GAMBARAN BUDAYA KESELAMATAN SATGANA PMI DALAM PERTOLONGAN PERTAMA PADA KORBAN BENCANA KEBAKARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN BULELENG
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
GAMBARAN BUDAYA KESELAMATAN SATGANA PMI DALAM PERTOLONGAN PERTAMA PADA KORBAN BENCANA KEBAKARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN BULELENG
I Gusti Agung Ayu Alit Suardani*1, I Gusti Ngurah Juniartha1, I Kadek Saputra1, I Made Suindrayasa1
1Program Studi Sarjana Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Sepanjang tahun 2022, telah tercatat 16 kejadian kebakaran permukiman di Kabupaten Buleleng. Kabupaten Buleleng memiliki angka kejadian kebakaran permukiman yang tinggi dibandingkan dengan kejadian bencana lain. Satuan Siaga Penanggulangan Bencana (SATGANA) adalah tim khusus yang dibentuk, dibina dan diterjunkan oleh PMI untuk menangani masalah bencana kebakaran permukiman tersebut. Dalam melakukan pertolongan, SATGANA memiliki potensi risiko kecelakaan saat bekerja. Sehingga diperlukan sikap yang harus diterapkan untuk mengurangi potensi risiko kecelakaan kerja tersebut dengan menerapkan Budaya Keselamatan atau Safety Culture. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitik dan pengambilan data menggunakan metode cross sectional. Penelitian dilakukan terhadap 30 orang anggota SATGANA yang diberikan kuesioner SCART melalui Google form, dan pengambilan data dilakukan pada tanggal 15-28 Februari 2023. Didapatkan hasil bahwa Budaya Keselamatan anggota SATGANA PMI Buleleng dalam memberikan pertolongan pertama pada korban bencana kebakaran permukiman termasuk dalam peringkat kategori B dengan bobot total skor 696,88. Peringkat B mengindikasikan bahwa kinerja keselamatan sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan dan tidak menimbulkan risiko pelanggaran pemenuhan persyaratan keselamatan. Namun, masih ada beberapa hal terkait kinerja keselamatan yang perlu ditingkatkan dengan cara mengadakan pelatihan rutin, melibatkan semua tingkatan organisasi untuk mengadakan pertemuan tingkat institusi dengan menekankan pentingnya safety, memberikan penghargaan berupa piagam atau reward kepada anggota setelah mengikuti pelatihan dan pertolongan serta mengadakan kegiatan evaluasi kinerja dan dokumentasi evaluasi dilengkapi dengan pemberian rekomendasi tindak lanjut.
Kata kunci: budaya keselamatan, kebakaran permukiman, pertolongan pertama, SATGANA
ABSTRACT
Throughout 2022, 16 incidents of residential fires have been recorded in Buleleng Regency. Buleleng Regency has a high number of residential fire incidents compared to other disasters. The Disaster Management Alert Unit (SATGANA) is a special team formed, fostered and deployed by PMI to deal with the problem of the residential fire disaster. In providing assistance, SATGANA has a potential risk of an accident while working. So that an attitude is needed that must be applied to reduce the potential risk of work accidents by implementing a Safety Culture. This study used quantitative research methods with descriptive analytic research types and data collection using cross sectional methods. The research was conducted on 30 SATGANA members who were given a SCART questionnaire via Google form, and data collection was carried out on 15-28 February 2023. The results obtained were that the Safety Culture of SATGANA PMI Buleleng members in providing first aid to victims of residential fire disasters was included in the category B rating. with a weighted total score of 696.88. Rating B indicates that the safety performance is in accordance with the required conditions and does not pose a risk of violating safety requirements. However, there are still a number of things related to safety performance that need to be improved by holding regular training, involving all levels of the organization to hold institutional level meetings emphasizing the importance of safety, giving awards in the form of charters or rewards to members after participating in training and assistance and holding performance evaluation activities. and evaluation documentation is complemented by the provision of follow-up recommendations.
Keywords: first aid, residental fire, safety culture, SATGANA
PENDAHULUAN
Bencana menjadi suatu fenomena yang dihadapi oleh manusia tanpa memandang waktu. Adapun bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah gempa bumi, longsor, hingga kebakaran. Kebakaran menjadi salah satu bencana yang dapat menyebabkan kerugian secara masif dari segi finansial hingga korban jiwa. Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam Mutiara (2022), tercatat telah terjadi 1.926 bencana alam di Indonesia selama semester I tahun 2022. Pada periode tersebut Indonesia mengalami 92 kejadian kebakaran. Angka tersebut menunjukkan bahwa kejadian kebakaran di berbagai daerah di Indonesia masih tergolong cukup tinggi.
Salah satu daerah yang mengalami bencana kebakaran adalah Kabupaten Buleleng yang berada di Provinsi Bali Utara. Menurut data Badan Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali (2022), tercatat 16 peristiwa kebakaran yang terjadi sepanjang tahun 2022 dengan rata-rata kejadian masuk dalam kategori kebakaran permukiman. Kebakaran permukiman biasanya terjadi di lingkungan permukiman perkotaan dengan jumlah penduduk yang tinggi (Pinem dkk, 2022). Kebakaran pemukiman terjadi di beberapa daerah seperti Kecamatan Seririt, Kubutambahan, Buleleng, Tejakula, Banjar, Sawan, hingga Kecamatan Busungbiu. Oleh karena itu, kebakaran masih menjadi kejadian yang penting untuk ditindaklanjuti.
Dalam rangka menanggulangi bencana tersebut, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS) dan Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Buleleng berkolaborasi untuk menyalurkan bantuan tanggap darurat. PMI merpakan organisasi yang biasanya memberikan layanan donor darah dan ambulans. Namun, selain menjalankan tugas dan fungsi tersebut, PMI juga memiliki layanan tanggap darurat bencana yang dalam pelaksanaannya adalah menerjunkan satuan khusus untuk
memberikan pertolongan di daerah-daerah dengan kejadian bencana. Satuan divisi yang terlibat dalam pertolongan bencana tersebut adalah Satuan Siaga Penanggulangan Bencana (SATGANA). SATGANA merupakan tim khusus yang dibentuk, dibina, dan dikerahkan PMI sebelum, selama, dan setelah kejadian kebakaran permukiman. PMI Kabupaten Buleleng memiliki anggota SATGANA sebanyak 30 orang. SATGANA PMI Buleleng rata-rata memiliki anggota dari kalangan mahasiswa yang sudah mendapatkan pelatihan khusus dan beberapa anggota senior terlatih yang akan diterjunkan menjadi relawan untuk membantu para korban sesuai dengan standar operasional yang berlaku.
Sepanjang tahun 2022, SATGANA Kabupaten Buleleng tercatat telah berkontribusi dalam melakukan pelayanan tanggap darurat dalam kejadian kebakaran permukiman sebanyak 16 kali di berbagai daerah. Dalam prosesnya, SATGANA akan memberikan pertolongan pre hospital pada kebakaran sehingga dapat mencegah dan meminimalisir risiko masalah kesehatan seperti dehidrasi dan infeksi (Basoeki, 2017). Selain memiliki tugas untuk menyelamatkan korban, SATGANA juga memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan diri sendiri, sehingga melalui pelaksanaan pertolongan tersebut, diperlukan suatu sikap yang harus diterapkan untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja seperti salah satunya adalah Budaya Keselamatan.
Budaya Keselamatan (Safety Culture) adalah konsep yang penting diterapkan dalam organisasi atau komunitas. Budaya Keselamatan adalah hasil dari nilai, kompetensi, persepsi, dan perilaku yang memperlihatkan komitmen serta bentuk implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (Bastuti, 2020). Komunitas atau organisasi dengan Budaya Keselamatan yang kuat, lebih efektif dalam mencegah kecelakaan maupun cedera di tempat kerja (Dihartawan, 2018). Melalui penerapan
Budaya Keselamatan yang optimal, maka risiko kecelakaan bisa diminimalisir dan tindakan pertolongan dapat berlangsung secara maksimal.
Kabupaten Buleleng menjadi tujuan penelitian penulis karena tingginya angka kejadian kebakaran permukiman di daerah tersebut dibandingkan dengan kejadian bencana lain. Kebakaran permukiman yang terjadi kebanyakan disebabkan oleh korsleting listrik hingga kelalaian manusia, dan masih minimnya sumber literatur terkait Budaya Keselamatan yang berlatarbelakang Kabupaten Buleleng membuat peneliti tertarik untuk mengangkat fenomena tersebut menjadi topik penelitian.
Selain itu, selama melakukan pertolongan SATGANA memiliki potensi risiko mengalami kecelakaan kerja seperti
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitik. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Adapun variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah keselamatan sebagai nilai yang diakui dan dipahami, kepemimpinan keselamatan, akuntabilitas keselamatan, keselamatan terintegrasi, dan keselamatan sebagai penggerak pembelajaran yang mencerminkan karakteristik Budaya Keselamatan SATGANA dalam pertolongan pertama korban bencana kebakaran permukiman.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah 30 anggota SATGANA. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, sehingga sampel dari penelitian ini adalah 30 responden. Penelitian dilakukan secara online dengan cara menyebarkan kuesioner SCART (Safety Culture Assesment Review Team) yang terdiri
terkilir, sakit punggung, hingga risiko terkena percikan api, maka penerapan Budaya Keselamatan pada SATGANA sangatlah diperlukan. Berdasarkan fenomena dan adanya potensi risiko kecelakaan tersebut, maka peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran Budaya Keselamatan SATGANA PMI dalam melakukan pertolongan pertama pada korban bencana kebakaran permukiman di Kabupaten Buleleng dengan 5 karakteristik dari Budaya Keselamatan. Adapun karakteristik tersebut adalah nilai keselamatan sebagai nilai yang diakui dan dipahami, nilai kepemimpinan dalam keselamatan, nilai akuntabilitas keselamatan, nilai keselamatan terintegrasi, serta nilai keselamatan sebagai penggerak pembelajaran.
dari 37 pernyataan. Kuesioner SCART dalam penelitian ini merupakan adaptasi dari penelitian sebelumnya yang berjudul “Penilaian Budaya Keselamatan Dengan Metode Safety Culture Assessment Review Team (SCART) (Studi Kasus Pada Badan Tenaga Nuklir Nasional)” dari Purwaningsih dkk (2019). Kuesioner dikirim melalui WA Group SATGANA PMI Kabupaten Buleleng.
Penelitian ini telah melalui proses laik etik dari Komisi Etik Penelitian FK Unud nomor 310/UN14.2.2.VII.14/LT/2023. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari 2023 dan dilakukan selama dua minggu yaitu pada tanggal 15-28 Februari 2023. Peneliti menggunakan analisis univariat metode statistik deskriptif untuk menggambarkan parameter dari masing-masing variable dalam penelitian ini.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Karakteristik Anggota SATGANA PMI Buleleng
Karakteristik Anggota SATGANA |
Frekuensi |
Persentase |
Jenis Kelamin | ||
Laki-Laki |
18 |
60% |
Perempuan |
12 |
40% |
Total |
30 |
100% |
Usia | ||
17-25 tahun (masa remaja akhir) |
18 |
60% |
26-35 tahun (masa dewasa awal) |
6 |
20% |
36-45 tahun (masa dewasa akhir) |
4 |
13,3% |
46-55 (masa lansia awal) |
2 |
6,7% |
56-65 (masa lansia akhir) |
0 |
0% |
Total |
30 |
100% |
Tingkat Pendidikan | ||
SD |
0 |
0% |
SMP |
0 |
0% |
SMA/K |
10 |
33,3% |
D1 |
1 |
3,3% |
D2 |
0 |
0% |
D3 |
0 |
0% |
S1 |
19 |
63,4% |
S2 |
0 |
0% |
Total |
30 |
100% |
Status Pekerjaan Saat Ini | ||
Pelajar/Mahasiswa |
13 |
43,3% |
Pegawai Pemerintah |
5 |
16,7% |
Pegawai Swasta |
12 |
40% |
Total |
30 |
100% |
Lama Mengabdi di SATGANA | ||
< 5 tahun |
15 |
50% |
≥ 5 tahun |
15 |
50% |
Total |
30 |
100% |
Pengalaman Pelatihan Pertolongan Pertama | ||
Pernah |
14 |
46,7% |
Tidak Pernah |
16 |
53,3% |
Total |
30 |
100% |
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa anggota SATGANA sebagian besar (60%) berada pada usia 17-25 tahun (masa remaja akhir) dengan jumlah jenis kelamin laki-laki yang lebih banyak (18 orang) daripada perempuan (12 orang). Mayoritas anggota SATGANA memiliki tingkat pendidikan S1 (63,3%). Anggota SATGANA
PMI Buleleng memiliki pengalaman mengabdi di organisasi yang sama rata, yaitu 15 orang dengan pengalaman mengabdi < 5 tahun dan 15 orang lainnya dengan ≥ 5 tahun. Sebanyak 16 responden (53,3%) menyatakan belum pernah mendapatkan pengalaman pelatihan pertolongan pertama.
Tabel 2. Budaya Keselamatan SATGANA dalam Pertolongan Pertama Korban Bencana Kebakaran Permukiman Masing-Masing Karakteristik Skor Mean
Nilai Keselamatan Sebagai Nilai yang Diakui dan Dipahami |
169,23 |
Nilai Kepemimpinan dalam Keselamatan |
232,76 |
Nilai Akuntabilitas Keselamatan |
93,14 |
Nilai Keselamatan Terintegrasi |
113,37 |
Nilai Keselamatan Sebagai Penggerak Pembelajaran |
88,38 |
Total |
696,88 |
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa setelah mengakumulasikan jumlah rata-rata dari setiap karakteristik nilai keselamatan, didapatkan bahwa hasil Budaya Keselamatan SATGANA PMI Buleleng sejumlah 696,88. Jika disesuaikan dengan klasifikasi peringkat Budaya Keselamatan berdasarkan penelitian terdahulu dari Situmorang (2013) dalam Purwaningsih dkk
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa jumlah laki-laki dengan perempuan hampir seimbang, yaitu laki-laki 16 orang dan perempuan 14 orang. Menurut penelitian dari Mairing dkk (2021), masyarakat Indonesia biasanya memiliki pandangan bahwa perempuan berperan dalam kegiatan rumah tangga, sedangkan laki-laki berperan untuk bekerja. Perempuan yang bekerja, cenderung mengalami konflik dalam bekerja sehingga dapat berpengaruh dalam penerapan keselamatan kerja. Sebagai hasil bentukan sosial, peran jenis kelamin dapat berubah-ubah sesuai waktu, kondisi dan tempat seperti halnya dalam melakukan penyelamatan korban yang tidak mementingkan gender. Hal tersebut akan mewujudkan kesetaraan gender, dimana laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam melakukan pertolongan pertama pada korban.
Mayoritas anggota SATGANA (60%) berada pada usia 17-25 tahun. Menurut Depkes RI (2009) dalam Sangryani (2022), usia 17-25 tahun termasuk ke dalam masa remaja akhir. Masa remaja akhir merupakan usia yang telah mengalami penyempurnaan kematangan fisik. Melakukan pertolongan kepada orang lain tentunya memerlukan
(2019), skor tersebut termasuk dalam peringkat B. Peringkat B termasuk kategori baik, namun perlu diperhatikan mengenai beberapa indikator pernyatan yang masih mendapatkan nilai rendah untuk kemudian bisa ditingkatkan kembali oleh organisasi, sehingga nilai Budaya Keselamatan bisa mencapai kategori maksimal yaitu peringkat A.
tenaga yang lebih ekstra untuk mengangkat atau melakukan mobilisasi pada korban, sehingga diperlukan kondisi tubuh yang sehat dan prima, sehingga SATGANA dengan mayoritas anggota berada pada kategori kondisi tubuh yang prima dapat membuat mobilisasi dan evakuasi korban dapat berlangsung secara optimal.
Berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa mayoritas anggota SATGANA memiliki tingkat pendidikan S1 (63,3%). Menurut Mairing dkk (2021), tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap cara pandang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, akan memiliki wawasan yang semakin luas. Anggota SATGANA dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan bersikap kritis terhadap SOP, strategi, serta dokumentasi sehingga dapat meminimalisir risiko kecelakaan kerja yang akan dihadapi saat melakukan pertolongan pertama pada korban. Perbandingan status pekerjaan anggota SATGANA hampir seimbang yaitu yang memiliki status pelajar/mahasiswa (13 orang) dengan pekerja swasta (12 orang). Menurut hasil wawancara, SATGANA merupakan divisi khusus PMI yang mayoritas
beranggotakan pelajar/mahasiswa dan beberapa pekerja pemerintah/swasta dengan status relawan, jadi beberapa pekerjaan utama responden bukanlah anggota PMI. Pelajar/mahasiswa biasanya belum bekerja sehingga memiliki beban kerja yang sedikit. Dengan beban kerja yang sedikit tersebut, maka anggota tidak akan terbebani oleh hal lain dan risiko kecelakaan kerja akibat kelelahan kerja dapat diminimalisir. Selain itu pelajar/mahasiswa juga memiliki banyak waktu luang sehingga bisa dimanfaatkan untuk kegiatan yang produktif seperti salah satunya adalah menjadi relawan SATGANA PMI.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa masa mengabdi anggota SATGANA sama rata yaitu < 5 tahun dan ≥ 5 tahun. Masa mengabdi yang sama rata akan membuka peluang bagi anggota SATGANA untuk saling berbagi pengalaman. Melalui masa pengabdian yang lebih lama maka nilai-nilai keselamatan akan semakin melekat dalam masing-masing individu anggota SATGANA PMI. Menurut penelitian Nafisah (2020), masa kerja yang lebih lama dapat menghasilkan kualitas kerja yang baik karena pemikiran yang semakin berkembang dalam melakukan pekerjaan. Sebanyak 16 anggota SATGANA menyatakan belum pernah memiliki pengalaman pelatihan pertolongan pertama. Hal ini disebabkan karena SATGANA baru saja mengalami kaderisasi atau pergantian kepengurusan sehingga terdapat beberapa anggota yang belum mendapatkan pelatihan pertolongan pertama. Menurut Mairing dkk (2021), pengalaman yang didapatkan dari pelatihan tersebut akan berkembang menjadi pengetahuan serta keterampilan, sehingga berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu SATGANA PMI perlu mengadakan pelatihan pertolongan pertama bagi anggotanya dengan menggunakan alat peraga dan perlengkapan lain yang mendukung, sehingga pelatihan tersebut dapat lebih aplikatif dan
memudahkan peserta dalam menyerap materi.
Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas dari responden anggota SATGANA PMI Buleleng (10-18 responden) membuktikan bahwa sudah memahami nilai keselamatan sebagai nilai yang diakui dan dipahami yang mencerminkan penerapan Budaya Keselamatan dengan baik (rata-rata 169,23). Nilai keselamatan sebagai nilai yang diakui dan dipahami merupakan pemahaman tentang keselamatan dan mengetahui tindakan pencegahan kecelakaan dalam aktivitas pertolongan (Brown, 2015 dalam Pinarisraya dkk, 2021). Komitmen anggota SATGANA PMI dalam menjunjung tinggi nilai keselamatan dibuktikan dengan pemberian arahan sebelum melakukan pertolongan, penyusunan Rencana Operasional (RENOP) sebelum melakukan tindakan pertolongan kepada korban bencana kebakaran permukiman. Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan diterjunkan juga disesuaikan dengan kondisi perkiraan jumlah korban yang ada di lapangan. Selain itu, komitmen organisasi terhadap keselamatan anggota tercermin dalam penyediaan SOP, sarana prasarana seperti ambulans, dan perlengkapan PP KIT.
Berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa mayoritas anggota SATGANA PMI Buleleng (10-16 responden) sudah memahami nilai kepemimpinan dalam keselamatan yang mencerminkan penerapan Budaya Keselamatan dengan baik (rata-rata 232,76). Nilai kepemimpinan dalam keselamatan merupakan nilai yang membentuk sikap K3 dan memimpin penerapan Budaya Keselamatan pada tingkat anggota dan manajemen perusahaan (Gunawan dkk (2016) dalam Pinarisraya dkk (2021). Komitmen SATGANA PMI dalam mengimplementasikan nilai kepemimpinan keselamatan ditunjukkan dengan adanya pemberian pengarahan/briefing mengenai aspek keselamatan yang dibahas dalam agenda pertemuan dan menjadikan keselamatan bagian dari pertolongan,
menjalin hubungan kepercayaan antara pimpinan dan anggota untuk memberikan informasi yang jujur dan lengkap tentang keselamatan kerja, peran pimpinan dalam optimalisasi penggunaan APD saat melakukan pelayanan tanggap darurat, serta pemberian pelatihan wajib dan khusus pada anggota SATGANA sebelum diterjunkan ke lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa mayoritas anggota SATGANA PMI Buleleng (12-18 responden) sudah memahami nilai akuntabilitas keselamatan yang mencerminkan penerapan Budaya Keselamatan dengan baik (rata-rata 93,14). Akuntabilitas adalah salah satu bagian yang penting dalam keseluruhan sistem manajemen keselamatan. Sebagai salah satu bentuk implementasi akuntabilitas keselamatan, SATGANA PMI dibentuk dengan beranggotakan petugas yang sudah memiliki kompetensi untuk bisa terjun ke lapangan. Sebelum melakukan pelayanan tanggap darurat, SATGANA PMI harus lulus melewati tahap pelatihan pertolongan baik yang bersifat wajib maupun khusus. Selain itu, anggota SATGANA yang memiliki pemahaman mengenai peran dan tanggung jawab akan mengetahui risiko bahaya yang mengancamnya, sehingga mereka akan memilih tindakan yang dapat meminimalisir risiko tersebut. Perekrutan anggota SATGANA dilakukan dengan berbasis pendidikan dari pendidikan Korps Sukarela (KSR) serta diklat dasar. Penerapan SOP juga diatur secara menyeluruh dari individu hingga kelompok.
Berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa mayoritas anggota SATGANA PMI Buleleng (13-18 responden) sudah memahami nilai keselamatan terintegrasi yang mencerminkan penerapan Budaya Keselamatan dengan baik (rata-rata 113,37). Menurut Sri & Budi (2019), keselamatan terintegrasi dalam setiap kegiatan ditunjukkan dengan sikap saling percaya pada semua pegawai, penerapan keselamatan lingkungan, hingga
mengupayakan kondisi kerja yang nyaman dengan mempertimbangkan durasi kerja, beban kerja, dan stres yang dirasakan dalam pelaksanaan pekerjaan.
Dalam upaya pertimbangan beban kerja dan stres dalam bekerja, pembagian tenaga yang akan diterjunkan ke lapangan pada SATGANA PMI disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, sehingga hal tersebut dapat membuat pertolongan menjadi lebih efektif. Pertimbangan terkait keselamatan kerja dan lingkungan telah tercermin dalam SOP dan ketersediaan fasilitas seperti APD (helm, kacamata, sarung tangan dan sepatu boot), PP KIT, dan ambulans. Adapun prosedur kerja dibuat dalam bentuk Rencana Operasional (Renop) yang didiskusikan bersama anggota yang ada di lapangan dan senior yang lebih berpengalaman, atau mengadaptasi peraturan dari PMI pusat. Setelah melakukan pertolongan SATGANA PMI rutin untuk mengadakan evaluasi kinerja. Selain itu, kepuasan/motivasi kerja juga dibangun oleh kerja sama anggota dalam memberikan pertolongan pada korban. Karena berstatus sebagai relawan, anggota SATGANA tidak mendapatkan pendapatan, namun jika pada saat pelaksanaan penanggulangan bencana terdapat donatur dari pihak ketiga maka anggota yang bersangkutan akan menerima reward.
Berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa mayoritas anggota SATGANA PMI Buleleng (13-21 responden) sudah memahami nilai keselamatan sebagai penggerak pembelajaran yang mencerminkan penerapan Budaya Keselamatan dengan baik (rata-rata 88,38). Nilai keselamatan sebagai penggerak pembelajaran merupakan sikap keterlibatan langsung anggota dalam mengenal risiko bahaya kegiatan kerja (Mairing dkk, 2021). Mengikuti pelatihan merupakan salah satu bukti bahwa anggota terlibat aktif dalam pengembangan kinerja keselamatan dan kemampuan berpikir kritis anggota dalam melakukan pertolongan pertama. Namun berdasarkan hasil penelitian, lebih banyak anggota menyatakan bahwa
belum mendapatkan pelatihan pertolongan pertama, sehingga untuk kedepannya bisa menjadi perhatian bagi organisasi untuk segera mengadakan pelatihan. Selain itu, organisasi berkomitmen terhadap keselamatan di masa depan dengan mengadakan diskusi serta evaluasi yang melibatkan anggota senior dan sudah berpengalaman dengan harapan dapat memberikan masukan serta pengalaman agar kesalahan yang terjadi saat prosedur pelayanan tanggap darurat tidak terulang kembali.
Berdasarkan hasil penelitian setelah data masing-masing nilai keselamatan diakumulasikan, membuktikan bahwa Budaya Keselamatan anggota SATGANA PMI Buleleng dalam melakukan pertolongan pertama pada korban bencana kebakaran permukiman termasuk kategori peringkat B (rentang 667-833) dengan skor bobot total 696,88. Peringkat B mengindikasikan bahwa program assessment sudah sesuai dengan tujuan dari persyaratan kinerja. Terdapat penyimpangan minor dari persyaratan atau pelaksanaan program, tetapi penyimpangan tersebut tidak menyebabkan risiko terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan, lingkungan, atau kepatuhan dengan persyaratan keselamatan.
Adapun rekomendasi yang diberikan oleh peneliti untuk meningkatkan peringkat Budaya Keselamatan yaitu mengadakan pelatihan pertolongan pertama pada korban bencana kebakaran kepada anggota secara rutin, kemudian pimpinan bisa melibatkan semua tingkatan organisasi dengan menekankan pentingnya safety dalam pertemuan-pertemuan tingkat institusi dan melakukan pertemuan dengan anggota/unit pendukung khusus tentang safety. Diperlukan adanya suatu bentuk bukti nyata penghargaan seperti piagam atau reward setelah mengikuti pelatihan dan pertolongan baik berupa fisik maupun elektronik dengan menggunakan dana kas/iuran. Hal tersebut tentu dapat menunjang kepercayaan diri anggota, sebagai suatu bentuk tanggung jawab anggota dalam
melakukan pertolongan pertama dan sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi kerja. Serta, peneliti merekomendasikan untuk mengadakan kegiatan evaluasi kinerja disertai dengan pemberian rekomendasi tindak lanjut dengan membuat to do list mengenai prosedur kinerja keselamatan yang harus diperbaiki, diganti, bahkan dihapuskan dengan disertai pemberian rekomendasi tindak lanjut yang didapatkan dari berdiskusi bersama anggota, senior, atau menyesuaikan dengan petunjuk strategi dari PMI Pusat.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa, karakteristik anggota SATGANA PMI Buleleng terdiri dari 18 laki-laki dan 12 perempuan dengan mayoritas (60%) berada pada usia 17-25 tahun (masa remaja akhir), memiliki tingkat pendidikan mayoritas S1 dan berasal dari pelajar/mahasiswa dengan lama mengabdi sama rata yaitu < 5 tahun dan ≥ 5 tahun serta mayoritas belum mendapatkan pelatihan pertolongan pertama.
Budaya Keselamatan anggota
SATGANA dalam pertolongan pertama pada korban bencana kebakaran permukiman di Kabupaten Buleleng berada pada peringkat B yang menandakan bahwa kinerja keselamatan sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan dan tidak menyebabkan adanya risiko pelanggaran terhadap persyaratan
keselamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Basoeki. (2017). Emergency Management of Major Burn Pre-Hospital Approach and Patient Transfer - Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif. Diakses pada 8 November 2022 di https://spesialis1.anestesi.fk.unair.ac.id/emerge ncy-management-of-major- burn-pre-hospital-approach-and-patient-transfer.htm
Bastuti, S. (2020). Menumbuhkan Kesadaran Akan Safety Culture. Lppm Unpam. Diakses pada 8 November 2022 di lppm.unpam.ac.id.html
BPBD Provinsi Bali. (2022). Sistem Informasi Kebencanaan.
Dihartawan, D. (2018). Budaya Keselamatan (Kajian Kepustakaan). Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan, 14(1), 98. Diakses pada 8
November 2022 di http://repository.uinsu.ac.id/
Mairing, C., Wirawan, I. M. A., & Deswandri, D. (2021). Hubungan Budaya
KeselamatanDengan Perilaku Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Pada Pusat Teknologi Dan Keselamatan Reaktor Nuklir Batan Tahun 2020. Archive of Community Health, 8(1), 55.
Mutiara, C. (2022). Ada 1.900 Bencana Alam di Indonesia pada Semester I 2022. Katadata Media Network. Diakses pada 8 November 2022 di https://databoks.katadata.co.id/datapublish/202 2/07/01/ada-1900-bencana- alam-di-indonesia-pada-semester-i-2022
Nafisah, T. N. (2020). Pengaruh Usia Dan Masa Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan Pada Pt Bprs Haji Miskin Pandai Sikek Kab.Tanah Datar. Diakses pada 3 Maret 2023 di http://e-campus.iainbukittinggi.ac.id/ecampus
Pinarisraya, A. R., Suarningsih, K. A., & Juniartha, N. (2021). Gambaran Safety Culture Pramuwisata Dalam Pertolongan Pertama Luka Trauma Pada Wisatawan Arung Jeram Sungai. COPING: Community of Publishing in Nursing, 9, 124– 132.https://doi.org/10.24843/coping.2021.v09. i02.p05
Pinem, D. E., Sembiring, R. D., & Lismawaty. (2022). Analisis Kerawanan Bencana Kebakaran Di Kota Pematangsiantar Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jurnal Ruang Luar Dan Dalam Ftsp, 03(01), 74–82.
Purwaningsih, R., Handayani, N. U., & Miranda, N. (2019). Penilaian Budaya Keselamatan Dengan Metode SCART (Budaya Keselamatan Assessment Review Team) Pada Badan
Pengelola Instalasi Nuklir. Jurnal Teknik
Industri, 14(1), 27.
Sangryani, D. (2022). Gambaran Kadar Asam Urat Pada Masyarakat Usia Produktif di Perumahan Griya Alam Fajar, Abiansemal, Badung. Diakses pada 3 Maret 2023 di http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/9589
Situmorang, J. (2013). Evaluasi Budaya Keselamatan Untuk Prioritisasi Pentingnya
Karakteristik/Atribut Pada Instalasi Nuklir Dengan Teknik Ahp (Analytic Hierarchy Process). Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah, 16, 1–90.
Sri, A., & Budi, K. (2019). Analisis Budaya
Keselamatan Kerja Pegawai Di Biro Perencanaan (Bp) – Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). XVI(2), 1–9.
Volume 11, Nomor 4, Agustus 2023
342
Discussion and feedback