PENGATURAN HAK PENGUASAAN TANAH HAK MILIK PERORANGAN OLEH NEGARA

A. A. Sagung Tri Buana Marwanto

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Penguasaan tanah milik perorangan oleh pemerintah atau negara merupakan suatu kewenangan yang dimiliki pemerintah berdasarkan ketentuan pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945). Dilihat dari sisi lain, masyarakat juga dapat memiliki hak atas tanah yaitu hak milik. Hak milik atas tanah yang dimiliki masyarakat merupakan suatu hak turun temurun yang terkuat atau terpenuh yang dapat diperoleh dengan melihat fungsi sosial yang melekat pada hak dari kepemilikan tanahnya.

Jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bertujuan untuk mengkaji dan membahas mengenai bentuk pengaturan hak penguasaan tanah milik perorangan oleh negara dan perlindungan hukum terhadap masyarakat yang hak milik atas tanahnya diambil alih.

Hasil pembahasan menunjukkan pengaturan mengenai hak penguasaan tana milik perorangan oleh negara adalah bersumber dari ketentuan Pasal 33 UUD 1945 dan Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pengaturan pada Pasal 33 UUD 1945 mengenai hak penguasaan tanah milik perorangan oleh negara tidak sejalan (inkonsistensi norma) dengan ketentuan di Pasal 28 G dan Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945 yang mengisyaratkan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap seluruh harta benda yang berada di bawah keuasaannya dan setiap orang juga berhak untuk memiliki hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak dapat diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun juga. Hasil pembahasan juga menunjukkan perlindungan hukum terhadap masyarakat yang hak milik atas tanahnya diambil alih oleh negara adalah terdapat pada ketentuan Pasal 18 UUPA dan prinsip-prinsip dasar keadilan yang berbunyi “no private property shall be taken for public use without just and fair compensation”.

Kata Kunci: Negara, Hak Penguasaan, dan Hak Milik atas Tanah.

ABSTRACT

The right to take over individual land ownership by the state is an authority owned by the government based on the provisions of Article 33 of the Constitution of the Republic of Indonesia year 1945. Viewed from the other side, the community can also own the right to own their land that is property rights. The individual land ownership by the community which is a hereditary right of the strongest or most fulfilled which can be obtained by looking at the social functions that attached to the right in owning of the land.

This journal uses normative legal research methods that aim to examine and discuss the form of regulation of the right to take over land ownership by the state and the legal protection of the people whose property rights had taken over or acquired by the state.

The results of the discussion indicate that the regulation on the right to take over land ownership by the state is derived from the provisions of Article 33 of the Constitution of the Republic of Indonesia year 1945 and Article 2 of the Law of the Republic of Indonesia number 5 year 1960 on Basic Regulations of Agrarian Principles. The regulation in Article 33 of the Constitution of the Republic of Indonesia year 1945 concerning the right to take over individual land ownership by the state is inconsistent with the provisions in Article 28 G and Article 28 H paragraph (4) of the Constitution of the Republic of Indonesia year 1945 which implies that every citizen has the right to get protection for all assets objects which are under their control and every person shall also have the right to own the right of private property and such property shall not be arbitrarily taken over by any person. The results of the discussion also indicate the legal protection of the people whose property rights to land are taken over by the state are contained in the provisions of Article 18 of the Law of the Republic of Indonesia number 5 year 1960 on Basic Regulations of Agrarian Principles BAL and basic principles of justice which read "no private property shall be taken for public use without just and fair compensation".

Keywords: State, Rights to take over, and Property Rights.

  • I.    PENDAHULUAN

Berbagai peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat dapat melibatkan hubungan antara warga negara ataupun warga negara dengan negara (pemerintah). Hubungan hukum yang

melibatkan pemerintah dengan warga negaranya juga dapat terjadi pada peristiwa penguasaan tanah milik perorangan oleh pemerintah.

Penguasaan tanah milik perorangan oleh pemerintah atau negara merupakan suatu kewenangan yang dimiliki pemerintah berdasarkan ketentuan pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945). Berdasarkan pada bunyi Pasal 33 UUD 1945, dapat ditarik dua hal penting yakni:

  • 1.    Secara konstitusional, pemerintah mempunyai legitimasi yang jelas dan kuat untuk melakukan penguasaan tanah milik perorangan sebagai suatu bagian dari bumi wilayah kedaulatan negara.

  • 2.    Dalam melakukan penguasaan tanah milik perorangan haruslah dilakukan dalam rangka mensejahterakan atau demi kemakmuran rakyat.

Penguasaan tanah milik perorangan oleh pemerintah merupakan cerminan dari pelaksanaan kewenangan negara untuk melakukan:

  • 1.    Pengaturan dan penyelenggaraan kegiatan penyediaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan peruntukan dari bumi, air, dan ruang angkasa sebagai bagian dari wilayah negara.

  • 2.    Penentuan dan pengaturan mengenai segala bentuk korelasi atau hubungan-hubungan hukum antara warga negara Indonesia dengan tanah sebagai bagian dari bumi, air sebagai bagian dari bumi, dan udara atau angkasa sebagai bagian dari bumi dan sebagai bagian dari wilayah negara.

  • 3.    Penentuan dan pengaturan terhadap segala hubungan hukum antara warga negara dengan segala perbuatan atau tindakan yang berkonsekuensi hukum mengenai yang berhubungan dengan tanah sebagai bagian dari bumi, air sebagai bagian dari bumi, dan udara atau angkasa sebagai bagian dari bumi dan sebagai bagian wilayah negara.

Kewenangan untuk melakukan penguasaan tanah milik perorangan oleh negara (pemerintah) tersebut di atas merupakan penguasaan yang otoritasnya dapat menimbulkan tanggung jawab untuk suatu usaha memakmurkan masyarakat.1 Apabila ditinjau dengan pandangan berbeda, masyarakat atau warga negara berdasarkan ketentuan yang berlaku adalah bisa mempunyai suatu hak terhadap tanah yang disebut dengan hak milik. Hak milik atas tanah yang dimiliki masyarakat merupakan suatu hak turun temurun yang terkuat atau terpenuh yang diperoleh dengan melihat fungsi sosial yang melekat pada hak kepemilikan tanahnya. Hak milik atas tanah yang dapat dimiliki oleh masyarakat merupakan cerminan dari bunyi Pasal 28 G dan Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945.

Berangkat dari adanya inkonsistensi norma pada pasal-pasal tersebut di atas, serta paparan mengenai kewenangan dari negara dalam melakukan penguasaan tanah milik perorangan dan hak milik atas tanah yang dimiliki masyarakat, maka penulisan jurnal ini memiliki tujuan untuk mengkaji dan membahas mengenai dua pokok permasalahan, yakni:

  • 1.    Bagaimanakan pengaturan mengenai hak penguasaan tanah milik perorangan oleh negara dengan melihat hak milik atas tanah yang dimiliki masyarakat?

  • 2.    Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi warga negara atau masyarakat yang hak milik atas tanahnya akan dikuasai pemerintah atau negara?

  • II.     ISI MAKALAH

  • 2.1.    Metode Penelitian

Jenis metode penelitian hukum yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif, karena dalam membahas permasalahan nantinya dipergunakan aturan-aturan hukum yang masih berlaku serta bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber utama dalam penelitian.2 Penulisan jurnal ini menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari berbagai kepustakaan.3 2.2.    Hasil dan Analisis

  • 2.2.1.  Pengaturan Mengenai Hak Penguasaan Tanah Milik

    Perorangan oleh Negara dengan Melihat Hak Milik atas Tanah yang Dimiliki Masyarakat

Penguasaan tanah milik perorangan oleh negara merupakan suatu hak untuk memiliki kewenangan. Sebagai sebuah hak, suatu kewenangan dapat diperoleh apabila seseorang (individu) atau badan yang hendak memperoleh kewenangan tersebut sudah cakap di muka hukum untuk menghaki suatu hal yang merupakan haknya. Hal-hal yang merupakan suatu hak

dapat mencakup beberapa hal: kekuasaan, imunitas, kemerdekaan, dan kewajiban.

Negara merupakan salah satu bagian dari subyek hukum. Sebagai subyek hukum, organisasi-organisasi atau badan-badan kepemerintahan yang dimiliki negara dapat dipandang sebagai suatu subyek atau organisasi hukum publik dengan memiliki suatu kewenangan dalam menerapkan pengaturan bagi warga negara dan juga melakukan penyelenggaraan seluruh kegiatan sebagai suatu kedaulatan yang melekat pada dirinya sebagaimana sebuah mandat yang telah diisyaratkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Negara sebagai suatu subyek hukum memiliki pengertian bahwa negara merupakan sebuah subyek hukum di mana dapat diartikan menjadi pemilik suatu hak dalam mendukung berbagai kewajiban dan hak warga negara. Pemerintah disebut sebagai suatu subyek hukum dikarenakan pada ajaran ilmu hukum, pemerintah dapat diibaratkan atau dianggap menjadi pihak yang memegang hak untuk melakukan pengaturan bahkan apabila ditelusuri lebih mendalam, negara atau pemerintah dapat disebut publick rechtspersoon yang memiliki arti yaitu sebagai pendukung kewajiban dan hak dalam lingkup publik yang menyebabkan negara memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan segala kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan publik.4

Sebagaimana Pasal 33 UUD 1945 juga telah menyebutkan dan mengisyaratkan bahwa tanah atau bumi, air sebagai bagian dari bumi, dan juga berbagai kekayaan alam lainnya yang dimiliki dan telah terdapat pada seluruh wilayah republik negara

Indonesia adalah menjadi penguasaan pemerintah atau negara. Dapat diperhatikan bahwa bunyi dari Pasal 33 UUD 1945 tersebut pasal tersebut tidak mencantumkan mengenai penguasaan terhadap ruang angkasa, akan tetapi dilihat dari hukum internasional yang telah dikodifikasi atau diterapkan di Indonesia dan juga hasil dari konfrensi-konfrensi internasional dapat diketahui bahwa ruang angkasa atau udara dengan batas-batas yang telah ditentukan adalah menjadi wilayah yurisdiksi batas kedaulatan suatu negara.

Hak penguasaan tanah milik perorangan oleh negara yang diberikan Pasal 33 UUD 1945 tersebut di atas juga dipertegas oleh ketentuan pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Penguasaan tanah milik perorangan oleh negara merupakan suatu kewenangan di mana telah diperoleh atau dimandatkan langsung berdasarkan UUPA dan UUD 1945. Bentuk hak penguasaan atas tanah milik perorangan tersebut dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu pengaturan peruntukan tanah, pengaturan mengenai berbagai kaitan yang dapat menimbulkan akibat hukum terhadap tanah sebagai bagian wilayah negara, serta bentuk-bentuk aturan mengenai berbagai kaitan yang menyangkut hubungan warga negara dengan tindakannya yang tentu saja berkaitan dengan tanah sebagai bagian wilayah negara.5

Dalam rangka mempertegas kewenangan negara dalam melakukan penguasaan tanah milik perorangan secara eksplisit juga telah diisyaratkan pada peraturan perundang-undangan lainnya, yakni:

  • 1.    Ketentuan-ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia no. 3 th. 1972 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Transmigrasi;

  • 2.    Ketentuan-ketentuan Undang-Undang Negara Republik Indonesia no. 11 th. 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan;

  • 3.    Ketentuan-ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia no. 11 th. 1974 tentang Pengairan;

  • 4.    Ketentuan-ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia no. 25 th. 2007 tentang Penanaman Modal;

  • 5.    Ketentuan-ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia no. 22 th. 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;

  • 6.    Ketentuan-Ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 th. 1997 tentang Penataan Lingkungan Hidup; dan

  • 7.    Ketentuan-ketentuan Undang-Undang Negara Republik Indonesia no. 5 th. 1967 tentang Undang-Undang Pokok Kehutanan;

Mengenai hak milik atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat merupakan cerminan dari Pasal 28 G dan Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945. Pasal 28 G UUD 1945 mengisyaratkan bahwa setiap orang atau warga negara memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap seluruh harta benda yang berada di bawah keuasaannya. Kemudian Pasal 28 H ayat (4) juga menegaskan bahwa setiap orang atau warga negara berhak untuk memiliki suatu kepemilikan yang berupa hak yang bersifat pribadi sebagaimana terhadap kepemilikan tersebut adalah tidak bisa dilakukan pengambil alihan atau penguasaan oleh siapapun juga secara sewenang-wenang.

  • 2.2.2.    Perlindungan Hukum terhadap Masyarakat yang Hak

Milik atas Tanahnya Diambil Alih oleh Negara

Kepemilikan terhadap suatu tanah yang dimiliki warga negara sebagai haknya yang disebut dengan hak milik adalah merupakan cerminan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan pengaturan di dalam UUPA, asal atau sumber dari lahirnya kepemilikan atas tanah oleh masyarakat atau warga negara adalah bersumber dari dua unsur, yakni:

  • 1.    Hak atas tanah oleh warga negara yang lahir dikarenakan adanya pemberlakuan atau penerapan hukum adat di Indonesia yang di mana hak atas tanah tersebut diperoleh dan dimiliki terus menerus dan dapat dilanjutkan (diwariskan) yang pada mulanya bersumber berdasarkan adanya tindakan pengalihfungsian tanah-tanah hutan yang di mana terhadap tanah tersebut belum pernah dilakukan penguasaan.

  • 2.    Hak atas tanah yang diperoleh dari warga negara lainnya atau individu-individu tertentu baik itu secara pribadi maupun berbarengan yang dilakukan berbagai subyek hukum lain yang di dalamnya termasuk suatu badan hukum dan rakyat.

Pasal 18 UUPA telah mengisyaratkan bahwa dalam hal memenuhi dan melaksanakan kepentingan umum, termasuk untuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan-kepentingan bersama dari warga negara, hak-hak atas tanah dapat untuk dicabut oleh negara dengan memberikan ganti kerugian atau kompensasi yang layak dan dilakukan menurut tata cara berdasarkan peraturan perundang-undangan. Negara dalam rangka melakukan penguasaan atas tanah milik perorangan berdasarkan Pasal 18 UUPA haruslah memenuhi unsur-unsur:

  • 1.    Dasar pertimbangan atau alasan (reason de’tree) dari pengambil alihan dari hak atas tanah yang dimiliki masyarakat adalah harus dengan adanya:

  • 1)    Tanah harus diperuntukkan sebagai pemenuhan kepentingan umum

  • 2) Tanah harus diperuntukkan sebagai pemenuhan

kepentingan bangsa dan negara

  • 3) Tanah harus diperuntukkan sebagai pemenuhan

pemenuhan kepentingan bersama dari masyarakat atau warga negara

  • 2.    Pelaksanaan mekanisme atau tata cara untuk pengambil alihan hak milik atas tanah yang dimiliki masyarakat adalah harus dilakukan dengan:

  • 1)    Memberikan ganti kerugian yang layak kepada pemilik hak atas tanah sebelumnya

  • 2)    Pelaksanaan pengambilalihan kepemilikan terhadap suatu lahan oleh masyarakat (hak miliknya) haruslah dilakukan atau dilaksanakan dengan tata cara dan bentuk-bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang.

Mengenai ganti rugi adalah sebuah persoalan yang sangat sulit untuk didefinisikan. Apabila dilihat melalui padangan hukum pemerintahan pada negara Indonesia, suatu bentuk kompensasi penguasaan tanah hak milik perorangan lebih ditekankan pada kompensasi dalam bentuk materi atau benda saja. Ganti rugi tersebut dilakukan dengan berpatokan pada tampilan harga pasar ata harga yang telah ditentukan secara tersendiri oleh pemerintah yang pada faktanya dikenal sebagai Nilai Jual Obyek Pajak atau NJOP. Hal tersebut juga berlaku untuk bangunan-bangunan atau obyek lain yang turut melekat di atas tanah. Terkait hal tersebut,

pihak negara yang diwakili oleh pemerintah beserta organ-organnya melakukan penilaian terhadap harga pasar dengan bersumber pada list atau daftar-daftar tertentu dalam rangka penentuant besaran nilai atau harga suatu tanah.

Dilihat lebih dalam, pada hakekatnya ganti rugi bukan hanyalah sekedar pemasalahan yang dapat dilihat dengan materi. Tingkat kedekatan jarak dengan prasarana ekonomi atau lokasi pekerjaan, tingkat kenyamanan atau komfortabilitas terhadap lingkungan, tingkat polusi suatu lingkungan, tingkat keamanan, dan berbagai faktor stress yang mungkin timbul karena penyesuaian dengan keadaan lokasi yang baru dapat saja menjadi suatu permasalahan serius yang di mana tidak dapat secara sewenang-wenang hanya dinilai dari bentuk kompensasi atau ganti rugi yang didasari pada nilai bangunan dan tanah saja.

Hak atas penguasaan tanah milik perorangan oleh negara adalah suatu tindakan pemerintah yang dilakukan berdasarkan mandat dari undang-undang dan pelaksanaan prinsip dasar yang berlaku universal yang menyebutkan: “no private property shall be taken for public use without just and fair compensation”. Berdasarkan prinsip dasar keadilan dan ketentuan pada Pasal 18 UUPA, masyarakat sebagai pihak pemilik hak atas tanah telah mendapatkan suatu perlindungan hukum yaitu berupa ganti kerugian atau kompensasi atas tanah hak miliknya yang telah diambil alih oleh negara. Sehingga dalam melaksanakan suatu proses pengambil alihan tanah tersebut hendaknya negara atau pemerintah nantinya tidak akan menimbulkan kerugian terhadap pemegang hak milik sebelumnya.

  • III. PENUTUP

Berdasarkan pada seluruh pembahasan yang dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu:

  • 1.    Pengaturan mengenai hak penguasaan tanah hak milik perorangan oleh negara adalah bersumber dari ketentuan Pasal 33 UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA. Penguasaan tanah milik perorangan oleh negara merupakan suatu kewenangan yang diberikan langsung oleh UUD 1945 dan UUPA yang di mana kewenangan tersebut digolongkan menjadi tiga bagian yaitu pengaturan peruntukan tanah, pengaturan  mengenai  hubungan-hubungan  hukum

antara masyarakat dengan bagian-bagian atas tanah, dan pengaturan  mengenai  hubungan-hubungan  hukum

antara masyarakat dengan perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah. Pengaturan Pasal 33 UUD 1945 mengenai hak penguasaan tanah milik perorangan oleh negara tersebut tampak bertentangan atau tidak sejalan (inkonsistensi norma) dengan ketentuan di Pasal 28 G dan Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945.

  • 2.    Terhadap masyarakat yang hak milik atas tanahnya diambil alih oleh negara adalah telah mendapatkan suatu perlindungan yang terdapat pada ketentuan Pasal 18 UUPA dan prinsip-prinsip dasar keadilan yang berbunyi “no private property shall be taken for public use without just and fair compensation”. Berdasarkan ketentuan dari Pasal 18 UUPA dan prinsip-prinsip dasar keadilan, masyarakat sebagai pemilik hak atas tanah telah mendapatkan perlindungan hukum yaitu berupa ganti kerugian atau kompensasi atas tanah hak miliknya yang telah diambil alih oleh negara. Sehingga dalam melaksanakan proses dari pengambilalihan tanah, negara atau pemerintah nantinya tidak merugikan pemilik dari hak atas tanah sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Harsono, Boedi, 2007, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Universitas Trisakti Pers, Jakarta.

Noor, Asian, 2006, Konsepsi Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia, Mandar Maju, Bandung.

Soeroso, R., 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2010, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

13