2004).

Tindakan yang tepat dan cepat pada penurunan tekanan darah setelah pemberian spinal anestesi harus dilakukan untuk menghindari komplikasi. Beberapa tindakan medis antara lain: pemberian cairan prabeban tetapi berisiko edema paru (Poscod, 2007) dan penggunaan profilaksis vasopresor yang berisiko dysritmia (Stoelting, 2004). Selain adanya tindakan medis, tindakan mandiri keperawatan untuk mencegah terjadinya ketidakstabilan tekanan darah atau hipotensi sangatlah penting. Salah satu tindakan yang dianjurkan adalah posisi meninggikan atau elevasi kaki untuk mempercepat aliran balik darah dan terjadinya peningkatan volume darah ke jantung (Potter & Perry, 2006).

Posisi elevasi kaki merupakan pengaturan posisi dimana anggota gerak

bagian bawah diatur pada posisi lebih tinggi dari jantung sehingga darah balik ke jantung akan meningkat dan penumpukan darah pada anggota gerak bawah tidak terjadi. Efek dari gaya gravitasi merupakan hal yang berlaku pada posisi elevasi kaki dan akan mengurangi terjadinya perdarahan pada waktu dilakukan operasi (Keith, 2012). Perawat perioperatif memegang tanggung jawab dan peran yang signifikan untuk memastikan bahwa posisi pembedahan aman baik untuk efek anestesi dan pembedahan (Hamlin, 2009). Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh elevasi kaki terhadap kestabilan tekanan darah pada pasien dengan spinal anestesi. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini nantinya adalah untuk pengembangan ilmu keperawatan perioperatif dalam hal positioning dan sebagai salah satu pertimbangan dalam menetapkan protap posisi pasien dengan spinal anestesi.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah preexperimental dengan rancangan static group comparison yaitu rancangan untuk menentukan pengaruh dari suatu tindakan pada kelompok subjek yang mendapat perlakuan kemudian dibandingkan dengan kelompok subjek yang tidak mendapat perlakuan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani operasi dengan spinal anestesi di kamar operasi Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Sanglah Denpasar selama periode waktu pengumpulan data. Peneliti mengambil 30 responden yang sesuai kriteria sampel. Pengambilan sampel dengan Non Probability sampling dengan tehnik Consecutive sampling.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi tekanan darah memakai monitor digital kemudian dituliskan pada lembar observasi. Dari sampel yang terpilih akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok A mendapatkan perlakuan elevasi kaki 300 setelah spinal anestesi dan kelompok

sebagai kelompok kontrol yang tidak dilakukan elevasi kaki.

Sebelumnya responden akan dijelaskan mengenai tujuan dari penelitian kemudian meminta persetujuan berupa inform consent untuk ikut berperan dalam penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi tekanan darah baik tekanan darah sistolik (TDS), tekanan darah diastolik (TDD) maupun mean arterial pressure (MAP) sebelum dan lima menit setelah dilakukan spinal anestesi.

Setelah data terkumpul maka dilakukan proses editing, coding dan processing, kemudian dilakukan analisis bivariat yang menampilkan data nilai minimum, maksimum dan rata-rata tekanan darah.

Untuk menganalisis adanya pengaruh elevasi kaki terhadap kestabilan tekanan darah pada pasien dengan spinal anestesi maka digunakan uji statistik terhadap selisih tekanan darah sebelum dan lima menit setelah spinal anestesi, tetapi sebelumnya dilakukan uji normalitas data. Untuk data yang berdistribusi normal yang dalam penelitian ini adalah TDD dan MAP maka dilakukan uji statistik independent t-test dan data TDS yang tidak berdistribusi normal dilakukan dengan uji mann withney dengan tingkat signifikasi p ≤ 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menunjukkan selisih tekanan darah sebelum dan lima menit setelah spinal anestesi pada kelompok perlakuan didapatkan rata –rata TDS 9,6 mmHg dengan standar deviasi 12,3; rata-rata selisih TDD 4,9 mmHg dengan standar deviasi 7,0; rata selisih MAP 5,8 mmHg dengan standar deviasi 8,4. Pada kelompok kontrol didapatkan hasil rata-rata selisih TDS 23,3 mmHg dengan standar deviasi 8,6; rata-rata selisih TDD 16,7 mmHg dengan standar deviasi 8,0; rata selisih MAP 19,6 mmHg dengan standar deviasi 7,7.

Menurut hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0,001 untuk TDS, untuk

TDD 0,000 dan untuk MAP 0,000 sehingga Ho ditolak yang berarti ada pengaruh elevasi kaki terhadap kestabilan tekanan darah pada pasien dengan spinal anestesi di kamar operasi IBS RSUP Sanglah Denpasar.

PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini menunjukkan pada kelompok perlakuan didapatkan rata-rata selisih TDS adalah 9,6 mmHg, selisih minimum -4 mmHg dan maksimum 35 mmHg. Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan data rata-rata selisih TDS adalah 25,3 mmHg, selisih minimum 6 mmHg dan maksimum 30 mmHg. Hasil uji statistik menunjukkan p = 0,001 < 0,05 maka Ho ditolak yang berarti ada pengaruh elevasi kaki terhadap kestabilan tekanan darah sistolik pada pasien dengan spinal anestesi .

Nilai selisih TDD pada kelompok perlakuan mempunyai nilai rata-rata 4,9 mmHg dengan selisih minimum -2 mmHg dan maksimum 19 mmHg. Pada kelompok kontrol nilai selisih rata-rata TDD adalah 16,7 mmHg dengan nilai minimum 1 mmHg dan maksimum 30 mmHg. Hasil uji statistik menunjukkan p = 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak yang berarti ada pengaruh elevasi kaki terhadap kestabilan tekanan darah diastolik pada pasien dengan spinal anestesi.

Nilai selisih MAP pada kelompok perlakuan mempunyai nilai rata-rata 5,8 mmHg dengan selisih minimum -5 mmHg dan maksimum 23 mmHg. Pada kelompok kontrol nilai selisih rata-rata MAP adalah 19,6 mmHg dengan nilai minimum 5 mmHg dan maksimum 33 mmHg. Hasil uji statistik menunjukkan p = 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak yang berarti ada pengaruh elevasi kaki terhadap kestabilan MAP pada pasien dengan spinal anestesi .

Manifestasi umum dari spinal anestesi adalah penurunan tekanan darah. Tekanan darah biasanya digambarkan dalam tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik. Tekanan sistolik menggambarkan tekanan puncak saat

ventrikel berkontraksi dan tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung berelaksasi (Smelter & Bare, 2006). Monitoring hemodinamik yang sering dilakukan untuk mengetahui keefiktifan curah jantung adalah MAP dengan melihat tekanan sistolik dan diastolik dalam sistem kardiovaskuler (Aitkenhead A.R, 2007). Pada penelitian ini semua komponen dari tekanan darah dilakukan suatu observasi baik tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Oleh karena ditemukan hasil kadang adanya tekanan darah sistolik yang berubah atau tekanan darah diastolik yang berubah maka pengukuran terhadap MAP juga dilakukan.

Respon kardiovaskuler terhadap spinal anestesi merupakan akibat dari blok saraf simpatis yang diinduksi obat anestesi lokal intratekal. Blok simpatis akan menyebabkan tonus vena hilang secara penuh, karena itu terjadi penumpukan darah vena pada ektremitas bawah. Hal tersebut akan menyebabkan penurunan curah jantung yang pada akhirnya berakibat turunnya tekanan darah. Pada saat hilangnya tonus vena maka arus balik akan tergantung terhadap gravitasi. Tahanan vaskuler sistemik (afterload) juga menurun selama spinal anestesi sehingga preload menjadi penentu utama dari curah jantung (Rathmell, 2004). Hilangnya tonus vena yang berefek terhadap penurunan curah jantung di cegah dengan melakukan suatu intervensi fisik berupa elevasi kaki. Agar curah jantung kembali dengan baik maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan seperti ketinggian kaki dan hambatan yang mungkin ditemukan untuk kembalinya darah ke jantung. Pada penelitian ini tinggi diberikan dengan bantal setebal 20 cm dengan harapan tekanan pada kaki akan lebih besar daripada badan. Tekanan pada rongga perut juga dipertimbangkan dengan tidak adanya kegemukan pada responden sehingga kestabilan tekanan darah tetap terjaga.

Salah satu cara untuk mencegah terjadinya ketidakstabilan atau penurunan tekanan darah pada spinal anestesi adalah pengaturan posisi. elevasi kaki adalah pengaturan posisi yang bisa digunakan untuk mencegah ketidak stabilan tekanan darah (Morgan, 2011). Posisi elevasi kaki merupakan suatu upaya untuk membuat suatu perbedaan tekanan antara ujung kaki dan bagian badan atau jantung. Dengan adanya perbedaan tekanan maka darah akan bersifat seperti cairan yang mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah pada saat hilangnya tonus vena oleh karena efek anestesi (Guyton, 2008). Pada penelitian ini, tekanan darah pasien dengan elevasi kaki lebih stabil karena posisi elevasi kaki tidak menyebabkan penumpukan darah di area kaki yang disebabkan efek vasodilasi blok simpatis dari spinal anestesi. Hal tersebut menyebabkan arus balik terpelihara dengan baik dan dengan demikian tekanan darah akan menjadi lebih stabil.

Efek dari gaya gravitasi dimanfaatkan pada posisi elevasi kaki. Pasien dengan spinal anestesi akan mengalami hilangnya tonus vena pada bagian yang teranestesi sehingga darah seperti cairan dalam sebuah tabung. Untuk mengalirkan darah tersebut maka harus ada perbedaan tekanan antara kaki dan jantung. Tujuan dari perbedaan tekanan tersebut adalah untuk meningkatkan curah balik ke jantung dan pemeliharaan kestabilan tekanan darah. Hasil penelitian ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tao (2013), dimana dengan menaikkan kaki dengan sudut 450 selama 60 sampai 90 menit akan dapat meningkatkan arus balik ke jantung pada pasien kritis yang dirawat di ruang intensif.

SIMPULAN DAN SARAN

Selisih tekanan darah pada kelompok perlakuan yang dilakukan elevasi kaki 300 setelah dilakukan spinal anestesi didapatkan rata-rata TDS sebesar 9,6 mmHg, TDD sebesar 4,9 mmHg dan MAP

sebesar 5,8 mmHg, sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan elevasi kaki didapatkan rata-rata selisih TDS sebesar 23,5 mmHg, TDD sebesar 16,7 mmHg dan MAP sebesar 19,6 mmHg. Nilai p untuk pengaruh elevasi kaki terhadap kestabilan tekanan darah pada pasien dengan spinal anestesi didapatkan pada TDS p = 0,001; TDD p = 0,000 dan MAP = 0.000. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa elevasi kaki berpengaruh pada kestabilan tekanan darah pada pasien dengan spinal anestesi di IBS RSUP Sanglah Denpasar.

Elevasi kaki dapat menjaga kestabilan tekanan darah pada pasien dengan spinal anestesi oleh sebab itu hendaknya pemberian posisi ini dapat menjadi suatu pedoman tetap (protap) sehingga patient safety lebih baik. Kepada peneliti      selanjutnya      diharapkan

melaksanakan penelitian yang lebih mendalam tidak hanya terbatas pada pengaruh spinal terhadap tekanan darah, tetapi pengaruhnya pada sistem kardiovaskuler yang lain seperti denyut jantung atau nadi serta menganalisa faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tekanan darah pada pasien dengan spinal anestesi.

DAFTAR PUSTAKA

Aitkenhead,A.R & Smith,G. 2007.

Textbook of Anaesthesia. 5th Edition.

Philadelpia. USA: Elsevier

Barash,P.G. Cullen,B.F. Stoelting,K.R.

Clinical      Anesthesia.      2006.

Philadelpia.     USA:     Lippicott

Williams & Wilkins

Benzon,H.T. 2005. Essentials of Pain Medicine and Regional Anesthesia. 2th Edition. Elsivier:USA.

Buku Register Kamar Operasi IBS RSUP Sanglah  Denpasar. 2013. Data

Jumlah Operasi Dengan Spinal Anestesi di IBS RSUP Sanglah Denpasar.

Corwin,J. E. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Terjemahan. Jakarta: EGC.

Dahlan,M.S. 2011. Statisitik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.

Darovich, O. 2008. Haemodimanyc Monitoring :    Invasive and

Noninvasive Clinical Aplication. WB Saunders Company.

Fee,J.P.H. 2004. Physiology for Anaesthesiologists. London:Taylor & Francis Group.

Ganong,W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta:EGC.

Gruendemann B. J & Fernsebner,B. 2005. Buku Ajar Keperawatan Perioeratif. Jakarta: EGC

Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Hamlin,R. Richardson,M. Davies,M. 2009. Perioperative     Nursing     and

Introductory Text. Victoria : Elsivier

Handayani,W. & Chaireni,R.2013. Pengaruh Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anestesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria. Available at www.poltekkesjakarta1.ac.id.

Diunduh tanggal 15 Oktober 2014.

Hidayat,A dan Aziz,A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: EGC

HIPKABI, 2012. Buku Pelatihan Dasar-Dasar Keterampilan Bagi Perawat Kamar Bedah. Jakarta:HIPKABI Press.

Keat,K. Bate,S.T, Lanham,S. 2012. Anaesthesia on the Move. Holder Education a division of hachette UK:London.

Latief,S.A., dkk. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : Penerbit bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif    Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Liguori,G.A.    2007.    Hemodinamic

complications, complications in regional anesthesia and pain medecine. 1st edition. Elsevier Mosby.

Majid,A.      Judha,M.      Istianah,U.

Keperawatan Perioperatif. Edisi Pertama. Yogyakarta:    Gosyen

Publishing

Mansjoer,A. dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius FKUI

Morgan E.G., Mikhail S. Jhon F.Butterwworth  ,  2011.  Clinical

Anesthesiology,  Fiveth     Edition,

USA: McGra-Hill Companies,Inc

Muttaqin, A. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta:Salemba Medika

Muttaqin,A.      2011.      Pengkajian

Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta; Salemba Medika.

Notoatmodjo,S.    2005.    Metodelogi

Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian. Edisi kedua. Jakarta: Salemba Medika.

Poscod David,2007. Spinal Anaesthesia & Hpotension.      Available      at

http://www.develovinganaesthesia.or g. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

Potter & Perry, 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, konsep, proses dan praktek. Edisi 4.Jakarta:EGC.

Price SA dan Wilson LM. 2006. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:EGC.

Puspitorini,M. 2008. Hipertensi, cara mudah mengatasi tekanan darah tinggi. Yogyakarta:Image Press.

Rathmell, Neil, Viscomi, 2004. Regional Anesthesia, the Requisites in Anesthesiology.             Elsevier

Mosby:Philadelphia

Salinas, 2009. Spinal Anesthesia, A Practical Approach to Regional Anesthesia. 4th ed. Publishing Pte Ltd.

Sastroasmoro,S & Ismael,S. Dasar-dasar Metodelogi Penelitian klinis. Edisi ke 4. Jakarta: Sagung Seto.

Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan.  Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Smeltzer & Bare. 2006. Keperawatan Medikal    Bedah.    Edisi 8,

EGC:Jakarta.

Stoelting, R.K. & Hillier, S.C. 2004. Pharmacology & Physiology in Anaesthetic Practice, Fourth Edition. Lippincott Williams & Walkins Companies.Inc.

Tau,Y. Dkk. 2013. Changes in arterial blood pressure induced by passive leg raising predict hypotension during the induction of sedation in critically ill patients without severe cardiac dysfucntion. Available at www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2382 38816. Di unduh tanggal 2 Februari 2015.

Volume 5, Nomor 2, Agustus 2017

72